Share

Makin Labil

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-07-14 19:09:46

"Wajarlah, Sy, suamimu cemburu." Mbak Farah bilang wajar katanya.

"Gak wajar ini, Mbak. Dulu Om Bas gak gini-gini amat." Aku beneran gak dibolehin ke outlet sementara waktu. Selama Evan masih sering main-main ke sana.

"Dulu mungkin dia belum sadar kalau istrinya cantik dan sangat berharga. Apalagi sekarang sedang berbadan dua, pasti gak rela dicolek orang sedikit aja."

Ah, masa iya segitu posesifnya? Beneran, sebelum ini cuek banget. Kalaupun cemburu gak bakalan sebar-bar ini. Om Bas dewasa, gak gampang terpancing emosi. Mau marah-marah juga dipikir dulu. Kenapa sekarang jadi dia yang kekanak-kanakan.

"Maksudnya, Om Bas cinta banget sama aku gitu, Mbak?"

"Bisa jadi."

Apa iya begitu? Dulu terkesan biasa aja karena Om Bas belum cinta beneran sama aku. Tapi masa iya cinta bisa mengubah seseorang jadi super duper bucin.

"Mbak Farah gak tahu, sih, waktu Om Bas sok-sokan nolak, pasif dan terkesan ogah-ogahan sama aku."

Jadi ingat awal-awal kita dijodohin sampai akhirnya nikah. Cuma
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Karmila Milaa
hamil pertama malahh benci banget sama suami.. hamil keduaa seneng banget mainin anu nya suami ...... yang ketiga inii seneng ciumin ketek suamii memang aneh2 yaa jdi bumil ituu
goodnovel comment avatar
Elda Basri
aku waktu hamil hamil pertama suka cium baju suami yg SDH dipakai,,,tp nga suka bau wangi2an SM rempah2 didapur terutama bawang merah goreng
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DITOLAK OM-OM    Kejutan Untuk Sisy

    "Seneng?" Om Bas mengecup keningku, sedang tangan ini menyatu memeluk pinggangnya. "Banget." Setelah lampu merah berubah jadi hijau, aku melepaskan pelukan dan membiarkan lelaki itu fokus pada jalanan di depannya. "Alhamdulillah." Gimana gak seneng, jarang-jarang Om Bas punya waktu libur lumayan panjang yakni tiga hari. Jum'at ini bertepatan dengan tanggal merah, jadi pagi-pagi sekali kita langsung cus ke Malang. Jalan-jalan ke Batu pokoknya harus terealisasi. Mau panas kek, hujan kek pokoknya harus jadi. Dalam setahun, paling cuma Lebaran aja bisa leluasa berlibur. Selain cuti bersama, bisa ditambah dengan cuti tahunan. Di luar itu jangan harap bisa santai begini. Om Bas hanya punya waktu luang hari Minggu. Kalau bangunnya jam dua belas siang, cuma bisa jalan-jalan setengah hari aja. Paling banter makan di kafe, nonton atau nge-mal di kitaran Surabaya. Itu-itu aja pokoknya. "Kenapa Mama sama Papa gak barengan di mobil kita aja?" Mertuaku juga turut serta, tetapi menaiki mobil ya

    Last Updated : 2022-07-15
  • DITOLAK OM-OM    Bulan Madu yang Tertunda

    "Lemes amat, masih capek gara-gara acara dadakan kemarin?" tanyaku, yang ditanyai melipat sajadah usai menjalankan ibadah dua rakaat. "Enggak." Singkat amat jawabannya, aku pun segera melepas mukena dan melipatnya. Lantas baring-baring lagi di kasur. "Kalau masih capek tidur aja lagi, nanti ke Batunya agak siangan aja." Bohong kalau gak capek. Habis menyetir dua jam dari Surabaya langsung lanjut ke acara dadakan reka ulang ijab kabul. Sorenya lanjut ke sesi foto pasca wedding, sampai di rumah Bapak pukul delapan malam. Itu pun gak langsung tidur, tapi dipakai buat ngobrol-ngobrol dulu. Entah merem di jam berapa, tahu-tahu adzan Subuh berkumandang. "Saya gak papa." "Bohong, ah." Aku memeluk pinggangnya yang tengah duduk di tepi kasur. "Enggak." "Om Bas gak senyum berarti ada apa-apanya." Biasanya begitu bangun tidur langsung senyum sambil kecup kening. Hari ini aku gak dapat itu. Tuh, kan! Dia mengembuskan napas, berarti gak salah tebakanku. "Yah, sedikit kecewa saja dedek b

    Last Updated : 2022-07-16
  • DITOLAK OM-OM    Drama Ngidam Syahdu

    "Ayo, dong, makan dulu. Dari tadi pagi gak ada yang masuk ke perutnya Om eh Ayah." Gemes aku bujuk bayi gede satu ini, ngalah-ngalahin anak kecil. Om Bas menggeleng kuat, gak mau sama sekali. Dari makanan kelas ringan, kelas bulu sampai kelas berat gak ada yang disentuh. "Perut saya mual-mual terus bawaannya, mana bisa masuk makanan." "Ya harus dipaksain, biar gak lemes badannya." Seumur-umur, belum pernah aku lihat Om Bas masuk angin separah ini. Paling cuma berasa begah di perut sama pegal pinggang. Gak sampai muntah-muntah hebat begini. "Gak bisa, Sayang. Gak enak banget rasanya perut ini." Lelaki yang berkurang gantengnya gara-gara meringis menahan sakit itu memilih rebahan dan mengabaikan mangkuk bubur ayam di tanganku. "Kalau Sisy aja dipaksa-paksa biar enek. Ini Ayah kenapa curang?" Kadang sampai marah beneran kalau aku gak mau makan sama sekali. Biar keluar masuk keluar masuk kaya ingus, pokoknya kudu tetap diisi. "Bedalah, kan di perut kamu ada anak kita yang membutu

    Last Updated : 2022-07-17
  • DITOLAK OM-OM    Believe Me

    Sekarang aku gak minder lagi kalau samperin Om Bas di kantor. Orang-orangnya mulai ramah waktu berpapasan. Mungkin karena mereka udah tahu kalau aku ini istri dari salah satu pekerja yang memiliki jabatan lumayan di sini. Cuma berasa tua waktu aku dipanggil dengan sebutan 'Bu Sisy.' 'Jangan tersinggung, Sayang. Dalam lingkungan formal memang seperti itu. Sudah menikah atau belum, kalau laki-laki pasti dipanggil 'pak'. Kalau perempuan dipanggil 'bu'. Tapi gak jarang juga yang memakai sebutan 'mas' atau 'mbak'. Kamu dipanggil Bu Sisy mungkin karena mereka menghormati saya sebagai atasan.' Begitu penjelasan Om Bas waktu aku ngadu gak terima dipanggil Bu. Kan aku masih calon, belum jadi ibu-ibu beneran. Tapi apa boleh buat? Sedari masuk lobby di lantai dasar tadi, baik Pak Security, embak-embak resepsionis, atau karyawan yang mungkin mengenal Om Bas, semua pada nunduk dan senyum lihat aku. Gak kaya waktu pertama kali ke sini, banyak yang bisik-bisik sambil kulitin penampilanku dengan

    Last Updated : 2022-07-18
  • DITOLAK OM-OM    Kerempongan Calon Ayah

    "Nanti siang ke kantor, kan?" Om Bas sedikit mendongak waktu kurapikan simpul dasinya yang longgar. "Enggak, bekal makan siangnya udah Sisy masukkan ke mobil. Ada di jok depan biar gak kelupaan." "Okelah." Ada yang kecewa berat. "Gak nyaman kalau tiap hari nongol di kantor. Kesannya posesif banget. Nanti pada ghibah lagi, istri Pak Bos ngintil mulu ke kantor." Tahu diri lah aku, sesekali ke sana sambil sidak masih mendingan. Kalau tiap hari apa kata dunia? "Sudah gak takut lagi kalau sewaktu-waktu saya digondol pelakor?" Pemilik rambut kelimis itu menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajahku, lalu ketawa jail. "Semua tergantung laki-lakinya, gampang tergoda saat digondol atau memperjuangkan kepercayaan sang istri supaya gak mudah tergondol." "Bahasa lainnya?""Tamu gak bakalan nyelonong masuk kalau tuan rumah gak bukain pintu." "Kalau tamunya maling masa iya ketok pintu dulu?" "Ish, ayah, mah." Sebel kalau Om Bas pura-pura gak ngeuh. Gak lucu. Apalagi pakai ketawa ala Spon

    Last Updated : 2022-07-19
  • DITOLAK OM-OM    Acara Tujuh Bulanan

    "Kok bisa gini, ya!" Aku berputar-putar di depan kaca. Menyaksikan perubahan drastis pada bentuk tubuh ini. "Kenapa, Sayang?" Om Bas mengernyit, kayaknya heran lihat istrinya ber-pose aneh-aneh. Miring-miringlah, maju mundur, terakhir mendekat ke kaca dan cubit-cubit pipi sendiri. Chubby banget. "Pantesan aja nambah lima kilo. Orang bengkak gini." Terakhir kali kontrol kehamilan, aku kaget waktu naik timbangan digital. Berat badan yang sebelum hamil 47 kg sekarang melonjak ke angka 52. Penyebabnya udah pasti perut yang mulai buncit. Lantas diikuti pembengkakan di bagian tubuh lain kaya pipi, lengan dan paha. "Ya bagus, dong. Itu wajar dan normal." Pria yang hanya memakai handuk habis mandi itu mendekat. Ikut mengamati bodi istrinya dari pantulan kaca. "Kalau bunda jadi gendut, ayah masih cinta, gak?" Baru trimester kedua aja udah kaya gini bentuknya. Apalagi nanti pas genap sembilan bulan. Kebanting banget sama bodi seksi tante Erin. Kalau Om Bas ilfeel terus berpaling gimana? H

    Last Updated : 2022-07-20
  • DITOLAK OM-OM    Karma Istri Ngeyelan

    "Padahal di YouTube banyak banget videonya, Sy. Tinggal ngikutin tutorialnya aja." Mbak Farah menyiapkan matras untukku. "Iya sih, Mbak. Tapi gak seru kalau gak ada temennya. Hihihi." Kapan lagi aku bisa mengerjai mbak ketemu gede ini. Mana orangnya gak enakan pula. Kalau kumintai tolong apa-apa pasti diusahakan bisa. Gak tega mengecewakan orang hamil katanya. Kaya pagi ini, kupaksa dia jadi instruktur senam hamil trimester ketiga. "Bukannya ini hari Minggu, Bas di rumah, kan! Malah mesra senam hamil berdua." "Ada, sih. Tapi aku kepinginnya sama Mbak Farah, sekalian mau konsultasi." "Konsultasi apa? Mbak bukan dokter atau psikolog." "Nanti aja kukasih tahu, sekarang ajarin gerakan senamnya dulu." "Ish. Berbahagialah kamu lagi hamil, mau geregetan nyubit jadi gak bisa kan!" Aku ketawa nyengir, Mbak Farah yang juga memakai baju olahraga sepertiku mengambil posisi duduk bersila dua meter di depan. Lantas melakukan gerakan pemanasan terlebih dulu. Jelas wanita itu udah hapal lua

    Last Updated : 2022-07-21
  • DITOLAK OM-OM    Menjelang Launching

    Aku membuka galery foto-foto lama, sebagian foto waktu kecil yang kuminta dari file di flashdisk milik Om Bas. Jepretan kamera seadanya yang diambil secara diam-diam. Nyengir-nyengir sendiri tiap geser dari satu gambar ke gambar lain. Gak percaya kalau gadis kecil burik dan dekil itu aku. Pantesan dulu Om Bas gak mau ngelirik. Tapi tetap ada manis-manisnya kok. Fix, gak menerima protes. Beranjak remaja, tanda-tanda bakalan jadi cewek cantik itu udah kelihatan. Buktinya banyak teman cowok pedekate dengan berbagai modus. Dari yang pura-pura SMS nyasar, pura-pura lewat depan rumah terus mampir sampai pura-pura jadi anak orang kaya pun ada. Biarpun Sisy kecil genit dan sok dewasa sebelum waktunya, tapi aku gak mau terima mereka. Ceritanya belum bisa move on dari pemuda kota bernama Baskara Abimana. "Mau jadi apa kamu masih kecil main pacar-pacaran! Sudah, gak usah sekolah. Ibuk nikahkan saja sekalian." Ini peringatan tegas dari Ibuk karena aku masih berseragam putih biru. Izin boleh pa

    Last Updated : 2022-07-22

Latest chapter

  • DITOLAK OM-OM    Bab 62

    "Mama sama Papa pulang, ya! Kalau Evan macem-macem bilang sama Mama." Ibu mertua memelukku penuh sayang. "Iya, Ma." "Jaga istrimu baik-baik! Sekarang kamu sudah jadi suami, tanggung jawabmu makin besar, jangan petakilan dan main-main gak jelas lagi." Tetap Evan yang diwanti-wanti, dikasih wejangan dengan nada penuh ancaman baik dari sang Mama maupun Papa. "Siap, Komandan!" Masih saja cengengesan di saat yang lain tenggelam dalam haru. "Pak, Bu, kami pamit pulang. Jangan segan-segan menegur anak kami jika dia salah langkah dan arah. Bimbing dia supaya bisa menjadi suami dan calon ayah yang baik." Kedua mertuaku menyalami sang besan. "Insya Allah, Pak, Bu. Terima kasih telah menyempatkan diri mampir ke sini," ucap Papa mewakili keluargaku. "Cici, kamu gak tinggal di Surabaya aja?" Gadis yang sekarang resmi jadi adik ipar masih menggelendot manja di lenganku, lebih manja ke aku daripada kakak kandungnya sendiri. Kami hanya beberapa kali bertemu sebelum acara pernikahan. Namun, akt

  • DITOLAK OM-OM    Bab 61

    Pagiku kini berbeda, biasanya akan terbangun dengan bunyi alarm, atau memang otakku telah tersetting sedemikian rupa oleh kebiasaan sehingga tanpa adanya alarm pun aku pasti terbangun di jam yang sama. Gak peduli tidur larut atau enggak, tetap gak ada pengaruhnya. Aku gak langsung berolahraga atau gegas mandi, tapi hari ini aku seperti mendapatkan dispensasi atas apa yang terjadi semalam. Masih ingin bermalas-malasan dengannya, memanfaatkan cuti yang gak seberapa lama dengan bercengkerama. Evan masih terpejam, mendengkur halus dengan napas teratur. Tanganku terulur menjangkau wajah tampan itu kemudian mengusapnya perlahan. Semalam pasti melelahkan untuk kami, terutama untuknya. Gejolak muda telah terlampiaskan dengan begitu indah bermandikan peluh. Kelopak mata yang tersentuh oleh tanganku mengerjap. Lengkungan di kedua sudut bibirnya begitu hangat hingga merasuk ke dada ini. "Dicium juga boleh," ujar lelaki yang telah memiliki jiwa dan ragaku seutuhnya. Aku tersadar jika jemarik

  • DITOLAK OM-OM    Bab 60

    "Gimana? Sudah sesuai dengan ekspektasi kamu?" Evan menemaniku melihat-lihat interior ruko hasil rancangannya setelah diisi lengkap dengan furniture. Proses finishing mundur satu bulan dari target karena beberapa kendala. Di lantai dua, aku memindai tiap sudut ruangan yang sebagian kecil adalah request-ku sendiri termasuk pemilihan cat dan wallpaper dinding kamar. "Oke, aku suka, kok." Puas menjelajah tiap sudut lantai dua, lanjut ke lantai tiga yang sengaja dikhususkan untuk bersantai. Ada kolam renang kecil, tempat gym dan juga taman minimalis yang difungsikan sebagai area hijau roof top. "This is you're dream, right?" Lelaki berstatus calon suami itu merentangkan tangan seperti mempersembahkan sebuah pertunjukan. "Hmmm." Aku menepi ke tembok pembatas setinggi dada orang dewasa, berdiri menghadap langit barat Surabaya. Sekarang benar-benar terwujud bersamaan dengan view keemasan kala senja. Juga dengan dia--pria tampan yang nantinya akan jadi sandaran kepalaku ketika sama-sa

  • DITOLAK OM-OM    Bab 59

    "Sudah, Mbak. Aku gak mau denger lagi pertanyaan yang selalu kamu ulang-ulang. Kamu yakin, gak? Kamu benar-benar yakin? Aku bosen, sumpah. Ini terakhir kalinya aku menjawab kalau aku sangat-sangat yakin ingin menikahimu ... segera. Paham!" Aku gak bisa lari ketika Evan mengunciku dengan tatapan tegasnya. Celah mana yang ingin kamu jadikan alasan, Erin? Kurang keras kah usahanya mencairkan bekunya rasamu? Bukti apa lagi yang kamu inginkan agar dia bisa leluasa memasuki singgasana hatimu kemudian mengizinkannya menetap di sana? "Kenapa harus segera, Van? Kaya married by accident aja." "Akan terjadi accident beneran kalau kamu sengaja mengulur-ulur waktu." Evan mencondongkan wajah, aku mundur hingga punggungku terdesak ke pintu mobil. Teringat ciuman spontan waktu di Malang, refleks kudorong dadanya hingga kepala pemuda itu terantuk jendela kaca samping pengemudi. Aku puas dia meringis dan mengelus-elus belakang kepala. "Masih berani ngancam?" "Ngeri kamu, Mbak. Mau dikasih enak ma

  • DITOLAK OM-OM    Bab 58

    "Mbak suka yang mana?" tanya Evan. Ada puluhan model cincin tunangan yang berjajar di kaca etalase toko perhiasan bernama Sofia's Jewelry. Bocah gemblung itu memang anti basa-basi. Jika memiliki keinginan tertentu pokoknya harus terlaksana segera. "Bahkan kamu belum bilang apa-apa sama Papa, Van. Apa ini gak lucu?" Gak tahu apa yang ada di kepala bocah ini. Bagiku semuanya serba instan, pertemuan kami, ketertarikan Evan, caranya mendekatiku hingga luluh. Lalu sekarang tahu-tahu sudah mengajak berburu cincin tunangan. "Aku yakin papamu pasti setuju, Mbak. Nanti begitu sampai Surabaya, aku pasti langsung ngobrolin ini sama keluarga besar Mbak." "Van--""Udah, jangan kebanyakan mikir. Buruan pilih yang mana." "Terserah kamu aja, Van." Ada model emas polosan, berhias permata, batu safir dan masih banyak model lainnya. "Enggak bisa, pokoknya harus pilih sendiri and follow your heart. Aku gak suka kata 'terserah'. Takut ngedumel di belakang." "Serius, Van. Pilih aja sesuai feeling d

  • DITOLAK OM-OM    Bab 57

    "Coba ulangi, Mbak!" Evan memiringkan kepala, sengaja mendekatkan telinganya ke bibirku. Ngelunjak memang. "Iya, Van, iya. Puas?" Gak peduli Cici akan terbangun atau enggak. Aku berteriak dan mungkin gendang telinga Evan pecah kali ini. Dia menggosok-gosok daun telinganya dan ngedumel gak jelas. Rasakan! Siapa suruh iseng. Namun itu gak berlangsung lama, aku menyaksikan sebuah selebrasi menggelikan setelahnya. Laki-laki yang baru saja kuterima cintanya melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. Berkali-kali mengucap yes-yes. "Tapi aku belum puas kalau belum sah, Mbak," ucapnya, di sela mengatur napas yang ngos-ngosan sehabis jejingkrakan. "Tapi awas ya, kalau sampai kamu sebarluaskan berita ini. Termasuk ke Vanya. Dan jangan sekali-kali posting status apapun di sosmed tentang ini." "Kenapa?" "Kamu udah tahu jawabannya." Pancaran tegas dan kadang meneduhkan itu sedikit meredup. Kedua tangannya mencengkeram besi pembatas balkon. Bukannya aku gak mau mengakuinya, tapi aku takut j

  • DITOLAK OM-OM    Bab 56

    "Santai aja, Mbak. Gak usah tegang." Evan menutup pintu mobilnya, lalu menarik tanganku ke sebuah bangunan modern klasik berlantai dua. "Kamu yang santai, Van. Aku enggak bakalan ilang." Kulepas genggamannya yang hangat, seketika detak jantungku kembali normal. Dia gak tahu irama menyebalkan itu cukup mengganggu. "Evan!" seru seseorang, setelah daun pintu ditarik ke dalam. Wanita berambut keriting sebahu memeluk erat pemuda itu. Erat sekali seperti seakan semua rindu tumpah di sana. Seolah dia pernah bepergian ke suatu tempat, lalu kembali setelah bertahun-tahun. "Kangen banget ya, Ma?" Evan lebih erat membalas. "Iyalah. Biasanya seminggu sekali pulang, ini enggak. Mentang-mentang sudah nemu--" "Oh, ya, Ma. Kenalin, ini wanita cantik yang pernah Evan ceritain ke Mama." Pelukan terurai dan dengan lancangnya tangan Evan merangkul leherku. Cerita apa saja dia ke ibunya? "Oh, jadi kamu yang namanya Erin? Cantik sekali. Real pict seperti di foto-foto yang sering dikirim Evan." "I

  • DITOLAK OM-OM    Bab 55

    "Semudah itu papa kasih izin Evan?" Terpaksa aku prepare juga pagi ini. Aku kalah telak dengan pendukung cowok cute itu. Papa, Mama dan Vanya bersekongkol meluluhkanku dengan sejuta cara. "Dia meminta izin dan bicara baik-baik sama papa. Papa cuma bisa kasih semangat, sekalian ingin melihat bagaimana cara dia berjuang mendapatkan cinta Erin yang kerasa kepala. Berani juga anak itu." Lelaki itu duduk di tepi ranjang, menungguku bersiap-siap karena sebentar lagi Evan menjemput. "Sekarang papa pasrah, ya?" Aku tertawa kecil menggodanya, mengingat pria-pria rekomendasi papa yang pernah kutolak sebelum ini. Dari kesemua lelaki tersebut, aku tahu papa sudah menyelidiki dulu latar belakang masing-masing. Gak mungkin asal walaupun bisa dikatakan aku begitu terlambat menemukan pasangan. "Bukan pasrah, tapi ingin mengikuti apa yang terbaik menurut kamu karena yang akan menjalani adalah kamu. Soal Evan ... menurut papa, dia memiliki daya tarik kuat. Bisa kamu lihat dari niat baiknya, keber

  • DITOLAK OM-OM    Bab 54

    Aku tertawa, tepatnya menertawakan diri sendiri. Menyedihkan, bukan! Bahkan sekarang aku sedang dihibur oleh lelaki muda dengan gombalannya. Gombalan yang sering kulihat di acara komedi talk show atau cuplikan video singkat di sosmed. Evan berhasil, melebur sakitku, kecewaku juga sedihku dengan caranya meski di balik semua itu batinku meronta-ronta. "Ada yang lucu, Mbak?" Pertanyaan yang membuatku menghentikan tawa ini. Bukankah dia pencipta mood booster itu? Lawakan khas anak muda ketika iseng merayu wanita-wanita di sekitarnya. Kenapa dia malah datar saja? "Maaf, Van. Aku terbawa suasana dan gak bisa nahan tawa." "Jadi, Mbak pikir aku sedang becanda?" "Loh, terus?" Apa ini sebuah kode tertentu, kode lelaki terhadap perempuan yang memiliki kepekaan tinggi. Masa depan Mbak sudah ada di sini katanya. Apa itu artinya dia sudah berani melangkah lebih jauh? "Mungkin terlalu cepat dan begitu konyol di mata Mbak. Tapi jujur, apa yang sedang kurasakan ini gak salah. Serius!" Pramusaj

DMCA.com Protection Status