Marsha merapikan rambut Stella yang berantakan di bantal. Tatapannya tak henti menatap Stella yang masih memejamkan mata. Dalam benak Marsha, memikirkan Stella kini telah mengandung. Ya, sepanjang perjalanan menuju Jakarta; Marsha sudah tak sabar melihat menantunya. Bahkan air mata Marsha pun terus berlinang mengingat dulu dokter memvonis Stella sulit memiliki anak. Namun kenyataan berkata lain. Takdir memihak putra dan menantunya. Sungguh, Marsha sangat bahagia mendengar tentang kehamilan menantunya.“Bibi Marsha, aku yakin Stella akan segera membuka matanya,” ucap Alika yang berdiri di sisi kiri ranjang Stella bersama dengan Chery. Mengatakan itu demi menenangkan hati Marsha.Marsha tersenyum sembari mengelus pipi Stella. “Iya, aku tahu pasti Stella akan segera membuka matanya. Stella tidak mungkin membuat semua orang bersedih.”“Saat ini pasti Stella tengah mendengar apa yang kita bicarakan, Bibi,” sambung Chery hangat.Marsha menganggukan kepalanya. “Kau benar, sayang. Stella past
Suara ketukan pintu terdengar membuat Alika yang tengah tertidur lelap harus terpaksa membuka kedua matanya. Alika mengerjap beberapa kali, menggeliat, dan menguap. Embusan napas kasar Alika terdengar kala mendengar suara ketukan pintu itu. Dia mengumpat pelan karean pagi hari seperti ini sudah ada yang mengganggunya. Dengan raut wajah yang kesal, terpaksa Alika menginterupsi yang mengetuk pintu itu untuk segera masuk.“Nona Alika.” Seorang pelayan melangkah menghampiri Alika, dia menundukan kepalanya menayap Alika dengan hormat.“Kenapa kau membangukanku sepagi ini? Bukannya kemarin aku sudah mengatakan padamu hari ini aku tidak memiliki jadwal kelas?” seru Alika dengan nada kesal. Ya, tadi malam Alika sudah memberitahu pada pelayannya bahwa hari ini tidak ada jadwal kelas. Itu kenapa dia kesal karena sepagi ini sudah dibangunkan. Padahal rencananya Alika ingin tidur sampai siang dan di sore hari nanti dia baru menjenguk Stella.“Nona Alika maaf saya membangunkan anda. Tapi di depan
“Stella, apa kau masih mual?” Marsha bertanya sambil menatap Stella lembut. Sebelumnya Marsha sudah mendengar kalau Stella selalu mual setiap kali makan. Tentu saja Marsha sangat mengerti. Karena dulu pun, dia merasakan hal yang sama ketika mengandung.“Sudah lebih baik, Mom. Biasanya aku mual jika muali sarapan pagi tapi terkadang di malam hari juga aku mual,” jawab Stella dengan senyuman hangat di wajahnya.Kini di dalam ruang rawat itu hanya ada Marsha dan Stella. Sedangkan William dan Sean keluar sebentar. Ya, biasanya jika ada yang Sean bicarakan dengan William; mereka selalu membicarakannya di luar karena tak ingin mengganggu Stella.“Dulu saat Mommy hamil Sean, Mommy juga mual tapi untungnya tidak lama. Saat Mommy sedang mual berat, Mommy selalu makan makanan manis seperti chocolate cake atau tiramisu cake. Tidak hanya itu tapi setiap hari pun, Mommy selalu makan ice cream demi mengurangi rasa mual,” ujar Marsha memberitahu. “Nanti Mommy akan membuatkan cake untukmu, ya? Tadi p
“Kelvin, aku yakin keponakanmu nanti akan sangat dekat denganmu. Lihat saja ketika Stella hamil sudah terlihat jelas keponakanmu akan dekat denganmu. Mulai dari Stella tidak menyukai aroma parfumemu. Ditambah dengan Stella yang ingin memelukmu. Well, semoga saja Stella melahirkan bayi perempuan. Atau paling tidak Stella melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan. Pasti sangat menggemaskan.” Alika berucap dengan nada riang dan raut wajah yang bahagia.Ya, kini Alika baru saja tiba di rumahnya bersama dengan Kelvin. Sepulang dari rumah sakit, Kelvin mengantarnya pulang sampai ke rumah. Begitu pun dengan Chery yang juga pulang ke rumahnya. Namun, Chery pulang sendiri karena tadi Chery membawa mobil.Kelvin mengambil cangkir yang berisikan kopi yang baru saja diantarkan pelayan. Lalu menyesapnya perlahan. “Aku tentu sangat senang jika dekat dengan keponakanku. Walau aku sangat pusing dengan permintaan aneh Stella. Aku harap ini terakhir Stella meminta yang aneh-aneh,” ucapnya dengan n
Sudah satu minggu Stella berada di rumah sakit. Selama satu minggu Stella di rawat di rumah sakit, mertuanya selalu datang menjenguk dan membawakan cake untuknya agar mual sedikit berkurang. Sungguh, Stella begitu beruntung mendapatkan perhatian dari mertuanya. Tak hanya itu tetapi teman-temannya pun begitu peduli dan menyayanginya. Meski dirawat di rumah sakit, Stella tetap merasakan kenyamanan. Sean yang selalu berada di sisinya dan keluarga yang selalu mencemaskan tentang dirinya. Ya, Stella menikmati hari-harinya yang mendapatkan banyak kasih sayang dan perhatian. Hingga detik ini Stella masih tidak menyangka dirinya tengah mengandung. Setiap malamnya, Sean memiliki hobby selalu mencium perutnya. Tentu saja hal itu membuat Stella sangat bahagia. Kehadiran buah cintanya dengan Sean adalah pelengkap kebahagiaannya dengan sang suami.Dan hari ini dokter mengatakan sudah memperbolehkan Stella untuk pulang. Akan tetapi, dokter mengingatkan Stella untuk lebih berhati-hati dan menjaga de
“Miracle, harusnya kau tidak usah ke Jakarta. Perutmu sudah membesar seperti ini. Aku mencemaskanmu, Miracle,” ujar Stella seraya menatap Miracle dengan lembut dan penuh kekhawatiran. Bukan hanya Stella yang mencemaskan keadaan Miracle tapi Sean pun sejak tadi mencemaskan keadaan adiknya itu. Namun, ini memang keinginan Miracle untuk datang ke Jakarta. Mateo, suami dari Miracle pun melarang tetapi sifat keras Miracle yang terus memaksa. Ditambah dengan dokter mengatakan kondisi kandungan Miracle baik-baik saja. Itu yang membuat Miracle berani melakukan penerbangan jauh ke Jakarta.“Stella, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja. Lagi pula aku datang ke Jakarta juga bersama dengan dokter kandunganku. Suamiku sama seperti Ka Sean. Mereka sama-sama begitu overprotective. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku berlebihan. Tidak akan terjadi sesuatu padaku dan kandunganku,” jawab Miracle dengan hangat.“Selama kau di sini jangan pergi ke mana-mana. Aku ingin kau istirahat. Dan j
“Sean, aku dengar Dominic ada di Jakarta. Apa kau tidak mau meminta Dominic memperlajari bisnis lebih dalam? Kau hanya mengajarkan sekilas padanya. Dia pasti belum benar-benar memahami.” Kelvin berujar seraya menyesap whisky di tangannya. Dia duduk di depan Sean dengan kaki kanan yang bertumpu pada kaki kirinya. Kini Kelvin tengah berada di ruang kerja Sean. Setelah selesai meeting, Kelvin langsung masuk ke dalam ruang kerja Sean dan memilih bersantai sejenak di sana.Sean mengembuskan napas kasar. “Aku belum bisa melepas sepenuhnya Dominic untuk belajar. Dia masih terlalu muda. Usianya masih delapan belas tahun. Paling tidak aku menunggu sampai satu atau dua tahun lagi. Aku ingin dia matang dalam pendidikannya. Setelah itu baru aku bisa meminta Dominic mengurus perusahaan.”Ya, Sean memang terkenal sangat perfectionist. Dia selalu mengutamakan pendidikan tinggi jika ingin terjun dalam perusahaan. Memang benar praktek lebih akan cepat unggul dari pada sebuah teori. Akan tetapi bagi Se
Sean mengusap wajahnya kasar melihat Stella yang masih mendiaminya. Ya, sejak kejadian di mana dirinya melarang Stella melakukan tindakan konyol, membuat Sean harus menerima istrinya itu mendiami dirinya. Bahkan tadi malam Stella tidur dengan memunggunginya. Kali ini Sean tidak berhasil membujuk sang istri. Karena tepat di mana foto aktor yang disukai oleh Stella dipindahkan oleh Sean; Stella langsung tak mau bicara. Membujuk pun sia-sia karena Stella memilih tetap diam. Hingga mau tidak mau Sean memilih untuk membiarkan Stella marah padanya untuk satu malam. Tentu Sean tidak mungkin bisa jika sang istri mendiaminya lebih dari satu malam. Cukup satu malam saja sudah membuat hidup Sean tersiksa.“Sayang.” Sean hendak melangkah mendekat pada sang istri yang tengah duduk di sofa kamar. Namun, saat baru saja Sean mendekat; Stella langsung membuang wajahnya tak mau melihat ke arah Sean.Sean mengembuskan napas kasar. “Kau marah karean aku menurunkan foto aneh itu?” tanyanya dengan nada ke