Ashiqa masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kopernya. Dia sudah berniat uuntuk meninggalkan rumah ini. Rama yang merasa tidak enak pada Ashiqa merasa tidak tenang dan kembali ke rumah. Rama menghela napas berat ketika mendapat Ashiqa tengah mengumpulkan bajunya dan memasukkannya ke koper.
“Dengar Ashiqa, aku minta maaf atas sikapku tadi yang sudah bersuara keras padamu tadi.”
Ashiqa hanya memandangi wajah Rama sejenak dengan tatapan tajam kemudian kembali berpaling pada baju-bajunya yang sudah selesai dia berpindah ke kopernya.
“Kau tahu aku tidak bersalah, ibumu hanya pura-pura Rama juga adikmu itu! Kau tahu di depanmu mereka bertingkah seakan sangat sayang dan hormat padamu tapi di belakangmu mereka menjelek-jelekkanmu dan berniat tidak baik kepadamu!” Ashiqa masih tersulut emosi dia berkata-kata sambil mengacungkan tangannya menunjuk ke arah pintu.
“Ini yang kamu bilang memahami karakter ibumu ? ibumu tidak sebaik itu. Aku mau pulang!”
Ashiqa mengangkat kopernya tapi Rama segera menahannya agar Ashiqa tidak pergi.
“Dengar aku dulu Shiqa. Aku meminta maaf atas nama ibuku. Aku tahu semua perbuatan mereka, aku tahu. “
Ashiqa meletakkan kopernya yang ditahan Rama dia semakin gemas dengan pernyataan suaminya.
“Kamu sudah tahu Rama? Tapi kenapa, kenapa kamu …,”
“Karena hanya Ibu Rukimini orang tuaku Ashiqa, hanya beliau dan Kareena keluargaku yang tersisa. Meski mereka ibu tiri dan adik tiriku mereka masih keluargaku. Sekian tahun aku bersabar dengan sikap mereka karena aku yakin suatu hari mereka akan sadar jika kasih sayangku kepada mereka tulus.”
Ashiqa terkejut mendengar pengakuan suaminya barusan, dia heran dan bertanya-tanya terbuat dari apa hati suaminya ini.
“Aku tahu keberadaan mereka di sini membuatmu tidak nyaman, tapi aku sangat menghormati orang tua Ashiqa, seburuk apapun ibu, ibu Rukmini tetap ibuku meski bukan beliau yang melahirkanku. Beliau sudah dua puluh tahun bersamaku, walau aku tahu kasih sayangnya tidak tulus tapi aku masih berharap suatu hari nanti ibu Rukmini menyayangiku layaknya putra kandungnya.”
Ashiqa terdiam, dia masih mencerna semua yang terjadi. Apa adil hal ini dijalani Rama dan adilkah juga untuknya.
“Jika kau tetap ingin pulang ke rumahmu aku tidak akan memaksamu untuk tinggal. Aku akan meminta Wisnu mengantarmu ke bandara. Tetapi ingatlah Ashiqa, aku tetap berada di pihakmu, aku tetap menyayangimu. Semarah apapun kita pada orang tua, kita tetap harus menjaga sikap jangan sampai kita berdosa karena suara kita yang lebih besar dari orang tua kita.” Rama melepaskan koper Ashiqa, dia sudah menyampaikan apa yang perlu disampaikan pada istrinya itu.
Sejenak Ashiqa menjadi ragu dengan keputusannya namun dia memilih tetap pada pendiriannya untuk pergi dari rumah ini. Ashiqa membuka pintu kamarnya dan tampak bi Sri tengah berdiri dengan mata yang basah.
“Tidak, Nyonya Muda, jangan pergi. Bi Sri pernah bilang kasian tuan muda jika harus menghadapi semua ini sendirian. Jangan pergi Nyonya, kepergian Nyonya justru akan membuat mereka semakin semena-mena di rumah ini. Nyonya Ashiqa hanya harus sedikit lebih bersabar lagi. Tolong pertimbangkan lagi Nyonya.”
“Sudah lah Bi, jika Ashiqa ingin pergi aku tidak akan menghalanginya. Dia sudah dewasa dan ku harap dia bisa berpikir jernih.” Rama melihat sepintas ke arah istrinya kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua.
“Tolong pertimbangkan lagi Nyonya, jangan buat Tuan Muda bertambah sedih. Dia sangat menyayangi Nyonya Muda.” Bi Sri mengambil tangan Ashiqa mengelusnya sejenak dan memohon pada Ashiqa untuk tetap tinggal. Ashiqa pun luluh dan dan mengangguk. Akhirnya dia mundur dan membawa kembali kopernya masuk di kamar. Perempuan muda itu bertekad tidak akan membiarkan suaminya sendirian menghadapi ibu tiri dan saudarinya yang jahat itu. Demi Rama dia akan tinggal di rumah ini, tetap berada di sisi suaminya dan belajar untuk bersabar seperti sikap suaminya selama ini.
Mata Terryn berbinar ketika dua mangkuk pesanan baksonya dan Ashiqa dihidangkan. Asap tipis mengepul dan aroma kuah bakso seketika mengosongkan perutnya. Dengan semangat Terryn menuangkan saos dan kecap serta sambal, mengaduknya sesaat dan mulai menyantapnya dengan suka cita.
“Yaa ampuun Yin, pelan-pelan doong makannya, kayak gak pernah liat makanan aja deh kamu.” Tegur sahabatnya yang terlihat sangat lapar.
“Iya Chik, aku memang udah seharian gak liat makanan. Semalam aku sibuk bantuin kak Deva buatkan maket sampai lupa makan malam. Tadi pagi gak sempat sarapan gara-gara bangun kesiangan dan ada kuliah pagi.”
“Kak Deva masih gitu yaa sama kamu, nyuruh-nyuruh terus ? kamu tuh bucin atau apa siih? gemes tau gak aku sama sikap kamu ke kak Deva. Dia juga gak peka banget kalau kamu tuh suka sama dia udah dari lama.”
“ Udaah … jangan kelamaan ngomel, makan dulu tuh baksonya entar keburu dingin, gak enak tahu.”
Ashiqa hanya geleng-geleng kepala, dia masih saja takjub dengan sahabatnya Terryn yang sanggup bersabar menghadapi kakak angkatnya Deva yang dinginnya mengalahkan kutub utara juga sikap bossy nya yang bikin geregetan. Andai Ashiqa di posisi Terryn mungkin dia gak akan sanggup menyimpan perasaan cinta dalam diam yang sudah melewati lima tahun itu.
“Chika, kamu tuh kenapa sih ? lagi ada masalah yaa ? aku perhatikan dari pestanya Angel kemarin sampai sekarang kamu tuh diaaam aja, sesekali muka ditekuk dan gak ada manis-manisnya muka kamu hari ini. kamu kenapa beb ? bagi cerita sama aku supaya kamu lega.”
Ashiqa melongo melihat mangkuk bakso Terryn yang sudah kosong dalam sekejap, sahabatnya ini benar-benar kelaparan.
“Aku cuma lagi nunggu waktu yang tepat untuk ngomong sama kamu Yin.”
Terryn bersendawa, untungnya suara sendawanya itu tidak besar dan masih ditutupi Terryn. Ashiqa menggeleng-geleng kepalanya melihat kebiasaan Terryn yang bersendawa seperti itu belum hilang juga.
“Ini adalah waktu yang tepat Chika Sayang, perutku sudah terisi dan pikiranku sudah stabil dan siap mendengarkan masalahmu.”
Ashiqa berdehem sejenak, dia sudah kehilangan selera dengan bakso yang di depannya itu. Mata Terryn menatap kasihan pada bakso Ashiqa.
“Chika, sayang banget tahu baksonya, aku adopsi yaa?”
Tanpa menunggu persetujuan Ahiqa, Terryn kembali melanjutkan makan masih dengan lahap yang sama.
“Kamu gak dikasih makan sama keluarganya kak Deva yaa ? kasian banget siih kamu.”
“Diih … fitness … dikasih laah, duit jajan juga banyak tuuh tiap bulan masuk di rekening. Cuma aku orangnya penyayang makanan.” Terryn terkekeh, setengah porsi bakso Ashiqa sudah berpindah ke perutnya. Terryn menenggak jus jeruknya tanpa sisa kali ini.
“Yin, sebenarnya aku tuh sudah nikah.” Ashiqa berkata pelan sekali dan hampir tidak terdengar telinga Terryn.
“Hah ? apa? apa tadi ? kamu sudah nikah ?!” Terryn menyelipkan rambutnya di telinganya dan memastikan dirinya tidak salah dengar dengan ucapan Ashiqa barusan.
“Aku udah nikah beberapa bulan yang lalu Yin. Ayah menjodohkanku dengan duda pilihannya.”
“What ??? Duda pilihan papa eeh ayahmu? Duda Chik ?” mata Terryn membulat. Dalam pikirannya terlintas duda tua, gemuk botak, pendek, pipi yang bergelambir dan memakai banyak cincin dengan batu permata yang mencolok.
“Sereeem Chiiik …,” Terryn bergidik dia merinding membayangkan sahabatnya yang cantik jelita itu dalam dekapan laki-laki tua yang sudah bau tanah.
“Heeh … kamu bayangin apa siih sampai merinding kayak gitu ? jangan ngeres deeh.”
“Yaa habisnya kamu bilang nikah sama duda, terus kamu mau-mau aja dinikahin sama laki-laki bangkotan kayak gitu. Yaa serem laah.”
Ashiqa membuang napas dan melihat sahabatnya itu dengan tatapan gemas.
“Pernah dengar gak Ramadhan Al farizi ? dia pemilik beberapa perusahaan konstruksi, trading, ekspor impor dan memiliki saham besar di sejumlah pusat perbelanjaan terkenal di negeri ini.”
“Hmmm … iya kayaknya pernah dengar tuuh kak Deva pernah obrolin orang itu sama ibu Imelda dan kayaknya dia juga penyumbang dana terbesar untuk beasiswa di kampus kita. Memangnya kenapa?”
“Kamu pernah lihat langsung orangnya?”
“Hmmm.. gak pernah paling cuma sekilas aja di tivi atau berita di internet. Ada apa sih ?”
Ashiqa mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri foto yang menyimpan foto pernikahannya dengan Rama lalu menunjukkannya ke Terryn.
“Ini suami aku yang statusnya duda itu, namanya Ramadhan Alfarizi, umurnya belum lewat tiga puluh lima.”
“Wooaaaaah … duren … yaaa ampuuun … duda keren, ganteng banget Chik yaa ampuun.” Mata Terryn membeliak kaget, duda dalam pikirannya sangat jauh dari yang dihayalkannya barusan.
Mantan duda suami Ashiqa berpostur tinggi, atletis, kulitnya kencang, hidung mancung dan warna kulit yang sexy eksotis.
“Udah ngeliatinnya, iler kamu udah mau netes aja tuh.”
Ashiqa mengambil kembali ponselnya yang masih dipegang erat Terryn.
“Tapi ini rahasia yaa Yin, kamu gak boleh bocorin ini sama teman-teman di kampus.”
“Siap laksanakan Bu Komandan. Eeh tapi aku kan bukan bigos ? aku gak pernah tuuh buat berita dan disebarin ke kampus.” Terryn pura-pura protes.
“Jadi sebenarnya kamu kenapa Chik? Kamu ada masalah sama suami kamu itu?”
“Masalah siih gak Yin, dia laki-laki yang baik banget. Penyabar dan romantis, aku sebenarnya beruntung dapat duda high quality itu meski awalnya aku keberatan.”
“Eeh iyaa yaa, saat itu kamu kan masih sama Arkhana kan?”
“Iya itu yang bikin aku sedih. Arkhana, aku belum sempat meminta maaf atas perpisahan kami yang menyakitkan Yin. Aku merasa bersalah dengan apa yang dialami Arkhana gara-gara aku.”
“Aku memang sempat ketemu sama Arkhana sebelum aku pindah ke sini bareng kak Deva dan kak Aluna. Dia bilang kalau kalian udah putus dan kamu akan dijodohkan dengan laki-laki lain tapi aku gak sempat kepikiran kalau kamu beneran dinikahkan. Tapi kamu bahagia kan Chik?”
Ashiqa terdiam, kalimat tanya terakhir Terryn memantul beberapa kali dalam kepalanya. Apa benar dia bahagia saat ini dengan Rama? Apa wanita di dunia ini tidak akan bahagia mempunyai suami yang baik seperti Rama ?
“Yaaah … dia bengong … hey Chika. Aku tanya kamu bahagia gak sama suami kamu ini ?” tanya Terryn lagi. Ashiqa hanya mengangguk sambil mengingat-ingat kembali momen romantic mereka.“Aku mungkin perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini Yin.”Ingatan Ashiqa terlempar jauh ke belakang saat malam pertamanya dengan Rama, dia memarahi Rama dengan menyebutnya Datuk Maringgih, saat itu Rama hanya tertawa mendengar omelan Ashiqa. Saat di resort waktu Ashiqa nyaris tenggelam seperti anggota Baywatch Rama melompat masuk ke dalam kolam renang menyelamatkan dirinya. Peristiwa yang paling heroik dan mengesankan, momen itu mereka dekat sekali secara fisik karena Rama menggendong Ashiqa kembali ke kamar hotel mereka. Yang paling fantastis adalah makan malam mereka di sebuah kapal yacht milik Rama dan menikmati malam indah kembang api.“Wooyy … udah melamunnya. Kata orang siih ujian
Malam ini Ashiqa tidak bisa memejamkan matanya, sudah berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya. Seperti ada yang kurang dan tidak nyaman padahal semuanya sama saja seperti biasanya. Pikirannya tertuju sosok laki-laki yang seharusnya ada di sampingnya saat ini, Ashiqa ingin menghirup lagi aroma parfumnya, mendengar suaranya dan hangat pelukannya.‘Apa ini yang dinamakan rindu yaa?’ keluh Ashiqa dalam hati. Dia menatap ponselnya, suaminya belum juga menelponnya kecuali saat Rama baru saja tiba di hotel tempat dia menginap.Tok … tok … tok …Suara ketukan di pintu kamarnya membuat pikiran Ashiqa tentang Rama memudar seketika.“Siapa?” tanya Ashiqa sambil turun dari tempat tidurnya.Ketukan itu terdengar lagi dan membuat Ashiqa semakin bergegas menuju pintu dan membukanya.“Bi Sri ? ada perlu apa malam-malam begini?” Ashiqa cukup heran asisten rumah tangganya menemuinya di malam yang hampir larut.“Nyonya besok ke kampus gak?” tanya Bi Sri agak ragu-ragu dan bersuara pelan. Dia menoleh
Ashiqa membeliak dengan sangat terkejut, perintah Kareena sangat jelas agar laki-laki itu berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya. Ashiqa masih meronta dengan sekuat tenaga dalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalinya itu.“Hentikan! Jangan kurang ajar kalian!!” bentak Ashiqa yang semakin berusaha menghentikan kegilaan ipar dan ibu mertuanya yang hanya berdiri dengan santai menikmati “pertunjukan” di atas tangga menuju kamar Ashiqa.“Apa kalian tidak takut dengan Rama? Dia tidak akan diam saja dengan perbuatan kalian!” ancam Ashiqa lagi. Dia merasakan tenaganya mulai berkurang dan tidak dapat lagi melakukan perlawanan pada laki-laki yang bernama Jack itu.“Yang Rama tahu nanti adalah, kamu kedapatan sedang berselingkuh dengan laki-laki ini dan laki-laki ini kabur begitu saja setelah kedapatan berbuat mesum bersama kamu di kamar tidur Rama. Selama ini Rama mendengarkan kata-kataku jadi tidak sulit untuk meyakinkan dia kalau kamu itu hanya ingin hartanya dia saja dan punya pria idama
“Bagaimana dengan ibu dan Kareena,Rama?” Ashiqa berusaha untuk duduk dan segera Rama membantunya dan memberi bantal di belakang punggungnya.“Tidak usah membahas mereka tidak ada lagi toleransi bagi mereka di rumah ini.” sahut Rama dengan acuh. Rautnya wajahnya terlihat sedih bercampur marah.“Aku akan meminta bi Sri membawakan makan malam untukmu.”“Tapi mereka akan tinggal di mana Rama?”Rama menatap Ashiqa sambil menghela napas.“Sayang, mereka punya rumah sendiri dan dua apartemen. Mereka tidak akan kesulitan menemukan tempat bernaung. Meski tunjangan dariku sudah ku hentikan tapi kontrak kerja Kareena masih panjang dan cukup untuk mereka. Yaa asal mereka tahu diri dalam menggunakan uang mereka.”Ashiqa terdiam dan tidak menanyakan hal itu lagi , dia menyibak selimutnya karena harus ke kamar mandi. Nyeri di sekujur tubuhnya dan pergelangan kakinya membuat gerakannya agak lambat.“Kau mau kemana?” tanya Rama mengulurkan tangannya kepada Ashiqa.“Aku hanya ingin ke kamar mandi saja,
“Udaah aah … gak perlu tahu detailnya bagaimana yang penting aku baik-baik saja dan pernikahanku masih aman. Aku minta kamu ke sini buat temenin makan bukan temenin puyeng.” Ashiqa mencubit pipi sahabatnya itu dengan gemas.“Kabar Kak Deva dan kak Aluna bagaimana ?”tanya Ashiqa untuk mengalihkan pikiran Terryn.“Masih seperti biasa teriakin aku babu kumal gitu, kak Aluna makin sibuk aja maklum dia kan kuliah di kedokteran.”Bi Sri keluar membawa cemilan dan kue-kue lainnya untuk Terryn juga minuman hangat.“Chik, kamu tahu gak kalau Arkhana itu ada di kota ini juga?” tanya Terryn hati-hati sambil mengangkat cangkir minumannya dan menyesapnya.Ashiqa berhenti mengunyah, mendengar nama itu disebut masih menyisakan dentuman di dadanya. Susah payah akhirnya makanan itu lewat dari tenggorokan Ashiqa.“Kenapa kamu bisa tahu ada Arkhana juga di kota ini Yin?” Ashiqa pura-pura tidak tahu dan ingin mendengar versi Terryn tentang Arkhana.“Tempo hari aku ke Rumah Sakit antaerin kak Aluna makan
Rama tertegun dengan apa yang telah dilakukan istrinya. Dia menatap Ashiqa yang masih menutup matanya meski wajahnya sudah menjauh dari wajah Rama. Ada raut kesedihan yang terbaca di kerutan sudut mata Ashiqa yang terpejam erat.“Hey … ada apa Sayang?” Rama kembali memeluk istrinya dan membelai kepalanya dengan lembut.Ashiqa menggigit bibirnya dia tak mungkin menceritakan tentang Arkhana ke suaminya . Dia tak mampu membayangkan jika Rama akan marah padanya lalu memulangkannya kepada orang tuanya. Perempuan ini sudah terlanjur cinta pada Rama.“Apa kau bertemu dengan ibu dan Kareena di jalan ? apa mereka berbuat yang tidak baik lagi padamu?”Ashiqa menggeleng pelan, Rama tak lagi bertanya dan memberi Ashiqa waktu, kelak jika dia sudah bisa menceritakan pasti akan diceritakannya tanpa Rama meminta.“Kau sudah berbuat nakal sore ini dan kau layak dihukum.” Rama memegang dagu istrinya dan mengangkat dagu itu dengan kedua jarinya.“A-aku dihukum?” tanya Ashiqa dengan sedikit terkejut.“Iy
Ashiqa nyaris melonjak dengan gembira ketika melihat hasil ujiannya mendapat nilai yang sangat memuaskan. Dia tak sabar untuk menunjukkannya kepada Rama suaminya. Segera langkahnya tertuju pada fakultas di seberang sana tempat Terryn belajar. Dia ingin menemui sahabatnya dan mengetahui hasil ujian Terryn. Ashiqa tahu Terryn juga akan meraih nilai yang tinggi karena selama ini dia dan Terryn selalu menjadi juara umum di sekolah mereka.“Yiiiin … Terryyyn …!” Ashiqa berlari kecil sambil menyongsong sahabatnya yang terlihat sama cerianya."Aku berhasil mendapat nilai terbaik!"“Chikaaa … nilaiku juga bagus semua!” mereka berpelukan dengan riang.“Apa rencana liburanmu Yin?” tanya Ashiqa dengan suka cita, kerja kerasnya selama ini terbayar dengan hasil yang tidak mengecewakan.“Aku ingin pulang kampung dulu Chik, aku kangen sama ibu. Kamu sendiri ?” mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir mobil.“Entahlah, mungkin Rama akan mengajakku liburan , tapi belum tahu kemana.” Ashiqa meng
Makan malam telah tersedia, Ashiqa membantu bi Sri menata makanan di meja. Bi Sri dari tadi menatap Ashiqa yang sedari tadi yang lebih banyak diam.“Waaah … apa istriku yang memasak lagi malam ini Bi?” Rama menarik kursinya dan memandangi menu makanan yang menerbitkan seleranya.“Iya Tuan, Nyonya berbakat sekali dalam memasak hanya sekali lihat Nyonya langsung paham dan hasil tangannya pasti enak.”Ashiqa hanya terdiam saja dan ikut menarik kursinya. Dia menyendok nasi dan menurunkannya di piring Rama seperti kebiasaannya setiap kali makan bersama dengan suaminya. Tapi kali ini tanpa ekspresi, wajah Ashiqa dingin tanpa senyuman.Rama cepat menangkap keanehan istrinya tapi dia masih belum ingin bertanya. Ashiqa menatap jemari Rama dan tidak terlihat cincin pernikahan itu di jari Rama. Hal yang membuat Ashiqa semakin bertambah sebal. Dia tidak jadi mengambilkan lauk untuk Rama dan hanya mengambil untuk dirinya sendiri.“Sayang, aku sudah pesan tiket untuk kita liburan. Kita berangkat be
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep