Toronto, Kanada. William menyesap whisky di tangannya, tatapannya tak lepas menatap berkas yang tadi pagi diantar oleh Albert, asistennya. Ya, hari ini William tampak enggan untuk pergi ke kantor. Dia lebih menikmati bekerja di rumah. Sejak Sean memegang kendali perusahaan, William cukup terbantu. Meskipun Sean tinggal di Jakarta, tetapi Sean sangat banyak membantu perkembangan perusahaan. Paling tidak, kesibukan William mulai berkurang tidak sebanyak dulu saat dirinya masih mengurus perusahaan sendiri.“William...” Suara lembut Marsha melangkah masuk ke dalam ruang kerja William.William mengalihkan pandangannya pada sang istri. Senyuman di bibirnya terukir melihat Marsha membawakan nampan yang berisikan nasi goreng. Tentu dia tahu, pasti istrinya itu membawakan makanan untuknya.“Kau memasak apa untukku?” tanya William dengan senyuman hangat pada sang istri.“Aku membuatkan nasi goreng kepiting.” Marsha meletakan piring yang berisikan nasi goreng ke hadapan William seraya melanjutk
“Alika, kau benar Stella sedang hamil?” seru Chery dengan antusias kala mendengar apa yang diceritakan oleh Alika. Tampak wajah Chery begitu kegirangan. Bahkan dia sampai melompat mendengar kabar kehamilan Stella.Ya, Alika memberitahu pada Chery tentang kabar kehamilan Stella. Saat Alika sudah mendengar kabar kehamilan Stella dari Kelvin, dia hendak mengajak Chery untuk segera menjenguk Stella. Namun Kelvin melarangnya. Kekasihnya itu memintanya untuk tidak langsung datang. Meski berat, tapi akhirnya Alika mengerti. Karena bagaimanapun Alika tahu pasti Stella membutuhkan istirahat.Dan sekarang Alika tak bisa lagi menunggu, dia langsung mendatangi rumah Chery memberitahukan tentang Stella. Tak sabar menunggu di kampus, membuat Alika mendatangi rumah Chery di pagi hari.“Iya, Chery. Stella hamil. Kalau tidak salah kandungannya memasuki minggu keempat. Kelvin bilang padaku seperti itu,” jawab Alika yang tak kalah antusias.“Kalau begitu pantas saja kemarin saat kita di Maldives, Stel
Marsha merapikan rambut Stella yang berantakan di bantal. Tatapannya tak henti menatap Stella yang masih memejamkan mata. Dalam benak Marsha, memikirkan Stella kini telah mengandung. Ya, sepanjang perjalanan menuju Jakarta; Marsha sudah tak sabar melihat menantunya. Bahkan air mata Marsha pun terus berlinang mengingat dulu dokter memvonis Stella sulit memiliki anak. Namun kenyataan berkata lain. Takdir memihak putra dan menantunya. Sungguh, Marsha sangat bahagia mendengar tentang kehamilan menantunya.“Bibi Marsha, aku yakin Stella akan segera membuka matanya,” ucap Alika yang berdiri di sisi kiri ranjang Stella bersama dengan Chery. Mengatakan itu demi menenangkan hati Marsha.Marsha tersenyum sembari mengelus pipi Stella. “Iya, aku tahu pasti Stella akan segera membuka matanya. Stella tidak mungkin membuat semua orang bersedih.”“Saat ini pasti Stella tengah mendengar apa yang kita bicarakan, Bibi,” sambung Chery hangat.Marsha menganggukan kepalanya. “Kau benar, sayang. Stella past
Suara ketukan pintu terdengar membuat Alika yang tengah tertidur lelap harus terpaksa membuka kedua matanya. Alika mengerjap beberapa kali, menggeliat, dan menguap. Embusan napas kasar Alika terdengar kala mendengar suara ketukan pintu itu. Dia mengumpat pelan karean pagi hari seperti ini sudah ada yang mengganggunya. Dengan raut wajah yang kesal, terpaksa Alika menginterupsi yang mengetuk pintu itu untuk segera masuk.“Nona Alika.” Seorang pelayan melangkah menghampiri Alika, dia menundukan kepalanya menayap Alika dengan hormat.“Kenapa kau membangukanku sepagi ini? Bukannya kemarin aku sudah mengatakan padamu hari ini aku tidak memiliki jadwal kelas?” seru Alika dengan nada kesal. Ya, tadi malam Alika sudah memberitahu pada pelayannya bahwa hari ini tidak ada jadwal kelas. Itu kenapa dia kesal karena sepagi ini sudah dibangunkan. Padahal rencananya Alika ingin tidur sampai siang dan di sore hari nanti dia baru menjenguk Stella.“Nona Alika maaf saya membangunkan anda. Tapi di depan
“Stella, apa kau masih mual?” Marsha bertanya sambil menatap Stella lembut. Sebelumnya Marsha sudah mendengar kalau Stella selalu mual setiap kali makan. Tentu saja Marsha sangat mengerti. Karena dulu pun, dia merasakan hal yang sama ketika mengandung.“Sudah lebih baik, Mom. Biasanya aku mual jika muali sarapan pagi tapi terkadang di malam hari juga aku mual,” jawab Stella dengan senyuman hangat di wajahnya.Kini di dalam ruang rawat itu hanya ada Marsha dan Stella. Sedangkan William dan Sean keluar sebentar. Ya, biasanya jika ada yang Sean bicarakan dengan William; mereka selalu membicarakannya di luar karena tak ingin mengganggu Stella.“Dulu saat Mommy hamil Sean, Mommy juga mual tapi untungnya tidak lama. Saat Mommy sedang mual berat, Mommy selalu makan makanan manis seperti chocolate cake atau tiramisu cake. Tidak hanya itu tapi setiap hari pun, Mommy selalu makan ice cream demi mengurangi rasa mual,” ujar Marsha memberitahu. “Nanti Mommy akan membuatkan cake untukmu, ya? Tadi p
“Kelvin, aku yakin keponakanmu nanti akan sangat dekat denganmu. Lihat saja ketika Stella hamil sudah terlihat jelas keponakanmu akan dekat denganmu. Mulai dari Stella tidak menyukai aroma parfumemu. Ditambah dengan Stella yang ingin memelukmu. Well, semoga saja Stella melahirkan bayi perempuan. Atau paling tidak Stella melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan. Pasti sangat menggemaskan.” Alika berucap dengan nada riang dan raut wajah yang bahagia.Ya, kini Alika baru saja tiba di rumahnya bersama dengan Kelvin. Sepulang dari rumah sakit, Kelvin mengantarnya pulang sampai ke rumah. Begitu pun dengan Chery yang juga pulang ke rumahnya. Namun, Chery pulang sendiri karena tadi Chery membawa mobil.Kelvin mengambil cangkir yang berisikan kopi yang baru saja diantarkan pelayan. Lalu menyesapnya perlahan. “Aku tentu sangat senang jika dekat dengan keponakanku. Walau aku sangat pusing dengan permintaan aneh Stella. Aku harap ini terakhir Stella meminta yang aneh-aneh,” ucapnya dengan n
Sudah satu minggu Stella berada di rumah sakit. Selama satu minggu Stella di rawat di rumah sakit, mertuanya selalu datang menjenguk dan membawakan cake untuknya agar mual sedikit berkurang. Sungguh, Stella begitu beruntung mendapatkan perhatian dari mertuanya. Tak hanya itu tetapi teman-temannya pun begitu peduli dan menyayanginya. Meski dirawat di rumah sakit, Stella tetap merasakan kenyamanan. Sean yang selalu berada di sisinya dan keluarga yang selalu mencemaskan tentang dirinya. Ya, Stella menikmati hari-harinya yang mendapatkan banyak kasih sayang dan perhatian. Hingga detik ini Stella masih tidak menyangka dirinya tengah mengandung. Setiap malamnya, Sean memiliki hobby selalu mencium perutnya. Tentu saja hal itu membuat Stella sangat bahagia. Kehadiran buah cintanya dengan Sean adalah pelengkap kebahagiaannya dengan sang suami.Dan hari ini dokter mengatakan sudah memperbolehkan Stella untuk pulang. Akan tetapi, dokter mengingatkan Stella untuk lebih berhati-hati dan menjaga de
“Miracle, harusnya kau tidak usah ke Jakarta. Perutmu sudah membesar seperti ini. Aku mencemaskanmu, Miracle,” ujar Stella seraya menatap Miracle dengan lembut dan penuh kekhawatiran. Bukan hanya Stella yang mencemaskan keadaan Miracle tapi Sean pun sejak tadi mencemaskan keadaan adiknya itu. Namun, ini memang keinginan Miracle untuk datang ke Jakarta. Mateo, suami dari Miracle pun melarang tetapi sifat keras Miracle yang terus memaksa. Ditambah dengan dokter mengatakan kondisi kandungan Miracle baik-baik saja. Itu yang membuat Miracle berani melakukan penerbangan jauh ke Jakarta.“Stella, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja. Lagi pula aku datang ke Jakarta juga bersama dengan dokter kandunganku. Suamiku sama seperti Ka Sean. Mereka sama-sama begitu overprotective. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku berlebihan. Tidak akan terjadi sesuatu padaku dan kandunganku,” jawab Miracle dengan hangat.“Selama kau di sini jangan pergi ke mana-mana. Aku ingin kau istirahat. Dan j