***Kevin memandangi layar ponsel miliknya dengan campuran rasa cemburu dan amarah saat melihat kedekatan antara Hansen dan Sarah. Lelaki itu tampak sangat berusaha untuk mendekati Sarah, terutama ketika Sarah sibuk dengan perjalanan bisnisnya. Kevin memandang foto-foto yang dikirimkan kepadanya dengan perasaan sesal di dadanya. Dia menyesal telah memenuhi permintaan Sarah untuk berhenti menjadi asistennya, karena sekarang gadis itu tidak lagi mudah dijangkau baginya. Apalagi Hansen dengan begitu mudahnya mendekati wanitanya, calon istrinya.Jika saja Sarah masih menjadi asistennya, mungkin saat ini mereka sedang menikmati suasana romantis di Tokyo. Kevin menyadari bahwa ia harus bertindak cepat untuk menghentikan upaya Hansen. Lelaki itu tampaknya serius dengan perasaannya pada Sarah. Ia tidak mau menyesal dan melepaskan sesuatu yang sudah menjadi miliknya.Kevin tidak ingin membiarkan Sarah terus terlibat dengan Hansen. Dia merasa Hansen memanfaatkan kepemilikan sahamnya di perusaha
***Sarah sedang merapikan meja kerjanya, bersiap untuk pulang lebih awal karena ingin istirahat setelah seharian mengikuti Hansen. Kadang-kadang dia heran mengapa harus mengikuti Hansen untuk bertemu klien, padahal dia bukan manajer pemasaran di perusahaan Zeline. Sarah merasa seolah Hansen mengikatnya, dan dia hanya bisa berdoa agar lelaki baik itu segera menemukan pasangan yang tepat.Setelah berpamitan pada para karyawan, Sarah bergegas keluar karena taksi online yang ia pesan sudah menunggu. Saat naik ke taksi, dia melihat Hansen menuju butik. Sarah merasa lega karena dia sudah keluar dan tak perlu memberi alasan untuk menolak Hansen.“Terima kasih, Tuhan,” gumam Sarah bersyukur.***Sarah melepaskan penatnya dengan merebahkan tubuhnya di kasur. Tiba-tiba, Kevin terlintas dalam pikirannya, dan dia sangat merindukan lelaki itu. Beberapa detik kemudian, layar gadgednya berbunyi dan nama Kevin terpampang di sana.Sarah tersenyum bahagia, rindunya sedikit terobati."Sayang," sapanya
***Sarah terdiam, menatap rangkaian bunga Gardenia yang tiba-tiba dikirimkan padanya. Ia tak tahu siapa pengirimnya. Lalu, dia mengambil gadgetnya dan menelepon seseorang."Ada apa, sayang?" tanya Kevin di ujung telepon. Pria itu terkejut karena Sarah menghubunginya."Terima kasih atas bunga Gardenia yang kamu kirimkan pagi ini, aku sangat menyukainya," ucap Sarah sambil menatap mesra bunga di tangannya, sesekali mencium wanginya."Bunga? Siapa pengirimnya?" tanya Kevin penasaran."Lho, bukankah bunga ini dikirim dari kamu?" Sarah bertanya agak panik."Aku tidak mengirimkan bunga apapun. Apakah itu salah kirim?" Kevin mulai was-was."Namanya tertulis untukku, dan pengirimnya menyatakan rasa kagum padaku. Apakah itu kamu? Pasti ini kamu, kn?" Sarah bertanya lagi untuk memastikan.Tak ada jawaban dari Kevin, lalu Sarah berkata, "Tunggu sebentar, aku akan datang ke sana." Kevin menutup teleponnya tanpa berkata apa-apa.Sekali lagi, Kevin mengakhiri obrolan tanpa pamit di ujung telepon.
***Sarah merenung, menggumamkan pikirannya tentang kecemburuan seorang lelaki. Bagaimana rasa cemburu itu terasa lucu dan seperti tingkah laku anak kecil. Kecemburuan yang berlebihan memang berbahaya, bisa mengubah seseorang dan membuatnya bertindak di luar batas kewajaran.Sarah kadang merasa tidak bisa mempercayai betapa kecemburuan Kevin kadang-kadang membuatnya sesak. Lelaki itu sangat posesif, bahkan terhadap angin yang berhembus pun Kevin bisa merasa cemburu karena angin bebas menyentuhnya.Sangat menyebalkan, bukan?Setelah peristiwa pemberian bunga oleh Hansen, Kevin menjadi sangat protektif padanya. Dia selalu mengendalikan Sarah, melarangnya berinteraksi dengan lelaki lain, bahkan mengantar jemput Sarah setiap saat, kecuali jika Sarah sangat sibuk, maka sopirnya yang menggantikan tugas tersebut.Meski Sarah protes dan menyampaikan keberatannya, Kevin tidak menghiraukannya sama sekali.Meski Sarah merasa kesal, namun bagaimanapun juga, Kevin adalah tempat yang paling nyaman
***Sejak kejadian ciuman di Caffe, Zeline dan Bastian terlihat canggung satu sama lain. Entah apa yang menyebabkan perubahan ini. Ketika Sarah menanyakan mengapa Zeline menangis tiba-tiba saat itu, gadis itu hanya diam. Begitu juga ketika Sarah mengajukan pertanyaan yang sama pada Bastian, lelaki itu juga hanya diam. Sarah sangat yakin, pasti ada yang tidak beres dan juga kenapa keduanya tampak malu satu sama lainnya?"Sayang, nanti Pak Agus akan menjemputmu. Kita makan siang bersama," ajak Kevin melalui telepon."Mengapa bukan kamu yang menjemput?" tanya Sarah."Aku ada urusan sebentar, aku akan menunggu. Sampai jumpa, sayang." Kevin mengakhiri panggilan tersebut tanpa menunggunya bicara.Sarah menghela nafas, merasa agak kesal dengan keputusan Kevin yang seringkali membuatnya tanpa memberikan kesempatan untuk diskusi terlebih dahulu.Pintu ruangannya diketuk, dan seorang karyawan masuk. "Bu Sarah, sopir Pak Kevin ada di sini untuk menjemput ibu," ucapnya."Iya, bilang padanya untuk
***Jasmine menunggu Sarah di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat kerja Sarah. Tak lama kemudian, Sarah tiba dan menyambutnya dengan senyum, yang kemudian dibalas oleh Jasmine."Aku minta maaf karena mengganggu waktu istirahatmu," ucap Jasmine, merasa tidak enak."Tidak masalah! Ini jam istirahat dan kita bertemu dekat tempat kerjaku," jawab Sarah, tidak mempermasalahkannya.Setelah memesan Caffe Latte dan beberapa cemilan, Jasmine bertanya, "Apakah suatu saat aku bisa membawa Sophia pergi berlibur?"Sarah ragu untuk menjawab, bingung tentang apa yang sebaiknya dikatakan."Kamu adalah ibunya, tentu saja kamu memiliki hak untuk menghabiskan waktu dengannya. Mengapa kamu harus bertanya padaku?" jawab Sarah.Jasmine menghela nafas. "Kamu tahu, ayahnya sangat sulit bagiku. Aku tidak punya banyak waktu untuk Sophia, padahal aku ingin Sophia merasa nyaman dengan ibunya sendiri!" ucap Jasmine dengan nada hampir putus asa.Sarah merasakan penekanan pada kata 'ibu', seolah-olah Jasmine ing
***Hingar bingar dari musik malam tidak mampu meredakan kesedihan di hati Hansen, yang terus terbayang-bayang oleh Sarah. Sulit baginya untuk melupakan wanita itu, sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa perasaannya tidak terbalaskan. Wanita itu memang telah membuatnya gila.Hansen meminum wine tanpa menghitung berapa banyaknya, membiarkan dirinya mabuk sejenak untuk melupakan segala duka yang ada. Baginya, wine seperti wanita itu, keduanya sama-sama memabukkan."Hans, kenapa hanya minum sendirian? Ada banyak wanita cantik di sini. Lihatlah yang itu, dia terus menatapmu tanpa berkedip," kata Steve, mengalihkan perhatian Hansen dari lamunannya.Hansen tidak menghiraukannya, terus saja menikmati wine sambil sesekali mengamatinya."Ayo! Kamu bisa menikmati malam ini bersama dia. Dia sangat cantik dan tubuhnya menggairahkan," goda Steve."Kamu saja, aku tidak tertarik!" jawab Hansen tanpa peduli.Di mata Hansen, hanya Sarah yang paling cantik, tidak ada wanita lain yang bisa menggan
***Sarah membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berat. Ia merasa sesak dan memar di bagian kepala. Sejenak, ia terdiam, memperhatikan langit-langit kamar yang asing baginya, lalu kesadarannya kembali."Apakah Jasmine menjebakku? Di mana aku sekarang?" batin Sarah. Ia merasa menyesal telah mempercayai Jasmine."Kamu bodoh, Sarah!" desis Sarah dalam hati, menyalahkan dirinya sendiri. Ketika pintu kamar terbuka, Sarah pura-pura tidur lagi, merasa agak takut. Suara langkah terhenti di samping tempat tidurnya. Sarah seakan kesulitan bernafas. Ketika tangan itu menyentuh pipinya, Sarah membuka mata dan menahan tangan itu."Hansen!" pekik wanita itu terkejut melihat Hansen yang ada di depannya saat ini.Lelaki itu tersenyum lembut, sorot matanya penuh hangat, sesuatu yang hanya ditunjukkan Hansen pada Sarah.“Syukurlah kamu sudah sadar. Bagaimana? Apakah masih pusing?” pria itu bertanya dengan penuh perhatian."Kenapa aku di sini? Bukankah aku bersama Jasmine?" Sarah malah bertanya bali