Stella mematut cermin. Memoles wajahnya dengan make up tipis. Ya, pagi ini dia akan pergi ke Bandara menemui mertuanya bersama dengan Sean. Stella sungguh bersyukur memiliki mertua yang begitu menyayangi dirinya. Stella sudah menganggap mertuanya seperti orang tua kandungnya sendiri. Kalau boleh jujur, Stella sangat sedih karena kedua orang tuanya tidak menetap tinggal di Jakarta. Mereka memiliki kehidupan di Kanada. Jika saja mertuanya itu tinggal di Jakarta tentu saja Stella merasa sangat bahagia.Kini Stella mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Stella hendak membalikan bandannya mencari keberadaan Sean. Namun, dia mengurungkan niatnya kala melihat Sean dari pantulan cermin. Stella tersenyum melihat Sean yang mendekat dan langsung memeluknya dari belakang. Sean mengecupi tengkuk leher Stella. Mengirup aroma parfume lembut milik Stella.“Kau sangat cantik,” bisik Sean di telinga Stella sambil menggigit telinga sang istri pelan.Stella membal
“Alika, mobilmu lama sekali berada di bengkel. Kau ini menyusahkanku saja harus mengantarmu ke rumahmu. Aku sedang buru-buru hari ini. Aku harus menjemput sepupuku yang baru pulang dari Singapore.” Chery menggerutu kala memasuki komplek perumahaan Alika. Ya, sudah tiga hari ini Alika tidak membawa mobil. Jika tidak sedang terburu-buru Chery akan seperti biasa mengantar Alika. Namun, dirinya memiliki janji menjemput sepupunya yang baru saja datang dari Singapore. Jika meninggalkan Alika tentu saja dia tidak tega. Tadi pun kebetulan mencari taksi online sangat lama datangnya.“Berisik sekali kau, Chery. Apa kau tidak ingat saat mobilmu masuk bengkel siapa yang mengantarmu ke rumah? Jangan lupakan kebaikanku,” jawab Alika tak mau kalah. Well, kalau Chery mengungkit kebaikannya maka Alika pun akan mengungkit. Karena selama ini Alika juga pernah mengantarkan Chery pulang ke rumah ketika mobil temannya itu masuk ke dalam bengkel. Chery mendengkus tak suka. “Kau itu menyebalkan sekali, Alik
Sinar matahari pagi menyinari bumi. Cahaya matahari menembus sela-sela gorden kamar. Stella yang sudah bangun sejak tadi. Dia tersenyum ketika melihat pagi yang cerah. Ya, hari ini adalah hari yang Stella telah nantikan. Dia akan kembali berkuliah. Setelah berhari-hari istirahat di rumah, akhirnya Stella bisa kembali beraktivitas seperti biasanya.Kini Stella tengah berias. Memoles wajahnya dengan make up tipis. Di pagi yang cerah ini Stella memilih menggunakan dress berwarna merah jambu polos lengan pendek dipadukan dengan flat shoes. Terlihat sederhana. Namun tetap tampak cantik dan anggun.Suara ketukan pintu, membuat Stella langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan menginterupsi untuk masuk.“Selamat pagi, Nyonya.” Seorang pelayan membawakan nampan yang berisikan sarapan. Lalu sang pelayan menghidangkannya ke atas meja.“Pagi, apa suamiku yang memintamu membawakan sarapan?” tanya Stella seraya menatap sang pelayan.“Iya, Nyonya. Tuan yang meminta saya untuk membawakan sa
Stella melangkah keluar kelar. Sesaat dia memijat tengkuk lehernya lelah. Ya, sudah lama Stella tidak masuk kuliah tentu saja banyak mata kuliah yang tertinggal. Beruntung Alika dan Chery membantu menyalin catatan penting untuknya. Tidak hanya itu, materi kuliah yang tertinggal pun di kirim email oleh Alika dan Chery. Sungguh, jika tidak dibantu oleh Alika dan Chery sudah pasti Stella jauh lebih kelelahan. Namun, ada yang menjadi point plus bagi Stella yaitu jurusan yang dirinya ambil adalah impiannya. Segala sesuatu yang dikerjakan sesuatu dengan isi hati akan berjalan dengan jauh lebih mudah dan tidak akan menjadi beban.Suara dering ponsel terdengar, membuat Stella mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat ke layar. Seketika Stella menepuk keningnya kala melihat nomor Diandra muncul di layar ponselnya. Astaga, Stella lupa kalau hari ini dia memiliki janji dengan Diandra. Terlalu banyak mengejar mata kuliah yang tertinggal membuat Stella lupa. Tak menunggu lama, Stella langsung
“Sean, boleh aku meminta sesuatu?” tanya Stella pelan seraya melangkah menghampiri Sean yang tengah berkutat pada iPad di tangannya.Sean meletakan iPad yang ada di tangannya ke atas meja. Lalu dia menarik tangan Stella, mendudukannya di pangkuannya. “Apa yang kau inginkan, sayang?” tanyanya sambil membelai pipi Stella.“Hm, hari ini aku kuliah siang. Jadi sebelum berangkat kuliah aku ingin menyiapkan beberapa bahan yang akan aku butuhkan untuk menjahit gaun yang dipesan oleh Diandra. Tapi aku, kan tidak memiliki ruang kerja. Apa boleh aku memakai satu ruangan di rumahmu untuk aku jadikan ruang kerja?” Stella berujar sambil menatap Sean.Sean tersenyum samar mendengar apa yang diucapkan oleh Stella. “Ikut aku,” jawabnya singkat sambil membantu Stella bangkit berdiri.“Ikut ke mana, Sean?” Kening Stella berkerut, menatap bingung Sean.“Nanti kau akan tahu.” Sean merengkuh bahu Stella, membawa sang istri meninggalkan kamar. Tampak Stella bingung menatap Sean yang meninggalkan kamar. Sua
Sean melonggarkan dasi yang mengikat lehernya. Memijat pelan pelipisnya. Dia menyandarkan punggungnya lelah di kursi kerjanya. Hari ini banyaknya meeting yang harus dia hadiri ditambah dengan beberapa pekerjaan yang harus dia periksa membuatnya lelah. Meski memiliki asisten; Sean terbiasa memeriksa secara teliti.Suara interkom berbunyi membuat Sean mengalihkan pandangannya pada telepon yang tak henti berdering. Sean mengumpat pelan seraya memejamkan mata singkat. Dia sudah mengatkan pada sekretarisnya unuk tidak mengganggu. Tapi tetap saja masih mengganggunya.Dengan raut wajah kesal dan penuh keterpaksaan Sean menekan tombol hijau menjawab interkom masuk. Lalu menjawab dingin, “Apa pendengaranmu itu rusak? Bukannya aku sudah mengatakan padamu jangan menggangguku? Kenapa kau masih menggangguku!”“M-Maaf, Tuan. Tapi ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada anda,” ujar Vivian dari seberang sana.Sean mengembuskan napas kasar. “Cepat katakan. Jangan berputar-putar. Aku tidak memil
“Sean, kenapa kau belum berangkat ke kantor? Apa hari ini kau tidak ada meeting?” Stella melangkah mendekat ke arah Sean yang tengah membaca koran. Tampak hari ini Sean begitu santai. Padahal biasanya Sean sudah disibukan dengan beberapa pekerjaan. Bahkan pagi ini Stella tidak melihat Sean yang sibuk menngangkat telepon dari Tomy. Ya, Stella sangat hafal dengan kebiasaan sang suami yang tak lepas dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sean.“Hari ini aku tidak ke kantor,” jawab Sean tanpa mengalihkan pandangannya dari koran yang tengah di baca. Meski Sean tahu Stella duduk di sampngnya, tetap pria itu fokus pada apa yang tengah dia baca. Hanya sesaat Sean melirik sang istri.“Kau tidak ke kantor? Tapi siang ini aku ada kelas, Sean,” ujar Stella seraya mengerutkan keningnya bingung. Pasalnya Sean biasanya tidak ke kantor jika dirinya tidak ada kuliah. Namun kenapa hari biasa seperti ini tidak berangkat ke kantor?Mendengar ucapan Stella membuat Sean langsung meletakan koran yang ada d
Stella melirik arlojinya gelisah. Sudah hampir pukul lima sore tapi dosen tak kunjung menghentikan kelas. Padahal pembahasan teori begitu membosankan di telinga Stella. Ya, Stella lebih menyukai praktek langsung dari pada harus mendengarkan teori yang membosankan. Namun, dalam setiap bidang akademik tidak mungkin tidak ada teori. Tentunya itu adalah salah satu kewajiban para mahasiswa yang juga harus mampu mengerti tentang teori dalam sejarah fashion itu sendiri. Meski bosan, bukan artinya Stella tak pernah mempelajari teori. Stella tetap rajin mempelajari dengan baik pelajarannya.Tak berselang lama, sang dosen mengakhiri kelas; Stella langsung tergesa-gesa berjalan keluar dari ruang kelasnya. Ya, feeling Stella mengatakan Sean sudah menunggunya di lobby. Meski Sean tidak mengirimkan pesan padanya sudah ada di kampus tapi Stella yakin suaminya itu sudah datang. Alasan Stela begitu yakin adalah karena Sean mengatakan akan datang tepat waktu. Selama ini Sean tidak pernah mengikari janj