Chery memeluk lututnya. Bulir air matanya terus menetes kala mengingat kata-kata Ken tadi malam. Sungguh hatinya begitu hancur. Sesak. Luka yang mati-matian telah dia tutup harus kembali terbuka. Jika saja Chery bisa maka dia lebih baik memilih berlari menjauh dari Ken. Chery tidak mau jatuh ke dalam pelukan Ken. Pria yang telah menorehkan luka yang dalam padanya. Chery membenci dirinya yang lemah. Andai ada jalan untuk pergi dari Ken maka dia akan memilih untuk. Pergi dan lepas dari sosok Kendrick Jefferson adalah impiannya.Kini Chery menyeka air matanya yang tak henti luluh di pipinya. Sesaat Chery berusaha untuk menguatkan diri. Meneguhkan hatinya dia akan mampu melewati ini semua. Hingga kemudian, tatapan Chery teralih pada ponselnya yang terus berdering. Awalnya Chery ingin mengabaikan ponsel miliknya. Namun, akhirnya Chery memilih mengambil ponselnya dan menatap ke layar—seketika Chery terdiam kala melihat nomor Stella yang muncul. Dia tidak mungkin menolak panggilan dari Stell
“Denis, apa mungkin kau mau menerimaku dengan segala masa laluku yang buruk? Apa kau siap menerima itu semua?”Suara Chery bertanya dengan tatapan begitu serius pada Denis. Ya, pertanyaan Chery itu membuat Denis terdiam sejenak. Sorot mata Denis menatap lekat Chery. Sebuah tatapan yang terlihat sulit diartikan.“Apa begitu buruk masa lalumu sampai kau mengucapkan kata itu, Chery?” Denis balik bertanya. Bukan maksud untuk ingin menanyakan masa lalu Chery. Hanya saja, Denis ingin tahu kenapa Chery sampai mempertanyakan hal itu padanya.Senyuman samar di wajah Chery terlukis. Tentu dia tidak akan memberitahu pada siapa pun tentang apa yang telah menjadi masa lalunya. Namun, Chery ingin memberitahu Denis bahwa dirinya adalah wanita yang jauh dari kata sempurna. Chery takut suatu saat Denis tidak bisa menerima dirinya.“Masa laluku buruk, Denis. Bagiku sangat buruk. Tapi maaf, aku tidak ingin mengungkitnya lagi. Aku hanya takut di masa depan kau tidak bisa menerima masa laluku,” ucap Chery
Stella tersenyum melihat makanan yang telah dia buat. Ya, kali ini Stella sedang ingin memasak untuk sang suami. Tentu saja, dia tidak membuat masakan yang sulit. Sean—suaminya itu tengah duduk di kursi meja makan seraya menatapnya lekat. Well… Stella memang tidak bisa melakukan aktivitas banyak. Pasalnya, Sean benar-benar membatasi Stella. Seperti saat ini, Sean memperbolehkan Stella masak namun tidak masakan yang sulit. Itu kenapa Stella memilih menu nasi goreng udang. Bahan-bahannya pun sudah disiapkan oleh pelayan. Stella hanya memasaknya saja. Hari demi hari, Sean memang semakin overprotective.“Sayang, makanannya sudah jadi.” Stella melangkah pelan seraya membawakan dua piring. Tepat di saat Stella berjalan, Sean langsung bangkit berdiri dan mengambil alih dua piring yang ada di tangan istrinya itu. Stella hanya bisa menghela napas dalam dan melangkah mengikuti Sean yang menuju kursi meja makan.Saat Sean sudah meletakan piring yang berisikan nasi goreng ke atas meja—dia menarik
“Astaga, aku benar-benar terlambat.” Alika menyambar kunci mobilnya dan tas yang ada di atas meja riasnya—lalu berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Ya, kesiangan bangun membuat Alika tidak bisa mengikuti jam pertama mata kuliahnya.“Shit!” Alika mengumpat pelan merutuki kesialannya. Namun, tiba-tiba saat Alika baru saja keluar rumah, dia menabrak tubuh seseorang yang muncul di hadapannya. Alika hendak terjatuh, tapi sosok pria yang ada di hadapannya itu langsung memeluk pinggangnya.“Hey! Kau ini kurang ajar! Apa mau aku pec—” Perkataan Alika terpotong kala mendongakan kepalanya. Raut wajahnya sedikit terkejut. Pasalnya dia pikir yang dia tabrak adalah security-nya. Namun, ternyata Kelvin yang ada di hadapanya. Wajah Alika langsung tertekuk kesal. Memberontak dari pelukan Kelvin. Sayangnya semakin Alika memberontak maka semakin Kelvin mengeratkan pelukannya.“Lepas, Kelvin! Aku mau kuliah. Aku sudah terlambat!” ucap Alika kesal.“Hari ini kau tidak boleh kuliah. Kira harus bic
“Ken…”Suara Chery bergumam pelan menyebut nama Ken. Ya, di hadapan Chery adalah Kendrick. Pria itu terus menatapnya lekat. Tersirat tatapan yang memendung amarah. Terlebih saat ini Denis tengah merengkuh bahunya. Namun, apa yang dilakukan Chery ini bukanlah kesalahan. Denis adalah kekasihnya. Ken melangkahkan kakinya mendekat pada Denis dan Chery. Tatapan yang kian menajam. Terlihat jelan Ken menggeram menaham amaranya. Terutama kala Denis merengkuh bahu Chery. Sepasang iris mata Ken saling menatap tajam dengan Denis. Tatapan yang tersirat penuh peringatan dan memendung amarahnya.“Ada apa kau ke sini, Tuan Kendrick Jefferson?” Suara Denis menyapa Ken dengan suara tegas dan terdengar begitu dingin.“Aku ke sini ingin bertemu dengan Chery.” Ken menjawab dengan nada dingin serta tatapan yang begitu tajam penuh permusuhan pada Denis.Denis mengembuskan napas kasar. “Kenapa kau terus mengganggu kekasihku? Berhentilah mengganggunya. Aku tidak suka ada orang yang mengganggu milikku!” uca
Keheningan membentang antara Chery dan Denis yang berada di dalam mobil. Sejak kejadian Ken mencium bibir Chery; Denis tidak banyak bicara sedikit pun. Sama halnya dengan Chery yang memilih diam. Ya, tentu saja Chery merasa tidak enak pada Denis.Hingga saat mobil Denis telah tiba di halaman rumah Chery, dia menekan tombol membuka pintu mobil untuk Chery. Namun, Chery masih belum juga keluar mobil. Wanita itu masih berdiam diri di dalam mobil Denis.“Denis, aku—” Chery menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia bingung harus mengatakan apa pada Denis.Denis mengembuskan napas kasar. Dia mengambil tisu—lalu menghapus bibir Chery dengan tisu itu sambil berkata, “Aku tidak suka ada yang menyentuh kekasihku.”Chery menelan salivanya susah payah. “M-Maaf tadi—”“Aku tidak ingin membahas yang tadi, Chery.” Denis mengusapkan kepala Chery pelan. “Dua hari lagi aku akan mengajakmu ke undangan makan malam yang harus aku datangi.”“Hm? Undangan? Ke mana?” tanya Chery bingung.“Aku belum tahu siapa
“Alaska…” Suara Stella memanggil Alaska yang berlari-lari di halaman belakang rumah. Ya, Alaska begitu cerdas. Saat mendengar suara Stella, Alaska langsung berlari ke arah Stella. Mengedus-endus kali Stella. Membuat Stella mengulum senyumannya dengan tingkah menggemaskan Alaska.Penjaga Alaska yang melihat Stella datang segera menghampiri dan menundukan kepalanya dengan sopan. “Nyonya.”“Apa Alaska sudah makan dan minum vitaminnya?” tanya Stella pada penjaga itu. Tangannya terus mengusap-ngusap kepala Alaska.“Sudah, Nyonya,” jawab sang penjaga.Stella menganggukan kepalanya. Namun, saat Stella tengah mengusap-usap kepala Alaska tiba-tiba Alaska berlari ke arah kanan. Reflek Stella langsung mengalihkan pandangannya ke arah Alaska berlari—seketika senyum di bibir Stella merengah. Dia sudah menduga akan hal ini. Di sana ada Sean yang baru saja memasuki taman belakang. Aroma Sean tentu saja Alaska sudah sangat hafal. “Tuan.” Sang penjaga langsung menundukan kepalanya kala Sean mendekat
Stella menatap gaun yang baru saja diantar oleh Diandra. Gaun yang berwarna hitam bermotif brokat terlihat sangat anggun dan berkelas. Model atas one shoulder, membuat Stella benar-benar mengagumi gaun yang ada di hadapannya ini. Hari ini Stella akan menemani Sean yang akan telah mengadakan makan malam bersama dengan rekan bisnis suaminya itu. Terkadang Stella sering merenung, dirinya persis seperti seorang Cinderella yang telah menemukan pangerannya. Nyatanya, kehidupan yang dulu dia alami telah berubah seratus delapan puluh derajat. Namun, meski demikian Stella tidak pernah sedikit pun merubah sifatnya. Stella tetaplah Stella yang dulu. Bahkan sekarang, Stella pun banyak menyumbangkan uang ke banyak panti asuhan di Indonesia. Bukan hanya panti asuhannya sendiri. Termasuk Stella turut membantu Yayasan kanker yang memang membutuhkan dana besar.Kini Stella mulai merias wajahnya dengan make up yang sedikit tebal namun tidak berlebihan. Setelah selai, Stella langsung mengganti pakaianny