“Aku pulang naik taxi saja!” seru Haruna yang langsung balik badan.
Masih bisa mendengar ucapan Haruna barusan, Sopian bermaksud mengejar, tapi tiba-tiba terdengar ada suara memanggilnya, hingga langkahnya terhenti untuk mengejar Haruna yang sudah berlalu.
“Sopian!”
Suara itu, suara yang selalu dan masih terngiang di telinga Sopian. Suara yang masih mengisi di sebagian pikirannya dan belum ada yang menggantikan, apalagi menggesernya. Perlahan, kepala Sopian menoleh pada seseorang yang berjalan menghampirinya.
“Wik?” gumam Sopian dengan suara pelannya. Dia tak menyangka jika Wiwik yang sejak di restoran itu dia perhatikan sekarang sudah berdiri di hadapannya dengan senyum cerah seperti dulu.
“Kamu apa kabar?” tanya Wiwik menanyakan kabar Sopian karena memang sudah tak pernah bertemu sejak mereka putus dua tahun lalu.
“Kabarku baik. Kamu apa kabar juga? Sama siapa ke sini?” balik Sopian bertanya walaupun sudah tahu.
“Aku baik juga. Aku habis makan siang dengan Mas Franda,” sahut Wiwik lagi. Sopian hanya mengangguk, hingga sesosok pria datang menghampiri dari arah belakang Wiwik.
“Ada apa, Sayang?” tanya pria itu sambil meraih pinggang ramping Wiwik yang tak luput dari pandangan Sopian dan tiba-tiba merasa kesal.
“Gak apa-apa. Kenalin, Mas, ini Sopian. Dia temanku!” ucap Wiwik dengan entengnya.
“Saya Franda, tunangan Wiwik,” kata Franda tanpa menutupi apa pun.
“Sopian.”
Keduanya saling menjabat tangan dan tersenyum ramah, tapi dalam hati Sopian ada rasa kesal serta cemburu yang menggelayut di dadanya melihat Wiwik bersama pria yang tak lain adalah tunangannya.
“Sayang, ayo!” ajak Franda menatap Wiwik yang langsung mengangguk.
“Sopian, aku pergi dulu. Bye!” pamit Wiwik diangguki cepat oleh Sopian yang mendadak sedikit bicara. Mereka meninggalkan Sopian yang masih terpaku tanpa suara. Helaan nafas berat terus berhembus dari paru-parunya. Tak sadar, tangan kiri Sopian mengelus pelan dadanya.
“Mulut gue bilang sudah move on, tapi kenapa hati gue sakit, ya?” gumam Sopian pelan dengan mata masih menatap punggung Wiwik yang kian menjauh.
Berdiri macam orang hilang akal, Sopian akhirnya menyadari jika seseorang yang ada bersamanya tadi sudah tak ada. Menoleh kiri dan kanan serta memanggil di sekitar parkiran, Sopian tak mendapati keberadaan Haruna yang entah sudah di mana.
“Astagaaa, hilang lagi itu angsa cerewet!” keluh Sopian. Tangannya meraih handphone di balik saku celana, tapi mengingat handphone Haruna yang mati tentu dia tak akan bisa menjawab. Beralihlah Sopian menghubungi seseorang.
“Hallo, Dek!”
“Iya, Kak. Ada apa?”
“Ada Haruna gak di situ?”
“Kak Nana? Belum ada, tuh, tapi kalau Kak Mike ada sedang nonton bola di bawah sama Kak Aldy!”
“Oh, gitu. Ya sudah, deh!”
“Eits, tunggu. Ada apa dengan Kak Nana?”
“Bukan apa-apa, nanti saja ceritanya. Kakak otw ke rumahmu, ya. Mau dibeliin apa?”
“Telur ayam 1 kg!”
“Ya Allah, Dek. Seneng banget ngerjain Kakak. Tiap minggu disuruh beli telur terus. Memang dua telur Kak Aldy masih kurang cukup?”
“Ya sudah. Tak usah beli dan tak usah datang juga!”
“Wait, tidak bisa. Kak Pian bisa keriput kalau gak ngapelin Eneng tercinta. Ya sudah, Kakak otw sekarang.”
“Good!”
Tut. Sambungan telephone langsung diputus oleh Nisa dan membuat Sopian menggelengkan kepala sambil terkekeh. Menoleh sekitar untuk memastikan jika benar tak ada Haruna, Sopian akhirnya masuk ke dalam mobil melaju ke sebuah toko langganan tempatnya membeli telur.
****
Di sudut lain, Pupe sedang berada di ruang rawat ibunya yang masih belum siuman. Dia duduk di sebelah ibunya dan menatap sendu. Belum lega rasanya jika sang ibu tak kunjung membuka mata, hingga tak berapa lama mata sang ibu akhirnya terbuka perlahan.
“Nak!” panggil sang ibu parau. Penuh binar, Pupe tersenyum melihat mata sang ibu terbuka menatapnya. Tak ayal, mata Pupe berkaca karena bahagia serta sesak yang ada di dada telah terurai.
“Alhamdulillah, akhirnya Ibu sadar!” ucap Pupe mengucap syukur dan mencium punggung tangan sang ibu.
“Pupe panggil dokter dulu, ya, Bu!” pamit Pupe yang langsung bergegas memanggil dokter karena ibunya telah sadar.
Tak berapa lama, dokter beserta perawat akhirnya datang dan melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Tak butuh waktu lama karena dokter mengatakan kalau kondisi ibunya stabil dan tak ada yang perlu dicemaskan. Tak henti-hentinya Pupe mengucap syukur kepada Allah dan berharap ibunya segera pulih dan kembali pulang.
“Alhamdulillah. Kata dokter ibu akan segera pulih dan kita bisa segera pulang!” seru Pupe menggenggam tangan ibunya yang mulai keriput.
“Alhamdulillah. Wajahmu pucat, Nak!” ucap sang ibu pelan.
“Tidak apa-apa, Bu. Pupe cuma kurang tidur saja, kok, tidur bentar juga baikan!” sahutnya menenangkan.
Lusiana, itu adalah nama ibu kandung Pupe. Usianya sudah 50 tahun. Pupe adalah anak satu-satunya dari pernikahannya dengan Farhan yang telah meninggal lima tahun lalu karena stroke. Sejak saat itu, Pupe hanya tinggal bersama ibunya dan setahun terakhir pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dengan harapan mendapat gaji lebih besar. Namun, ternyata hidup di Jakarta lebih sulit dan mahal dengan gajinya yang hanya penjaga toko.
Keadaan Pupe semakin terpuruk ketika mengetahui jika ibunya memiliki penyakit jantung dan harus segera dioperasi. Ada pun biaya operasi sangatlah mahal, hingga akhirnya Pupe mengambil keputusan terakhir dalam hidupnya.
“Nak, Ibu boleh tanya sesuatu?” tanya Lusi menatap lembut anaknya.
“Boleh dong, Bu. Ibu boleh tanya apa pun dan pasti akan Pupe jawab!” sahut Pupe megulas senyum sambil mengelus tangan Lusi.
“Kamu dapat uang dari mana untuk bayar oprasi Ibu?” kata Lusi yang sudah pasti penasaran dari mana anaknya memiliki uang.
‘Degg’
Pupe terhenyak kaget. Dia tak menyangka jika ibunya akan bertanya hal tersebut secepat ini. Matanya mendadak bergerak gelisah, tapi Lusi terus menatapnya bingung.
“Nak, ada apa?” kata Lusi lagi.
“Hmm, anu, Bu. Pupe ... hmmm ... Pupe ke toilet bentar, ya. Sudah di ujung!” ucap Pupe yang langsung bangun dari duduknya, meninggalkan Lusi yang menatap bingung.
“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, Nak!” gumam Lusi melihat punggung Pupe yang hilang di balik pintu dan perlahan menutup.
Pupe jalan tergesa menuju toilet. Tidak, dia tidak kebelet, tapi hanya itu alasan sebagai caranya menghindar dari pertanyaan Lusi yang begitu cepat mengenai biaya pengobatannya yang tak cukup dengan uang 5 juta seperti yang mereka miliki dari uang simpanan.
“Aku harus bilang apa sama Ibu?” gumam Pupe bersandar di depan toilet.
Beberapa orang berlalu lalang melewati Pupe yang masih memikirkan alasan apa untuk diberikan pada ibunya serta masuk akal. Tak mungkin dia mengatakan kalau dia menjual keperawanannya pada seorang pria asing yang ditemuinya di taman. Setelah 10 menit berlalu, Pupe akhirnya melangkahkan kaki kembali ke ruang rawat ibunya. Terdengar suara orang berbincang dari dalam.
“Siapa yang sedang berbicara dengan Ibu?”
Berdiri menatap pintu yang tertutup, Pupe melangkah mendekat dan menyentuh gagang pintu, lalu didorongnya perlahan.‘Ceklek’Pintu terbuka dan membuat orang yang ada di dalam ruangan menoleh pada arah di mana Pupe berdiri dengan tangan kiri masih memegang gagang pintu.
‘Plak’Sebuah raket nyamuk kembali mendarat di lengan Sopian yang menjerit kaget karena tersengat.
“Pak Mike!” gumam Pupe ketika bertemu pandang dengan Mike yang tersenyum melihatnya di dekat pintu. Tersenyum manis, Nisa menghampiri Pupe yang terkejut melihat kedatangan mereka dan menatap secara bergantian serta terkesiap ketika Nisa sudah berada di hadapannya.“Dengan Kak Pupe?”
Di kediaman Aldy, Sopian sedang disibukkan mengurus dua tuyul yang serba ribet karena akan diajak jalan-jalan olehnya ke taman bermain. Selain itu, Aldo juga meminta Sopian untuk mengantarkannya ke toko buku karena ingin membeli komik Naruto kesukaannya serta Lissa yang meminta dibelikan boneka barbie model terbaru. Merasa senang walaupun kewalahan, Sopian mempunyai ide cemerlang untuk meminta bantuan pada Haruna untuk menemaninya.
Kedua mata Lusi yang baru beberapa menit terjaga, membulat sempurna mendengar kalimat Nisa yang meluncur bagai kran bocor. Lusi menatap Pupe yang kini menggaruk kepalanya bingung.“Nak, apa maksud dari yang dia katakan?” tanya Lusi menuntut penjelasan pada Pupe yang salah tingkah.
Haruna yang sedang mengunyah cireng, tiba-tiba menghentikan kunyahannya. Matanya menatap ke depan di mana Aldo dan Lissa sedang bermain ayunan sambil tertawa senang. Namun, berbeda dengan dirinya kini yang entah sejak kapan selalu merasa sakit setiap Sopian membicarakan wanita itu. Wanita yang sudah menjadi mantannya kini. Mata Haruna perlahan memanas, dia mendongakkan kepalanya menatap langit yang sedikit mendung, dan berangin serta menerpa wajahnya.
Sekitar jam 4 sore, Sopian bersama anggota keluarga cemara akhirnya pulang setelah mampir ke toko buku sebentar membeli komik kesukaan Aldo serta boneka barbie dan perlengkapannya untuk menambah koleksi mainan Lissa. Tak lupa juga, Haruna pun membeli beberapa kotak pizza untuk dibawa pulang.
Di sudut lain ibu kota, seorang wanita cantik berambut panjang tengah memasuki sebuah rumah yang berhalaman cukup luas. Tak ragu dia membuka daun pintu tanpa mengucap salam dan langsung menuju ruang tengah di mana seorang wanita paruh baya sedang duduk sambil menonton tv. Mata wanita itu menoleh melihat kedatangannya. Tak ada sapaan manis atau sejenisnya dan justru biasa saja.
Enam bulan sudah berlalu. Rumah tangga Mike dan Sopian terlihat bahagia dan harmonis. Tiap akhir pekan, mereka masih melanjutkan kebiasaan lama untuk berkumpul dan berhubung semua sudah menikah, maka acara kumpul saat akhir pekan dilakukan bergantian dari rumah ke rumah. Kondisi perusahaan juga berjalan lancar dan terdengar kabar jika tangan kanan Mike, Jovan, sedang jatuh cinta pada seorang gadis dengan kondisi ekonomi tak jauh berbeda dengan Pupe. Mengetahui hal itu, Mike tentu sangat mendukung Jovan untuk mendepatkan pujaan hatinya dan tak memperdulikan status sosial gadis tersebut. Mendapat dukungan penuh dari Mike yang sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri, tentu membuat hati Jovan menjadi lebih semangat untuk mendapatkannya.“Namanya siapa, Jo?” tanya Mike sambil menutup koran yang baru saja dibaca. Matanya menatap wajah Jovan yang tengah mengulas senyum. Senyum pria yang sedang kasmaran dan mengingatkan akan dirinya saat baru mengenal Pupe.“
“SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA, HARUNA SETIAWAN BINTI REYHAN SETIAWAN DENGAN MAS KAWIN SEPERANGKAT ALAT SHOLAT DIBAYAR TUNAI.”“Bagaimana para saksi?” tanya penghulu sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.“SAH!” jawab semua yang hadir.“Alhamdulillah,” ucap lega semua yang hadir.Penghulu membaca untaian doa bagi kedua pengantin dan diaminkan oleh semua yang hadir. Proses ijab qobul berjalan penuh hikmat dihadiri oleh keluarga besar Setiawan dan Sopian serta kerabat juga kolega. Acara diselenggarakan di salah satu hotel milik Setiawan yang ada di Bandung dan berbeda dengan hotel tempat Mike saat menikah. Namun, resepsi tetap mengusung Garden Party seperti biasanya dan didominasi warna putih. Senyum kelegaan terlihat begitu jelas di wajah kedua mempelai. Tanpa ragu, Haruna mencium punggung tangan kanan Sopian dan dibalas kecupan di kening diiringi doa yang Sopian lafalkan dalam hati. Setelah itu, kedu
Dua minggu sudah berlalu, Mike dan Pupe sudah kembali dari Bali. Rencanan bulan madu ke Eropa terpaksa diurungkan untuk sementara karena Pupe yang ingin ke negara bersalju, sedangkan saat ini Eropa sedang musim panas dan pasti sangat terik. Lusiana memutuskna untuk tinggal bersama Pupe di kediaman Mike dan tak mungkin juga Pupe tega meninggalkan ibunya sendiri di rumah sederhana, sedangkan dia hidup di rumah mewah. Keputusan Lusi membuat Mike sangat bahagia karena bisa berkumpul dan tak cemas.Berita Haruna dan Sopian yang sudah mengutarakan perasaan masing-masing mendapat sambutan heboh di keluarga, terutama Nisa yang langsung menyiram air bekas cucian mobil ke tubuh Sopian yang baru datang sebagai luapan rasa bahagia, agar membuang sial yang selama ini melekat pada Sopian.“Merasa kotor aku, Dek!” oech Sopian yang sudah basah kuyup dan ditertawakan oleh Lissa dan Aldo yang ikut menyiram dengan kran yang menyala.Tak ayal, Sopian beserta dua tuyul m
Viona tengah bersiap untuk pulang karena jam dinding sebentar lagi menunjukkan pukul 4 sore. Semua berkas telah dia selesaikan tepat waktu dan tersusun rapi di rak susun yang ada di sebelah kiri komputer serta telah mati. Dia memeriksa semua kelengkapan barang dan memasukkannya ke dalam tas berwarna hitam hingga tak lama berselang terdengar bunyi bel. Saat dia akan beranjak dari duduknya, tiba-tiba terdengar sebuah notif pesan dan terpaksa duduk kembali untuk mengecek siapa gerangan yang mengirimkan pesan. Diraihnya handphone berwarna pink miliknya dan terperangah mendapati siapa yang mengirimkan pesan.“Idrus?” gumamnya pelan dengan kening berkerut.Dia membaca isi pesan dengan saksama serta berulang untuk memastikan jika dia tak salah membaca. Kedua alisnya mengkerut seolah tak percaya setelah membaca pesan itu yang tentu tak diduganya.“Untuk apa dia ingin bertemu denganku? Apa karena Mama yang pinta?” tebak Viona menduga motif Idrus y
Di sebuah kamar nan luas, sepasang pengantin baru terlihat selesai mandi siang bersama karena kegiatannya mencicil projek Eduro yang sudah dirancang agar tercapai dalam waktu tiga bulan sesuai kesepakatan keduanya. Tidak, lebih tepatnya pihak pria yang ingin penerus Eduro segera lahir. Demi tercapainya projek tersebut, pria yang tak lain adalah Mike selalu meminta pada Pupe untuk mencicil hampir tiap hari dan membuatnya kelelahan karena menuruti keinginannya tersebut. Seperti sekarang ini, setelah selesai mandi siang, Mike membiarkan Pupe untuk kembali tidur setelah menyantap makan siangnya. Tubuhnya terasa letih karena hampir setiap hari, Mike mengajaknya untuk menjalankan ritual patungan. Melihat Pupe yang dengan cepat terlelap, Mike hanya tersenyum dan tak mengganggunya.Langkahnya pelan menuju kolam renang yang menyatu dengan kamar tidur dan hanya tersekat oleh kaca jendela besar. Dari luar, Mike tetap bisa melihat Pupe yang tengah tertidur dengan selimut yang menut
Sejam sudah berlalu dan sesi curhat Sopian pada Aldy sudah selesai serta tinggallah dia sendiri karena Aldy ada jadwal meeting. Wajahnya terlihat sumringah karena setelah menjelaskan panjang lebar dan sempat debat alot, akhirnya Aldy percaya dengan ucapannya mengenai kehamilan Wiwik. Tak lupa pula, Sopian menujukkan pada Aldy bukti chat antara dia dan Wiwik yang tentu membuat hati Aldy lega karena kebenaran telah terungkap serta hati Haruna yang terluka akan segera terobati jika tahu kebenarannya. Mengantongi restu dari Aldy tentu membuat Sopian tak sabar bertemu Haruna dan harus menunggu sejam lagi menuju jam pulang.Di dalam ruangan, Sopian menghilangkan rasa jenuhnya melihat jajaran buku yang tersusun rapi dan berkaitan dengan buku bisnis yang tentu sedikit diketahui oleh Sopian yang berprofesi sebagai dokter gigi. Sambil membaca sekilas, tiba-tiba terdengar pintu yang dibuka dan sontak membuat Sopian menoleh dan mendapati jika Haruna yang membuka pintu.&l
Sopian menghentikan laju langkahnya. Sosok Aldy tiba-tiba muncul tak diundang dan entah dari mana datangnya. Aldy menatap penuh selidik pada Sopian yang cengengesan seperti orang gila.“Eh, ada Kak Aldy!” ucap Sopian berbasa basi.“Mau ke mana lo?” tanya Aldy mengulangi pertanyaannya.“Mau ke situ, Kak!” jawab Sopian cepat.Kepala Aldy menatap arah telunjuk Sopian dan mengarah pada pintu ruangan Haruna yang tertutup. Tatapan Aldy kembali pada Sopian yang tengah tersenyum dan memamerkan giginya yang putih.“Ada urusan apa?” tembak Aldy tak mau basa-basi.“Ngapel, Kak. Kangen aku sama Haruna,” sahut Sopian tak tahu malu dan membuat Aldy melotot.‘Plak’Sebuah pukulan mendarat dengan sempurna di kepala Sopian yang membuatnya kaget. Aldy langsung meraih kerah kemeja Sopian dan menyeretnya masuk ke ruangan yang bersebelahan dengan Haruna karena menjabat
Seminggu sudah berlalu sejak pernikahan Mike dan Pupe diselenggarakan. Sebagai pemilik Eduro Group, Mike sesuka hati meliburkan diri dan tak datang ke kantor serta menyerahkan bebannya pada Jovan. Kondisi di perusahaan bejalan sebagaimana mestinya, kecuali Viona yang terlihat malas dan tak bergairah. Selain itu, Mike juga meminta Jovan untuk mengawasi gerak-gerik Viona selama di perusahaan yang tentu dituruti olehnya.Saat ini, Viona sedang sibuk dengan berkas yang menumpuk di mejanya. Sejak pernikahan Mike, pikiran dia menjadi tak fokus dan memikirkan ucapan ibunya pula untuk kembali pada mantan suami. Hal itu terus terngiang di pikirannya berulang-ulang.“Bisa saja aku kembali pada Idrus, tapi aku masih penasaran dengan Mike dan aku ingin memilikinya. Sial!” gumam Viona sambil memijat pelipisnya yang sakit sejak beberapa hari lalu dan tak kunjung reda.Di tengah kegundahannya, sebuah ketukan di pintu terdengar, hingga tak berapa lama Fina muncul sa
Wiwik sedang duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Sesekali tangannya meraih kacang goreng dan memasukkannya ke mulut. Di meja tergeletak handphone miliknya yang sudah beberapa kali berdering dan dia abaikan. Dari arah dapur, Mbak Ijah datang sambil membawa nampan berisi segelas susu hangat yang tak lain adalah susu hamil. Ya, Mbak Ijah sudah tahu jika majikannya tersebut tengah hamil muda. Diletakkannya gelas itu ke meja yang hanya dilirik oleh Wiwik karena begitu fokus menatap layar tv dan menayangkan film “Azab”.“Judul itu bukannya sudah pernah diputar, Neng?” tanya Mbak Ijah yang duduk di samping Wiwik.“Mbak sudah nonton?” kata Wiwik balik bertanya.“Sudah. Nanti suaminya mati itu kesamber gledek dan nyungseb di sawah!” sahut Mbak Ijeh yang masih mengingat jalan cerita.“Hafal mati, ya, Mbak?” timpal Wiwik.“Hahaha ... hafal dong. Apalagi yang tayang sore hari dan lagunya d