“Ken…”Suara Chery bergumam pelan menyebut nama Ken. Ya, di hadapan Chery adalah Kendrick. Pria itu terus menatapnya lekat. Tersirat tatapan yang memendung amarah. Terlebih saat ini Denis tengah merengkuh bahunya. Namun, apa yang dilakukan Chery ini bukanlah kesalahan. Denis adalah kekasihnya. Ken melangkahkan kakinya mendekat pada Denis dan Chery. Tatapan yang kian menajam. Terlihat jelan Ken menggeram menaham amaranya. Terutama kala Denis merengkuh bahu Chery. Sepasang iris mata Ken saling menatap tajam dengan Denis. Tatapan yang tersirat penuh peringatan dan memendung amarahnya.“Ada apa kau ke sini, Tuan Kendrick Jefferson?” Suara Denis menyapa Ken dengan suara tegas dan terdengar begitu dingin.“Aku ke sini ingin bertemu dengan Chery.” Ken menjawab dengan nada dingin serta tatapan yang begitu tajam penuh permusuhan pada Denis.Denis mengembuskan napas kasar. “Kenapa kau terus mengganggu kekasihku? Berhentilah mengganggunya. Aku tidak suka ada orang yang mengganggu milikku!” uca
Keheningan membentang antara Chery dan Denis yang berada di dalam mobil. Sejak kejadian Ken mencium bibir Chery; Denis tidak banyak bicara sedikit pun. Sama halnya dengan Chery yang memilih diam. Ya, tentu saja Chery merasa tidak enak pada Denis.Hingga saat mobil Denis telah tiba di halaman rumah Chery, dia menekan tombol membuka pintu mobil untuk Chery. Namun, Chery masih belum juga keluar mobil. Wanita itu masih berdiam diri di dalam mobil Denis.“Denis, aku—” Chery menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia bingung harus mengatakan apa pada Denis.Denis mengembuskan napas kasar. Dia mengambil tisu—lalu menghapus bibir Chery dengan tisu itu sambil berkata, “Aku tidak suka ada yang menyentuh kekasihku.”Chery menelan salivanya susah payah. “M-Maaf tadi—”“Aku tidak ingin membahas yang tadi, Chery.” Denis mengusapkan kepala Chery pelan. “Dua hari lagi aku akan mengajakmu ke undangan makan malam yang harus aku datangi.”“Hm? Undangan? Ke mana?” tanya Chery bingung.“Aku belum tahu siapa
“Alaska…” Suara Stella memanggil Alaska yang berlari-lari di halaman belakang rumah. Ya, Alaska begitu cerdas. Saat mendengar suara Stella, Alaska langsung berlari ke arah Stella. Mengedus-endus kali Stella. Membuat Stella mengulum senyumannya dengan tingkah menggemaskan Alaska.Penjaga Alaska yang melihat Stella datang segera menghampiri dan menundukan kepalanya dengan sopan. “Nyonya.”“Apa Alaska sudah makan dan minum vitaminnya?” tanya Stella pada penjaga itu. Tangannya terus mengusap-ngusap kepala Alaska.“Sudah, Nyonya,” jawab sang penjaga.Stella menganggukan kepalanya. Namun, saat Stella tengah mengusap-usap kepala Alaska tiba-tiba Alaska berlari ke arah kanan. Reflek Stella langsung mengalihkan pandangannya ke arah Alaska berlari—seketika senyum di bibir Stella merengah. Dia sudah menduga akan hal ini. Di sana ada Sean yang baru saja memasuki taman belakang. Aroma Sean tentu saja Alaska sudah sangat hafal. “Tuan.” Sang penjaga langsung menundukan kepalanya kala Sean mendekat
Stella menatap gaun yang baru saja diantar oleh Diandra. Gaun yang berwarna hitam bermotif brokat terlihat sangat anggun dan berkelas. Model atas one shoulder, membuat Stella benar-benar mengagumi gaun yang ada di hadapannya ini. Hari ini Stella akan menemani Sean yang akan telah mengadakan makan malam bersama dengan rekan bisnis suaminya itu. Terkadang Stella sering merenung, dirinya persis seperti seorang Cinderella yang telah menemukan pangerannya. Nyatanya, kehidupan yang dulu dia alami telah berubah seratus delapan puluh derajat. Namun, meski demikian Stella tidak pernah sedikit pun merubah sifatnya. Stella tetaplah Stella yang dulu. Bahkan sekarang, Stella pun banyak menyumbangkan uang ke banyak panti asuhan di Indonesia. Bukan hanya panti asuhannya sendiri. Termasuk Stella turut membantu Yayasan kanker yang memang membutuhkan dana besar.Kini Stella mulai merias wajahnya dengan make up yang sedikit tebal namun tidak berlebihan. Setelah selai, Stella langsung mengganti pakaianny
Chery merasakan kepalanya begitu berat. Rasa sakit menyerang. Membuat Chery yang baru saja membuka kedua kelopak matanya langsung mengerjap dan memijat pelan pelipisnya. Sesaat kala kesadaran Chery mulai pulih, dia terkejut mendapati dirinya berada di sebuah kamar hotel yang megah. Mata Chery melebar. Wajahnya pucat ketakutan. Chery mengedarkan pandangannya, melihat ke sekelilingnya—di dalam kamar megah itu Chery hanya seorang diri. Membuat Chery semakin ketakutan. Chery berusaha mengingat kenapa dirinya bisa ada di kamar itu. Namun, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Ya, raut wajah Chery kian memucat. Ingatannya semua mengingat ada seseorang yang membekanya hingga membuatnya pingsan. Tapi kenapa sekarang dia berada di kamar hotel ini?“Ya, Tuhan. Bagaimana ini.” Chery cemas dan panik. Dia berusaha mencari ponselnya, sayangnya Chery tidak menemukan keberadaan ponselnya. “Di mana ponselku?” gumamnya dengan nada yang semakin cemas.Ceklek.Suara pintu terbuka. Chery langsung menga
BUGHSean melayangkan pukulan keras di pelipis Ken hingga membuat Ken nyaris tersungkur. Namun, Ken masih mampu untuk berdiri. Ken melangkah mundur menjaga keseimbangan tubuhnya. Ya, Ken hanya menghapus darah yang keluar dari sudut bibirnya. Ken tidak sedikit pun membalas pukulan Sean. Ken mengakui kesalahannya. Jika Ken membalas pukulan Sean maka yang terjadi hanya perkelahian. Itu kenapa Ken memilih mengalah.“Di mana letakmu, Ken!” teriak Sean begitu menggelegar.Ken mengembuskan napas kasar. “Aku tahu ini kesalahanku. Maaf, membuat kekacauan ini. Aku terpaksa melakukan ini semua karena Chery selalu menolak jika bertemu denganku.”“Chery menolak bertemu denganmu atau kau tidak bisa melihat Chery dengan pria lain?” seru Sean meninggikan suaranya. Nada bicaranya begitu tegas dan menusuk.Ken kembali mengembuskan napas kasar. “Fine. Aku mengakui ucapanmu juga benar tapi apa yang aku katakan tidak bohong. Aku memang kesulitan bicara dengan Chery. Itu kenapa aku menculiknya. Jika saja a
“Nyonya, ini sudah malam tidak baik Nyonya menunggu di sini, Nyonya. Nanti Tuan Sean pasti akan segera pulang,” kata pelayan mengingatkan Stella untuk tidak menunggu di depan rumah seperti ini. Cuaca malam yang dingin, terlebih Stella yang tengah hamil. Tentu sang pelayan menjadi cemas. Karena jika terjadi sesuatu pada Stella; mereka tahu Tuan mereka akan memberikan hukuman berat pada mereka.“Tidak. Aku di sini saja. Tadi saat aku menghubungi Sean, dia bilang sebentar lagi pulang. Aku mau menunggunya di sini,” jawab Stella keras kepala.Ya, sepulang acara pesta jamuan makan malam; Sean memang meminta Stella untuk pulang lebih dulu bersama dengan sopir. Awalnya Stella menolak, namun Sean bersikukuh untuk Stella pulang lebih dulu. Hingga mau tidak mau Stella terpaksa menuruti permintaan Sean.Dan sekitar lima belas menit lalu, Stella menghubungi Sean—suaminya itu mengatakan akan pulang sebentar lagi. Itu kenapa Stella memilih menunggu di depan rumah. Meski sudah malam tapi Stella masih
“Nona, apa Anda tidak sarapan dulu?” tanya seorang pelayan kala melihat Chery menuruni tangga.“Tidak. Aku hari ini terburu-buru. Aku ada kelas pagi,” ujar Chery seraya mengambil tas dan ponselnya—lalu melangkah menuju parkiran mobil. Namun, tiba-tiba langkah Chery terhenti kala melihat Ken baru saja turun dari mobil. Raut wajah Chery langsung berubah. Tatapan yang tersirat penuh arti.“Untuk apa kau ke sini sepagi ini, Ken?” tanya Chery dingin.“Ikut aku. Nanti kau akan tahu.” Ken menarik tangan Chery, membawanya masuk ke dalam mobil. Reflek Chery terkejut kala Ken menarik tangannya. Chery ingin berontak namun sayangnya tidak mungkin bisa karena tenaga Chery hanya bagaikan kapas untuk Ken.“Ken! Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Aku ingin kuliah!” seru Chery kala sudah berada di dalam mobil Ken.Ken tidak menggubris ucapan Chery. Dia menghidupkan mesin mobil dan menginjak gas meninggalkan rumah Chery.Chery mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata kesal. “Ken, aku kuliah