Matahari bersinar hangat dan Ashiqa masih dalam buaian tempat tidurnya, Rama memandangi istrinya yang terlelap dengan pulasnya. Dia sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang dan mungkin akan lebih bahagia lagi jika ada kehadiran anak di antara mereka.
“Jangan menatapku seperti itu, aku malu.” Ashiqa rupanya sudah terbangun dan ketika dia membuka mata terlihat Rama yang sedang menatapnya tak berkedip.
“Aku suka liat kamu kalau lagi tidur, bikin pikiranku travelling.” Rama mengedipkan matanya sambil menggoda Ashiqa. Ashiqa menutup kepalanya dengan selimut menyembunyikan rona di wajahnya. Sepulang dari makan malam mereka melanjutkan aktifitas lain di tempat tidur mereka. Rama menyebut itu ‘piknik kasur’.
“Apa kau punya rencana masa depan yang ingin kau wujudkan Shiqa?” tanya Rama serius, dia bergerak meraih tubuh istrinya dan memeluknya tanpa canggung lagi.
“Aku ingin melanjutkan kuliahku lagi Rama, punya ilmu yang berguna untuk membantu perusahaan ayahku.”
“Oh … iya kuliah, tentu saja. Aku mengakuisisi perusahaan ayahmu demi kelangsungan perusahaan dan kehidupan para karyawan ayahmu. Jika keadaan sudah membaik nanti aku tetap akan mengembalikannya lagi kepada beliau.” mata Rama menerawang sambil jemarinya mengelus rambut Ashiqa dengan lembut.
“Dulu ayahmu melakukan hal yang sama pada salah satu anak perusahaan ayahku jadi aku hanya berbuat hal yang semestinya juga pada perusahaan ayahmu. Jadi soal Datuk Maringgih itu…,”
“Ssst… jangan lanjutkan. Aku hanya sedang emosi saja saat itu Rama.” Ashiqa menutup mulut Rama dengan telapak tangannya.
“Aku minta maaf untuk itu.” Lanjutnya lagi. Rama mengecup telapak tangan Ashiqa dan meletakkan tangan istrinya di dadanya.
“Aku bisa memahaminya. Baiklah kita akan urus kuliahmu secepatnya agar kau tidak bosan di rumah. Bisa jadi suatu hari nanti kau yang akan memimpin perusahaan ayahmu lebih baik lagi dan aku akan sangat bangga saat masa itu tiba.”
Rama dan Ashiqa saling bertatapan, Rama tersenyum penuh arti dan menarik selimut hingga menutupi mereka berdua.
“Aku masih ingin ‘piknik kasur’ sekali lagi Sayang.” bisik Rama mesra di telinga istrinya.
Ashiqa mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah dan sedang menuruni tangga menuju dapur. Dia sudah merasa kelaparan setelah “bertualang” bersama suaminya. Rama sendiri masih ada di kamarnya untuk bersiap ke kantor.
“Ooh … bagus yaa … pengantin baru memang bawaannya bangun siang melulu!” terdengar suara seorang perempuan paruh baya yang baru saja melewati ruang tengah dan menegur Ashiqa. Perempuan yang berdandan bak sosialita dan di belakangnya seorang wanita muda dengan dandanan tak kalah meriah dengan bajunya yang modis kekurangan bahan.
“Gembel dari mana lagi yang dinikahi Rama ini?” wanita muda itu memandang sinis AShiqa dari kepala hingga kaki. Ashiqa memandang tajam ke arah dua perempuan yang terang-terangan mengibarkan bendera perang kepada Ashiqa.
“Kenapa kamu bengong begitu ? ini tas dan koper saya bawa masuk, mertua datang bukannya disambut malah dipelototin!” seru perempuan itu lagi.
Bi Sri yang melihat kejadian itu dengan segera tergopoh-gopoh mengambil tas ibu tiri dan saudari tiri Rama yang tampaknya baru saja tiba dari luar negeri.
“Maaf Nyonya Besar, nyonya Ashiqa tampaknya belum mengenali Nyonya, biar saya saja yang simpan yaa?” bi Sri segera mengambil tas dan menggeret koper besar milik ibu tiri suaminya itu.
“Ibu sudah kembali dari LA yaa ? bagaimana perjalanan Ibu dan Kareena?” Rama mengambil tangan ibu tirinya menciumnya dengan takzim dan penuh hormat.
“Kemarilah Ashiqa, perkenalkan ini ibuku, ibu Rukmini dan adikku Kareena.”
Ashiqa mendekat dengan ragu, tatapan tajam ibu Rukmini serta Kareena seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. Ibu Rukmini hanya menyentuh tangan Ashiqa seadanya juga dengan Kareena saat Ashiqa hendak menyalami mereka.
“Ibu memang tidak sempat hadir di pernikahan kita karena menemani Kareena yang sedang pemotretan di Amerika jadi aku belum sempat memperkenalkanmu pada ibuku.” terang Rama untuk menjawab raut tanya di wajah Ashiqa.
“Istri baru kamu ini bukan gembel penyakitan lagi kan ? hobi kok kawin sama orang miskin.”
Ibu Rukmini tersenyum sinis ke arah menantunya. Ashiqa mengepalkan tangannya meski ayahnya jatuh bangkrut tapi perusahaan ayahnya adalah salah satu perusahaan terbesar di negeri ini hampir berdampingan dengan perusahaan milik Rama dan dia belum sampai pada level gembel seperti yang dituduhkan ibu mertuanya.
“Ibu, dia Ashiqa putri pak Mahendra, dulu pak Mahendra adalah rekan bisnis mendiang ayah.”
“Elleeh … tetap saja, kamu menikahi dia kan karena perempuan ini diincar sama rentenir tempat ayahnya pinjam uang kalo saja ayahnya gak ngemis minta tolong sama kamu dia dan keluarganya sudah berakhir di jalanan jadi pengemis beneran.”
“Udah aah Bu, aku cape niih … baru datang udah bikin bad mood aja.” Kareena berlalu dan diikuti dengan ibu Rukmini masuk ke kamar mereka.
Ashiqa berbalik kepada suaminya dengan tatapan hancur, air matanya tumpah.
“Ashiqa, dengar …,”
Ashiqa menggeleng dan segera berlari menuju kamarnya, beberapa detik Rama mematung lalu menyusul istrinya untuk menjelaskan apa yang baru saja di dengarnya.
Bi Sri menghela napas sambil mengelus dadanya, ibu Rukmini jika datang selalu saja membuat masalah. Masih teringat oleh bi Sri perlakuan nyonya besar serta nona mudanya itu mendiang Kania. Betapa hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan diterima oleh istri majikannya itu. Bi Sri berharap jika nyonya mudanya kali ini adalah perempuan yang sabar dan tangguh menghadapi sosok ibu dan saudari tiri suaminya yang suka semena-mena.“Ashiqa, dengar, itu tidak seperti yang kamu dengar dari ibuku. Pernikahan kita tidak ada hubungannya dengan rentenir, uang atau apapun. Aku menikahimu karena aku memang menyukaimu, jatuh cinta padamu dan…”“Cukup Rama. Tapi ibu kamu menghina aku seperti ini, sikapnya keterlaluan.” Ashiqa merasa tersinggung dengan sikap ibu mertuanya itu.
“Atas nama ibu aku minta maaf Sayang, kumohon mengertilah nanti kau akan paham bagaimana karakter ibuku. Aku harus berangkat ke kantor sekarang. Carilah informasi tentang perkuliahanmu itu nanti aku akan mengirim Wisnu untuk mengantarmu.” Rama mencium kepala Ashiqa dan mengelusnya sebelum meninggalkan kamar.
Ashiqa mengelap air mata di pipinya lalu mengatur napas. Sungguh kehadiran ibu Rukmini dan Kareena adalah kejutan luar biasa di kehidupan baru Ashiqa ini. Tapi Ashiqa bertekad tidak akan menyerah begitu saja, dia tidak akan mau terjajah dan teraniaya. Ashiqa yakin dia tidak melakukan kesalahan dan tidak akan mau menerima perlakuan buruk dari mertua dan iparnya. Ashiqa harus fokus pada rencananya semula memulai kuliah lagi.Ashiqa menuruni tangga dan melewati ruang tengah, tampak ibu mertuanya sedang bersantai bersama Kareena.
“Duuh … susah yaa punya menantu anak ingusan, suaminya lagi kerja setengah mati cari uang eeeh istrinya malah keluar keluyuran gak jelas.” Sindir ibu Rukmini kepada Ashiqa.
“Mumpung punya suami kaya Bu, kapan lagi nikmatin uang dan foya-foya kalo gak sekarang ? Rama aja tuh yang beg* mau diporotin.”
Panas telinga Ashiqa mendengar kata-kata mereka namun dia bertahan sekarang bukan saat yang tepat meladeni omongan mereka yang nyinyir tentang dirinya. Mereka belum tahu saja jika Ashiqa yang sebenarnya bisa sekuat banteng jika dia mulai melawan.
“Nyonya Muda, silakan kita sudah ditunggu di kampus, tuan Rama sudah berbicara dengan ketua dekan.” Wisnu membukakan pintu mobil untuk Ashiqa.
“Kenapa Rama harus ngomong segala sih mas Wisnu? Aku maunya lewat jalur biasa aja gak usah sampai segininya deeh.” Ashiqa cukup kesal dengan apa yang telah dilakukan suaminya. Dia tidak ingin jika satu kampus tahu jika dia adalah istri dari Ramadhan Alfarizi, seorang CEO beberapa perusahan raksasa dan penyumbang dana pendidikan dengan nominal besar di berbagai perguruan tinggi.
“Tenang saja Nyonya, hanya ketua dekan saja yang tahu jika anda adalah istri dari tuan Rama, dia juga meminta agar identitas anda disamarkan di kampus nanti.”
Ashiqa mengangguk paham, dia akhirnya lega jika Rama mampu memahami keinginannya dengan baik. Sepanjang perjalanan Ashiqa menerka-nerka bagaimana nanti jalan masa depannya. Perkataan Rama ada benarnya, jika dia sudah menyelesaikan kuliah dengan baik dia bisa bekerja di perusahaan ayahnya dan membuat perusahaan itu jadi lebih baik lagi.
Ashiqa keluar dari ruang dekan dengan wajah berseri, dia bisa memulai kuliah lagi dalam waktu dekat. Dia memutuskan untuk mengambil jurusan ekonomi bisnis dengan harapan kelak ilmunya akan berguna dia terapkan di perusahaan ayahnya. Ashiqa cukup percaya diri dengan kemampuan otaknya karena di sekolahnya dulu dia siswi yang cerdas dan beberapa kali mengikuti program akselerasi hingga menyelesaikan sekolah lebih cepat.
“Chika ? kamu Chika kaan ?” seorang gadis muda sebaya dengannya menghampiri Ashiqa meski sedikit ragu.
“Terryn ? astaaaagaaa … Terryyyn …!” pekik Ashiqa dengan senang, spontan dia memeluk kawan lama dari sekolah menengah umumnya itu dengan erat.
“Kamu kemana aja Chika ? tiba-tiba menghilang setelah penamatan. Semua kontak kamu gak bisa dihubungi. Aku syeddiihh tau…,” Terryn gadis yang terbilang lumayan cantik, berkulit putih dan wajah lonjong itu masih memeluk Ashiqa sama eratnya.
“Aku pindah setelah kantor ayahku yang lama ditutup. Tapi sesuatu terjadi dan aku akhirnya ada di kota ini.” Ashiqa melepas pelukannya dari Terryn.
“Jadi kamu udah gak sama Arkhana lagi?” tanya Terryn yang tahu jika Ashiqa sempat berpacaran dengan Arkhana kakak kelas mereka.
Ashiqa menggeleng sedih, terakhir sebelum mereka berpisah Arkhana babak belur dipukuli anak buah ayahnya. Lalu mereka kembali bertemu tapi dia pura-pura tidak mengenali dirinya.
“Oh yaa kamu sama siapa tinggal disini? Kamu ambil jurusan apa?” tanya Ashiqa mengalihkan pembicaraan mereka.
“Aku tinggal sama kak Deva, dan aku sebenarnya baru mulai juga siih. Ambil teknik sipil, tadinya mau ambil perhotelan supaya bisa kerja dengan ibunya kak Deva tapi … teknik sipil lebih keren he he he …”
Keduanya berbincang cukup lama dan saling bertukar nomer ponsel kemudian berpisah. Ashiqa kembali pulang ke rumah dan optimis jika kehidupannya ke depannya nanti akan baik-baik saja.
Akhir-akhir ini Ashiqa merasa tidak nyaman berada di rumah, ada-ada saja celetukan atau perkataan ibu mertuanya yang membuat panas telinganya. Kareena pun sebelas dua belas dengan ibunya yang ikutan nyinyir segala cara berpakaian Ashiqa dikomentari oleh iparnya yang seorang model. Pakaian yang kampungan lah atau yang norak dan gak modis. Ashiqa berusaha sekuat tenaga mengabaikan mereka dan tetap fokus pada kuliahnya.Tugas kuliah Ashiqa mulai padat, banyak hal yang harus diselesaikannya dalam minggu ini. Seperti malam ini, Rama pulang hampir larut malam dan mendapati istrinya tengah tertidur di sofa dengan laptop yang sudah mati dan buku-buku yang masih terbuka lebar. Rama melepas jasnya dan memandangi istrinya yang tampak kelelahan. Rama mengecup kepala Ashiqa dan mengangkat tubuh mungil itu ke tempat tidur. Ashiqa menggeliat dan memeluk lengan suaminya dengan erat.“Tidak … jangan pergi, jangan pergi.
Ashiqa masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kopernya. Dia sudah berniat uuntuk meninggalkan rumah ini. Rama yang merasa tidak enak pada Ashiqa merasa tidak tenang dan kembali ke rumah. Rama menghela napas berat ketika mendapat Ashiqa tengah mengumpulkan bajunya dan memasukkannya ke koper.“Dengar Ashiqa, aku minta maaf atas sikapku tadi yang sudah bersuara keras padamu tadi.”Ashiqa hanya memandangi wajah Rama sejenak dengan tatapan tajam kemudian kembali berpaling pada baju-bajunya yang sudah selesai dia berpindah ke kopernya.“Kau tahu aku tidak bersalah, ibumu hanya pura-pura Rama juga adikmu itu! Kau tahu di depanmu mereka bertingkah seakan sangat sayang dan hormat padamu tapi di belakangmu mereka menjelek-jelekkanmu dan berniat tidak baik kepadamu!” Ashiqa masih tersulut emosi dia berkata-kata sambil mengacungkan tangannya menunjuk ke arah pintu.“Ini yang ka
“Yaaah … dia bengong … hey Chika. Aku tanya kamu bahagia gak sama suami kamu ini ?” tanya Terryn lagi. Ashiqa hanya mengangguk sambil mengingat-ingat kembali momen romantic mereka.“Aku mungkin perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini Yin.”Ingatan Ashiqa terlempar jauh ke belakang saat malam pertamanya dengan Rama, dia memarahi Rama dengan menyebutnya Datuk Maringgih, saat itu Rama hanya tertawa mendengar omelan Ashiqa. Saat di resort waktu Ashiqa nyaris tenggelam seperti anggota Baywatch Rama melompat masuk ke dalam kolam renang menyelamatkan dirinya. Peristiwa yang paling heroik dan mengesankan, momen itu mereka dekat sekali secara fisik karena Rama menggendong Ashiqa kembali ke kamar hotel mereka. Yang paling fantastis adalah makan malam mereka di sebuah kapal yacht milik Rama dan menikmati malam indah kembang api.“Wooyy … udah melamunnya. Kata orang siih ujian
Malam ini Ashiqa tidak bisa memejamkan matanya, sudah berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya. Seperti ada yang kurang dan tidak nyaman padahal semuanya sama saja seperti biasanya. Pikirannya tertuju sosok laki-laki yang seharusnya ada di sampingnya saat ini, Ashiqa ingin menghirup lagi aroma parfumnya, mendengar suaranya dan hangat pelukannya.‘Apa ini yang dinamakan rindu yaa?’ keluh Ashiqa dalam hati. Dia menatap ponselnya, suaminya belum juga menelponnya kecuali saat Rama baru saja tiba di hotel tempat dia menginap.Tok … tok … tok …Suara ketukan di pintu kamarnya membuat pikiran Ashiqa tentang Rama memudar seketika.“Siapa?” tanya Ashiqa sambil turun dari tempat tidurnya.Ketukan itu terdengar lagi dan membuat Ashiqa semakin bergegas menuju pintu dan membukanya.“Bi Sri ? ada perlu apa malam-malam begini?” Ashiqa cukup heran asisten rumah tangganya menemuinya di malam yang hampir larut.“Nyonya besok ke kampus gak?” tanya Bi Sri agak ragu-ragu dan bersuara pelan. Dia menoleh
Ashiqa membeliak dengan sangat terkejut, perintah Kareena sangat jelas agar laki-laki itu berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya. Ashiqa masih meronta dengan sekuat tenaga dalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalinya itu.“Hentikan! Jangan kurang ajar kalian!!” bentak Ashiqa yang semakin berusaha menghentikan kegilaan ipar dan ibu mertuanya yang hanya berdiri dengan santai menikmati “pertunjukan” di atas tangga menuju kamar Ashiqa.“Apa kalian tidak takut dengan Rama? Dia tidak akan diam saja dengan perbuatan kalian!” ancam Ashiqa lagi. Dia merasakan tenaganya mulai berkurang dan tidak dapat lagi melakukan perlawanan pada laki-laki yang bernama Jack itu.“Yang Rama tahu nanti adalah, kamu kedapatan sedang berselingkuh dengan laki-laki ini dan laki-laki ini kabur begitu saja setelah kedapatan berbuat mesum bersama kamu di kamar tidur Rama. Selama ini Rama mendengarkan kata-kataku jadi tidak sulit untuk meyakinkan dia kalau kamu itu hanya ingin hartanya dia saja dan punya pria idama
“Bagaimana dengan ibu dan Kareena,Rama?” Ashiqa berusaha untuk duduk dan segera Rama membantunya dan memberi bantal di belakang punggungnya.“Tidak usah membahas mereka tidak ada lagi toleransi bagi mereka di rumah ini.” sahut Rama dengan acuh. Rautnya wajahnya terlihat sedih bercampur marah.“Aku akan meminta bi Sri membawakan makan malam untukmu.”“Tapi mereka akan tinggal di mana Rama?”Rama menatap Ashiqa sambil menghela napas.“Sayang, mereka punya rumah sendiri dan dua apartemen. Mereka tidak akan kesulitan menemukan tempat bernaung. Meski tunjangan dariku sudah ku hentikan tapi kontrak kerja Kareena masih panjang dan cukup untuk mereka. Yaa asal mereka tahu diri dalam menggunakan uang mereka.”Ashiqa terdiam dan tidak menanyakan hal itu lagi , dia menyibak selimutnya karena harus ke kamar mandi. Nyeri di sekujur tubuhnya dan pergelangan kakinya membuat gerakannya agak lambat.“Kau mau kemana?” tanya Rama mengulurkan tangannya kepada Ashiqa.“Aku hanya ingin ke kamar mandi saja,
“Udaah aah … gak perlu tahu detailnya bagaimana yang penting aku baik-baik saja dan pernikahanku masih aman. Aku minta kamu ke sini buat temenin makan bukan temenin puyeng.” Ashiqa mencubit pipi sahabatnya itu dengan gemas.“Kabar Kak Deva dan kak Aluna bagaimana ?”tanya Ashiqa untuk mengalihkan pikiran Terryn.“Masih seperti biasa teriakin aku babu kumal gitu, kak Aluna makin sibuk aja maklum dia kan kuliah di kedokteran.”Bi Sri keluar membawa cemilan dan kue-kue lainnya untuk Terryn juga minuman hangat.“Chik, kamu tahu gak kalau Arkhana itu ada di kota ini juga?” tanya Terryn hati-hati sambil mengangkat cangkir minumannya dan menyesapnya.Ashiqa berhenti mengunyah, mendengar nama itu disebut masih menyisakan dentuman di dadanya. Susah payah akhirnya makanan itu lewat dari tenggorokan Ashiqa.“Kenapa kamu bisa tahu ada Arkhana juga di kota ini Yin?” Ashiqa pura-pura tidak tahu dan ingin mendengar versi Terryn tentang Arkhana.“Tempo hari aku ke Rumah Sakit antaerin kak Aluna makan
Rama tertegun dengan apa yang telah dilakukan istrinya. Dia menatap Ashiqa yang masih menutup matanya meski wajahnya sudah menjauh dari wajah Rama. Ada raut kesedihan yang terbaca di kerutan sudut mata Ashiqa yang terpejam erat.“Hey … ada apa Sayang?” Rama kembali memeluk istrinya dan membelai kepalanya dengan lembut.Ashiqa menggigit bibirnya dia tak mungkin menceritakan tentang Arkhana ke suaminya . Dia tak mampu membayangkan jika Rama akan marah padanya lalu memulangkannya kepada orang tuanya. Perempuan ini sudah terlanjur cinta pada Rama.“Apa kau bertemu dengan ibu dan Kareena di jalan ? apa mereka berbuat yang tidak baik lagi padamu?”Ashiqa menggeleng pelan, Rama tak lagi bertanya dan memberi Ashiqa waktu, kelak jika dia sudah bisa menceritakan pasti akan diceritakannya tanpa Rama meminta.“Kau sudah berbuat nakal sore ini dan kau layak dihukum.” Rama memegang dagu istrinya dan mengangkat dagu itu dengan kedua jarinya.“A-aku dihukum?” tanya Ashiqa dengan sedikit terkejut.“Iy
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep