Akhir-akhir ini Ashiqa merasa tidak nyaman berada di rumah, ada-ada saja celetukan atau perkataan ibu mertuanya yang membuat panas telinganya. Kareena pun sebelas dua belas dengan ibunya yang ikutan nyinyir segala cara berpakaian Ashiqa dikomentari oleh iparnya yang seorang model. Pakaian yang kampungan lah atau yang norak dan gak modis. Ashiqa berusaha sekuat tenaga mengabaikan mereka dan tetap fokus pada kuliahnya.
Tugas kuliah Ashiqa mulai padat, banyak hal yang harus diselesaikannya dalam minggu ini. Seperti malam ini, Rama pulang hampir larut malam dan mendapati istrinya tengah tertidur di sofa dengan laptop yang sudah mati dan buku-buku yang masih terbuka lebar. Rama melepas jasnya dan memandangi istrinya yang tampak kelelahan. Rama mengecup kepala Ashiqa dan mengangkat tubuh mungil itu ke tempat tidur. Ashiqa menggeliat dan memeluk lengan suaminya dengan erat.
“Tidak … jangan pergi, jangan pergi.” Ashiqa mengigau dalam mimpinya. Rama pun tak jadi beranjak dari tempat tidur dan membiarkan Ashiqa tetap memeluk lengannya.
“Ayah, jangan pukuli dia Yah, jangaaan …,” kembali Ashiqa meracau dalam tidurnya dan membuat dahi Rama berkerut. Dia yakin jika Ashiqa tengah bermimpi buruk.
“Sayang, bangun, ayo bangun Sayang.” Rama menepuk lembut pipi istrinya dan mengguncang bahu Ashiqa dengan pelan. Peluh mulai bermunculan di dahi Ashiqa dan perempuan itu mulai gelisah.
“Shiqa, bangun Sayang.” Rama mencoba lebih keras lagi membangunkan istrinya.
“Tidaak…!” Ashiqa terbangun dan menatap Rama dengan ketakutan, mimpinya membuat dia menangis, dia melihat Arkhana dipukuli lagi oleh ayahnya.
“Sayang, kau bermimpi buruk?” Rama mengelap peluh di dahi Ashiqa,
“Tenanglah Sayang, tidak terjadi apa-apa, aku ada bersamamu. Kau haus?” tanya Rama dengan lembut.
Ashiqa hanya mengangguk pelan, Rama meninggalkannya sebentar untuk mengambil air minum di kulkas mini mereka di sudut kamar.
“Terima kasih.” Satu gelas air sejuk itu ditenggak habis oleh Ashiqa.
“Rama, apa aku mengatakan sesuatu tadi, atau menyebut nama seseorang?” tanya Ashiqa ragu, dia takut jika tanpa sengaja menyebut nama Arkhana mantan kekasihnya di depan suaminya.
“Tidak Sayang, kau tidak mengatakan apa-apa, kau hanya sedikit gelisah saja.” Rama menutupi kejadian barusan agar istrinya tidak kepikiran lagi.
“Maaf aku ketiduran dan tidak menyambutmu pulang.” Ashiqa merasa sedikit bersalah.
“Tidak apa, itu bukan masalah. Jika kau kelelahan istirahatlah lebih cepat.”
“Aku sudah tidak mengantuk lagi, apa kau ingin makan atau apa gitu?” tanya Ashiqa yang turun dari tempat tidur dan merapikan buku-bukunya di meja.
“Aku sudah makan malam dengan klien, aku hanya ingin mandi air hangat saja. Jika kau tidak keberatan apa kau bisa menyiapkannya untukku, tolong?” Rama membuka dasi dan kemejanya. Ashiqa mengangguk dan menuju kamar mandi untuk menyiapkan air mandi yang dibutuhkan suaminya.
Ashiqa mengisi bathup dengan air hangat namun pikirannya melayang-layang, dia masih teringat dengan mimpi buruknya tadi, tanpa disadarinya air di bathup sudah penuh dan tumpah membanjiri lantai. Rama masuk hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya.
“Kau sedang memikirkan apa Sayang ? airnya sudah penuh.” Rama memeluk istrinya dari belakang dan berbisik lembut. Ashiqa sedikit tersentak kaget terlebih saat dagu Rama menyentuh bahunya yang terbuka karena kimono yang dia kenakan tengah melorot memperlihatkan bahu kanannya.
“Apa kau ingin menemaniku di dalam bath up?” Rama mencium lembut pipi Ashiqa. Istrinya hanya diam saja dan membuat Rama tersenyum.
“Sayang, diamnya perempuan itu tanda ‘iya’ lho.”
Wajah Ashiqa bersemu merah sambil menahan senyum malu-malu.
Hari ini Ashiqa hendak pergi bersama Terryn menghadiri pesta pertunangan salah satu teman mereka di kampus. Ashiqa sudah bersiap dengan dandanan yang cantik, kali ini dia memakai satu set perhiasan yang diberikan Rama sebagai mahar pernikahannya. Penampilan Ashiqa sungguh cantik sempurna, terlebih Rama pun sudah memberikan ijin kepadanya untuk pergi bersama Terryn.
“Waaah … wah … wah … Nyonya Besar mau kemana ini ? cantik sekali.” Tegur ibu mertuanya di ruang tengah bersama Kareena.
“Bu, lihat perhiasan yang dipakai Ashiqa, cantik sekali Bu, bahkan kita tidak pernah punya perhiasan sebagus itu.” Bisik Kareena yang terpukau dengan perhiasan Ashiqa.
“Heh … gembel! Ngapain kamu pake perhiasan satu set segala gitu ? mau pamer kamu hah?” ibu Rukmini tampaknya merencanakan sesuatu kepada Ashiqa.
“Saya mau pergi ke pesta pertunangan teman saya Bu, dan saya kira ini wajar saya pakai dan tidak berlebihan.” Ashiqa mulai merasakan hal yang tidak enak.
“Gak pantas kamu pakai itu, nanti malah kamu jual lagi. Sini perhiasannya biar aku simpan!” ibu Rukmini menaikkan tangannya untuk melepas perhiasan Ashiqa dan ditepis oleh Ashiqa.
“Maaf Bu yaa, ini perhiasan milik saya, karena ini mahar pernikahan saya. Saya berhak memakai dan menyimpannya sendiri.” Ahshiqa dengan sikap tegas menolak permintaan ibu mertuanya yang tidak masuk akal itu.
“Eeeh … ngelawan kamu yaa ? kurang ajar banget kamu!” Kareena mendekati Ashiqa dan hendak menamparnya tapi dengan sigap dia menangkap lengan Kareena dan mendorongnya.
Di saat yang sama Rama muncul dari atas dan melihat kejadian itu.
“Ramaaa … apa salah Ibu sama kamu Nak ? istrimu menuduh Ibu ingin mencuri perhiasan miliknya karena Ibu menegurnya karena perhiasannya yang berlebihan, lihat dia memukul Kareena juga.”
Ibu Rukmini melancarkan akting terbaiknya sambil menangis tersedu-sedu, Kareena pun terlihat seakan sangat kesakitan.
“Ramaaa … Ibu sayang sama kamu Nak, Ibu juga sayang sama Ashiqa, tapi kenapa sikap istrimu begitu kurang ajar sama Ibu ? Ibu sedih Naaak .…”
“Apa ? Ibu bilang apa ? berani-beraninya Ibu memutarbalikkan fakta ! justru Ibu yang hendak mengambil paksa perhiasanku ini!” nada suara Ashiqa meninggi karena emosi. Dia muak dengan akting ibu mertua dan iparnya itu.
“Berikan yang mereka mau Ashiqa.” pinta Rama dengan suara datar yang membuat Ashiqa terkejut.
“Sudah lah Nak, jangan hiraukan Ibumu ini, kami memang tidak pantas ada di sini.” Ibu Rukmini kembali tersedu-sedu.
“Ibu jangan pura-pura begitu yaa! Jelas-jelas tadi Ibu yang…,”
“Ashiqa cukup. Pelankan suaramu di depan ibu. Tunjukkan rasa hormatmu pada orang tua.” Dengan tegas Rama mengingatkan Ashiqa yang semakin membuat Ashiqa meradang. baru kali ini Rama membentaknya dengan keras.
“Berikan perhiasanmu itu pada ibu.”
Ashiqa tidak membantah lagi, dengan tatapan geram dia menatap Rama sambil melepas kalung, gelang, cincin dan giwang berlian yang dia pakai lalu menyerahkannya kepada ibu Rukmini.
“Itu adalah mahar milikku Rama.” Ashiqa berlalu dari hadapan Rama dengan dada bergemuruh. Dia tetap pergi bersama Terryn meski penampilannya sudah tidak lengkap lagi. Rama hanya menatap ibunya dengan penuh permohonan.
“Tolong jangan ganggu Ashiqa lagi Bu, ku mohon.”
Rama pun ikut berlalu dari kedua orang itu menuju mobil yang akan membawanya ke kantor. Rama menawarkan untuk mengantar Ashiqa tetapi istrinya terlebih dulu keluar menunggu taksi yang akan menjemputnya.
Air mata Ashiqa meleleh baru kali ini dia merasa terluka oleh Rama yang mampu menghardiknya dengan suara sekeras itu di depan ibu mertua dan iparnya. Rasanya dia ingin segera pulang kembali ke rumahnya dimana ayah dan ibunya tidak pernah memperlakukannya dengan kasar dan merendahkannya. Sepanjang jalannya acara Ashiqa lebih banyak diam bahkan dia tidak banyak menyahuti obrolan Terryn sahabatnya.
"Yin, sorry kayaknya aku gak enak badan deeh, aku pulang lebih awal yaa?"
"Ouh ok, kamu sudah pesan taksi?" tanya Terryn dengan nada khawatir.
Ashiqa hanya mengangguk, dia hampir saja keceplosan mengatakan jika ada Wisnu asisten pribadi suaminya yang datang menjemputnya. Dia belum menceritakan pada Terryn sahabatnya jika dia sudah menikah muda dengan seorang duda kaya raya. Mantan duda yang sekarang ini membuatnya jadi tidak semangat dan ceria.
Ashiqa masuk ke dalam rumah dengan perasaan gundah, andai saja dia bisa pulang saja ke rumah orang tuanya. Sungguh dia tidak tahan lagi dengan perlakuan ibu mertua dan iparnya itu yang selalu mengatainya gembel dan merendahkannya. Ashiqa baru saja melepas heelsnya ketika dia mendengar ibu Rukmini dan Kareena berbincang sambil tertawa.
“Rama itu memang beg* Bu, mau aja nurutin kemauan Ibu, lagian Ibu itu harusnya main sinetron, akting Ibu bagus banget, ha ha ha ha …,” Kareena tertawa terbahak-bahak diikuti tawa ibu Rukmini yang tak kalah kerasnya.
“Lain kali kita harus susun rencana Bu, si gembel Ashiqa itu harus keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya. Kalau perlu kita buat mereka berpisah selamanya, nanti harta Rama jatuh semua lagi ke tangan Ashiqa dan kita tidak dapat apa-apa.” Ujar Kareena lagi lebih serius.
“Anak bodoh itu memang tidak bisa memilih pasangan dengan benar, ku kira cukup si gembel penyakitan Kania saja yang dibawa pulang ke rumah, untung dia udah cepat mati. Padahal banyak gadis yang Ibu tunjukkan gak ada yang disetujui Rama, ini malah bawa bocah ingusan jadi istri. Dasar anak bodoh!” kata-kata yang diucapkan ibu Rukmini semakin membuat darah Ashiqa mendidih. Ingin rasanya dia berkata lebih kasar lagi pada kedua perempuan itu tapi pasti Rama tidak akan berpihak padanya.
Ashiqa memutar langkahnya dia tidak jadi masuk lewat pintu depan, dia berbalik dan memutar untuk mencapai pintu belakang. Sesaat matanya memandangi rumah megah ini. Rumah mewah yang yang tak akan pernah jadi surga baginya dengan kelakuan ibu mertua dan iparnya. Ashiqa sangat kecewa dengan sikap Rama, langkahnya gontai dan akhirnya dia memutuskan sesuatu. Sebelum dia terusir dengan segala fitnah yang dibuat ibu Rukmini dan Kareena Ashiqa lebih baik keluar dari rumah ini terlebih dahulu.
Bayangan Rama yang selama ini baik dan lembut pudar hanya dalam sekejap. Tadinya dia berpikir bisa bersandar pada Rama dalam segala hal, dia percaya Rama akan menjadi pelindungnya. Sikapnya yang tidak adil itu membuat Ashiqa tidak percaya lagi pada Rama. Kesedihan ini membuatnya merindukan ayah dan ibunya. Baru kali ini Ashiqa benar-benar merasa sangat sendirian.
Ashiqa masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kopernya. Dia sudah berniat uuntuk meninggalkan rumah ini. Rama yang merasa tidak enak pada Ashiqa merasa tidak tenang dan kembali ke rumah. Rama menghela napas berat ketika mendapat Ashiqa tengah mengumpulkan bajunya dan memasukkannya ke koper.“Dengar Ashiqa, aku minta maaf atas sikapku tadi yang sudah bersuara keras padamu tadi.”Ashiqa hanya memandangi wajah Rama sejenak dengan tatapan tajam kemudian kembali berpaling pada baju-bajunya yang sudah selesai dia berpindah ke kopernya.“Kau tahu aku tidak bersalah, ibumu hanya pura-pura Rama juga adikmu itu! Kau tahu di depanmu mereka bertingkah seakan sangat sayang dan hormat padamu tapi di belakangmu mereka menjelek-jelekkanmu dan berniat tidak baik kepadamu!” Ashiqa masih tersulut emosi dia berkata-kata sambil mengacungkan tangannya menunjuk ke arah pintu.“Ini yang ka
“Yaaah … dia bengong … hey Chika. Aku tanya kamu bahagia gak sama suami kamu ini ?” tanya Terryn lagi. Ashiqa hanya mengangguk sambil mengingat-ingat kembali momen romantic mereka.“Aku mungkin perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini Yin.”Ingatan Ashiqa terlempar jauh ke belakang saat malam pertamanya dengan Rama, dia memarahi Rama dengan menyebutnya Datuk Maringgih, saat itu Rama hanya tertawa mendengar omelan Ashiqa. Saat di resort waktu Ashiqa nyaris tenggelam seperti anggota Baywatch Rama melompat masuk ke dalam kolam renang menyelamatkan dirinya. Peristiwa yang paling heroik dan mengesankan, momen itu mereka dekat sekali secara fisik karena Rama menggendong Ashiqa kembali ke kamar hotel mereka. Yang paling fantastis adalah makan malam mereka di sebuah kapal yacht milik Rama dan menikmati malam indah kembang api.“Wooyy … udah melamunnya. Kata orang siih ujian
Malam ini Ashiqa tidak bisa memejamkan matanya, sudah berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya. Seperti ada yang kurang dan tidak nyaman padahal semuanya sama saja seperti biasanya. Pikirannya tertuju sosok laki-laki yang seharusnya ada di sampingnya saat ini, Ashiqa ingin menghirup lagi aroma parfumnya, mendengar suaranya dan hangat pelukannya.‘Apa ini yang dinamakan rindu yaa?’ keluh Ashiqa dalam hati. Dia menatap ponselnya, suaminya belum juga menelponnya kecuali saat Rama baru saja tiba di hotel tempat dia menginap.Tok … tok … tok …Suara ketukan di pintu kamarnya membuat pikiran Ashiqa tentang Rama memudar seketika.“Siapa?” tanya Ashiqa sambil turun dari tempat tidurnya.Ketukan itu terdengar lagi dan membuat Ashiqa semakin bergegas menuju pintu dan membukanya.“Bi Sri ? ada perlu apa malam-malam begini?” Ashiqa cukup heran asisten rumah tangganya menemuinya di malam yang hampir larut.“Nyonya besok ke kampus gak?” tanya Bi Sri agak ragu-ragu dan bersuara pelan. Dia menoleh
Ashiqa membeliak dengan sangat terkejut, perintah Kareena sangat jelas agar laki-laki itu berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya. Ashiqa masih meronta dengan sekuat tenaga dalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalinya itu.“Hentikan! Jangan kurang ajar kalian!!” bentak Ashiqa yang semakin berusaha menghentikan kegilaan ipar dan ibu mertuanya yang hanya berdiri dengan santai menikmati “pertunjukan” di atas tangga menuju kamar Ashiqa.“Apa kalian tidak takut dengan Rama? Dia tidak akan diam saja dengan perbuatan kalian!” ancam Ashiqa lagi. Dia merasakan tenaganya mulai berkurang dan tidak dapat lagi melakukan perlawanan pada laki-laki yang bernama Jack itu.“Yang Rama tahu nanti adalah, kamu kedapatan sedang berselingkuh dengan laki-laki ini dan laki-laki ini kabur begitu saja setelah kedapatan berbuat mesum bersama kamu di kamar tidur Rama. Selama ini Rama mendengarkan kata-kataku jadi tidak sulit untuk meyakinkan dia kalau kamu itu hanya ingin hartanya dia saja dan punya pria idama
“Bagaimana dengan ibu dan Kareena,Rama?” Ashiqa berusaha untuk duduk dan segera Rama membantunya dan memberi bantal di belakang punggungnya.“Tidak usah membahas mereka tidak ada lagi toleransi bagi mereka di rumah ini.” sahut Rama dengan acuh. Rautnya wajahnya terlihat sedih bercampur marah.“Aku akan meminta bi Sri membawakan makan malam untukmu.”“Tapi mereka akan tinggal di mana Rama?”Rama menatap Ashiqa sambil menghela napas.“Sayang, mereka punya rumah sendiri dan dua apartemen. Mereka tidak akan kesulitan menemukan tempat bernaung. Meski tunjangan dariku sudah ku hentikan tapi kontrak kerja Kareena masih panjang dan cukup untuk mereka. Yaa asal mereka tahu diri dalam menggunakan uang mereka.”Ashiqa terdiam dan tidak menanyakan hal itu lagi , dia menyibak selimutnya karena harus ke kamar mandi. Nyeri di sekujur tubuhnya dan pergelangan kakinya membuat gerakannya agak lambat.“Kau mau kemana?” tanya Rama mengulurkan tangannya kepada Ashiqa.“Aku hanya ingin ke kamar mandi saja,
“Udaah aah … gak perlu tahu detailnya bagaimana yang penting aku baik-baik saja dan pernikahanku masih aman. Aku minta kamu ke sini buat temenin makan bukan temenin puyeng.” Ashiqa mencubit pipi sahabatnya itu dengan gemas.“Kabar Kak Deva dan kak Aluna bagaimana ?”tanya Ashiqa untuk mengalihkan pikiran Terryn.“Masih seperti biasa teriakin aku babu kumal gitu, kak Aluna makin sibuk aja maklum dia kan kuliah di kedokteran.”Bi Sri keluar membawa cemilan dan kue-kue lainnya untuk Terryn juga minuman hangat.“Chik, kamu tahu gak kalau Arkhana itu ada di kota ini juga?” tanya Terryn hati-hati sambil mengangkat cangkir minumannya dan menyesapnya.Ashiqa berhenti mengunyah, mendengar nama itu disebut masih menyisakan dentuman di dadanya. Susah payah akhirnya makanan itu lewat dari tenggorokan Ashiqa.“Kenapa kamu bisa tahu ada Arkhana juga di kota ini Yin?” Ashiqa pura-pura tidak tahu dan ingin mendengar versi Terryn tentang Arkhana.“Tempo hari aku ke Rumah Sakit antaerin kak Aluna makan
Rama tertegun dengan apa yang telah dilakukan istrinya. Dia menatap Ashiqa yang masih menutup matanya meski wajahnya sudah menjauh dari wajah Rama. Ada raut kesedihan yang terbaca di kerutan sudut mata Ashiqa yang terpejam erat.“Hey … ada apa Sayang?” Rama kembali memeluk istrinya dan membelai kepalanya dengan lembut.Ashiqa menggigit bibirnya dia tak mungkin menceritakan tentang Arkhana ke suaminya . Dia tak mampu membayangkan jika Rama akan marah padanya lalu memulangkannya kepada orang tuanya. Perempuan ini sudah terlanjur cinta pada Rama.“Apa kau bertemu dengan ibu dan Kareena di jalan ? apa mereka berbuat yang tidak baik lagi padamu?”Ashiqa menggeleng pelan, Rama tak lagi bertanya dan memberi Ashiqa waktu, kelak jika dia sudah bisa menceritakan pasti akan diceritakannya tanpa Rama meminta.“Kau sudah berbuat nakal sore ini dan kau layak dihukum.” Rama memegang dagu istrinya dan mengangkat dagu itu dengan kedua jarinya.“A-aku dihukum?” tanya Ashiqa dengan sedikit terkejut.“Iy
Ashiqa nyaris melonjak dengan gembira ketika melihat hasil ujiannya mendapat nilai yang sangat memuaskan. Dia tak sabar untuk menunjukkannya kepada Rama suaminya. Segera langkahnya tertuju pada fakultas di seberang sana tempat Terryn belajar. Dia ingin menemui sahabatnya dan mengetahui hasil ujian Terryn. Ashiqa tahu Terryn juga akan meraih nilai yang tinggi karena selama ini dia dan Terryn selalu menjadi juara umum di sekolah mereka.“Yiiiin … Terryyyn …!” Ashiqa berlari kecil sambil menyongsong sahabatnya yang terlihat sama cerianya."Aku berhasil mendapat nilai terbaik!"“Chikaaa … nilaiku juga bagus semua!” mereka berpelukan dengan riang.“Apa rencana liburanmu Yin?” tanya Ashiqa dengan suka cita, kerja kerasnya selama ini terbayar dengan hasil yang tidak mengecewakan.“Aku ingin pulang kampung dulu Chik, aku kangen sama ibu. Kamu sendiri ?” mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir mobil.“Entahlah, mungkin Rama akan mengajakku liburan , tapi belum tahu kemana.” Ashiqa meng
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep