Kandungan Stella memasuki minggu ke dua puluh sembilan. Perutnya begitu besar. Hamil tiga bayi kembar memang membuat ukuran perut Stella berbeda dengan ukuran perut hamil normal lainnya. Selama beberapa bulan terakhir ini Stella memang tidak banyak keluar rumah. Dia menghabiskan waktunya di rumah. Ya, Stella pun memutuskan untuk cuti kuliah. Masalah yang datang begitu bertubi-tubi di hidupnya membuat Stella mengambil keputusan untuk cuti kuliah. Stella hanya ingin fokus pada kehamilannya saja. Dan tentu, Sean mendukung semua apa yang telah diputuskan oleh Stella. Lagi pula sebelumnya Sean juga sudah pernah menawarkan Stella untuk cuti kuliah. Kuliah dan karir Stella memang penting. Tetapi bagi Sean yang paling penting adalah Stella dan kandungannya selalu merasakan kebahagiaan.Meskipun Stella banyak menghabiskan waktu di rumah, tapi Stella tidak pernah bosan sedikit pun. Stella banyak merancang gaun, membaca buku, menonton drama kesukaannya, lalu menata tanaman hias di taman rumahnya
New York, USA. Sean menggenggam tangan Stella melangkah menuju lobby bandara. Ya, pesawat yang membawa Sean dan Stella baru saja mendarat di Bandar Udara Internasional John F. Kennedy. Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka tiba di New York. Selama perjalanan, Stella tidak mengeluh apa pun. Bahkan Stella bisa melahap banyak makanan di dalam pesawat. Kehamilan yang sudah membesar ini memang membuat Stella mudah sekali lapar.Perjalanan kali ini Sean dan Stella tidak berangkat bersama Kelvin, Alika, Ken, dan Chery. Bukan tidak mau bersama tapi tepatnya tiga hari lalu mereka sudah lebih dulu berangkat. Sejak di mana dokter memperbolehkan Stella untuk terbang ke New York; ada beberapa pekerjaan yang harus Sean kerjakan sebelum meninggalkan Jakarta. Pasalnya Sean masih belum tahu kapan akan membawa Stella pulang ke Jakarta. Mengingat rencana awal Sean adalah Stella melahirkan di Negeri Paman Sam ini.“Sean, apa nanti sopir akan menjemput kita?” tanya Stella seraya menatap Sean. “Aku
Sebuah gaun pesta berwarna hijau mint membalut tubuh Stella dengan sangat indah. Perut buncit Stella tampak seksi kala wanita itu memakai gaun pesta salah satu rancanganya sendiri. Model lengan yang transparan membuat kulit putih mulus Stella begitu terlihat. Ya, meski kehamilan Stella sudah besar tetap membuat Stella sangat cantik. Mitos mengatakan kalau hamil anak laki-laki maka wajah sang ibu tak akan cerah. Dan sang ibu akan malas berias. Tapi nyatanya, Stella tetap sangat cantik. Selama ini memang Stella tidak suka terlalu banyak make up menempel di wajahnya. Namun, kalau untuk perawatan wajah Stella akan tetap mengutamakan karena memang semua wanita di dunia ini tentunya ingin tampil cantik di hadapan sang suami.“Stella, apa kau sudah siap?” Sean melangkah masuk ke dalam walk-in closet. Seketika Sean tersenyum melihat gaun pesta berwarna hijau mint yang dipakai oleh Stella. Warna yang sangat kontraks di kulit istrinya itu.“Sean?” Stella pun tersenyum melihat sang suami sudah d
Suara dering ponsel berbunyi membuat Sean dan Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Beberapa kali Stella mengerjapkan mata. Tampak Stella masih begitu mengantuk dari dalam pelukan sang suami.“Sean, jawablah ponselmu terus berbunyi. Mungkin itu penting,” ucap Stella meminta Sean untuk menjawab panggilan itu.Sean mengembuskan napas panjang. Dia melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul enam pagi. Ingin rasanya Sean mengabaikan panggilan itu, tapi itu adalah hal yang tak mungkin. Yang Sean takutkan itu adalah telepon penting. Detik selanjutnya, dengan raut wajah yang kesal; Sean mengambil ponselnya dan melihat ke layar—tampak kening Sean mengerut dalam melihat nomor Kelvin yang terpampang di layar ponselnya.“Sean, siapa yang menghubungimu?” tanya Stella dengan nada serak khas baru bangun tidur. Dia masih berada dalam pelukan Sean, dan enggan untuk beranjak.“Kelvin,” jawab Sean datar.“Ada apa Kelvin menghubungimu sepagi ini, Sean?” Stella bertanya seraya menatap Sean
Beberapa minggu kemudian… Stella tak pernah menyangka kalau dirinya akan menetap sementara di New York. Awalnya Stella ingin melahirkan di Jakarta tetapi kandungan yang membesar, dan dia pun takut kalau kandungannya akan terkena radiasi pesawat. Meski dokter mengatakan kehamilannya baik-baik saja tapi tetap Stella tidak mau mengambil resiko. Itu kenapa Stella memilih menuruti perkataan Sean yang ingin mereka menetap sementara di New York.Kandungan Stella saat ini sudah memasuki minggu ke tiga puluh enam. Ya, tepatnya hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Sean dan Stella. Hari di mana kelahirkan ketiga putra mereka. Stella tidak mungkin melahirkan normal. Karena Sean takut terjadi sesuatu pada Stella. Itu kenapa Sean memutuskan Stella untuk Stella operasi caesar. Dan hari ini, Stella akan segera berangkat ke rumah sakit. Jika melahirkan normal menunggu kontraksi, lain halnya dengan melahirkan secara operasi caesar. Sean dan Stella bahkan bisa menentukan tanggal berapa yang
Tanpa terasa usia Shawn, Stanley, dan Steve sudah satu bulan. Ketiga bayi kembar itu tumbuh dengan begitu sehat. Tiga-tiganya memiliki tubuh yang gemuk. Walau wajah ketiga bayi kembar itu tidak kembar identic, tapi raut wajah mereka sangat mirip. Hal yang membuat ketiga bayi kembar Sean dan Stella unik adalah warna iris mata mereka. Shawn dan Stanley memiliki warna iris mata cokelat persis seperti Sean. Sedangkan Steve memiliki warna iris mata abu-abu persis seperti Stella. Selama ini Stella pun memberikan ASI ekslusif untuk ketiga bayi kembarnya. Stella tidak mau ketiga bayi kembarnya minum susu formula. Dan beruntung ASI Stella lancar. Stella selalu mengkonsumsi makanan untuk mempelancar ASI-nya sesusai dengan anjuran dokter. Tentu Stella selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.Saat ini Stella masih dalam masa pemulihan pasca operasi caesar. Ya, Sean dan Stella masih berada di New York. Tidak mungkin mereka kembali ke Jakarta dalam keadaan Stella masih baru melahirkan.
Battery Park City, New York, USA. Alika duduk bersama dengan Kelvin menikmati udara menyejukan di Battery Park City. Ya, usia kandungan Alika kini telah memasuki minggu ke tiga puluh dua. Perut Alika tampak membuncit. Hamil dua bayi kembar membuat bobot Alika naik lebih dari dua puluh lima kilogram. Well, tak heran jika setiap hari Alika meminta pendapat pada Kelvin tentang penampilannya saat ini. Mengingat Kelvin adalah pria yang di masa lalu di kelilingi banyak wanita. Jelas saja Alika cemas kalau suaminya berpaling darinya karena tubuhnya tak secantik dulu lagi. Namun, apa yang ada di dalam benak Alika adalah salah. Setiap kali Alika cemas maka Kelvin akan selalu meyakinkan dirinya kalau di dunia ini hanya dirinya saja yang diinginkan oleh Kelvin. Bahkan setiap hari Kelvin akan mengatakan kalau Alika sangat cantik.“Sayang, nanti kalau aku sudah melahirkan dan anak kita sudah sedikit lebih besar temani aku olahraga, ya. Aku juga mau ke klinik kecantikan. Aku ingin seperti Mommy Ka
Lima tahun kemudian … Manhattan, New York, USA. Suara tepuk tangan riuh terdengar kala nama ‘Stella Geovan’ dipanggil ke podium. Tampak Sean terseyum bangga kala Stella dinobatkan sebagai lulusan terbaik dengan nilai tertinggi. Tak hanya Sean yang begitu bangga tapi Shawn, Stanley, Steve—tiga putra kembar Sean dan Stella sejak tadi memekik kegirangan kala nama Stella di panggil. Baik Shawn, Stanley, dan Steve mereka menyerukan ibu mereka dengan bangga. Ya, Sean bersama dengan ketiga putranya tengah menghadiri wisuda Stella. Tepatnya hari ini Stella lulus Master Degree di bidang fashion designer di salah satu universitas terbaik di New York.Selama lima tahun ini Sean memutuskan untuk tinggal di New York bersama dengan sang istri. Alasan Sean mengajak istrinya itu tinggal di New York karena Sean ingin Stella meneruskan pendidikannya di Negeri Paman Sam ini. Tak hanya menyandang gelar sarjana tapi Stella pun kini telah menyandang gelar master degree. Dan, tentu hal itu membuat Sean sa
Beberapa bulan kemudian …Venice, Italia.Stella menatap hangat Shawn, Stanley, dan Steve yang tengah bermain saling mengejar sambil memakan ice cream di tangan mereka. Ya, tentu Stella tak perlu cemas karena Sean menyiapkan enam pengasuh khusus untuk ketiga anak kembar mereka dan sepuluh pengawal yang selalu berjaga-jaga mengawasi Shawn, Stanley, dan Steve. Terutama ketika mereka berlibur seperti ini maka penjagaan Sean sangat ketat.Kini tatapan Stella mulai teralih pada Savannah yang tertidur pulas dalam pelukannya. Putri kecilnya itu sangat cantik dan menggemaskan. Tangan Savannah peris seperti gulungan roti gemuk. Pipi bulat seperti bakpau. Bayi perempuannya memang sangat cantik dan menggemaskan.“Stella, apa kau masih ingin tinggal di New York? Atau kau ingin kita segera kembali ke Jakarta?” tanya Sean sembari menatap sang istri.Stella tersenyum hangat. “Biarkan saja kita di sini dulu, Sean. Anak-anak kita memiliki banyak teman di sini. Aku tidak tega memisahkan mereka dengan t
Suara tangis bayi memecahkan kesunyian ruang persalinan. Stella meneteskan air matanya kala mendengar suara tangis bayi itu. Tak hanya Stella yang menteskan air mata tapi Sean yang selalu ada di sisinya pun sampai menteskan air mata. Setelah sekian lama akhirnya mereka kembali memiliki seorang anak lagi. Berawal dari rasa putus asa Stella nyatanya memiliki akhir yang indah. Tentu semua karena Sean yang memberikan dukungan luar biasa untuk Stella.“Tuan Sean … Nyonya Stella … selamat bayi Anda perempuan.” Sang dokter berucap langsung membuat Sean dan Stella tak henti meneteskan air mata mereka. Ya, Tuhan begitu baik pada mereka. Harapan mereka memiliki anak perempuan terwujud.“Sean … anak kita perempuan,” isak Stella.“Iya … anak kita perempuan. Terima kasih, Sayang.” Sean memberikan kecupan di bibir istrinya. Derai air mata mereka tak henti berlinang.“Nyonya Stella, silahkan lakukan proses IMD.” Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Stella. Sesaat Sean menatap Stell
“Nyonya, apa hari ini kita memasak menu Indonesian Food?”Suara pelayan bertanya pada Stella yang tengah sibuk di dapur. Ya, hari ini Stella akan kedatangan tamu special yaitu Jenniver—sepupunya. Jenniver tengah berlibur bersama Theo ke New York. Dan karena Jenniver akan datang, Stella mengundang Kelvin, Alika, Ken, dan Chery untuk datang. Hal itu yang membuat Stella sibuk di dapur. Stella memang memiliki chef khusus dan pelayan tetapi tetap saja dalam hal memasak, Stella tetap turun tangan sendiri. Namun kali ini porsinya berbeda. Stella tidak banyak melakukan apa pun. Dia hanya mengontrol saja. Mengingat kandungannya sudah membesar.“Masak saja, Mbak. Masak Indonesian Food juga. Jenniver dan Theo suka sekali dengan menu rawon dan ayam sayur. Tolong masak menu itu. Ah, satu lagi jangan lupa sambal goreng kentang.” Stela berujar memberi perintah pada sang pelayan dengan nada lembut.“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu kembali memulai memasak membantu pelayan lainn
Stella mengembuskan napas panjang kala mengingat laporan dari pengawal sang suami tentang kejadian di Central Park. Kejadian di mana Stanley membuat seorang gadis kecil menangis karena membuang permen pemberian gadis itu. Sungguh, Stella sangat sedih karena putranya bertindak demikian. Meski mertuanya sudah memberikan nasehat pada ketiga putranya tapi tetap saja Stella merasa gagal mendidik ketiga putranya.“Apa kalian hanya ingin diam saja? Tidak mau bilang apa-apa pada, Mommy?”Suara Stella menegur ketiga putranya yang tengah duduk di hadapannya itu. Ya, kini Stella berada di kamar Shawn. Kamar Shawn, Stanley, dan Steve memang terpisah. Tetapi karena Stella ingin berbicara dengan ketiga putranya maka tanley dan Steve mendatangi kamar Shawn. Tampak ketiga bocah laki-laki kembar itu menunduk. Tentu mereka tahu mereka akan mendapatkan teguran dari ibu mereka.“Mommy ini salahku. Maafkan aku, Mommy,” ucap Stanley dengan suara polosnya.Stella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan
Saat pagi menyapa Shawn, Stanley, dan Steve sudah begitu tampan dengan setelan celana pendek dan kaus berwarna hitam dengan logo Gucci di tengah baju ketiga bocah itu. Ya, Shawn, Stanley, dan Steve tampak begitu bersemangat karena hari ini mereka akan pergi bersaam dengan kakek dan nenek mereka. Sejak tadi malam memang ketiga bocah itu sangat bersemangat.“Anak Mommy tampan sekali.” Suara Stella dengan lembut berucap sambil menatap ketiga putra kembarnya. Stella mendekat pada Shawn, Stanley, dan Steve bersama dengan Sean yang ada di sisinya.“Daddy … Mommy …” Shawn, Stanley, dan Steve menghamburkan tubuh mereka pada Sean dan Stella yang mengampiri mereka.“Kalian mirip sekali seperti Daddy,” ucap Stella sembari mengurai pelukan ketiga putranya itu. Sean yang ada di samping Stella sejak tadi melukiskan senyuman hangat pada Shawn, Stanley, dan Steve.“Tentu saja, Mommy. Nanti saat kami dewasa kami akan seperti Daddy. Kami akan hebat.” Shawn, Stanley, dan Steve berucap serempak dan penuh
“Mommy … akhirnya Mommy pulang. Kami merindukan, Mommy.”Stanley dan Steve menghamburkan tubuh mereka kala melihat Stella pulang bersama dengan Shawn. Sudah sejak tadi Stanley dan Steve menunggu ibu mereka pulang. Ya, Stella memang sengaja meminta Stanley dan Steve pulang lebih dulu bersama sopir kala tadi Stella harus menyelesaikan masalah Shawn yang memukul Felix. Tentu Stella tak membiarkan Stanley dan Steve menunggu di ruang guru. Pasalnya Stella tak ingin Stanley dan Steve membuat masalah. Sungguh, ketiga anak kembarnya itu sangatlah kompak. Sudah cukup masalah Shawn membuat Stella sakit kepala. Stella tidak ingin sampai Stanley dan Steve juga ikut membuat masalah.Stella membalas pelukan Stanley dan Steve sembari memberikan kecupan di puncak kepala kedua putranya itu. “Mommy juga merindukan kalian. Apa kalian sudah makan?”“Sudah, Mommy. Kami sudah makan.” Stanley dan Steve menjawab dengan kompak. Lalu mereka melihat ke atah Shawn yang sejak tadi hanya diam. “Kak, kami tadi mau
“Shawn, Mommy tidak mau kau menggunakan kekerasan lagi. Tidak bagus, Nak. Kalau pun temanmu salah, kau bisa menegurnya tanpa harus memukul. Kalau kau menggunakan kekerasan sama saja kau main hakim sendiri, Shawn. Mommy tidak pernah mengajarkanmu untuk seperti itu.”Suara Stella menegur putra pertamanya itu. Nada bicaranya tegas tapi tetap lembut. Ya, Stella dan Shawn baru saja keluar dari ruang guru. Jika Stanley, dan Steve sudah lebih dulu pulang lain halnya dengan Shawn yang tadi ditahan di ruang guru. Itu kenapa Stella datang ke sekolah karena ulah putra pertamanya yang memukul teman sekolahnya. Tentu saja Shawn memukul bukan tanpa alasan. Bocah laki-laki kecil itu memukul temannya karena teman sekolahnya itu berani mencium pipi Katharina—putri bungsu Ken dan Chery. Dan hari ini Stella ke sekolah mendatangi guru tidak bersama dengan Sean. Kesibukan Sean yang membuat suaminya itu tidak bisa hadir. Pun Stella tidak memaksa untuk Sean menemaninya. Mengingat belakangan ini Sean terlalu
Suara tangis bocah kecil perempuan memasuki mansion, membuat Chery yang tengah membaca laporan perkembangan butik miliknya langsung terkejut. Tampak Chery segera meletakan laporan di tangannya ke atas meja. Wanita itu terburu-buru menghampiri suara tangis itu. Tentu Chery tahu itu adalah suara tangis putri kecilnya.“Katharina … kau kenapa, Nak? Kenapa menangis, Sayang?” Chery bersimpuh di depan Katharina—putri kecilnya yang tak kunjung berhenti menangis.“Nyonya, tadi di sekolah ada sedikit masalah.” Sang pengasuh menundukan kepalanya di depan Chery. “Masalah?” Chery bangkit berdiri. Lalu dia menatap Clovis—putra sulungnya yang sejak tadi hanya diam. “Clovis, ada apa, Nak? Kenapa adikmu menangis seperti ini? Apa kau tidak menjaga adikmu? Kan Mommy sudah bilang, kau harus menjaga adikmu dengan baik.” Chery menegur putranya dengan nada yang pelan, namun tersirat sedikit marah.Clovis Kendrick Jefferson adalah anak laki-laki pertama dari Ken dan Chery. Saat ini Clovis berusia empat tah
PranggggSebuah guci mahal pecah begitu saja akibat tendangan seorang bocah perempuan kecil. Pecahan beling itu memenuhi lantai. Beruntung pecahan beling tak mengenai bocah perempuan cantik itu. Tidak hanya sendirian tapi bocah laki-laki yang merupakan saudara kembarnya juga ada di hadapannya. Mereka terlalu asik bermain sampai-sampai memecahkan guci di ruang keluarga. Ya, kini kedua bocah laki-laki dan perempuan itu begitu panik kala melihat guci pecah. Wajah mereka tampak ketakutan. Baru saja mereka melarikan diri dari pengasuh yang menjaga mereka. Tapi malah mereka mendapatkan masalah.“Tuan Muda … Nona Muda …” Seorang pengasuh terlihat sangat panik melihat pecahan guci itu.“Kami tidak sengaja.” Luke dan Lydia memasang wajah merengut agar tak disalahkan.“Astaagaaa Luke … Lydia … ada apa ini?” Suara Alika berseru seraya melangkah memasuki ruang keluarga. Seketika raut wajah Alika berubah melihat guci kesayangannya dengan harga fantastis itu pecah. Kini sepasang iris mata hitam Al