Suara dering ponsel berbunyi membuat Stella yang tengah tertidur pulas langsung membuka matanya. Stella mengerjap beberapa kali. Kini Stella mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terus berdering itu—dia mengambil dan menatap ke layar. Seketika senyum di bibir Stella terukir kala melihat nomor Marsha, ibu mertuanya yang tengah menghubunginya. Tanpa menunggu, Stella langsung menggeser tombol hijau. Sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“Hallo, Mom?” jawab Stella hangat kala panggilannya terhubung.“Sayang, maaf mengganggu. Ah, Mommy lupa di Jakarta ini masih pagi. Pasti kau terganggu, ya?” ujar Marsha dengan nada yang merasa tidak enak.Stella mengulas senyuman hangat di wajahnya. “Mom, jangan merasa tidak enak. Ini memang sudah waktunya aku bangun pagi, Mom. Mommy apa kabar? Daddy dan Mommy baik-baik saja, kan?”“Iya, sayang. Mommy dan Daddy baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana? Kandunganmu baik-baik saja, kan?”“Baik, Mom. Jangan khawatir. Sekarang aku sudah makan banyak. Aku
“Sean, kapan Kelvin kembali ke Jakarta?” Ken duduk di depan kursi Sean. Lalu dia mengambil whisky di hadapannya dan disesapnya perlahan. Tampak wajah Ken yang masih terlihat begitu kacau. Ya, terlalu banyak hal yang membebani pikiran Ken.Sean terdiam sejenak melihat keadaan Ken. Pagi ini dia memiliki meeting. Foto-foto yang dia dapatkan kemarin dari Tomy sebagai bukti perselingkuhan Amara masih disimpan dan belum diberikannya. Alasannya karena Sean ingin menunggu sebentar tindakan Ken. Walau tak dipungkiri, ingin segera melemparkan foto itu tepat di depan muka sepupunya itu. Namun, itu tidak akan dilakukannya saat ini. Sean menunggu. Di waktu yang tepat.“Harusnya Kelvin pulang minggu depan. Tapi aku tidak tahu. Dia sering sesukanya jika sudah berlibur.” Sean menjawab sambil menyesap wine di tangannya.Ken mengangguk singkat. “Aku ingin mengurus masalahku tapi aku tidak bisa tenang dengan pekerjaan yang dilimpahkan Kelvin padaku.”“Direktur perwakilan di perusahaan akan membantumu. K
“Kau ini bodoh atau apa, Tomy! Kenapa kau hanya diam ketika istriku direndahkan!” teriak Sean begitu menggelagar. Ya, amarah Sean memuncak kala dia melihat dengan jelas Tomy hanya diam kala Amara menghina Stella.“M-Maaf, Tuan…” Tomy tidak melakukan pembelaaan. Dia hanya menundukan kepalanya tidak berani menatap Sean. Sejak dulu Tomy sangat mengenal Sean, jika dirinya melakukan pembelaan maka itu hanya semakin membuat Tuannya itu semakin marah besar. Itu kenapa Tomy memilih diam.Stella menghela napas dalam melihat kemarahan Sean. Kini Stella memeluk erat sang suami. “Sayang, jangan memarahi, Tomy. Dia tidak bersalah. Aku yang sengaja meminta Tomy untuk diam. Sebelumnya Tomy sudah membelaku, Sayang. Jangan marah, ya,” ucapnya sambil mengecup bibir Sean. Kemudian, Stella mengalihkan pandangannya pada Tomy. “Tomy, kau boleh pergi sekarang. Bia raku yang menenangkan suamiku,” lanjutnya lagi.“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi, Tuan, Nyonya.” Tomy menundukan kepalanya, lalu pamit un
“Ken… Akhirnya kau datang. Aku sejak tadi sudah menunggumu, Sayang.” Amara menghamburkan pelukan pada Ken yang baru saja tiba di apartemennya. Ya, tadi setelah masalah dengan Stella, Amara memang diminta Ken untuk lebih dulu pulang. Selama Amara tinggal di Jakarta tentu, dia tidak perlu dipusingkan dengan tempat tinggalnya. Karena Ken, kekasihnya itu sudah pernah membelikan apartemen untuknya di Jakarta.Ken mengembuskan napas kasar. Dia melepaskan tangan Amara yang memeluknya. Lalu dengan raut wajah dingin dan sorot mata kesal, Ken memilih duduk seraya menyandarkan punggungnya. Tepat di saat Ken berlalu begitu saja, Amara langsung menyusul kekasihnya itu. Wanita itu duduk di samping Ken dan memeluk erat sang kekasih.“Ken, kau seperti masih kesal denganku,” ucap Amara dengan bibir yang tertekuk. “Aku, sudah minta maaf dan tidak lagi mengulanginya, Ken,” lanjutnya lagi yang kembali meminta maaf.“Kenapa kau memintaku datang, Amara? Kau tahu aku masih sibuk dengan pekerjaanku,” ucap Ke
“Chery…”Ken bergumam memanggil nama Chery pelan. Wanita itu sangat cantik. Ya, penampilan Chery terlihat berbeda dari biasanya. Jika Amara memiliki kulit sedikit cokelat eksotis berbeda dengan Chery yang memiliki kulit yang sangat putih. Penampilan Chery hari ini membuat darah Ken mendidih. Seksi tapi tetap sopan dan elegan. Chery tidak menggunakan pakaian yang mengekspos seluruh bentuk tubuhnya. Wanita itu memakai dress yang pas di tubuhnya. Membuat lekuk tubuhnya terlihat indah. Sial… Ken tak henti menatap Chery. Pun sama halnya dengan Chery yang tidak henti menatap Ken.“Kau di sini, Chery?” Amara menegur Chery. Dia semakin memeluk lenagan Ken dengan begitu kuat. Mendongakan wajahnya angkuh. Seolah Ken hanyalah miliknya.Manik mata Chery memang menunjukan kesedihan. Namun, Chery mati-matian berusaha untuk tetap tersenyum kala berhadapan dengan Ken dan Amara. Sesak. Perih. Terluka. Melebur menjadi satu.“Aku bosan makan di rumah. Itu kenapa aku memilih makan di luar,” jaawab Chery
Pelupuk mata Chery bergerak kala merasakan sinar matahari menyentuh kulit wajahnya. Perlahan Chery mengerjapkan matanya beberapa kali. Kepalanya memberat. Dia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Chery mengumpat dalam hati, kepalanya benar-benar pusing. Tidak pernah dia bangun pagi dengan kepala yang benar-benar terasa memberat seperti ini. Chery mulai memijat pelipisnya perlahan. Demi mengurangi rasa pusing yang melanda dirinya. “Lain kali kalau kau tidak bisa minum lebih baik jangan minum.” Suara bariton berseru sontak membuat Chery terkejut. Dengan cepat Chery mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.Seketika tubuh Chery membeku melihat sosok pria yang begitu dia kenali tengah duduk di sofa. Chery langsung mengedarkan pandangannya—memastikan keberadaan dirinya. Pancaran mata Chery tampak cemas, dirinya berada di dalam kamar. Lantas kenapa ada sosok pria yang begitu dia benci ada di dalam kamarnya? Kini Chery menurunkan pandangannya memastikan tubuhnya. Embusan napa
PranggggggKen membanting kasar guci yang ada di hadapannya. Kini apartemen milik Ken tampak begitu kacau dan berantakan. Pecahan beling berserakan di lantai kayu. Ya, semua ucapan Chery selalu muncul dalam benak Ken. Tangis wanita itu. Tatapannya yang menyimpan kepedihan mendalam. Bahkan ucapan-ucapan Chery selalu terngiang di benak Ken. Sungguh, Ken tidak menyangka kalau kejadian di malam itu membuat Chery harus hamil. Ken memang selalu memakai pengaman. Tetapi jika dalam keadaan mabuk Ken selalu lepas kendali. Itu kenapa selama ini Amara suntik di dokter yang khusus untuk kekasihnya itu demi mencegah kehamilan terjadi. Berbeda dengan Chery, pada malam itu Ken tidak tahu bahwa wanita yang tidur dengannya bukan Amara. Andai saja saat itu Ken tidak sampai lepas kendali maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Chery—wanita yang selama ini Ken kenal sebagai wanita periang telah menyimpan luka yang dalan.Ken tidak menyangka dirinya telah menghancurkan kehidupan seorang wanita. Bahkan hin
Barcelona Spain.Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel megah itu. Dua insan tengah memadu kasih. Pergulatan panas di atas ranjang saling melepaskan hasrat yang tak mampu tertahan di antara keduanya. Bulir keringat memenuhi tubuh keduanya. Bahkan AC kamar mereka tak lagi terasa akibat percintaan panas mereka. Terdengar suara Alika yang merancau meneriaki nama Kelvin. Sedangkan Kelvin yang berada di atas tubuh Alika menyeringai puas melihat Alika tak henti memanggil namnya. Kelvin menghujam miliknya ke dalam milik Alika. Menghentakan dengan begitu dalam dan liar. Membuat Alika meloloskan desahan merdu di telinganya.“Shit, kau sempit sekali, sayang. Seperti pertama kali aku memasukimu,” bisik Kelvin di telinga Alika. Dia tak menghentikan hentakannya. Menghentakan dengan tempo yang keras.“Kelvin….”Alika terus mendesah. Dia memeluk erat punggung Kelvin. Merasakan milik Kelvin yang bermain di dalam miliknya begitu liar. Hingga kemudian, Kelvin dan Alika telah mencapai puncaknya.