Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️u. Kalian ada di hati author Sunny.
"Selena, apa kamu mencintaiku?" Fasya memandang wajah cantik putri dari negeri Samargdyzh. Wajah wanita itu telah basah karena linangan air mata yang tidak berhenti. "Aku mencintaimu, Yang Mulia dengan segenap jiwa dan ragaku. Kuharap Anda mengerti dengan ketulusan ini. Aku memang berbuat salah, aku bersedia dihukum." Setelah cukup lama terdiam akhirnya Fasya berucap, "Aku akan memaafkan kalian, jika kalian berdua mau mengikuti rencanaku." "Apa rencanmu, Yang Mulia?" tanya Kim penasaran. "Buat kekacauan di perjamuan festival Nikiniki." "Caranya?" "Rekrut para penari yang bersedia kamu bayar untuk mati. Setelah itu latih mereka untuk membunuh aku dan Selena di acara perjamuan festival Nikiniki." "Membunuh Anda dan Putri Selena?" "Ya, pada dasarnya aku sudah mati, hanya saja terjebak di dalam jasad ini." "Apakah cara seperti itu tidak mencolok?" "Tentu saja itu mencolok. Aku ingin kamu mendapatkan hukuman dari pengadilan kerajaan." "Baik, Yang Mulia." Setelah kejadian itu Kim
Hari berkabung untuk kematian raja berlangsung selam sembilan puluh hari bagi ratu. Sedangkan bagi keluarga kerajaan secara umum selama tujuh hari. Akan tetapi, pemerintahan tidak boleh kosong selam itu. Setelah kematian raja sudah pasti harus diadakan pengangkatan raja yang baru. Karena raja hanya mempunyai seorang putra saja, maka sudah pasti Dafandrlah yang akan diangkat menjadi raja selanjutnya. Rapat para mentri kembali digelar untuk membicarakan pengangkatan raja yang baru. Meskipun saat ini Dafandra baru berumur dua puluh dua tahun, tetapi mayoritas dari para mentri setuju menjadikan pangeran kedua sebagai raja selanjutnya. "Rezim yang lama telah berlalu. Kini saatnya rezim yang baru tampil dengan warna yang berbeda. Aku sudah lama menanti untuk kembali menghidupkan harem di istana agar kerajaan tidak perlu khawatir dengan jumlah penerus yang layak untuk melanjutkan kerajaan," usul Mentri perdagangan. Pemikiran sederhananya memang masuk akal. Dalam rapat itu para mentri juga
Bendera kerajaan Kosmimazh yang bergambar tanduk rusa berkibar di halaman istana. Hari ini merupakan hari yang bersejarah. Setelah Raja Faridzy meninggal dunia, jabatan raja selanjutnya akan diberikan kepada putra keduanya, Pangeran Dafandra. Acara pengangkatan raja dan ratu kerajaan Kosmimazh dihadiri oleh para menteri di aula kerajaan. Di sebelah kiri dan kanan karpet merah, para mentri berbaris seraya memberikan hormat kepada raja dan ratu yang baru. Dafandra dan Alisya berjan beriringan menuju singgasan. Dengan jubah berwarna hitam dan kombinasi warna emas pasangan nomor satu di kerajaan Kosmimazh terlihat elegan dan berwibawa. Sesampainya di depan singgasana keduanya berbalik menghadap para menteri. Dafandra maju satu langkah. Pangeran berambut pirang itu membacakan sumpah setianya kepada kerajaan Kosmimazh. "Aku Dafandra putra Faridzy, putra Faran, putra Takias, putra Vasaya, putra zale bersumpah di bawah panji tanduk rusa untuk setia kepada keadilan, melindungi kaum yang lema
Tidak disangka, setelah melalui hari-hari yang dipenuhi duri beracun di istana, Alisya bisa menari dengan riang gembira. Pandangan mata Alisya menyapu lautan luas berwarna biru yang seolah menyatu dengan langit. Angin yang dingin bercampur hangat mempermainkan rambut merah sang ratu hingga membuatnya berkibar. Seseorang berdiri di sebelah Alisnya, membuat sang ratu menoleh ke samping. "Yang Mulia ...." Alisya menyapa sang raja dengan hangat. Bibir Alisya merekah indah bagaikan kuntum bunga mawar yang mengundang kumbang, membuat sang raja tersenyum lebar menatap keindahannya. "Apa kamu pusing?" tanya Dafandra. Alisya menggeleng pelan seraya tersenyum. "Mual?" tanya Dafandra lagi. Lagi-lagi Alisya melakukan gerakan yang sama."Syukurlah, aku senang mendengarnya." Sang raja menghela napas lega. Pandangan Dafandra mengikuti mata Alisya, menyaksikan hamparan biru tanpa batas. Bagaikan cinta yang menyimpan berjuta misteri dan kejutan. "Berapa lama lagi kita akan sampai di kota Kallizh?"
Tiba-tiba sebuah batu seukuran bola mata manusia dewasa menghantam pedang Dafandra. Ayunan tangan sang raja terhenti. Terdengar langkah seseorang dari balik kabut. Perlahan bayangan seorang pria kian jelas hingga muncul sosok lelaki berambut hitam nan panjang. "Lawanmu ada di sini!" Suara yang tidak asing di telinga Alisya terdengar marah. Sang ratu menolehkan wajah, memandang seorang pria yang baru saja menyelamatkan dari ajal. Pria itu mengenakan pakaian bangsawan dengan kombinasi warna hitam dan biru tua. Legam matanya seakan menghisap siapa pun yang memandang. Tangannya membawa sebilah pedang yang dihiasi permata merah pada bagian pegangan. 'Fayvel!' pekik Alisya di dalam hati. Mata Alisya melotot seakan hampir melompat dari soketnya. 'Bagaimana mungkin dia ada di sini?!' Dafandra meludah begitu melihat kedatangan Fayvel. Tanpa ragu sang raja menerima tantangan Fayvel untuk melakukan duel. "Mau bagaimana lagi kamu mengelak, Alisya? Lelaki itu benar-benar datang tanpa malu un
Cahaya keemasan mentari pagi seolah muncul dari dasar laut. Mata Alisya memicing, menghindari silau. Dari atas balkon kamarnya Alisya melihat keindahan pelabuhan kota Kallizh. Balkon yang luas dengan dominasi warna putih. Pilar melengkung seolah tanaman menyangga atap balkon dengan bunga-bunga kecil di sekeliling pilar. Di balkon juga ada sebuah meja bundar dengan kaki melengkung menyerupai sayap kupu-kupu. Senada dengan kursi yang mempunyai sandaran dan kaki yang mempunyai desain sayap kupu-kupu berlubang. Jalan-jalan kota yang disusun dari batu waran-warni membentuk mozaik bunga matahari. Dari ketinggian seolah bunga matahari jumbo berserakan memenuhi jalan. pada setiap pinggir jalan ditanami bunga tulip dengan beraneka warna. Beruntung suasana pagi ini masih sejuk dan sepi. Alisya dapat dengan jelas melihat mozaik jalanan tanpa terhalang manusia yang melintas. Bangunan-bangunan penginapan menjulang tinggi seperti berlomba menggapai langit. Arsitektur bangunan didominasi ornamen f
"Tidak ada apa-apa, Yang Mulia. Mungkin aku salah lihat." Alisya tersenyum kepada Dafandra untuk meyakinkan tidak ada yang aneh di dalam galeri. Gara-gara pemilik galeri tidak bisa ditemui, Dafandra memutuskan untuk segera keluar dari galeri. Padahal sebenarnya raja ingin memborong lukisan di galeri itu karena wajah wanita dalam lukisan-lukisannya mirip dengan ratu. "Sepertinya perbincangan kita hari ini sudah cukup, Koszma. Terima kasih sudah menyambut dengan ramah." Dafandra berpisah dengan Koszma di depan galeri. Raja dan ratu kembali masuk ke dalam kereta kuda bersiap melanjutkan perjalanan. "Paduka Raja ..." ucap Kosza membuat Alisya dan Dafandra menoleh bersamaan."Semoga perjalanan Anda menyenangkan." Koszma tersenyum dan memberi hormat. Sang raja membalas dengan anggukan. Selanjutnya kereta mulai berjalan meninggalkan galeri seperti meninggalkan masa lalu. "Mau kemana kita setelah ini, Yang Mulia?" tanya Alisya penasaran."Mau kemana lagi? Aku ingin menuju ke hatimu." Dafa
"Lepaskan aku, Fayvel! Jangan pernah bermimpi untuk aku kembali!" kata Alisya penuh penekan. "Sadarlah, Alisya! Raja itu hanya memanfaatkanmu! Semua kebaikan yang dia lakukan untukmu palsu!" Fayvel meremas kedua lengan Alisya, kedua matanya menusuk tajam. "Lihat ini!" Fayvel melepaskan cengkeramannya. Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan sebuah amplop. "Bacalah! Ini perjanjian rahasia antara Dafandra dan Rifian." Alisya meraih amplop dengan kasar kemudian mengeluarkan isinya. Bola mata Alisya bergerak dari atas ke bawah membaca surat. Di bagian bawah surat terdapat dua stempel yang tidak asing bagi Alisya. Keduanya stempel pribadi milik Rifian dan Dafandra, Alisya yakin keduanya asli. "Aku tidak terkejut dengan dokumen ini. Aku hanya penasaran, bagaimana kamu bisa mendapatkannya?" Alisya menyeringai."Aku bisa membawamu pergi jauh dari istana. Bukan hal sulit bagiku untuk mencuri sebuah dokumen milik pangeran mahkota." Fayvel turut menyeringai."Aku tidak perduli dengan perjanj