Share

Dalam Dekapan Waktu
Dalam Dekapan Waktu
Penulis: Quin

Prolog

Penulis: Quin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

bAwan kelabu terlihat masih menyelimuti langit di sore hari. Butiran air yang tadinya jatuh dan menghujam bumi kini telah hilang, menyisakan hawa dingin yang masih menyergap dan aroma tanah khas usai datangnya hujan yang masih menguar di udara. Kuhirup dalam-dalam aroma itu sambil terus berjalan memeluk tubuhku sendiri.

Kedua tanganku yang keriput bersedekap sembari mengelus sweater abu-abu yang cocok dengan semburat warna awan sore ini. Hawa dingin terasa begitu menggigit melebihi cuaca di musim dingin. Semua itu karena tubuh rentaku yang sudah tidak seberapa mampu beradaptasi dengan suhu. Bahkan, hal itu melinukan semua tulangku.

Namun, aku harus terus berdiri di sini. Di depan istana kecilku yang terlihat jauh lebih sederhana dari pada istana-istana disekitarnya.

Hingga akhirnya, hal itu pun terjadi ….

Tiba-tiba terdengar teriakan dan pekikkan orang-orang di sekitar yang memekakkan telinga sebelum akhirnya pendengaranku terasa berdengung. Orang-orang dengan panik berlari mendatangiku dan berusaha menolongku di rumput basah halaman rumahku sendiri.

Ya, sebuah mobil sedan hitam baru saja menghantam tubuhku yang telah renta. Aku tidak pernah berpikir jika rasanya akan sesakit ini. Cairan hangat dan kental terasa mengalir dari kepala dan membasahi rambut putihku yang penuh dengan uban dan memang sengaja tidak kusamarkan dengan cat rambut.

Sekarang kalian pasti berpikir bahwa ini adalah cerita horor yang menakutkan bukan? maka kalian akan salah menebaknya. Ini adalah sebuah cerita tentang kehidupan yang mungkin sangat berbeda dengan kehidupan normal yang dimiliki orang lain.

Dan, di titik ini pula kalian akan menebak, bahwa seorang wanita tua renta sepertiku pasti akan sangat ketakutan dan sedih saat ini. Tidak! kalian salah lagi. Saat ini aku justru benar-benar merasa senang. Aku telah lama menyiapkan diri untuk momen seperti ini. Momen di mana aku sudah melihat kejadian seperti ini bertahun-tahun lalu. Ya, aku melihat diriku sendiri yang tertabrak oleh mobil sedan hitam. Persis seperti saat ini. Bukankah itu sungguh menakjubkan? kuulas senyuman di bibirku yang pucat.

Begitu banyak orang yang mengerumuniku saat ini. Namun mataku tahu kemana aku harus melihat sebelum pandanganku menjadi kabur dan menghitam. Aku melihat seorang gadis berusia dua puluh lima tahun dengan pakaian yang sangat tidak cocok dipakai pada hari dingin seperti hari ini. Sebuah gaun hitam panjang bludru bertali satu. Dia tampak bingung, tetapi saat mata kami berpaut, dia langsung tampak panik.

Sudut bibirku kembali mengulas senyum saat ia telah menghampiriku. Wajahnya terlihat begitu mirip denganku beberapa tahun silam, ketika aku masih muda. Jika dulu kami berdua disandingkan, siapapun pasti mengira jika kami saudara kembar yang identik tanpa cela yang berbeda. Ataukah kami memang orang yang sama?

"Apa yang kau lakukan?” tanyanya panik tapi aku hanya diam saja dan menyentuh pipinya yang terpoles dengan pemerah pipi. Aku tidak ingat pernah membuat riasan seindah ini. “Kenapa kau tidak menghindar! kau pasti tahu ini akan terjadi, bukan?” cecarnya kembali, tetapi aku hanya membalasnya dengan senyuman.

"Nanti kau akan mengerti,” jawabku dengan suara renta yang gemetar.

"Aku tak akan pernah mengerti. Ethan! di mana dia? Ethan!” teriaknya sambil mencari ke sekeliling dengan sangat panik.

Aku memperketat genggaman tangan kami, dia yang tadinya sibuk mencari sosok yang tak akan pernah ada di sini, kembali memusatkan perhatiannya ke arahku. Aku ingin memberitahunya akan sesuatu. Pesan yang harus dia ingat, "Kau tidak akan bisa mengubahnya. Terimalah dan jalani hidupmu yang indah dengan baik. Jangan terpaku ke masa lalu. Nikmatilah selagi ada. Kirimkan salamku pada Ethan. Aku siap menemuinya sekarang."

Gadis itu hanya terdiam hingga ambulance datang dan bersiap membawaku. Genggaman tangan kami pun terlepas. Sekali lagi, aku justru memberinya sebuah senyuman. Senyuman selamat tinggal pada diriku sendiri.

Ya, gadis yang sedang termangu dengan gaun hitam panjang beludru bertali satu itu adalah diriku sendiri. Diriku ketika tiga puluh lima tahun yang lalu. Di usia itu, aku pasti tidak mengerti kenapa aku tak mencegah ini terjadi. Namun, aku yakin setelah sekian waktu berlalu ... bahkan dia sendiri menginginkan keadaan ini cepat terjadi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 1. Anugerah dan Kutukan.

    Ada dua masa di dalam hidupku yang merupakan titik balik dalam kehidupanku.Pertama, saat aku mengalami anugrah sekaligus kutukan ini untuk yang pertama kali.Kedua, saat pertama kali aku bertemu dengannya. Pria dengan senyuman yang tak pernah lepas dari bibirnya. Pria yang menuntunku menemukan tujuan hidup dan cinta.Kan ku ceritakan untuk kalian.Sejauh yang bisa ku ingat. Malam itu adalah malam biasa di bulan Juli. Bintang menghiasi langit yang sangat cerah dan udara terasa panas karena saat itu musim panas di pinggiran kota London.Saat itu umurku menginjak 6 tahun. Aku sedang duduk di kursi belakang mobil Aston Martin kesayangan ayahku. Ya! dia mencintai mobil itu lebih dari apa pun. Bahkan, dia tak akan membiarkan setitik debu pun mengotori cat abu mengkilatnya.Saat itu kami sedang menuju ke rumah perkebunan milik nenekku yang tak begitu jauh. Sejauh aku memandang hanya pohon menghijau yang berjajar

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 2. Ethan Maurice Winster

    Malam di musim dingin yang indah. Aku berdiri di tepian jalan yang hampir seluruhnya tertutupi oleh salju namun tak menyulutkan antusias semua orang untuk menikmati liburan, membuat suasana menjadi hangat. Hiasan natal tampak sudah menyemarakkan lingkungan. Pohon-pohon cemara tampak gemerlap dengan lampu dan dekorasinya. Anak-anak semangat untuk bertemu sinterklas bertubuh gempal hasil sumpalan kostumnya, khas dengan janggut putihnya.Usiaku saat itu dua puluh tahun. Kembali ku peluk diriku sendiri karena dinginnya masih bisa ku rasakan menyusup diantara mantel coklat tebal dengan bulu halus di bagian lehernya yang sengaja ku timpa dengan syal tebal. Aku juga menggunakan penutup telinga khusus dan topi rajut, napasku tampak beruap. Ah! dari semua musim, musim ini lah yang paling ku benci.Saat itu aku sudah mengerti apa yang terjadi

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 3. Sesuatu yang menyengat.

    “Tak apa. Kalian ingin pergi, ‘kan? Nikmati waktu kalian.” Ethan menegapkan tubuhnya yang tampak jauh lebih tegap dari pada Jacob. Memberikan sedikit senyuman yang bukannya melegakan bagiku, tapi malah semakin menusuk. Di detik itu, aku semakin bertanya apa yang terjadi pada diriku. “Ya. Benar! Lena, Ayo.” Jacob berdiri dan membuat pautan tangan kami merenggang. Tapi, saat itu aku terus memandangi cara pria di depanku memandangku. Ada getaran perasaan yang benar-benar tak bisa aku artikan, tapi satu yang membuatku bahkan tak bisa berpaling menatapnya, ketulusan itu terasa kuat. “Lena?!” Suara Jacob yang sedikit meninggi dengan remasan di tangannya membuat aku akhirnya sadar akan sekitarku. Apa yang sudah aku lakukan? Pikirku sambil melihat wajah Jacob yang tampak tentu tidak menyukai yang sudah aku lakukan. Pria itu hanya memainkan rahangnya melihat bagaimana Jacob meremas tanganku kuat-kuat. “Oh! Ya! Aku pergi dulu,” kataku dengan gugup dan sebisa mungkin meninggalkan tempat itu se

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 4. Sentuhan bagaikan sihir.

    “Dia akan baik-baik saja.”Suara itu samar ku dengar saat indera pendengaran ku mulai berfungsi kembali. Aku mencoba sekuat tenaga untuk membuka mataku yang terasa sangat erat terkatup. Beberapa kali mengerjapkannya, akhirnya aku bisa melihat sekitarku. Dari baunya yang khas, aku tahu aku ada di salah satu klinik atau mungkin rumah sakit. Tak jauh, ku lihat siluet nenekku yang semakin nyata sedang berbicara dengan seorang wanita yang aku asumsikan sebagai seorang dokter.“Nek?” erangku yang terasa tercekat. Ada rasa gatal dan kering bersamaan yang membuatku kesusahan untuk menelan salivaku sendiri.“Lena?! Bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja?! Bagaimana kau bisa begini? Kau membuat Nenek sangat khawatir!” Wanita tua yang selalu berbau lavender itu mencercaku dengan begitu banyak pertanyaan yang hanya bisa aku jawab dengan anggukan pelan.Mataku bergulir ke sisi nakas ruang rawat itu. Melihat tas dan juga buku yang bertumpuk. Salah satu buku adalah buku yang diberikan oleh Eth

Bab terbaru

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 4. Sentuhan bagaikan sihir.

    “Dia akan baik-baik saja.”Suara itu samar ku dengar saat indera pendengaran ku mulai berfungsi kembali. Aku mencoba sekuat tenaga untuk membuka mataku yang terasa sangat erat terkatup. Beberapa kali mengerjapkannya, akhirnya aku bisa melihat sekitarku. Dari baunya yang khas, aku tahu aku ada di salah satu klinik atau mungkin rumah sakit. Tak jauh, ku lihat siluet nenekku yang semakin nyata sedang berbicara dengan seorang wanita yang aku asumsikan sebagai seorang dokter.“Nek?” erangku yang terasa tercekat. Ada rasa gatal dan kering bersamaan yang membuatku kesusahan untuk menelan salivaku sendiri.“Lena?! Bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja?! Bagaimana kau bisa begini? Kau membuat Nenek sangat khawatir!” Wanita tua yang selalu berbau lavender itu mencercaku dengan begitu banyak pertanyaan yang hanya bisa aku jawab dengan anggukan pelan.Mataku bergulir ke sisi nakas ruang rawat itu. Melihat tas dan juga buku yang bertumpuk. Salah satu buku adalah buku yang diberikan oleh Eth

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 3. Sesuatu yang menyengat.

    “Tak apa. Kalian ingin pergi, ‘kan? Nikmati waktu kalian.” Ethan menegapkan tubuhnya yang tampak jauh lebih tegap dari pada Jacob. Memberikan sedikit senyuman yang bukannya melegakan bagiku, tapi malah semakin menusuk. Di detik itu, aku semakin bertanya apa yang terjadi pada diriku. “Ya. Benar! Lena, Ayo.” Jacob berdiri dan membuat pautan tangan kami merenggang. Tapi, saat itu aku terus memandangi cara pria di depanku memandangku. Ada getaran perasaan yang benar-benar tak bisa aku artikan, tapi satu yang membuatku bahkan tak bisa berpaling menatapnya, ketulusan itu terasa kuat. “Lena?!” Suara Jacob yang sedikit meninggi dengan remasan di tangannya membuat aku akhirnya sadar akan sekitarku. Apa yang sudah aku lakukan? Pikirku sambil melihat wajah Jacob yang tampak tentu tidak menyukai yang sudah aku lakukan. Pria itu hanya memainkan rahangnya melihat bagaimana Jacob meremas tanganku kuat-kuat. “Oh! Ya! Aku pergi dulu,” kataku dengan gugup dan sebisa mungkin meninggalkan tempat itu se

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 2. Ethan Maurice Winster

    Malam di musim dingin yang indah. Aku berdiri di tepian jalan yang hampir seluruhnya tertutupi oleh salju namun tak menyulutkan antusias semua orang untuk menikmati liburan, membuat suasana menjadi hangat. Hiasan natal tampak sudah menyemarakkan lingkungan. Pohon-pohon cemara tampak gemerlap dengan lampu dan dekorasinya. Anak-anak semangat untuk bertemu sinterklas bertubuh gempal hasil sumpalan kostumnya, khas dengan janggut putihnya.Usiaku saat itu dua puluh tahun. Kembali ku peluk diriku sendiri karena dinginnya masih bisa ku rasakan menyusup diantara mantel coklat tebal dengan bulu halus di bagian lehernya yang sengaja ku timpa dengan syal tebal. Aku juga menggunakan penutup telinga khusus dan topi rajut, napasku tampak beruap. Ah! dari semua musim, musim ini lah yang paling ku benci.Saat itu aku sudah mengerti apa yang terjadi

  • Dalam Dekapan Waktu   Bab 1. Anugerah dan Kutukan.

    Ada dua masa di dalam hidupku yang merupakan titik balik dalam kehidupanku.Pertama, saat aku mengalami anugrah sekaligus kutukan ini untuk yang pertama kali.Kedua, saat pertama kali aku bertemu dengannya. Pria dengan senyuman yang tak pernah lepas dari bibirnya. Pria yang menuntunku menemukan tujuan hidup dan cinta.Kan ku ceritakan untuk kalian.Sejauh yang bisa ku ingat. Malam itu adalah malam biasa di bulan Juli. Bintang menghiasi langit yang sangat cerah dan udara terasa panas karena saat itu musim panas di pinggiran kota London.Saat itu umurku menginjak 6 tahun. Aku sedang duduk di kursi belakang mobil Aston Martin kesayangan ayahku. Ya! dia mencintai mobil itu lebih dari apa pun. Bahkan, dia tak akan membiarkan setitik debu pun mengotori cat abu mengkilatnya.Saat itu kami sedang menuju ke rumah perkebunan milik nenekku yang tak begitu jauh. Sejauh aku memandang hanya pohon menghijau yang berjajar

  • Dalam Dekapan Waktu   Prolog

    bAwan kelabu terlihat masih menyelimuti langit di sore hari. Butiran air yang tadinya jatuh dan menghujam bumi kini telah hilang, menyisakan hawa dingin yang masih menyergap dan aroma tanah khas usai datangnya hujan yang masih menguar di udara. Kuhirup dalam-dalam aroma itu sambil terus berjalan memeluk tubuhku sendiri. Kedua tanganku yang keriput bersedekap sembari mengelus sweater abu-abu yang cocok dengan semburat warna awan sore ini. Hawa dingin terasa begitu menggigit melebihi cuaca di musim dingin. Semua itu karena tubuh rentaku yang sudah tidak seberapa mampu beradaptasi dengan suhu. Bahkan, hal itu melinukan semua tulangku. Namun, aku harus terus berdiri di sini. Di depan istana kecilku yang terlihat jauh lebih sederhana dari pada istana-istana disekitarnya. Hingga akhirnya, hal itu pun terjadi …. Tiba-tiba terdengar teriakan dan pekikkan orang-orang di sekitar yang memekakkan telinga sebelum akhirnya pendengaranku terasa berdengung. Orang-orang dengan panik berlari mendata

DMCA.com Protection Status