Beranda / CEO / Dalam Dekapan Kakak Ipar / Bab 4. Tak Menerima Penolakan

Share

Bab 4. Tak Menerima Penolakan

Penulis: Imamah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Saya tidak dari mana-mana Bu! Saya memang baru pulang dari kantor." Alissa mencoba menjelaskan. Sayangnya mertua perempuannya menggeleng tidak percaya.

"Saya jujur Bu, tolong beri saya jalan. Saya ingin beristirahat di kamar, saya lelah sekali." Pekerjaan Misya selama seminggu ini harus dikerjakan dalam satu hari oleh Alissa sebab selama ini Nicholas belum menemukan sekretaris pengganti yang cocok.

"Ya ampun, nih orang seenaknya sendiri ya, pulang-pulang langsung mau tidur. Hei kau sadar tidak? Kau ada suami yang harus diurus! Seenaknya sendiri bersikap. Pantas saja Tuhan menakdirkan kamu mandul. Urus suami aja nggak becus apalagi urus anak."

Dada Alissa terasa sesak meskipun cap mandul sudah melekat dari dulu dan langsung diberikan oleh mertuanya.

"Bu, tolong jangan bahas itu saya benar-benar lelah."

"Sudahlah Bu, biarkan dia masuk, sepertinya dia memang terlihat lelah." Virgo bicara disela-sela makan mie instan. Dia terlihat begitu lahap.

"Kau ini, nggak bisa mendidik istri. Kalau kau biarkan begini terus bisa-bisa dia ngelunjak. Yang tegas dong jadi suami Vir!" Rahma membentak putranya.

"Bukan begitu, Ibu tidak tahu saja kalau hari ini dia telah bekerja keras. Ibu tidak tahu kan uang yang saya kasih ke Ibu itu, dia yang ngasih. Kalau tidak ada itu semua ibu pasti sudah dikejar rentenir dan Vira masih dihina teman-temannya karena hapenya sudah retak sana sini."

"Apa? Jadi uang itu untuk–?" Alissa membungkam mulutnya sendiri. Ternyata Virgo telah menipu dirinya.

"Kenapa, nggak ikhlas? Alah paling uang itu hasil dari kerja yang tidak benar." Rahma tersenyum meremehkan.

"Apa maksud Ibu?"

"Jangan pura-pura tidak tahu, pasti uang sebanyak itu hasil jual diri. Kalau tidak, bagaimana bisa dapat uang banyak dalam satu hari?"

"Astaghfirullah, Ibu!" Alissa menaikkan oktaf suaranya, geram, perjuangannya sama sekali tidak dihargai bahkan dirinya sampai dihina.

"Jangan meninggikan suaramu di hadapan Ibu! Aku tidak suka!" Rahma membentak Alissa.

"Ibu keterlaluan." Alissa berlari masuk ke dalam hingga tubuhnya tak sengaja menabrak tubuh Rahma sampai terjatuh.

"Kurang ajar kamu ya!" Rahma segera bangkit dan mendekati Alissa.

Plak! Plak! Plak!

Tamparan bertubi-tubi hinggap di pipi Alissa hingga meninggalkan bekas kemerahan.

"Mas–"

Dulu, Virgo selalu menjadi pelindung saat Rahma sering bersikap kasar padanya. Sekarang jangankan membela, pria itu bahkan sering ikut-ikutan berbuat kasar. Entah apa yang terjadi dengan Virgo sehingga berubah, Alissa benar-benar tidak tahu. Hanya saja saat ini mood Virgo sedang membaik, jadi ia memilih acuh daripada harus terlibat dalam perdebatan antara istri dan ibunya.

"Selesaikan urusan kalian sendiri, aku mau fokus makan," ujarnya sambil terus menyantap mie instan.

Di tempat lain. Nicholas juga baru sampai di rumah. "Nik, malam ini jadi, kan ke syukuran teman bisnis papa kamu?"

"Nggak tahu Ma, Niko sedang tidak enak badan," ujar Nicholas lalu masuk ke dalam kamar. Ia melonggarkan dasi dan melepasnya dengan raut wajah lelah. Ia duduk di pinggir ranjang dan membuka sepatu lalu menjatuhkan tubuhnya ke belakang hingga terlentang di atas ranjang.

"Ya ampun nih anak," ujar sang mama yang kemudian menyusul putranya ke dalam kamar dan membantu membukakan kaos kaki putra semata wayangnya.

"Udah Ma biarkan saja, biar Niko yang buka sendiri aja nanti," ujarnya sambil memejamkan mata. Sang mama melanjutkan pekerjaan membuka kaos kaki kemudian duduk di samping putranya yang terbaring.

"Ada masalah, hemm? Ada yang tidak dimengerti tentang perusahaan?"

"Nggak ada Ma, Niko hanya capek aja." Sang Mama mengangguk.

"Oh ya, kalau bisa hadir ya. Bagaimanapun Tuan Erwin adalah relasi papamu semenjak dulu, nggak enak kalau sampai nggak datang ke syukuran 7 bulan kehamilan menantunya. Putranya, Erik, itu juga sama kayak kamu, baru melanjutkan bisnis papanya, Tuan Erwin."

Nicholas mendesah kasar, membuka mata dan menatap wajah mamanya dengan memelas.

"Kenapa tidak Mama sama papa aja yang datang?"

"Papa nggak bisa makanya mama minta kamu yang nemenin, atau kalau kamu malu datang sama Mama, ya kamu aja yang datang, ngajak siapa gitu, sekretaris atau cewek kamu gitu," saran sang mama membuat Nicholas membeku.

"Nanti kami telepon Tuan Erwin dan ngabarin tentang keadaan papa, lagipula beliau sudah tahu kok sama kamu."

"Malas Ma."

"Makanya cari cewek biar nggak malas ke pesta, kenalin ke Mama dan nikah biar nggak jomblo dan ada yang bisa dibawa kemana-mana."

"Lagian berapa tahun sudah kuliah ke luar negeri, belum dapat jodoh juga?" Sang mama tersenyum menggoda.

"Niko ke luar negeri buat kuliah Ma, cari ilmu, bukan mau cari istri," protes Nicholas membuat mamanya langsung menggeleng.

"Kan bisa dua-duanya Sayang, ada banyak waktu di sana untuk sekedar jalan-jalan setelah rutinitas kuliah kamu."

"Nggak ada satupun gadis yang bisa menarik di hati Niko, Ma."

"Jangan bilang kamu belum move on, kalau itu alasannya maka sudah dipastikan kau tak akan menemukan wanita yang klop di hatimu dimanapun kamu berada, karena hatimu tertinggal di sini."

"Mama benar, Niko masih mencintai Alissa."

"Astaga Nak, dia mungkin sudah menikah, yasudah semoga saja dia belum berkeluarga."

"Doakan saja Ma." Melati mengangguk, dalam hati berharap putranya segera menemukan belahan jiwanya agar bisa cepat-cepat mengakhiri masa lajang.

"By the way, apakah setelah kembali dari luar negeri kamu pernah bertemu Alissa?" Sebenarnya Melati belum tahu siapa Alissa yang diceritakan oleh Nicholas. Nicholas mengangguk antusias sambil senyum-senyum tidak jelas dan Melati hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum pula.

"Jangan lama-lama, segera lamar dia!"

"Kalau Mama tahu aku tidak hanya sekedar bertemu, tapi melakukan hal yang lebih jauh pada Alissa, tanggapan apa yang akan mama berikan padaku?" batin Nicholas. Namun, dia tidak ingin membuka aib itu meski pada mamanya sendiri. Cukup dia dan Alissa saja yang tahu, termasuk Tuhan Yang Maha Tahu.

"Masih pendekatan." Nicholas menjawab malas.

"Mandilah agar tubuhmu segar!" perintah sang Mama sambil menepuk pundak putranya.

"Nanti aja Ma, biarkan Niko beristirahat sebentar."

"Baiklah, Mama turun dulu."

Nicholas mengangguk dan memiringkan tubuh lalu matanya terpejam kembali. Tidak sampai lima menit dia membuka mata dan langsung menelepon Alissa.

"Maaf Tuan, malam ini saya ada acara keluarga. Jadi tidak bisa ikut ke pesta dengan Tuan." Penolakan Alissa membuat Nicholas berdecak.

"Pokoknya aku tidak mau tahu, sesuai kesepakatan kamu harus menuruti setiap perintahku! Satu jam lagi aku tunggu di depan rumah kamu! Awas saja kalau telat!"

Bab terkait

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 5. Angin Segar

    Setelah menelpon Alissa, bukannya bersiap-siap Nicholas malah kembali merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Berbeda dengan Nicholasl, Alissa malah tidak bisa tidur. Setelah mendapatkan perlakuan kasar dari mertua, kini dia juga harus menuruti perintah sang atasan. Rasanya berat, tetapi dia bisa apa? "Argh kalau bisa rasanya aku ingin kabur saja dari bumi ini."Alissa mendesah kasar. Ia menatap wajah lewat cermin dimana bekas tangan Rahma masih tercetak jelas di sana. Perempuan itu bangkit dari duduknya dan memeriksa keluar. Ternyata Virgo dan mertuanya sudah tidak ada di rumah itu. "Ah syukurlah mereka ternyata pergi!" Alissa pun bersiap-siap agar saat Nicholas sampai, tidak harus menunggu terlalu lama. Dia juga butuh waktu lebih untuk memoles wajahnya agar bekas tangan Rahma tertutup sempurna oleh make up. Nyatanya, hampir satu jam menunggu di depan rumah, Nicholas belum kunjung tiba, padahal Alissa sudah memaksakan diri bersiap-siap dengan cepat. "Ah, tahu gini aku makan dulu," d

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 6. Bimbang

    Nicholas hanya bisa menggeleng saat Virgo menarik tangan Alissa secara kasar menuju mobil mereka. Ia ingin menolong, tetapi Tuan Erwin langsung mencegah. "Jangan! Kau akan menambah masalah jika mendekat!" Pria separuh baya itu menggeleng tegas. "Mas, pelan-pelan kenapa sih?" protes Alissa saat Virgo mendorong tubuhnya dengan kasar hingga kepalanya terbentur ujung sandaran sofa. "Heh, kau berkata seperti itu setelah membuatku marah?" Virgo mendekatkan wajahnya pada wajah Alissa lalu tersenyum menyeringai. "Sudah kukatakan jangan pernah mendekati laki-laki manapun!" "Aku tidak mendekati Mas, tapi tidak sengaja berdekatan karena dia menolongku. Lagipula dia itu atasanku dimana memang harus dekat karena kami bekerja di tempat yang sama. Untuk yang tadi kalau tidak ada Tuan Nicholas pasti aku sudah terjatuh tadi." "Diam! Jangan pernah sebut namanya lagi di hadapanku, aku muak!" "Sebenarnya ada masalah apa kau dengannya?" Alissa takut kejadian malam sebelumnya saat dia bersama Nichol

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 7. Jangankan Makanan, Tubuhmu Bisa Aku Beli

    Pagi-pagi buta, Alissa sudah berkutat dengan bahan-bahan di dapur. Ia yakin pagi ini suaminya akan pulang dan sarapan bersama."Semoga saja, jangan sampai masakan ini mubasir lagi," gumamnya mengingat Virgo akhir-akhir ini saat pulang dari luar kota lebih betah tinggal di rumah ibunya dibandingkan di rumah Alissa seperti biasanya."Sudah beres." Alissa menepuk tangan setelah menyelesaikan proses memasaknya. Ia kemudian membawa menu sarapan di meja makan. Matanya berbinar kala melihat makanan kesukaan Virgo sudah terhidang di sana. Ayam goreng tepung saus asam manis pedas dan broccoli saus tiram benar-benar membuatnya mengingat rasa lapar yang ia tahan semalam. Bagaimana tidak setelah makan spaghetti sisa dari Virgo yang hanya beberapa suap dia tidak mood lagi untuk makan malam.Setelah menutup makanan dengan tudung saji ia segera bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk ke kantor sambil menunggu kedatangan Virgo.Satu jam kemudian Alissa baru siap dengan pakaian kantor. Ia banya

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 8. Pingsan

    "Bisa tidak Tuan jangan selalu menghinaku? Walaupun saya bertahan bekerja di tempat ini bukan berarti saya wanita murahan yang ingin menjual tubuh. Atau jangan-jangan Anda tertarik pada tubuhku ini?" Alissa tersenyum pahit."Bukankah Anda berkata Anda banyak uang? Banyak wanita yang bisa Anda sewa di luaran sana."Nicholas tampak kaget, sesaat kemudian ekspresinya kembali tenang. Ia mendekat ke arah Alissa dan berbisik di telinga."Aku tak pernah menganggapmu seperti itu, tapi kalau kau menawarkan diri boleh juga." Nicholas tersenyum menyeringai. Alissa mendorong tubuh Nicholas hingga pria itu terjerembab ke belakang karena tidak siap dengan dorongan yang diberikan oleh Alissa secara tiba-tiba."Maaf," ucap Alissa dengan gugup. Tangannya terulur untuk membantu Nicholas berdiri. Sekesal apapun dia pada Nicholas, tidak dapat dipungkiri ia takut pria di hadapannya akan murka, terlebih Nicholas punya apa saja yang bisa membalas perbuatannya dengan lebih kasar, bahkan bisa membuatnya mender

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 9. Cemburu Pada Istri Orang

    "Bagaimana keadaannya Dok?" Nicholas segera menghampiri dokter yang tengah membuka pintu setelah sekian lama mondar-mandir di luar ruangan."Pasien telat makan jadi asam lambungnya naik, dan juga kecapean. Tadi sudah sadar dan sekarang sedang tidur, jadi saya harap jangan diganggu dulu karena pasien butuh istirahat."Nicholas menghela nafas berat dan panjang. Ia merasa bersalah karena telah mengambil makanan Alissa sebelumnya. Kalau saja itu tidak terjadi mungkin saja Alissa tidak akan masuk rumah sakit saat ini."Apa yang harus dilakukan?""Untuk sementara waktu pasien harus dirawat di rumah sakit," jelas dokter dan Nicholas hanya mengangguk."Kalau begitu saya permisi." Dokter meninggalkan ruangan dan Nicholas langsung masuk ke dalam untuk memeriksa langsung keadaan Alissa. Benar kata dokter sekretarisnya sedang tertidur pulas. Nicholas duduk di sisi brankar dan menatap lekat wajah Alissa. Wajah cantik yang selalu membayanginya itu terlihat begitu sayu dan banyak beban."Kasihan kam

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 10. Sapi Perah

    "Oh salah dengar ya, tadi kupikir ... ah sudahlah aku memang membutuhkan cotton buds," lirih Aska dan langsung duduk di kursinya sambil menggaruk kepala.Nicholas terlihat cuek padahal dalam hati ingin tertawa melihat ekspresi Aska seperti burung kehujanan dengan rambut basahnya. Mereka berdua langsung fokus bekerja masing-masing, dan tidak ada yang saling berbicara.Di tempat lain seorang pria sedang berjalan menuju wanitanya yang terbaring di atas brankar. Wanita itu habis menghapus pesan dan panggilan masuk di ponsel suaminya sebelum menghidupkan kembali."Ada yang menelpon?" Pria tersebut duduk di samping sang istri lalu mengelus perut istrinya yang buncit."Tidak ada Mas, tadi aku nggak sengaja memencet tombol off. Sekarang hapemu sudah ku nyalakan lagi." Desi mengulurkan ponsel ke hadapan sang suami dan Virgo langsung mengambilnya."Yasudah istirahat sana, kamu nggak boleh banyak lihat hape, kasihan bayi kita kalau terpapar sinar radiasi terus-menerus. Bukannya kata dokter bayin

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 11. Hari Makan Bubur

    "Pagi Tuan! Pagi Pak Aska! Maaf saya sedikit terlambat," ujar Alissa seraya memasuki ruangan."Pagi," jawab Nicholas lalu menyeruput kopi panas di pagi yang begitu dingin akibat hujan di luar yang begitu derasnya."Pagi Alissa! Belum telat kok masih kurang 10 menit jam masuk kerjanya," sahut Aska dengan tersenyum manis. Alissa langsung melihat pada arloji di tangannya."Ah iya, saya pikir sudah jam 7 soalnya Pak Aska sama Tuan Nicholas sudah standby di tempat masing-masing, jadi saya pikir saya telat. Maklum karena terburu-buru jadi lupa lihat jam," jelas Alissa lalu tersenyum canggung ke arah Aska. Saat melirik Nicholas, pria itu terlihat tidak perduli pada sekitar."Tidak apa-apa silahkan duduk. Sudah sarapan?" tanya Aska begitu perhatian. Sontak pria itu mendapatkan tatapan tajam dari Nicholas."Tidak salah kan, saya bertanya seperti tadi?" tanya Aska pada Alissa. Pertanyaan yang sebenarnya ingin menyindir sang bos."Ehem!" Nicholas berdehem lalu bangkit dari duduknya."Tidak kok P

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 12. Bos Aneh

    Daripada memikirkan kedua atasannya, Alissa lebih fokus menyantap bubur di hadapan. Dalam hati ia merasa aneh karena tetap bisa menyantap makanan dengan lahap sementara ada orang muntah di sekitarnya padahal sebelum-sebelumnya Alissa tidak akan dapat makan dengan tenang jika mendengar atau melihat orang muntah."Ah mungkin karena aku lagi lapar kali," batinnya.Sesaat kemudian Nicholas keluar dari kamar mandi diikuti oleh Aska juga. Wajah Nicholas tampak pucat dan pria itu terlihat begitu lemas."Kalian tidak apa-apa?" tanya Alissa setelah meneguk air putih."Nggak apa-apa hanya mual saja," ujar Aska sambil kembali duduk di meja kerjanya. Pria itu menyesap kopi hangat lalu terlihat begitu tenang. Berbeda dengan Aska, Nicholas masih terlihat lemas."Tuan Niko tidak apa-apa?" tanya Alissa pada Nicholas yang kini bersandar pada kursi sambil memejamkan mata. Pria itu terlihat mengkhawatirkan.Nicholas mengangkat tangan sebagai jawaban bahwa dirinya memang tidak apa-apa dengan kondisi masi

Bab terbaru

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 63. Rasa Ingin Tahu Nicholas

    Aska termenung ketika menerima telepon dari Laura. Wanita itu menyatakan menyerah setelah satu bulan mencoba membantu agar Nicholas mengingat masa lalu bersama Alissa dengan panduan Aska. "Kak Aska! Kak Aska baik-baik saja, kan?" "Oh ya, maaf aku lagi tidak enak badan," ucap Aska berbohong. Laura meminta Aska untuk beristirahat dan jangan terlalu memforsir memikirkan kisah asmara orang lain. "Baiklah sekarang aku harus mengambil keputusan, aku akan menikahi Alissa." Setelah mengatakan kalimat ini Aska langsung mengakhiri panggilan telepon. Laura tercengang, sesaat kemudian bibirnya cemberut. Sungguh ia tidak setuju dengan keputusan Aska. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Solusinya hanya satu yaitu membuat Nicholas kembali pada Alissa, tetapi ia tidak bisa mewujudkan itu. "Apa pria itu tidak tahu aku masih naksir padanya?" lirih Laura seraya menghela napas kasar. "Tuhan! Kenapa Engkau pertemukan kami lagi jika Kak Aska bukan jodohku?" Laura mengacak rambut. Haruskah dia be

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 62. Salah Paham

    Setelah diusir Nicholas dari ruang kerja, Aska keluar dari perusahaan sambil memijit kencing. Dia berpikir seharusnya Nicholas berterima kasih padanya bukan malah marah dan mengusir. Kalau dia tidak memberitahu ini lalu menikahi Alissa, ketika suatu saat Nicholas mengingat semua, apa yang akan terjadi? Aska tidak dapat berpikir dengan jernih hingga ia memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Dia menunggu Nicholas menelepon untuk mengajak pergi ke pertemuan dengan salah satu kliennya hari ini. Sayangnya hingga hari menjelang siang tidak ada panggilan satupun yang masuk ke ponsel Aska. Pria itu hanya bisa menghela napas berat kemudian pulang ke rumah dengan menelan kecewa. "Kak malam ini jadi, kan?" Tepat jam 6 malam Laura menelponnya. "Jadi." Sebenarnya Aska sudah tidak ingin bertemu dengan Laura setelah Nicholas membentak dirinya. Namun, dia juga tidak ingin membuat Laura kecewa kalau tidak menepati janjinya. Dia melirik jam di tangan kemudian menyetir mobil menuju alamat yang La

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 61. Kemarahan Nicholas

    Esok hari, ketika Aska berjalan menuju mobil hendak ke kantor, ponsel di saku jasnya berdering. Ia hanya melirik dan mengabaikan. Jam sudah hampir pukul 7 pagi dan dia tidak ingin datang terlambat ke kantor. Begitu dia masuk mobil dia menyetel headset dan menghidupkan mesin mobil. "Halo!" Aska menyapa penelpon seraya fokus menatap jalanan. Ketika dia mendengar suara wanita dia langsung melirik nomor penelpon yang tidak diketahui namanya di layal ponselnya. "'Maaf ini siapa?" tanya Aska sambil terus menyetir. Suara penelpon adalah seorang wanita dan itu bukan Alissa. Penelpon menyebutkan nama dan itu membuat Aska terkejut sesaat. "Ya, Laura, ada apa?" "Kak, aku ingin bicara bisa? Terserah Kak Aska mau kita ketemuan dimana. Yang jelas aku ingin meminta tolong. Nanti aku cari alasan pada mama Melati." "Pagi ini tidak bisa, aku harus ke kantor." Terdengar helaan napas berat dari seberang sana. Kemudian beberapa saat Laura berkata, "Ya aku tahu, lain kali saja, bye!" "Eh tungg

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 60. Terpaksa.

    "Oh." Aska hanya mengatakan sepatah kata."Dulu aku naksir Kak Aska loh," ujar gadis itu lalu terkekeh pelan. Pipinya bersemu merah, malu dengan perkataannya yang tidak terkontrol itu."Terima kasih," ucap Aska dengan ekspresi datar. "Namamu Laura, kan? Kamu istrinya Tuan Niko, jadi aku tidak mau terlalu berbasa-basi. Takut beliau salah paham," ucap Aska kemudian."Baik saya panggilkan," ucap Laura seraya bangkit dari duduknya. Di dalam hati dia berpikir Aska tetap saja seperti dulu. Terlalu dingin dengan wanita. Laura jadi penasaran, kira-kira wanita seperti apa yang bisa membuat pria tersebut tertarik."Tunggu!" Laura menghentikan langkah dan menoleh. "Ada apa?" "Sejak kapan kamu menikah dengan Tuan Niko?"Laura mengerutkan kening, bingung kenapa Aska bertanya demikian, pun tidak tahu harus menjelaskan seperti apa."Sejak Niko sadar dari komanya. Dia yang selalu merawat Nicholas dengan telaten di luar negeri. Jadi kami sebagai orang tua berinisiatif menikahkan mereka." Melati ber

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 59. Penyelidikan Aska

    Alissa segera memasukkan sesuatu di tangan ke dalam laci meja tatkala melihat kedatangan Aska. Mereka kini sedang berada di sebuah universitas ternama di kota. Alissa kebetulan ditunjuk menjadi dosen pengganti dari sahabat Aska yang sedang berada di luar negeri. Dagangan gorengan Alissa sudah dipegang oleh orang lain termasuk di semua cabangnya. Semenjak ia melahirkan Nara, dia memutuskan untuk fokus pada bayinya. Aska melirik pada tangan Alissa lalu tersenyum tipis. "Makan yuk!" Alissa mengangguk lalu bangkit berdiri. Keduanya menuju kantin yang berada di perguruan tinggi tersebut. Setelah memesan makanan, mereka langsung menikmati santapan mereka. "Oh ya, Tuan Nicholas sepertinya hilang ingatan sampai sekarang," ujar Aska yang membuat tubuh Alissa terkesiap. Untuk beberapa saat tubuh wanita itu membeku. Buru-buru Alissa meneguk air putih dengan tangan sedikit gemetar. Aska meneliti raut wajah Alissa yang mendadak pucat. Mencoba mengamati ekspresi tersirat dari wajah calon istri

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 58. Bimbang

    "Ya kemarin." Alissa menghela napas, matanya terlihat menyimpan kepedihan."Kapan?" "Saat di restoran, ketika aku mengatakan restoran kehabisan pizza, padahal aku memang tidak ingin berada di dekatnya."Aska mengangguk lemah. Pantas saja Alissa menangis sampai wajahnya sembab, ternyata dia baru bertemu dengan Nicholas."Lupakan dia! Mari kita rencanakan pernikahan kita."Sekali lagi Aska mengangguk. Sayangnya di hati pria tampan ini mulai ragu untuk melanjutkan pernikahannya dengan Alissa. Bukannya tidak cinta, tetapi ia tidak ingin Alissa menyesal setelahnya. Begitu Alissa bertemu Nicholas, seharian penuh Alissa menangis dan bahkan mengabaikan Nara yang biasa menjadi titik pusat perhatiannya.Nara mendekat pada Aska dan duduk di pangkuannya. Ada rasa nyeri yang bergelayut dalam hati saat Aska memikirkan keputusan tentang pernikahannya bersama Alissa. Jika gagal, mungkin dia tidak akan sedekat ini lagi dengan Nara dan jika dia berhasil menjadi ayah sambungnya, apakah itu tandanya Ask

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 57. Tuan Nicholas Kembali

    Mata Aska mengerjap, dia tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Dia mengingat berapa kali dia sudah memohon pada Alissa, tetapi Alissa selalu menjawab dengan kata 'maaf.' Tidak dilanjutkan pun Aska paham dengan jawaban itu. Jadi, dia tidak ingin mengungkit lagi perihal lamaran karena akan membuat komunikasinya canggung bersama Alissa. Namun, sekarang Alissa malah membahas hal itu lagi. Apa dia tidak sedang bermimpi? "Mas Aska! Apa penawaran itu masih berlaku?" Alissa menatap lekat mata Aska. Dia berharap Aska tidak menyimpan rasa sakit di dalam hati setelah beberapa kali ditolak olehnya. "Apa kamu sudah bisa mencintaiku?" Alissa tersenyum getir. "Aku akan berusaha." Aska mengangguk. "Tidak apa-apa selama kamu mengambil keputusan tanpa adanya paksaan, aku tidak masalah. Mungkin suatu hari nanti perasaanmu padaku akan berubah seiring berjalannya waktu." "Jadi?" "Aku akan menikahimu." Senyuman tulus terpatri di bibir Aska. Senyuman yang menawan menambah kharisma pa

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 56. Keputusan Alissa

    Tiga tahun kemudian, seorang anak kecil berumur sekitar dua tahunan berlari-larian di taman. Dia berceloteh tidak jelas. Di sampingnya seorang pria menemani anak tersebut sambil mengajari anak kecil itu bicara. Kata dokter, anak tersebut memiliki keterbatasan lambat bisa. Di sisi lain pada sebuah kursi besi di taman, seorang wanita duduk termenung dengan bertopang dagu. Sesekali ia menatap kepada dua orang berlainan jenis dan berbeda usia itu. Wanita itu menitikkan air mata kala mengingat keadaan putri kecilnya. "Apakah ini hukuman Tuhan, kenapa ini dilimpahkan pada dia yang tidak tahu apa-apa? Ini salahku, seharusnya aku yang menanggung dosa masa laluku." Alissa mengusap air mata yang jatuh di pipi. Aska melambaikan tangan hingga Alissa menghentikan gerakan tangan di pipi dan mengangguk. Setelah berjalan dan sampai di sisi mereka, Aska menawarkan es krim di tangan. Alissa menerima lalu menyendok sambil melihat pergerakan putrinya. "Nara, duduk sini sayang! Jangan putar-putar

  • Dalam Dekapan Kakak Ipar    Bab 55. Pedagang Gorengan

    Alissa mengambil bungkusan dari tangan Aska. Tidak lupa dia mengucapkan terima kasih. "Pak Aska silahkan duduk, maaf aku tidak bisa membawamu masuk." Alissa menyeret kursi di teras rumah. "Tidak apa-apa, aku paham di rumah ini tidak ada orang lain lagi." Alissa mengangguk. Setelah melihat Aska duduk dia merogoh kunci dan membuka pintu rumah. Tidak lama kemudian wanita itu kembali dengan nampan berisi dua gelas minuman dan sepiring martabak. "Kenapa repot-repot?" "Tidak repot kok hanya minuman. Kuenya, kue yang pak Aska bawa. Kalau aku makan sendiri nggak akan habis. Jadi kita makan berdua saja." Aska mengangguk masih dengan senyuman manis. Alissa membalas senyuman Aska lalu menaruh gelas dan piring di atas meja. Ketika Alissa hendak duduk, Aska menyarankan agar wanita itu membersihkan diri terlebih dahulu. Alissa setuju, ia pergi dan mandi, setelah berganti pakaian ia kembali ke sisi Aska. "Dimakan, Pak!" "Kamu juga." Mereka berdua saling menatap dan rasa canggung mende

DMCA.com Protection Status