Mia di rumah bersama Emily, mereka duduk di ruang keluarga sedang menonton kartun sesuai keinginan Emily. “Emi, lihat ini. Bajunya cantik, kan?” Mia memperlihatkan baju bayi perempuan yang tampak menggemaskan. “Iya, cantik.” Emily menatap foto yang diperlihatkan sang mertua. “Bagaimana kalau pesan dulu?” tanya Mia terlihat sangat antusias ingin menyiapkan segala sesuatu untuk calon cucunya. Emily menoleh Mia yang terlihat begitu bersemangat, tapi kemudian berkata, “Tapi belum tahu cewek apa cowok, Ma. Kalau anaknya cowok gimana?” Mia diam sambil berpikir, lalu berkata, “Iya juga. Tapi ini lucu banget.” Mia tetap menyukai baju itu meski belum tahu calon cucunya laki-laki atau perempuan. “Beli saja dulu, kalau nanti anakmu cowok, ya sudah ini buat anak keduamu. Siapa tahu cewek,” ujar Mia dengan entengnya. Emily tertawa mendengar ucapan Mia, mertuanya sungguh sangat antusias menanti calon bayinya. “Kamar bawah dekat tangga, mama berniat merenovasinya untuk anakmu nanti. Kira-kir
“Semoga pelakunya segera tertangkap, agar kita juga bisa menyiapkan pernikahan dengan tenang. Kalau begini kita tidak akan tenang, apalagi belum tahu siapa yang sebenarnya diincar,” ucap Mia ketika sore itu Gio pulang bersama Alaric.Gio menatap Mia yang begitu cemas, lalu mencoba menenangkan.“Bibi tenang saja, aku yakin polisi akan segera tahu siapa dalangnya. Apalagi ayahnya Christina juga ikut bertindak, aku yakin polisi tidak akan bekerja dengan lelet,” balas Gio.Alaric dan yang lain juga penasaran, kenapa tiba-tiba ada yang menyerang Gio dan Christina.“Apa kamu sedang berselisih dengan orang?” tanya Alaric memastikan untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang ingin mencelakai sepupunya itu.Gio menatap Alaric, hingga kemudian berkata, “Aku tidak sedang berselisih dengan siapa pun, jika tebakan Christina benar. Dalang dari kejadian yang menimpa kami, kemungkinan pria yang malam itu melecehkan Christina. Waktu acara pesta pembukaan hotel.”Alaric ingat acara itu. Dia tidak datang
Bastian dan Gio mendatangi sebuah perusahaan. Terlihat jelas Bastian tampak murka setelah mendapat kabar dari polisi. Bahkan staff yang melihat kedatangan Bastian ke sana juga terlihat terkejut sampai memandang pria itu. Saat sampai di salah satu ruangan, tanpa permisi Bastian membuka kasar pintu itu. Tak cukup hanya membuka kasar, Bastian berjalan cepat menghampiri pria yang duduk sambil menatap terkejut karena kedatangan Bastian. “Berani-beraninya kamu ingin mencelakai putriku!” Bastian mencengkram kerah kemeja pria itu, lalu melayangkan pukulan begitu keras ke wajah pria yang pernah melecehkan Christina. Gio sangat terkejut melihat calon mertuanya ternyata begitu ganas. Dia mencoba melerai agar sang mertua tak mendapat masalah jika terus menghajar pria itu. Pria yang dipukul Bastian terjatuh memegangi pipi yang panas, lantas memandang Bastian yang sedang ditarik mundur. “Apa kamu punya bukti, hah? Datang-datang membuat kericuhan, apa kamu pikir aku tidak bisa melaporkanmu?” Pri
Waktu berlalu begitu cepat. Keluarga Gio dan Christina sibuk mengurusi persiapan pernikahan keduanya yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi.“Iya, Ma. Aku akan segera pulang setelah periksa,” ucap Emily saat Mia menghubunginya.Emily mengakhiri panggilan setelah bicara dengan Mia, lalu menoleh ke Alaric yang duduk di sampingnya.“Mama bilang apa?” tanya Alaric.“Gaun milikku untuk acara pernikahan Gio sudah datang. Mama minta cepetan pulang biar aku bisa cobain,” jawab Emily sambil memasukan ponsel ke tas.“Dasar Mama, periksa saja masih antri, diminta cepat pulang.” Alaric sampai geleng-geleng kepala.Emily tertawa mendengar ucapan Alaric, lalu membalas, “Mama sekarang sangat antusias dalam segala hal, apalagi nunggu baby kita.”Emily mengusap perutnya yang sekarang sudah besar karena menginjak usia tujuh bulan.“Nyonya Emily!” Perawat memanggil Emily u
“Tidak ketat, kan?” tanya Mia saat Emily baru saja selesai berganti pakaian mencoba gaun yang akan dipakai diacara pernikahan Gio dan Christina.Emily mencoba merasakan dulu apa nyaman atau tidak memakai gaun itu, sebelum kemudian menjawab, “Tidak, Ma. Ini pas dan nggak ketat juga.”Mia senang karena desainer yang membuat gaun mereka paham dengan kondisi Emily yang sedang hamil, hingga saat pengukuran gaun sebulan sebelum ini, desainer sudah bilang untuk memperbesar ukuran gaun berjaga-jaga ada perubahan pada tubuh Emily karena sedang hamil.“Syukurlah. Gaunnya juga sangat cantik, meski hamil tapi kamu terlihat anggun,” ucap Mia memuji penampilan Emily.Malam itu, Aruna dan Ansel ke sana untuk mengunjungi Emily sekalian membawa makanan yang diinginkan. Mereka makan malam bersama sehingga malam itu ruang makan terlihat ramai.“Apa persiapan untuk dekorasi pernikahannya sudah selesai semua?” tanya Aruna yang ikut ambil andil dalam persiapan pernikahan Gio.“Sudah. WO juga sudah mengabar
Hari pernikahan Gio dan Christina akhirnya tiba. Ballroom hotel bintang lima itu sudah disulap menjadi tempat pesta yang sangat mewah oleh tim WO kepercayaan keluarga Byantara.“Kalian harus pastikan makanannya tidak pernah kekurangan sedetik pun. Andai stok di dapur habis atau belum bisa restok, langsung ganti dengan menu lain, yang penting meja tidak kosong,” ucap Aruna memberi instruksi ke pelayan yang ditugaskan untuk menjaga stand makanan dan minuman.“Baik, Bu.” Semua pelayan yang dibriefing menjawab bersamaan.Aruna menatap meja yang penuh dengan makanan berat, ringan, dan buah, lalu saat hendak mengecek ke meja lain, ternyata Emily berdiri di sampingnya.“Ada apa?” tanya Aruna saat melihat Emily memandang buang di meja.“Mi, boleh makan itu dulu, ga?” tanya Emily menunjuk ke semangka.“Makan saja, makan apa pun yang kamu mau,” jawab Aruna.Emily melebarkan senyum, lalu mengambil buah yang diinginkan.Di ruang pengantin. Gio sudah selesai bersiap-siap untuk prosesi pernikahan.“
Emily merasa lega karena sudah bisa memenuhi panggilan alamnya. Dia segera merapikan gaunnya lagi setelah cuci tangan, kemudian berjalan keluar dari toilet.Hingga saat dia sedang berjalan menuju ballroom, ada pria yang berdiri di jalan yang akan dilewatinya. Emily mengabaikan, lantas berjalan melewati pria itu.“Kamu Emily, kan?” tanya pria itu.Emily menghentikan langkah saat pria itu menyebut namanya. Dia lantas menoleh hingga saling berhadapan dengan pria itu.Emily memperhatikan pria yang berpenampilan formal dengan bulu halus di sekitar rahang pria itu. Dia merasa tak mengenal sama sekali pria yang ada di hadapannya.“Maaf, apa aku mengenalmu?” tanya Emily memastikan.Pria itu berjalan mendekat, membuat Emily mundur karena waspada, sampai-sampai Emily menyentuh perutnya.Pria itu sadar jika Emily waspada, membuatnya menghentikan langkah agar Emily tidak bertindak impulsif.“Apa kita bisa bicara secara pribadi? Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan,” ucap pria itu.Emily menaikkan
Ansel menghentikan langkah mendengar ucapan Simon. Emily menoleh ke Simon dengan ekspresi wajah bingung karena bagaimanapun ada namanya di dalam kalimat pria itu. “Selama ini Papa sudah membiarkan dan tak pernah mengganggu kalian karena dia sadar betapa besar kesalahannya. Tapi meski begitu, Papa bukankah masih berhak juga, apa bahkan hanya memperlihatkannya ke Papa saja tidak bisa?” Simon menunjuk ke Emily di akhir kalimat. Emily mulai menerka-nerka maksud ucapan Simon, hingga menatap Ansel yang hanya diam saat menyadari ke mana arah pembicaraan Simon. “Emilio, apa dia papa kandungku?” tanya Emily sambil menatap Ansel. Ansel mengalihkan pandangan dari Emily seolah berat untuk menjawabnya. “Pi.” Emily menatap sang papi yang hanya diam. “Ya, dia papa kandungmu,” jawab Simon karena Ansel tak mau menjawab. Emily menoleh sekilas ke Simon, kemudian kembali menatap Ansel. Sang papi masih tidak berkata apa-apa, hingga akhirnya Emily menoleh ke Simon lagi. “Sejak lahir, aku han