Alika menatap Kelvin yang masih memejamkan mata. Sekitar tiga puluh menit yang lalu seluruh keluarga telah pulang. Alika sengaja meminta keluarga dari sang suami untuk pulang. Tentu Alika merasa khawatir. Terutama pada ayah mertua, dan ibu mertuanya. Dan sekarang hanya Alika yang menunggu sang suami.“Sayang … apa kau tidak merindukanku? Buka matamu, Kelvin. Aku sangat teramat merindukanmu.” Alika membawa tangannya, menyentuh rahang sang suami. Wajah tampan suaminya itu terlihat pucat.Ya, meski dokter mengatakan Kelvin baik-baik saja tetapi kenyataanya hingga detik ini suaminya itu tak kunjung membuka mata. Setiap malam Alika begitu setia mengajak suaminya berbicara agar demi suaminya itu bisa membuka mata. Sungguh, Alika begitu merindukan Kelvin. Nyatanya, sifat sang suami yang menyebalkan dan selalu mengeluarkan lelucon itu membuat Alika sangat-sangat merindukan Kelvin. Seluruh keluarga selalu menyemangatinya memberikan kekuatan padanya tapi tak dipungkiri ketakutan dalam diri Alik
Sudah dua minggu Stella berada di rumah sakit. Kandungan Stella pun semakin membesar. Namun, hingga detik ini Stella belum pulang ke rumah. Meski kondisinya sudah membaik tapi tidak dengan mentalnya. Itu kenapa Sean masih belum mengizinkan Stella keluar dari rumah sakit. Setiap malam Stella banyak melamun. Dia hanya bisa tersenyum dikala keluarga sang suami datang menjenguknya. Pun beberapa hari lalu Stella sudah melihat keadaan Kelvin yang ternyata mulai pulih. Bukan tidak menerima kenyataan, hanya saja semuanya begitu mengejutkan Stella. Apa yang terjadi di hidup Stella seperti badai yang tiba-tiba datang. Begitu kencang menghantam dirinya. Andai tidak ada Sean di sisinya maka Stella pasti tidak mungkin bisa bertahan.Terkadang Stella merasa takdir begitu jahat padanya karena telah memisahkan dirinya dengan kedua orang tuanya. Namun, tak dipungkiri Stella merasa bersyukur karena memiliki Sean di hidupnya. Dibalik badai kehidupan yang datang, nyatanya Stella masih tetap mampu bertaha
Banyak orang mengatakan jodoh adalah cerminan diri. Tentu itu adalah hal yang benar. Tapi di mata Stella adalah jodoh bukan hanya sekedar cerminan diri. Tapi jodoh yang ditakdirkan pada setiap orang untuk saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Akan banyak jutaan manusia yang memiliki kekurangan. Seperti Sean dan Stella saling melengkapi satu sama lainnya. Mereka berdua memiliki jutaan kekurangan. Dan ketika mereka bersatu mereka saling menutupi kekuarangan masing-masing. Ya, terutama Stella yang selama ini merasa dirinya tak pernah beruntung. Namun, sejak ada Sean di hidupnya semua telah berubah. Masa lalu yang buruk telah tergantikan dengan kebahagiaan.Kini Stella tengah berdiri di ruang rawatnya. Tatapan wanita itu melihat ke luar jendela. Cuaca siang di Kota Jakarta sedang mendung. Awan cerah telah tertutupi awan gelap. Tampak senyuman di wajah Stella terlukis melihat cuaca mendung. Bukan menyukai turunnya hujan. Tetapi Stella menantikan
Kandungan Stella memasuki minggu ke dua puluh sembilan. Perutnya begitu besar. Hamil tiga bayi kembar memang membuat ukuran perut Stella berbeda dengan ukuran perut hamil normal lainnya. Selama beberapa bulan terakhir ini Stella memang tidak banyak keluar rumah. Dia menghabiskan waktunya di rumah. Ya, Stella pun memutuskan untuk cuti kuliah. Masalah yang datang begitu bertubi-tubi di hidupnya membuat Stella mengambil keputusan untuk cuti kuliah. Stella hanya ingin fokus pada kehamilannya saja. Dan tentu, Sean mendukung semua apa yang telah diputuskan oleh Stella. Lagi pula sebelumnya Sean juga sudah pernah menawarkan Stella untuk cuti kuliah. Kuliah dan karir Stella memang penting. Tetapi bagi Sean yang paling penting adalah Stella dan kandungannya selalu merasakan kebahagiaan.Meskipun Stella banyak menghabiskan waktu di rumah, tapi Stella tidak pernah bosan sedikit pun. Stella banyak merancang gaun, membaca buku, menonton drama kesukaannya, lalu menata tanaman hias di taman rumahnya
New York, USA. Sean menggenggam tangan Stella melangkah menuju lobby bandara. Ya, pesawat yang membawa Sean dan Stella baru saja mendarat di Bandar Udara Internasional John F. Kennedy. Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka tiba di New York. Selama perjalanan, Stella tidak mengeluh apa pun. Bahkan Stella bisa melahap banyak makanan di dalam pesawat. Kehamilan yang sudah membesar ini memang membuat Stella mudah sekali lapar.Perjalanan kali ini Sean dan Stella tidak berangkat bersama Kelvin, Alika, Ken, dan Chery. Bukan tidak mau bersama tapi tepatnya tiga hari lalu mereka sudah lebih dulu berangkat. Sejak di mana dokter memperbolehkan Stella untuk terbang ke New York; ada beberapa pekerjaan yang harus Sean kerjakan sebelum meninggalkan Jakarta. Pasalnya Sean masih belum tahu kapan akan membawa Stella pulang ke Jakarta. Mengingat rencana awal Sean adalah Stella melahirkan di Negeri Paman Sam ini.“Sean, apa nanti sopir akan menjemput kita?” tanya Stella seraya menatap Sean. “Aku
Sebuah gaun pesta berwarna hijau mint membalut tubuh Stella dengan sangat indah. Perut buncit Stella tampak seksi kala wanita itu memakai gaun pesta salah satu rancanganya sendiri. Model lengan yang transparan membuat kulit putih mulus Stella begitu terlihat. Ya, meski kehamilan Stella sudah besar tetap membuat Stella sangat cantik. Mitos mengatakan kalau hamil anak laki-laki maka wajah sang ibu tak akan cerah. Dan sang ibu akan malas berias. Tapi nyatanya, Stella tetap sangat cantik. Selama ini memang Stella tidak suka terlalu banyak make up menempel di wajahnya. Namun, kalau untuk perawatan wajah Stella akan tetap mengutamakan karena memang semua wanita di dunia ini tentunya ingin tampil cantik di hadapan sang suami.“Stella, apa kau sudah siap?” Sean melangkah masuk ke dalam walk-in closet. Seketika Sean tersenyum melihat gaun pesta berwarna hijau mint yang dipakai oleh Stella. Warna yang sangat kontraks di kulit istrinya itu.“Sean?” Stella pun tersenyum melihat sang suami sudah d
Suara dering ponsel berbunyi membuat Sean dan Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Beberapa kali Stella mengerjapkan mata. Tampak Stella masih begitu mengantuk dari dalam pelukan sang suami.“Sean, jawablah ponselmu terus berbunyi. Mungkin itu penting,” ucap Stella meminta Sean untuk menjawab panggilan itu.Sean mengembuskan napas panjang. Dia melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul enam pagi. Ingin rasanya Sean mengabaikan panggilan itu, tapi itu adalah hal yang tak mungkin. Yang Sean takutkan itu adalah telepon penting. Detik selanjutnya, dengan raut wajah yang kesal; Sean mengambil ponselnya dan melihat ke layar—tampak kening Sean mengerut dalam melihat nomor Kelvin yang terpampang di layar ponselnya.“Sean, siapa yang menghubungimu?” tanya Stella dengan nada serak khas baru bangun tidur. Dia masih berada dalam pelukan Sean, dan enggan untuk beranjak.“Kelvin,” jawab Sean datar.“Ada apa Kelvin menghubungimu sepagi ini, Sean?” Stella bertanya seraya menatap Sean
Beberapa minggu kemudian… Stella tak pernah menyangka kalau dirinya akan menetap sementara di New York. Awalnya Stella ingin melahirkan di Jakarta tetapi kandungan yang membesar, dan dia pun takut kalau kandungannya akan terkena radiasi pesawat. Meski dokter mengatakan kehamilannya baik-baik saja tapi tetap Stella tidak mau mengambil resiko. Itu kenapa Stella memilih menuruti perkataan Sean yang ingin mereka menetap sementara di New York.Kandungan Stella saat ini sudah memasuki minggu ke tiga puluh enam. Ya, tepatnya hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Sean dan Stella. Hari di mana kelahirkan ketiga putra mereka. Stella tidak mungkin melahirkan normal. Karena Sean takut terjadi sesuatu pada Stella. Itu kenapa Sean memutuskan Stella untuk Stella operasi caesar. Dan hari ini, Stella akan segera berangkat ke rumah sakit. Jika melahirkan normal menunggu kontraksi, lain halnya dengan melahirkan secara operasi caesar. Sean dan Stella bahkan bisa menentukan tanggal berapa yang