Share

Bab 60

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maafin aku.” Hanya kata itu yang terucap lirih untuk menggambarkan penyesalanku.

Sayangnya kata maafku tak membuat langkah Ivan berhenti, tetapi pria itu justru gegas menyusul Tari dengan langkah lebarnya. Aku terpaku menatap punggungnya, tetapi aku tak mampu menghentikan langkahnya.

“Dia siapa, Ay? Siapa yang kejang-kejang?”

Ah, aku baru menyadari bahwa Nindya sedang mengantarku ke parkiran tadi. Dan kurasa ia bisa mendengar pembicaraanku dengan suamiku tadi, juga melihat langkah lebar Ivan yang pergi meninggalkanku.

“Bukan siapa-siapa, Nin.”

“Are u okay, Aya?”

Terlambat sudah. Kurasa Nindya mulai mencium ada yang aneh dengan pembicaranku dan Ivan tadi. Padahal selama ini keberadaan Wira hanya menjadi rahasia di keluarga kami, banyak pertimbangan yang membuat Ivan membiarkan Tari memilih tetap menggunakan identitas mantan suaminya sebagai ayah kandung Wira. Maka Wira akan tetap menjadi orang lain secara hukum meski Ivan menanggung seluruh biaya hidup dan biaya pengobatan anak itu me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
entahlah Ivan yg romantis gak ada lagi seperti di seasen satu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 61

    Sesekali masih kulirik wajah tampan yang memang terlihat sangat lelah itu sambil mengendara. Beberapa kali masih kudengar embusan napas kasarnya sebelum kemudian tergantikan oleh dengkuran halusnya.Kubiarkan pria itu terlelap sepanjang perjalanan dari rumah sakit menuju rumah kami.***“Kak,” panggilku menepuk lembut pipinya. “Udah sampai rumah,” ucapku lagi.“Hmmm.” Pria itu hanya menggeliat sebentar, lalu kemudian kembali terlelap.Kubiarkan dia terlelap, sementara aku menikmati dengan menatap wajah lelahnya.“Maafin aku,” desisku sambil mengusap lembut pipinya yang terasa kasar oleh rambut-rambut halus yang tumbuh di sana.Entah sudah berapa kali kata maaf itu terucap dari bibirku, karena sungguh aku merasa bersalah atas kejadian hari ini.“Hmmmmhhh.” Pria itu kembali menggeliat pada usapanku yang kesekian.“Aya?” matanya membuka.“Kita udah sampai rumah,” ucapku.“Kita dari mana emang, Ay?”Rupanya ia masih sedang mengumpulkan kesadarannya.“Dari rumah sakit,” kataku.Matanya mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 62

    [Gimana kabarmu, Dek? Kata Ibu lama nggak pulang ke rumah.]Sebuah pesan kembali kukirimkan ke nomor Candra meski deretan pesanku sebelumnya masih saja bertanda centang satu. Entah di mana adik bungsuku itu berada. Semalam aku sudah mendengar banyak hal dari Ivan.“Aku nggak main-main, Aya. Candra terlibat terlalu jauh.”“Kalau saja dia bukan adikmu, kalau saja dia bukan walimu yang waktu itu memberikan tanganmu untuk kunikahi, mungkin aku sudah membuatnya membayar pengkhianatannya.”“Kalau saja nggak mikirin Ibu, mungkin Candra sudah berada di dunia lain sekarang.”Dari deretan kalimat-kalimat penuh emosi Ivan semalam, aku menyadari bahwa situasi ini memang tak mudah. Aku percaya Ivan, dia tak mungkin mengada-ada dengan semua ini, tetapi aku juga percaya Candra, percaya bahwa adik laki-lakiku satu-satunya itu tak mungkin seserakah itu.“Ck!” Aku membanting ponsel dengan kesal ketika lagi-lagi tak bisa terhubung ke nomor Candra.“Kenapa?” Ivan rupanya melihatku membanting ponsel.“Can

  • DOSA TERINDAH   Bab 63

    Tiba-tiba saja lelaki itu menarik tubuhku, lalu menenggelamkanku ke dalam dekapannya. Kami berdua berpelukan, sambil memperhatikan bagaimana Tari dengan hati-hati memposisikan putranya untuk duduk di ranjang pasien. Dekapan Ivan padaku terurai, ia melepas tubuhku kemudian menghampiri Tari dan membantu wanita itu memindahkan Wira ke kursi roda, dibantu seorang petugas medis lagi.Aku berdiri mematung melihat mereka berdua bersiap mendorong kursi roda Wira ditemani seorang petugas. Kuremas map di tangan kanan ketika mereka bergerak perlahan ke arah pintu.“Tolong urus administrasinya, Sayang.” Ivan melabuhkan kecupan ringan di keningku saat ia melewatiku. Petugas yang ikut membantu dan mengiringi Wira berkali-kali menatap padaku dan Ivan lalu Tari bergantian, kurasa ia bingung melihat interaksi kami bertiga di sana.Mereka semua sudah menghilang di balik pintu menyisakan aku dan Bude di ruang perawatan ketika aku baru saja menyadari satu hal. Ada aroma yang tak asing yang tertangkap ind

  • DOSA TERINDAH   Bab 64

    Aku terbelalak ketika petugas kantin mengantarkan lima gelas milo hangat di atas meja bersama segelas kopi kental dan dua mangkuk soto ayam, sementara Ivan hanya menatap datar tanpa ekspresi. Tadi memang dia yang berjalan ke arah lemari kaca yang berisi makanan tanpa menunggu pelayan yang datang menanyakan pesanan pada kami. Gerakan gesitnya memesan makanan tadi kuanggap sebagai upayanya untuk segera menuntaskan rasa lapar setelah tadi perutnya berbunyi keroncongan.“Kok sebanyak ini, Kak?” protesku masih melotot.“Biar nggak kepikiran milo dari mantan tadi.” Ia menjawab dengan tawa kecil. Kurasa bukan saja karena ekspresi kagetku, tetapi ia memang selalu tertawa saat mendengarku memanggilnya Kak.Jawaban yang sebenarnya ingin kubalas, ingin sekali kubahas tentang pelukan Tari padanya tadi yang kurasa jauh lebih keterlaluan dari pada sekadar segelas milo dari Mas Adam yang bahkan tak kusentuh sama sekali. Namun aku menahan diri untuk tak membuat keributan, kondisi Wira kurasa sudah c

  • DOSA TERINDAH   Bab 65

    Langkahku mengarah kembali ke ruang rawat Wira setelah menyelesaikan semuanya. Di sepanjang koridor rumah sakit yang terlihat lengang, aku berdoa agar tak bertemu Mas Adam lagi seperti tadi ketika ia tiba-tiba saja berada di ruang administrasi karena kurasa ia juga masih ada di rumah sakit ini. Di ujung koridor terakhir, aku menghentikan langkah ketika mendengar dua orang saling bicara. “Mengertilah Tari, apa yang kamu lalukan tadi itu sudah keterlaluan. Aku nggak mau kejadian seperti itu terulang kembali.” Itu suara Ivan, aku menajamkan pendengaran. “Aya marah?” Suara Tari. “Ini bukan tentang Aya, Tari. Ini tentang etikamu. Nggak pantes kamu ngelakuin hal seperti tadi.” “Hebat sekali dia, Kak. Bisa bikin kamu berubah gini.” “Apa maksudmu.” “Kak Ivan tau gimana deketnya kita dulu. Kita udah temenan dari kecil, Kak. Udah biasa dengan pelukan pelukan biasa seperti tadi. Apalagi aku ngelakuin itu bukan tanpa sebab, aku sungguh kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kepanikanku

  • DOSA TERINDAH   Bab 66

    “Mampir nengok Tante Indah dulu, Ay.”Kami sudah menyusuri koridor rumah sakit untuk kembali ke rumah siang ini setelah Ivan menemani putranya menjalani pemeriksaan laboratorium.Langkahku seketika terhenti. “Kenapa ke sana?” Kurasa ia bisa melihat dengan jelas ekspresi tak sukaku.Bukan karena Mama Indah, aku selalu merindukan wanita penyayang itu. Bahkan beberapa kali aku menelepon Hana – kerabat yang setia menjaga Mama Indah selama di rumah sakit demi mengetahui kabarnya.“Supri dan yang lain lagi di sana nengokin Tante Indah. Mereka sekalian mau diskusi tentang Pak Dito.”“Pak Dito?” Keningku mengeryit.“Bapak pelatih basket itu loh, Ay. Yang selalu ikut kalo dulu kita bikin acara di villa. Yang dulu jodoh-jodohin kita padahal kamu istri orang.” Ia tertawa.“Ish! Nggak lucu, ah!” Aku mencubit pinggangnya. Mengenang masa-masa itu selalu menghadirkan banyak rasa di dalam dadaku. Salah satunya perasaan bersalah.“Eh ... jangan marah dong, Sayang.” Sebuah rengkuhan hangat lagi-lagi te

  • DOSA TERINDAH   Bab 67

    Segelas straeberry smoothie sudah tersaji di hadapanku, minuman yang dulu pernah direkomendasikan Iin saat pertama kali mengajakku ke sini. Sementara gadis yang dulu menjadi karyawan kepercayaanku di butik itu sudah berkali-kali menyeruput minuman yang sama.“Siapa yang memecatmu, Iin? Sejak kapan kamu dipecat?” Aku memajukan wajah, menatap mata Iin yang terlihat takut-takut.“Jangan takut, kamu pelanggan di kafe ini,” ucapku ketika menyadari arah pandangan Iin adalah ke arah suamiku.“Bu-bukan takut, Mbak Aya.” Gadis itu masih saja gugup.“Tapi?”“Ng ... itu. Pak Ivan masih seperti dulu.”“Hah?” Aku dan Ivan bersamaan.“Masih bikin gugup kalo ditatap Pak Ivan.”Meski sedikit jengkel, tak urung aku menertawakannya. Teringat bagaimana gugupnya Iin dulu saat pertama kali mengajakku ke sini lalu pemilik Twin House yang dikaguminya ternyata mengenalku.“Astaga Iin! Itu udah bertahun-tahun berlalu dan kamu masih begini? Ingat, ya. Pemilik Twin House yang sangat kamu kagumi ini sekarang ada

  • DOSA TERINDAH   Bab 68

    “Oh, kalo itu sama anak-anak cabang dijuliki bayangan Pak Ivan. Sekarang di mana ada Boss, di situ dia ada. Tiara kayaknya udah nggak kepake lagi sama Pak Ivan.”Deg! Aku terkejut. Kurasa Iin mengetahui keterkejutanku.“Eh ... itu kalo Boss lagi kunjungan ke cabang ya, Mbak. Bu Tari itu pasti selalu ada. Aku nggak tau kalo di kantor pusat karena kayaknya Tiara juga masih jadi orang pentingnya Pak Ivan di pusat.”Aku tak lagi menanggapi karena masih terkejut oleh pengakuan Iin tadi tentang julukan bayangan dari suamiku pada wanita itu.“Pas kamu ‘sksd’ itu, Tari ngeliat kamu, nggak?” Entah kesimpulan apa yang sedang ingin kucari.“Ng ... aku nggak ingat, Mbak. Waktu itu kan banyak orang, semua karyawan cabang ada di sana nyambut Boss.”Aku mengangguk.“Kenapa emangnya, Mbak? Kenapa Mbak Aya nanya tentang Bu Tari?” Iin menelengkan kepalanya menyelidik.“Nggak papa, In. Aku cuma mau cari tau sesuatu.”Aku yakin Iin masih ingin bertanya, terbukti dengan wajahnya yang masih terlihat penasa

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status