Wisnu membukakan pintu mobil untuk Ashiqa, bahkan asisten pribadi Rama itu gugup melihat kecantikan Ashiqa. Mobil bergerak membelah jalan membawa Ashiqa ke suatu tempat yang asing, bukan berupa restoran atau tempat yang lazim untuk makan malam.
Wisnu mempersilahkan turun dan Ashiqa tercengang, tempat ini adalah sebuah hanggar dan tak jauh dari mereka ada helikopter yang mulai mempercepat putaran baling-balingnya. Sejenak Ashiqa ragu namun Wisnu kembali mempersilahkannya naik. Helikopter itu akan membawa mereka mendarat di sebuah pulau kecil.
Detak jantung Ashiqa masih tak karuan, dia berharap tidak pingsan sebelum bertemu dengan Rama. Pemandangan kota di malam hari yang dia nikmati dari ketinggian sungguh menakjubkan. Ini merupakan perjalanan makan malam yang tak akan terlupakan bagi Ashiqa. Tak lama helikopter pun mendarat di sebuah pulau kecil yang tampaknya memang dijadikan sebuah resort mewah.
Wisnu dengan sabar menunggu nyonya mudanya untuk memperbaiki sedikit penampilannya yang berantakan. Dia juga masih menemani Ashiqa berjalan ke sebuah dermaga di ujung pulau tak jauh dari helikopter itu mendarat. Mata Ashiqa mencoba berkedip beberapa kali untuk meyakinkan dia tak salah lihat, ada sebuah yacht yang berukuran cukup besar tengah menunggunya di ujung sana.
Cahaya lampu bersinar temaram di sepanjang dermaga itu dan sosok Rama terlihat semakin jelas di ujung dermaga sedang memegang buket mawar yang besar. Ashiqa benar-benar merasa ini adalah kejutan yang luar biasa dari suaminya.
“Selamat datang Sayang, kita akan berjalan-jalan sebentar dengan yacht ini, kamu mau kan?”
‘konyol … apa sudah sejauh ini aku akan menolaknya?’ Ashiqa hanya bergumam dalam hati kemudian tersenyum lalu mengangguk.
“Terima kasih Wisnu, kau sudah membawa istriku dengan selamat hingga kesini. Aku akan beri bonus yang besar jika istriku menyukai perjalan ini.” Rama menepuk bahu asistennya pelan sambil tersenyum lebar.
“Kau cantik sekali Ashiqa, dan kalung itu sangat serasi dengan penampilanmu.”
“Syukurnya pilihan pakaianmu tidak buruk, ini … bagus.” Puji Ashiqa malu-malu.
Rama membimbing Ashiqa naik ke atas kapal dan tak lama yacht itu pun mulai berlayar dengan tenang. Ashiqa terpukau melihat kerlip lampu perkotaan dari jauh. Senyum Ashiqa terkembang dan membuat Rama lega, mendung yang menggantung di wajah Ashiqa itu mulai hilang perlahan.
“Ashiqa, aku tahu kemarin malam itu kau hanya menjalankan kewajibanmu sebagai istriku. Aku berharap suatu saat nanti kau menyerahkan dirimu kepadaku atas dasar cinta, bukan karena kewajiban semata.” Rama menggenggam jemari Ashiqa dan menatap istrinya dalam-dalam.
“Beri aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta Ashiqa, maaf jika karena kehadiranku telah membuatmu terpisah dengan kedua orang tua yang telah membesarkanmu selama ini. Membawamu jauh dari mereka hingga ke kota yang asing bagimu. Maaf jika aku menjadi alasan kesedihanmu. Ijinkan aku memiliki hatimu sepenuhnya.”
Ashiqa menatap suaminya yang terdengar sangat tulus berucap, ada kehangatan yang menjalar di dadanya. Ashiqa pun menunduk, dirasakannya bibir hangat Rama mengecup ujung jemarinya.
‘Buat aku jatuh cinta Rama … agar tak ada lagi bayangan masa lalu itu tinggal di hatiku.’ kalimat itu hanya mampu dicapkan dalam hatinya.
Ashiqa menarik seulas senyum, paling tidak dia harus bersyukur jika suaminya adalah pria yang baik dan sabar meski kadang bertingkah konyol.
“Sebentar yaa … tunggu sebentar.” Rama berbalik sebentar memunggungi Ashiqa tampak dia sedang mengetik sesuatu di ponsel pintarnya.
Wisnu, ide makan malam mu ini luar biasa dibandingkan dengan yang ku tanyakan di G****e tadi siang. Aku akan memberikanmu bonus liburan akhir tahun!
Kapan bonusnya cair Tuan?
Nanti, kalau Ashiqa hamil !
Wisnu kemudian mengirimkan emotikon yang banyak sebagai balasan chat nya dengan Rama, emotikon yang diartikan bahwa janji Rama itu masih jauh dari harapannya.Jauh di sebuah cafe kecil dekat dermaga Wisnu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap ponselnya dengan gemas.
Kapal berlayar mengarungi laut teluk dengan tenang, angin malam berhembus memainkan anak rambut milik Ashiqa. Rama memandangi istrinya dari seberang meja, mengagumi sosok jelita yang menawan hatinya.
“Rama, apa aku bisa bertanya sesuatu?” tanya Ashiqa yang sudah selesai menyantap makan malamnya.
“Silahkan, tanyakan apa saja yang ingin kau tanyakan tanpa perlu sungkan.” Jawab Rama sambil memegang gelas minumannya.
“Bagaimana pernikahanmu sebelumnya berakhir?” agak ragu nada suara Ashiqa terdengar menanyakan itu.
Rama sejenak tersenyum simpul lalu meletakkan gelasnya di meja lalu memandang ke arah bulan yang bulat sempurna.
“Dulu di kampus aku punya sahabat, Kania dan Fery. Mereka sepasang kekasih, aku menyayangi Kania dan Fery layaknya saudaraku. Terlebih pada Kania yang tumbuh besar di panti asuhan, tak punya siapa-siapa.” Mata Rama berbinar mengenang kedua sahabatnya itu.
“Akhirnya mereka menikah, walau tanpa restu kedua orang tua Fery yang kaya raya. Ajal memang gak ada yang tahu, Kania malang harus menjadi janda saat dia mengandung putrinya. Fery meninggal karena kecelakaan. Hal itu semakin membuat orang tua Fery semakin meradang dan membenci Kania, bahkan mereka tak sudi melihat bayi Kania dan Fery sejenak pun.”
Ashiqa terdiam menyimak, cerita Rama tentang Kania dan Fery mengingatkannya pada sosok Arkhana sang mantan kekasih.
“Waktu itu putri Kania masih berusia satu tahun, aku mendengar kabar jika Kania sakit keras. Kania memohon padaku agar mau menerima putrinya sebagai putri angkatku karena dia tidak ingin jika putrinya kelak tumbuh di panti asuhan seperti dirinya.”
Rama menunduk ada mendung di wajahnya yang terlihat jelas di sana.
“Akhirnya aku memilih untuk menikahi Kania agar putrinya bisa tercatat sebagai anggota keluargaku yang sah di mata hukum. Aku membawa Kania ke Singapura untuk mendapatkan perawatan kesehatan terbaik di sana tapi takdir mengatakan lain, Kania menyusul Fery hanya berselang tiga bulan kami menikah. Aku sangat merasa kehilangan dua sahabat terbaikku dan putrinya lah sebagai kenangan terindah mereka untukku.”
Ashiqa menatap Rama dengan sendu, dia bisa merasakan kesedihan Rama. Laki-laki itu menghela napas berat lalu meraih tangan Ashiqa di atas meja.
“Dengar Sayang, meskipun ini bukan pernikahan pertamaku tapi kau adalah wanita pertama yang aku cintai sepenuh hatiku. Statusku dengan Kania hanya di atas kertas saja, kami bersahabat dan saling menyayangi sebagai saudara. Pernikahan itu hanya untuk melindungi putri Kania yang sekarang sudah berumur enam tahun.”
Ashiqa hanya tersenyum kecil, tak bisa dipungkiri jika pria di hadapannya ini memang laki-laki yang baik hati.
“Lalu mengapa kau memilihku Rama?” tanya Ashiqa dengan pelan. Kembali Rama tersenyum dengan simpul khasnya yang menawan.
“Mungkin itu lah cara kerja takdir. Aku hanya melihat fotomu saja dan aku yakin jika kau adalah jodohku. Usia kita memang beda jauh tapi percayalah aku akan berusaha yang terbaik untuk menjadi suami, teman atau apapun yang kau inginkan.” Rama mengecup lagi punggung tangan Ashiqa dengan lembut.
Di saat yang sama di langit terdengar suara letusan kembang api yang menyebarkan aneka warna yang terang. Ashiqa memandangnya dengan takjub.
“Wooah … kembang api ! Indah sekali!” seru Ashiqa dengan pandangan yang penuh suka cita. Rama ikut tersenyum melihat ekspresi senang istrinya.
“Malam ini ada perayaan ulang tahun kota, aku ingin membawamu ke sana tapi ku rasa terlalu ramai dan sesak. Jadi aku mengikuti saran Wisnu untuk berlayar di teluk melihat pesta kembang api dari spot yang berbeda."
Rama membimbing Ashiqa untuk naik ke geladak kapal sambil menikmati pemandangan pesta kembang api di udara malam.
“Waaah … indah sekali … lihat!” tunjuk Ashiqa ke arah langit yang berpendar warna-warni sesaat mata Rama tertuju pada langit yang ditunjuk Ashiqa. Merasa diperhatikan Ashiqa menurunkan tangannya namun masih melihat ke arah langit.
Kapal mendadak bergerak karena hempasan gelombang, Ashiqa terkejut dan hampir terjatuh.
“Aaah …!” pekiknya tertahan, jika saja Rama tidak menahan pinggangnya perempuan mungil itu akan terhempas ke lantai kapal.
“I got you.” ucap Rama setengah berbisik di telinga Ashiqa dan membuat pipi Ashiqa bersemu merah.
Mereka saling berpandangan dan entah siapa yang memulai kini wajah mereka sudah tak ada jarak dengan nafas yang hangat. Ashiqa melingkarkan lengannya di leher Rama sambil berharap degup jantungnya tak terdengar oleh suaminya. Sementara Rama berkali-kali membujuk jantungnya agar bisa tenang dan membiarkan gelora asmara malam ini terasa syahdu.
Langit malam masih semarak dengan letusan kembang api yang bergantian seperti ledakan di hati Ashiqa yang baru dirasakannya. Dia tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya bahkan dengan Arkhana. Pun Rama merasakan hal yang sama, musim semi yang indah berpindah ke kapalnya sekarang.
Matahari bersinar hangat dan Ashiqa masih dalam buaian tempat tidurnya, Rama memandangi istrinya yang terlelap dengan pulasnya. Dia sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang dan mungkin akan lebih bahagia lagi jika ada kehadiran anak di antara mereka.“Jangan menatapku seperti itu, aku malu.” Ashiqa rupanya sudah terbangun dan ketika dia membuka mata terlihat Rama yang sedang menatapnya tak berkedip.“Aku suka liat kamu kalau lagi tidur, bikin pikiranku travelling.” Rama mengedipkan matanya sambil menggoda Ashiqa. Ashiqa menutup kepalanya dengan selimut menyembunyikan rona di wajahnya. Sepulang dari makan malam mereka melanjutkan aktifitas lain di tempat tidur mereka. Rama menyebut itu ‘piknik kasur’.“Apa kau punya rencana masa depan yang ingin kau wujudkan Shiqa?” tanya Rama serius, dia bergerak meraih tubuh istrinya dan memeluknya tanpa canggung lagi.“Aku ingin melanjutkan kuliahku lagi Ra
Akhir-akhir ini Ashiqa merasa tidak nyaman berada di rumah, ada-ada saja celetukan atau perkataan ibu mertuanya yang membuat panas telinganya. Kareena pun sebelas dua belas dengan ibunya yang ikutan nyinyir segala cara berpakaian Ashiqa dikomentari oleh iparnya yang seorang model. Pakaian yang kampungan lah atau yang norak dan gak modis. Ashiqa berusaha sekuat tenaga mengabaikan mereka dan tetap fokus pada kuliahnya.Tugas kuliah Ashiqa mulai padat, banyak hal yang harus diselesaikannya dalam minggu ini. Seperti malam ini, Rama pulang hampir larut malam dan mendapati istrinya tengah tertidur di sofa dengan laptop yang sudah mati dan buku-buku yang masih terbuka lebar. Rama melepas jasnya dan memandangi istrinya yang tampak kelelahan. Rama mengecup kepala Ashiqa dan mengangkat tubuh mungil itu ke tempat tidur. Ashiqa menggeliat dan memeluk lengan suaminya dengan erat.“Tidak … jangan pergi, jangan pergi.
Ashiqa masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kopernya. Dia sudah berniat uuntuk meninggalkan rumah ini. Rama yang merasa tidak enak pada Ashiqa merasa tidak tenang dan kembali ke rumah. Rama menghela napas berat ketika mendapat Ashiqa tengah mengumpulkan bajunya dan memasukkannya ke koper.“Dengar Ashiqa, aku minta maaf atas sikapku tadi yang sudah bersuara keras padamu tadi.”Ashiqa hanya memandangi wajah Rama sejenak dengan tatapan tajam kemudian kembali berpaling pada baju-bajunya yang sudah selesai dia berpindah ke kopernya.“Kau tahu aku tidak bersalah, ibumu hanya pura-pura Rama juga adikmu itu! Kau tahu di depanmu mereka bertingkah seakan sangat sayang dan hormat padamu tapi di belakangmu mereka menjelek-jelekkanmu dan berniat tidak baik kepadamu!” Ashiqa masih tersulut emosi dia berkata-kata sambil mengacungkan tangannya menunjuk ke arah pintu.“Ini yang ka
“Yaaah … dia bengong … hey Chika. Aku tanya kamu bahagia gak sama suami kamu ini ?” tanya Terryn lagi. Ashiqa hanya mengangguk sambil mengingat-ingat kembali momen romantic mereka.“Aku mungkin perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini Yin.”Ingatan Ashiqa terlempar jauh ke belakang saat malam pertamanya dengan Rama, dia memarahi Rama dengan menyebutnya Datuk Maringgih, saat itu Rama hanya tertawa mendengar omelan Ashiqa. Saat di resort waktu Ashiqa nyaris tenggelam seperti anggota Baywatch Rama melompat masuk ke dalam kolam renang menyelamatkan dirinya. Peristiwa yang paling heroik dan mengesankan, momen itu mereka dekat sekali secara fisik karena Rama menggendong Ashiqa kembali ke kamar hotel mereka. Yang paling fantastis adalah makan malam mereka di sebuah kapal yacht milik Rama dan menikmati malam indah kembang api.“Wooyy … udah melamunnya. Kata orang siih ujian
Malam ini Ashiqa tidak bisa memejamkan matanya, sudah berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya. Seperti ada yang kurang dan tidak nyaman padahal semuanya sama saja seperti biasanya. Pikirannya tertuju sosok laki-laki yang seharusnya ada di sampingnya saat ini, Ashiqa ingin menghirup lagi aroma parfumnya, mendengar suaranya dan hangat pelukannya.‘Apa ini yang dinamakan rindu yaa?’ keluh Ashiqa dalam hati. Dia menatap ponselnya, suaminya belum juga menelponnya kecuali saat Rama baru saja tiba di hotel tempat dia menginap.Tok … tok … tok …Suara ketukan di pintu kamarnya membuat pikiran Ashiqa tentang Rama memudar seketika.“Siapa?” tanya Ashiqa sambil turun dari tempat tidurnya.Ketukan itu terdengar lagi dan membuat Ashiqa semakin bergegas menuju pintu dan membukanya.“Bi Sri ? ada perlu apa malam-malam begini?” Ashiqa cukup heran asisten rumah tangganya menemuinya di malam yang hampir larut.“Nyonya besok ke kampus gak?” tanya Bi Sri agak ragu-ragu dan bersuara pelan. Dia menoleh
Ashiqa membeliak dengan sangat terkejut, perintah Kareena sangat jelas agar laki-laki itu berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya. Ashiqa masih meronta dengan sekuat tenaga dalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalinya itu.“Hentikan! Jangan kurang ajar kalian!!” bentak Ashiqa yang semakin berusaha menghentikan kegilaan ipar dan ibu mertuanya yang hanya berdiri dengan santai menikmati “pertunjukan” di atas tangga menuju kamar Ashiqa.“Apa kalian tidak takut dengan Rama? Dia tidak akan diam saja dengan perbuatan kalian!” ancam Ashiqa lagi. Dia merasakan tenaganya mulai berkurang dan tidak dapat lagi melakukan perlawanan pada laki-laki yang bernama Jack itu.“Yang Rama tahu nanti adalah, kamu kedapatan sedang berselingkuh dengan laki-laki ini dan laki-laki ini kabur begitu saja setelah kedapatan berbuat mesum bersama kamu di kamar tidur Rama. Selama ini Rama mendengarkan kata-kataku jadi tidak sulit untuk meyakinkan dia kalau kamu itu hanya ingin hartanya dia saja dan punya pria idama
“Bagaimana dengan ibu dan Kareena,Rama?” Ashiqa berusaha untuk duduk dan segera Rama membantunya dan memberi bantal di belakang punggungnya.“Tidak usah membahas mereka tidak ada lagi toleransi bagi mereka di rumah ini.” sahut Rama dengan acuh. Rautnya wajahnya terlihat sedih bercampur marah.“Aku akan meminta bi Sri membawakan makan malam untukmu.”“Tapi mereka akan tinggal di mana Rama?”Rama menatap Ashiqa sambil menghela napas.“Sayang, mereka punya rumah sendiri dan dua apartemen. Mereka tidak akan kesulitan menemukan tempat bernaung. Meski tunjangan dariku sudah ku hentikan tapi kontrak kerja Kareena masih panjang dan cukup untuk mereka. Yaa asal mereka tahu diri dalam menggunakan uang mereka.”Ashiqa terdiam dan tidak menanyakan hal itu lagi , dia menyibak selimutnya karena harus ke kamar mandi. Nyeri di sekujur tubuhnya dan pergelangan kakinya membuat gerakannya agak lambat.“Kau mau kemana?” tanya Rama mengulurkan tangannya kepada Ashiqa.“Aku hanya ingin ke kamar mandi saja,
“Udaah aah … gak perlu tahu detailnya bagaimana yang penting aku baik-baik saja dan pernikahanku masih aman. Aku minta kamu ke sini buat temenin makan bukan temenin puyeng.” Ashiqa mencubit pipi sahabatnya itu dengan gemas.“Kabar Kak Deva dan kak Aluna bagaimana ?”tanya Ashiqa untuk mengalihkan pikiran Terryn.“Masih seperti biasa teriakin aku babu kumal gitu, kak Aluna makin sibuk aja maklum dia kan kuliah di kedokteran.”Bi Sri keluar membawa cemilan dan kue-kue lainnya untuk Terryn juga minuman hangat.“Chik, kamu tahu gak kalau Arkhana itu ada di kota ini juga?” tanya Terryn hati-hati sambil mengangkat cangkir minumannya dan menyesapnya.Ashiqa berhenti mengunyah, mendengar nama itu disebut masih menyisakan dentuman di dadanya. Susah payah akhirnya makanan itu lewat dari tenggorokan Ashiqa.“Kenapa kamu bisa tahu ada Arkhana juga di kota ini Yin?” Ashiqa pura-pura tidak tahu dan ingin mendengar versi Terryn tentang Arkhana.“Tempo hari aku ke Rumah Sakit antaerin kak Aluna makan
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep