Pelupuk mata Chery bergerak kala merasakan sinar matahari menyentuh kulit wajahnya. Perlahan Chery mengerjapkan matanya beberapa kali. Kepalanya memberat. Dia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Chery mengumpat dalam hati, kepalanya benar-benar pusing. Tidak pernah dia bangun pagi dengan kepala yang benar-benar terasa memberat seperti ini. Chery mulai memijat pelipisnya perlahan. Demi mengurangi rasa pusing yang melanda dirinya. “Lain kali kalau kau tidak bisa minum lebih baik jangan minum.” Suara bariton berseru sontak membuat Chery terkejut. Dengan cepat Chery mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.Seketika tubuh Chery membeku melihat sosok pria yang begitu dia kenali tengah duduk di sofa. Chery langsung mengedarkan pandangannya—memastikan keberadaan dirinya. Pancaran mata Chery tampak cemas, dirinya berada di dalam kamar. Lantas kenapa ada sosok pria yang begitu dia benci ada di dalam kamarnya? Kini Chery menurunkan pandangannya memastikan tubuhnya. Embusan napa
PranggggggKen membanting kasar guci yang ada di hadapannya. Kini apartemen milik Ken tampak begitu kacau dan berantakan. Pecahan beling berserakan di lantai kayu. Ya, semua ucapan Chery selalu muncul dalam benak Ken. Tangis wanita itu. Tatapannya yang menyimpan kepedihan mendalam. Bahkan ucapan-ucapan Chery selalu terngiang di benak Ken. Sungguh, Ken tidak menyangka kalau kejadian di malam itu membuat Chery harus hamil. Ken memang selalu memakai pengaman. Tetapi jika dalam keadaan mabuk Ken selalu lepas kendali. Itu kenapa selama ini Amara suntik di dokter yang khusus untuk kekasihnya itu demi mencegah kehamilan terjadi. Berbeda dengan Chery, pada malam itu Ken tidak tahu bahwa wanita yang tidur dengannya bukan Amara. Andai saja saat itu Ken tidak sampai lepas kendali maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Chery—wanita yang selama ini Ken kenal sebagai wanita periang telah menyimpan luka yang dalan.Ken tidak menyangka dirinya telah menghancurkan kehidupan seorang wanita. Bahkan hin
Barcelona Spain.Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel megah itu. Dua insan tengah memadu kasih. Pergulatan panas di atas ranjang saling melepaskan hasrat yang tak mampu tertahan di antara keduanya. Bulir keringat memenuhi tubuh keduanya. Bahkan AC kamar mereka tak lagi terasa akibat percintaan panas mereka. Terdengar suara Alika yang merancau meneriaki nama Kelvin. Sedangkan Kelvin yang berada di atas tubuh Alika menyeringai puas melihat Alika tak henti memanggil namnya. Kelvin menghujam miliknya ke dalam milik Alika. Menghentakan dengan begitu dalam dan liar. Membuat Alika meloloskan desahan merdu di telinganya.“Shit, kau sempit sekali, sayang. Seperti pertama kali aku memasukimu,” bisik Kelvin di telinga Alika. Dia tak menghentikan hentakannya. Menghentakan dengan tempo yang keras.“Kelvin….”Alika terus mendesah. Dia memeluk erat punggung Kelvin. Merasakan milik Kelvin yang bermain di dalam miliknya begitu liar. Hingga kemudian, Kelvin dan Alika telah mencapai puncaknya.
“Sean, hari ini benar aku boleh ikut dengamu ke kantor?” tanya Stella dengan riang kala memasangkan dasi sang suami. Raut wajah Stella terlihat begitu bahagia. Pasalnya tadi malam Sean mengatakan akan mengajaknya ke kantor. Lalu sarapan bersama di restoran terdekat dengan kantornya. Tentu saja Stella sangat bahagia. Dirinya mulai jenuh dan bosan tidak ada kedua temannya. Alika yang masih berlibur di Barcelona. Sedanhkan Chery, dengan keadaan seperi ini sulit bagi Stella mengajak Chery pergi.“Iya, kau ikut denganku pagi ini ke kantor.” Sean mengecup bibir Stella. “Lebih baik kita berangkat sekarang. Kau tidak boleh terlambat sarapan.”Stella tersenyum. Lalu dia memeluk Sean dan mengajak sang suami meninggalkan kamar mereka. Seperti biasa Stella lebih menyukai pakaian yang sederhana. Dengan balutan mini dress berbahan kaus nyaman lengan panjang tetap membuat Stella sangat cantik dan menawan.Saat di depan rumah, pengawal langsung membukakan pintu mobil untuk Sean dan Stella. Ya, Sean m
Stella mematut cermin. Kini tubuhnya terbalut oleh gaun pesta dengan model tali spaghetti berwarna hijau emerald. Gaun ini sedikit menutup perut buncit Stella. Tampak penampilan malam ini begitu memukau. Hanya dengan riasan tipis tetap sukses membuat Stella sangat cantik. Ya, Sean memang meminta Stella untuk tidak menggunakan riasan berlebihan. Gaun yang dipakai oleh Stella sudah sangat mewah. Tanpa riasan tebal pun Stella sudah sangat mempesona.Di tengah-tengah Stella tengah mematut cermin, dia sedikit bingung kala tadi malam Sean meminta dirinya untuk mengundang Chery. Awalnya Stella menolak, karena di pesta itu ada Ken dan Amara yang juga akan datang. Namun Sean memaksa dirinya untuk tetap mengundang Chery. Hingga mau tidak mau Stella pun menuruti Sean—meminta Chery untuk datang. Walau tak dipungkiri Stella sangat mencemaskan perasaan Chery. Bagaimanapun Chery mencintai Ken. Sedangkan Ken telah memiliki Amara. Mencintai pria yang tidak mencintai kita adalah hal yang menyakitkan.“
“Alright kalau kau memintamu untuk memaksa membongkar kebusukanmu. Amara Falconer, jika kau ingin masuk dalam bagian keluargaku maka kau harus menyingkirkan itu dari pikiranmu. Seorang wanita yang masuk dalam keluargaku bukan hanya memiliki paras yang cantik. Tapi sifat adalah point yang paling utama dari sebuah fisik. Sayangnya itu semua tidak ada dalam dirimu. Wanita rendah dan tidak memiliki harga diri tidak akan pernah mungkin menjadi bagian dari keluargaku!” Sean berucap dengan begitu sarkas dan tatapan tajamnya pada Amara yang terlihat begitu marah.Perkataan Sean sukses membuat semua orang menatapnya dengan lekat. Terutama Amara yang berdiri tak jauh dari Sean. Wanita itu menggeram. Tampak Amarah dalam diri Amara seolah akan meledak. Namun, mati-matian Amara berusaha untuk tenang. Bagaimanapun Amara menjaga emosinya di hadapan seluruh Keluarga Geovan.“Aku tidak mengerti maksud ucapanmu, Sean!” seru Amara dengan nada tinggi.“Tidak mengerti?” Alis Sean terangkat, dia menyunggik
“Tidakk…..” Stella langsung berlari dan memeluk tubuh Sean. Sontak, dengan sigap Sean memutar tubuhnya. Melindungi tubuh Stella. Hingga saat suara tembakan terdengar, darah mengalir menyentuh tangan Stella.“S-Sean….” Stella mendongakan kepalanya, menatap sang suami kala darah Sean menyentuh tangannya. Bulir air mata Stella menetes. Dalam hatinya begitu ketakutan.“Aku tidak apa-apa, Sayang,” jawab Sean seraya menahan rintihan sakit di punggungnya.“Seannnnnnn….” Marsha berteriak kala tembakan mengenai putranya itu. Saat Marsha hendak mendekat, William langsung memeluk istrinya. William menggerakan kepalanya meminta anak buahnya menangkap Amara.Tangan Amara bergetar ketakutan. Wajah wanita itu begitu panik. Sayangnya tembakan Amara hanya menyentuh punggung Sean. Tembakan itu tetap tidak melumpuhkan Sean. Namun tiba-tiba di detik selanjutnya, ketika Amara menyadari anak buah William menyerangnya dengan cepat Amara kembali mengarahkan pistol pada Sean.Sayangnya, gerakan Amara kalah ce
“Tuan Ken…”Suara Walden memanggil Ken yang tengah berada di taman seraya meminum wine yang ada di tangannya. Ya, kepala Ken terlalu pusing. Dia sengaja memilih menjauh dari keluarganya untuk sementara waktu. Jujur, hal yang membuat Ken menjadi berat adalah ketika melihat Chery. Ken tak mampu berucap apa pun pada Chery. Rasa bersalah pada Chery menelusup ke dalam dirinya.“Ada apa?” Ken mengalihkan pandangannnya pada Walden yang mendekat padanya.“M-Maaf menganggu anda, Tuan. Tapi sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan pada anda. Saya tidak bisa memberitahukannya tadi saat di depan banyak keluarga anda. Karena ini menyangkut masalah pribadi anda dan Nona Chery,” ujar Walden yang langsung membuat raut wajah Ken berubah.“Cepat katakan apa yang ingin kau sampaikan!” seru Ken dengan nada mendesak Walden untuk memberitahukannya. Tatapan Ken terhunus dingin pada asitennya itu.Walden terdiam sejenak. Dia mengembuskan napas panjang dan menjawab, “Saya mendapatkan data dari rumah sakit yan
Beberapa bulan kemudian …Venice, Italia.Stella menatap hangat Shawn, Stanley, dan Steve yang tengah bermain saling mengejar sambil memakan ice cream di tangan mereka. Ya, tentu Stella tak perlu cemas karena Sean menyiapkan enam pengasuh khusus untuk ketiga anak kembar mereka dan sepuluh pengawal yang selalu berjaga-jaga mengawasi Shawn, Stanley, dan Steve. Terutama ketika mereka berlibur seperti ini maka penjagaan Sean sangat ketat.Kini tatapan Stella mulai teralih pada Savannah yang tertidur pulas dalam pelukannya. Putri kecilnya itu sangat cantik dan menggemaskan. Tangan Savannah peris seperti gulungan roti gemuk. Pipi bulat seperti bakpau. Bayi perempuannya memang sangat cantik dan menggemaskan.“Stella, apa kau masih ingin tinggal di New York? Atau kau ingin kita segera kembali ke Jakarta?” tanya Sean sembari menatap sang istri.Stella tersenyum hangat. “Biarkan saja kita di sini dulu, Sean. Anak-anak kita memiliki banyak teman di sini. Aku tidak tega memisahkan mereka dengan t
Suara tangis bayi memecahkan kesunyian ruang persalinan. Stella meneteskan air matanya kala mendengar suara tangis bayi itu. Tak hanya Stella yang menteskan air mata tapi Sean yang selalu ada di sisinya pun sampai menteskan air mata. Setelah sekian lama akhirnya mereka kembali memiliki seorang anak lagi. Berawal dari rasa putus asa Stella nyatanya memiliki akhir yang indah. Tentu semua karena Sean yang memberikan dukungan luar biasa untuk Stella.“Tuan Sean … Nyonya Stella … selamat bayi Anda perempuan.” Sang dokter berucap langsung membuat Sean dan Stella tak henti meneteskan air mata mereka. Ya, Tuhan begitu baik pada mereka. Harapan mereka memiliki anak perempuan terwujud.“Sean … anak kita perempuan,” isak Stella.“Iya … anak kita perempuan. Terima kasih, Sayang.” Sean memberikan kecupan di bibir istrinya. Derai air mata mereka tak henti berlinang.“Nyonya Stella, silahkan lakukan proses IMD.” Dokter menyerahkan bayi mungkin itu ke dalam gendongan Stella. Sesaat Sean menatap Stell
“Nyonya, apa hari ini kita memasak menu Indonesian Food?”Suara pelayan bertanya pada Stella yang tengah sibuk di dapur. Ya, hari ini Stella akan kedatangan tamu special yaitu Jenniver—sepupunya. Jenniver tengah berlibur bersama Theo ke New York. Dan karena Jenniver akan datang, Stella mengundang Kelvin, Alika, Ken, dan Chery untuk datang. Hal itu yang membuat Stella sibuk di dapur. Stella memang memiliki chef khusus dan pelayan tetapi tetap saja dalam hal memasak, Stella tetap turun tangan sendiri. Namun kali ini porsinya berbeda. Stella tidak banyak melakukan apa pun. Dia hanya mengontrol saja. Mengingat kandungannya sudah membesar.“Masak saja, Mbak. Masak Indonesian Food juga. Jenniver dan Theo suka sekali dengan menu rawon dan ayam sayur. Tolong masak menu itu. Ah, satu lagi jangan lupa sambal goreng kentang.” Stela berujar memberi perintah pada sang pelayan dengan nada lembut.“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu kembali memulai memasak membantu pelayan lainn
Stella mengembuskan napas panjang kala mengingat laporan dari pengawal sang suami tentang kejadian di Central Park. Kejadian di mana Stanley membuat seorang gadis kecil menangis karena membuang permen pemberian gadis itu. Sungguh, Stella sangat sedih karena putranya bertindak demikian. Meski mertuanya sudah memberikan nasehat pada ketiga putranya tapi tetap saja Stella merasa gagal mendidik ketiga putranya.“Apa kalian hanya ingin diam saja? Tidak mau bilang apa-apa pada, Mommy?”Suara Stella menegur ketiga putranya yang tengah duduk di hadapannya itu. Ya, kini Stella berada di kamar Shawn. Kamar Shawn, Stanley, dan Steve memang terpisah. Tetapi karena Stella ingin berbicara dengan ketiga putranya maka tanley dan Steve mendatangi kamar Shawn. Tampak ketiga bocah laki-laki kembar itu menunduk. Tentu mereka tahu mereka akan mendapatkan teguran dari ibu mereka.“Mommy ini salahku. Maafkan aku, Mommy,” ucap Stanley dengan suara polosnya.Stella menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan
Saat pagi menyapa Shawn, Stanley, dan Steve sudah begitu tampan dengan setelan celana pendek dan kaus berwarna hitam dengan logo Gucci di tengah baju ketiga bocah itu. Ya, Shawn, Stanley, dan Steve tampak begitu bersemangat karena hari ini mereka akan pergi bersaam dengan kakek dan nenek mereka. Sejak tadi malam memang ketiga bocah itu sangat bersemangat.“Anak Mommy tampan sekali.” Suara Stella dengan lembut berucap sambil menatap ketiga putra kembarnya. Stella mendekat pada Shawn, Stanley, dan Steve bersama dengan Sean yang ada di sisinya.“Daddy … Mommy …” Shawn, Stanley, dan Steve menghamburkan tubuh mereka pada Sean dan Stella yang mengampiri mereka.“Kalian mirip sekali seperti Daddy,” ucap Stella sembari mengurai pelukan ketiga putranya itu. Sean yang ada di samping Stella sejak tadi melukiskan senyuman hangat pada Shawn, Stanley, dan Steve.“Tentu saja, Mommy. Nanti saat kami dewasa kami akan seperti Daddy. Kami akan hebat.” Shawn, Stanley, dan Steve berucap serempak dan penuh
“Mommy … akhirnya Mommy pulang. Kami merindukan, Mommy.”Stanley dan Steve menghamburkan tubuh mereka kala melihat Stella pulang bersama dengan Shawn. Sudah sejak tadi Stanley dan Steve menunggu ibu mereka pulang. Ya, Stella memang sengaja meminta Stanley dan Steve pulang lebih dulu bersama sopir kala tadi Stella harus menyelesaikan masalah Shawn yang memukul Felix. Tentu Stella tak membiarkan Stanley dan Steve menunggu di ruang guru. Pasalnya Stella tak ingin Stanley dan Steve membuat masalah. Sungguh, ketiga anak kembarnya itu sangatlah kompak. Sudah cukup masalah Shawn membuat Stella sakit kepala. Stella tidak ingin sampai Stanley dan Steve juga ikut membuat masalah.Stella membalas pelukan Stanley dan Steve sembari memberikan kecupan di puncak kepala kedua putranya itu. “Mommy juga merindukan kalian. Apa kalian sudah makan?”“Sudah, Mommy. Kami sudah makan.” Stanley dan Steve menjawab dengan kompak. Lalu mereka melihat ke atah Shawn yang sejak tadi hanya diam. “Kak, kami tadi mau
“Shawn, Mommy tidak mau kau menggunakan kekerasan lagi. Tidak bagus, Nak. Kalau pun temanmu salah, kau bisa menegurnya tanpa harus memukul. Kalau kau menggunakan kekerasan sama saja kau main hakim sendiri, Shawn. Mommy tidak pernah mengajarkanmu untuk seperti itu.”Suara Stella menegur putra pertamanya itu. Nada bicaranya tegas tapi tetap lembut. Ya, Stella dan Shawn baru saja keluar dari ruang guru. Jika Stanley, dan Steve sudah lebih dulu pulang lain halnya dengan Shawn yang tadi ditahan di ruang guru. Itu kenapa Stella datang ke sekolah karena ulah putra pertamanya yang memukul teman sekolahnya. Tentu saja Shawn memukul bukan tanpa alasan. Bocah laki-laki kecil itu memukul temannya karena teman sekolahnya itu berani mencium pipi Katharina—putri bungsu Ken dan Chery. Dan hari ini Stella ke sekolah mendatangi guru tidak bersama dengan Sean. Kesibukan Sean yang membuat suaminya itu tidak bisa hadir. Pun Stella tidak memaksa untuk Sean menemaninya. Mengingat belakangan ini Sean terlalu
Suara tangis bocah kecil perempuan memasuki mansion, membuat Chery yang tengah membaca laporan perkembangan butik miliknya langsung terkejut. Tampak Chery segera meletakan laporan di tangannya ke atas meja. Wanita itu terburu-buru menghampiri suara tangis itu. Tentu Chery tahu itu adalah suara tangis putri kecilnya.“Katharina … kau kenapa, Nak? Kenapa menangis, Sayang?” Chery bersimpuh di depan Katharina—putri kecilnya yang tak kunjung berhenti menangis.“Nyonya, tadi di sekolah ada sedikit masalah.” Sang pengasuh menundukan kepalanya di depan Chery. “Masalah?” Chery bangkit berdiri. Lalu dia menatap Clovis—putra sulungnya yang sejak tadi hanya diam. “Clovis, ada apa, Nak? Kenapa adikmu menangis seperti ini? Apa kau tidak menjaga adikmu? Kan Mommy sudah bilang, kau harus menjaga adikmu dengan baik.” Chery menegur putranya dengan nada yang pelan, namun tersirat sedikit marah.Clovis Kendrick Jefferson adalah anak laki-laki pertama dari Ken dan Chery. Saat ini Clovis berusia empat tah
PranggggSebuah guci mahal pecah begitu saja akibat tendangan seorang bocah perempuan kecil. Pecahan beling itu memenuhi lantai. Beruntung pecahan beling tak mengenai bocah perempuan cantik itu. Tidak hanya sendirian tapi bocah laki-laki yang merupakan saudara kembarnya juga ada di hadapannya. Mereka terlalu asik bermain sampai-sampai memecahkan guci di ruang keluarga. Ya, kini kedua bocah laki-laki dan perempuan itu begitu panik kala melihat guci pecah. Wajah mereka tampak ketakutan. Baru saja mereka melarikan diri dari pengasuh yang menjaga mereka. Tapi malah mereka mendapatkan masalah.“Tuan Muda … Nona Muda …” Seorang pengasuh terlihat sangat panik melihat pecahan guci itu.“Kami tidak sengaja.” Luke dan Lydia memasang wajah merengut agar tak disalahkan.“Astaagaaa Luke … Lydia … ada apa ini?” Suara Alika berseru seraya melangkah memasuki ruang keluarga. Seketika raut wajah Alika berubah melihat guci kesayangannya dengan harga fantastis itu pecah. Kini sepasang iris mata hitam Al