Amanda terus menangis. Selain haus dia juga merasa tak nyaman. Diapersnya sudah penuh dan kotor.“Duh, kamu pup lagi ya, Dek?” ucap Denis yang mencium bau dari bagian bawah tubuh Amanda. Dia menggerutu karena malas sekali rasanya jika harus membersihkan kotoran bayinya. Namun, tak ada pilihan lain sekarang selain membersihkannya, karena tak ada orang dewasa lain di rumah itu selain dia.“Aarggh. Aku harus mencari pengganti Maria secepatnya. Kalau tidak, aku bisa gila gara-gara ngurus bayi,” umpatnya sambil mengacak rambut.Denis kembali menguatkan diri untuk membuka diapers Amanda. Dia membaringkan bayi kecil itu dan mulai membuka celana lalu diapersnya. Baunya lebih menyengat dari yang semalam. Bentuknya juga jauh lebih encer dan berlendir. Kali ini, Denis mencoba membersihkannya dulu dengan tisu basah dan tisu kering. Lalu, dia memindahkan Amanda ke diapers yang baru. Namun, baru juga dipasang, Amanda kembali mengejan. Dia pup lagi dengan suara kentut yang nyaring.“Yaa ….” Denis
“Gimana sekarang, Fer? Gue bingung harus ke mana nyari Maria. Dia nggak ada HP atau alamat yang bisa dicari.” Denis mondar-mandir di ruang perawatan Amanda dengan wajah yang bingung. Wajah dan rambutnya tampak kusut karena semalaman tidur sering terganggu.“Entahlah, gue juga bingung. Tapi jika kita nggak nemuin Maria secepatnya, Amanda bisa bahaya.” Kedua lelaki itu diam sambil merenung, memikirkan langkah apa yang harus diambil oleh mereka selanjutnya.“Sayembara!” ujar Fery dengan wajah semringah. “Mungkin kita bisa membuat postingan dan membagikannya di sosial media. Seperti yang dulu pernah ague lakukan saat mencari Suci. Gue share ke grup WA. Gimana?”“Ah, iya. Ide yang bagus.” Denis memekik girang saat mendengar saran yang bagus dari Fery. “Gue bikin iklan pencarian orang. Gue akan kasih uang yang banyak buat yang bisa ngasih tau keberadaan Maria.”“Tapi … gue nggak punya fotonya Maria, Den. Elu punya?” tanya Fery yang memberengutkan wajahnya.Denis terdiam sejenak. Dia mengin
“Lumayan juga ini imbalannya. Tapi … ke mana kira-kira si Maria itu?” gumam ibunya Hanif.“Please, deh, Bu. Masa kita mau manfaatin hilangnya Maria demi dapetin uang?” Hanif menegurnya. Walaupun dia sudah menceraikan Maria, tetapi dalam hatinya dia masih memiliki rasa untuk mantan istrinya itu. Hanya saja hasutan sang ibu membuatnya gelap mata. Maria berubah menjadi sangat buruk di matanya, padahal dulu dia sangat mencintainya.“Ya, kali-kali dia bikin kita untung. Jangan bikin kita sial aja. Udah berapa banyak dia ngabisin duit kita? Nggak ada timbal baliknya sama sekali. Ngasih anak juga anak monster. Bener-bener pembawa sial!” umpat wanita montok itu.Di sudut ruangan pembantunya hanya bisa geleng-geleng mendengarkan majikannya yang begitu benci pada mantan menantunya. Si Bibi yang tahu bagaimana sikap Wuri—ibunya Hanif— pada Maria. Dia juga beberapa kali menemukan bungkusan jamu yang aneh, yang sering Wuri berikan pada menantunya saat hamil.Diam-diam Bi Sum membawa bungkusan it
“Ini video apa? sebentar,” ujar Maria sambil merebut ponsel itu dari tangan Fany. Dia memutar video itu berulang kali. Rasa sakitnya sungguh berkali-kali. Selain sakit hati karena melihat Amanda yang terbaring lemah, lalu dia juga sakit saat mengingat kata-kata yang dilontarkan oleh Denis padanya. Lelaki itu mengusir dia walaupun Maria sudah memohon agar dimaafkan.“Kasian sekali, Mar. Kayaknya anak itu sakit karena kangen sama kamu. Lihat, laki-laki itu bilang kalau anaknya butuh kamu,” ujar fany sambil menunjuk pada Denis yang memohon agar Marian mau kembali.“Nggak apa-apa, Fan. Dia itu anak orang kaya. Ayahnya pasti bisa carikan lagi baby sitter lain, bisa belikan susu terbaik yang ada di dunia ini. sudahlah,” ucap Maria yang langsung mengempaskan dirinya ke atas kasur dan membelakangi Fany yang sudah memegang ponselnya lagi. Dia mengulang-ulang video yang menunjukan penyesalan Denis yang teramat sangat.“Iih, kamu nggak kasian apa? Lihat, sampai masuk rumah sakit begini.” Fany t
Denis langsung membuka pesan yang masuk ke akun tiktoknya. Matanya melebar saat membaca isi pesannya.[Pak, saya tau di mana Maria berada. Tapi, dia tidak mau kembali ke sana.]Begitu isi pesan yang masuk ke inbox Denis. Dia langsung terperanjat dan menegakan tubuhnya. Denis langsung membalas isi pesan itu.[Tolong beri tahu di mana posisi kalian. Bisa tolong beri saya nomor ponsel kamu?] balas Denis.Beberapa saat, tak juga ada balasan dari akun itu, membuat Denis gundah saking tak sabar. Yang paling utama, dia merasa sangat kasihan dengan Amanda. Bayi kecil itu selalu menangis saat terbangun dan mencari keberadaan Maria.Sayangnya Fany tak menaruh nomor telepon di berandanya. Jika saja ada, sudah pasti Denis akan menghubunginya.“Ayolah, Fany. Balas chatnya,” gumam Denis yang tak sabaran. Dia mondar-mandir di ruang perawatan Amanda. Sementara Fery dan Suci sedang mencari makan ke luar.Beberapa saat kemudian Fery kembali dengan sebuah kantong keresek di tangannya. Dia sengaja mem
Tok, tok, tok.Bunyi ketukan di pintu membuyarkan dua oranng yang tengah fokus dengan kegiatannya masing-masing. Fany yang sedang bersiap untuk berangkat kerja, sementara Maria sedang membuat nasi goreng dari nasi sisa untuk sarapan.“Siapa pagi-pagi begini?” tanya Fany pada Maria di saat mereka saling melempar tatap. Di ruangan yang sempit itu mereka memang bisa melihat dari ruang untuk tidur ke dapur yang hanya disekat tembok tanpa pintu.Maria hanya menggeleng, karena memang tak tahu siapa yang datang.“Bentar, biar aku cek,” ucapnya kemudian menuju ke pintu.Mata Fany melebar saat pintu terbuka. Dia melihat sosok lelaki yang kemarin sempat dilihatnya di video yang viral.“Mmhh, mau ke siapa?” tanya Fany pura-pura tak tahu. Padahal dia sudah menduga maksud kedatangan laki-laki ini.“Ini Mbak Fany yang kemarin inbox saya, kan?” tanya Denis dengan polosnya. Mata Fany langsung melotot. Jari telunjuknya menyilang di bibir.“Sttt.” Fany memberi isyarat agar Denis berhenti berucap. Dia
Denis keluar dari ruangan yang sempit itu diikuti oleh Fery yang sesekali menoleh ke belakang. Dia masih mau membujuk Maria agar ikut dengan mereka.“Denis, masa kita langsung menyerah begini?” bisik Fery seraya menarik lengan lelaki di depannya.“Mau gimana lagi? Dia nggak mau kembali, Fer. Masa kita mau maksa?” jawab Denis yang berbalik.“Gue nggak mau bikin dia tambah sakit hati, Fer. Gue udah parah nyakitin dia kemarin. Masa gue harus kembali nyakitin dia dengan memaksanya ikut kita?” Denis berkata dengan wajah memelas sedih.Fery langsung terdiam. wajahnya pun ikut sedih.Di dalam sana, Maria mendengnar apa yang diucapkan oleh Denis barusan, karena jarak mereka memang tak terlalu jauh.“Ini adalah resiko yang harus gue tanggung karena sudah mengusir Maria. Gue yang salah, karena itu gue yang harus menyelesaikan masalah ini.” Denis menjeda kalimatnya. “Jika Maria tidak mau lagi merawat Amanda, maka gue sendiri yang harus nyari pengganti dia.”“Den, elu, kan, tau kalau Amanda butuh
“Hey! Lepaskan dia!” teriak Denis yang merasa kasihan melihat Maria diseret seperti itu. Dia menghalangi langkah Hanif yang menyeret Maria menuju ke mobilnya.“Jangan ikut campur, kamu! Dia ini istriku, karena itu aku berhak melakukan apapun sama dia,” ujar Hanif yang mendorong tubuh Denis agar tak menghalangi jalannya.“Hey! Apalagi kalau dia itu istrimu. Harusnya kamu menjaga dia dengan baik, bukannya malah memperlakukan dia dengan kasar seperti itu.” Denis menarik tangan Maria agar Hanif tak bisa menyeretnya.Langkah Hanif terhenti. Dia kemudian berbalik dengan tatapan nyalang pada Denis. “Lepaskan istriku!” desisnya dengan sorot mata tajam.“Aku ini bukan lagi istrimu, Mas. kita sudah bercerai. Bukannya kamu sudah menjatuhkan talakmu saat aku meminta kalian untuk menguburkan Rania. Kamu bilang aku bisa pergi, karena kamu sudah tak mau melanjutkan pernikahan ini. Kamu tidak mau ada aku dan Rania dalam hidupmu dan menyuruhku pergi membawa mayat Rania dalam gendongaku. ucapanmu
“Tak perlu basa basi,” jawab ibunya Hanif terlihat emosi. Dia sangat kesal karena melihat Maria yang terlihat mewah. Sementara dirinya justru terlihat kumal.“Baiklah kalau tidak boleh berbasa basi. Sepertinya kalian tetap saja sial walaupun sudah mengusir Maria.” Denis tersenyum miring.Mata Hanif langsung melotot, begitu juga dengan ibunya.“Enak aja kamu bilang kami sial. Hanif ini sekarang bekerja di perusahaan bonafid. Dia ini jadi manager,” balas ibunya Hanif dengan mata melotot.Denis tersenyum miring. “Oh ya? Benarkah? Anak Ibu bilang jadi manager?” tanyanya dengan nada mencibir.“Ya, tentu saja. Bukan begitu, Hanif?” ujar wanita paruh baya itu dengan dagu yang mendongak.“I-iya, tentu saja,” jawab Hanif tergagap.“Oh begitu. Baguslah kalau memang dia sudah jadi manager. Permisi, kami mau mencari peralatan bayi,” pamit Denis yang lalu menuntun Maria untuk memasuki toko.Istrinya Hanif pun ikut mengekor sambil menarik Hanif untuk segera masuk ke dalam toko. Namun, lelaki itu me
Maria tersipu malu saat bangun keesokan harinya. Dia merasa berbunga-bunga karena telah menjadi seorang istri yang utuh bagi Denis. Dia menutupi tubuhnya yang polos dengan handuk yang terserak di lantai.“Mbak, Mbak Maria.” Terdengar panggilang dari Bi Noneng.“I-iya, Bi?” Maria gegas membuka pintu itu sedikit. Ternyata wanita itu tengah menggendong Amanda yang habis menangis.“Astagfirullah, Sayang maafin Mama,” ujar Maria yang langsung membuka pintu dan mengambil Amanda dari tangan Bi Noneng.Wanita paruh baya itu tak sengaja melihat ke dalam kamar di mana ada Denis yang masih terlelap di atas kasur milik Maria.“Eh.” Maria tampak malu karena kepergok telah sekamar.Bi Noneng malah tersenyum dan mengelus pundak Maria. “Sudah sewajarnya, toh? Pak Denis itu suamimu, Mbak. Dia seperti orang gila sewaktu Mbak Maria pergi dari rumah. Dia sering melamun dan gelisah,” ucapnya.“Kalian berhak bahagia. Saya ikut senang, Mbak,” pungkasnya sebelum beranjak pergi.Maria masih terpaku setelah me
Maria gegas menyilangkan kedua tangan pada dua area sensitifnya. Dia begitu malu dengan perlakuan Denis padanya. Maria hendak jongkok untuk mengambil lagi handuknya, tetapi tangan Denis lekas menahannya.Maria mendongak melihat pada lelaki yang menggelengkan kepalanya. Denis lalu menarik Maria agar kembali tegak berdiri.“Ba-pak, saya ….” Wajah Maria sudah merah saking malunya.“Ini bukan pertama kali kamu melakukannya, bukan? Seharusnya aku yang mesti malu, karena ini adalah hal yang pertama buatku,” ucap Denis yang semakin membuat Maria tersipu malu. Wanita itu menunduk dalam.“Saya … rasanya tidak pantas untuk Bapak. Saya ini hanya perempuan miskin pembawa sial,” ucap Maria dengan suara tercekat. Namun, Denis justru menarik dagu Maria agar kembali menatapnya.“Aku akan buktikan jika kamu adalah wanita yang penuh keberuntungan,” balas Denis dengan tatapan lekat. Dia berusaha memupuk cinta itu agar semakin subur. Maria bukan wanita yang sulit untuk dicintai. Wanita itu begitu tulus
Maria hanya diam selama perjalanan. Dengan hati terpaksa Maria ikut pulang dengan Denis. Mau bagaimana lagi, Amanda tak bisa lepas darinya. Anak itu menangis keras saat Maria menyerahkan pada Denis.Entah apa yang akan terjadi nanti, mungkin Maria akan minta Denis untuk mencarikan baby sitter baru, lalu dirinya akan meminta cerai dan pergi.Denis sesekali melirik ke samping kirinya dan melihat Maria yang memangku Amanda yang tertidur lelap.“Kamu sudah makan?” tanya Denis yang merasa kasihan sekali melihat istrinya itu begitu kurus.Maria mengangguk pelan.“Makan apa?” telisik Denis penasaran.Maria terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Aku makan bubur sisa Amanda tadi.”Denis memejamkan matanyanya sejenak dan menggeleng. Pantas saja wanita itu begitu kurus, karena hanya makan makanan sisa anaknya. Lelaki itu beristigfar dalam hatinya.Benar kata Amanda, jika Maria adalah wanita terbaik yang bisa menggantikannya.“Kita makan dulu,” ujar Denis lalu membelokan mobilnya menuju sebu
Fery segera membuat pengumuman orang hilang dan menyebarnya di berbagai media sosial. Dia yakin cara itu akan jauh lebih mudah dilihat orang-orang saat ini.Dia juga menjanjikan akan memberi imbalan yang besar bagi yang memberikan kabar tentang keberadaan Maria seperti dulu.Fery sangat khawatir dengan nasib Amanda juga pengasuhnya itu.Maria hanya wanita lemah yang membawa seorang bayi. Dia yakin akan susah untuk mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan.Saat ini Maria sedang menyetrika di sebuah rumah. Sementara Amanda duduk sambil memainkan boneka usang yang ditemukan Maria di tempat sampah. Boneka monyet yang dia ambil dan dicuci sampai bersih, lalu dia berikan untuk mainannya Amanda.Beruntung anak itu sangat baik dan tak banyak rewel. Asal sudah kenyang maka tak akan ada lagi rengekan.Setiap hari Maria mengutamakan perutnya Amanda sebelum dia yang makan. Asalkan Amanda sudah kenyang, maka dia akan memakan sisanya, walaupun itu hanya bubur nasi.Tubuh Maria semakin kurus
Mobil Denis meluncur cepat menuju kontrakan Fany. Dia merasa yakin jika Maria akan pergi dan menginap di sana.Denis memukuli handel stirnya saking tak sabar. Jalanan dipadati kendaraan, sehingga macet.“Sial! Kenapa malah macet segala!” rutuk Denis sangat kesal. Berulang kali dia melirik pada jam yang melingkar di tangannya, sudah hampir jam 9 malam.“Mudah-mudahan saja Maria benar ke rumahnya Fany. Kalau tidak ….” Denis bahkan tak mampu melanjutkan kalimatnya sendiri. Dia khawatir jika terjadi apa-apa pada Maria juga Amanda.Mobilnya perlahan melaju, hingga akhirnya menemukan persimpangan, Denis memilih jalan lain yang tidak macet walaupun lebih jauh.“Huuft!” Dia mengembus napas kasar. Kemacetan telah membuatnya hampir kehilangan akal sehat.“Jakarta semakin hari semakin macet aja. Mengerikan!” umpatnya kesal. Namun, sekarang mobil itu sudah melaju kencang menuju kontrakan Fany yang jaraknya tak jauh lagi.Denis memarkir mobil sembarangan. Dia membanting pintu dan melangkah cepat
“Bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanya Denis terperanjat turun dari tempat tidurnya.“Aahh, semalam, kan, aku anter kamu pulang ke sini. kenapa kamu lupa?” Irene malah menguap.“Sial!’ umpat Denis yang langsung pergi ke kamar mandi.“Kamu cepat pakai baju dan pulang!” usir Denis sambil membanting pintu kamar mandinya.Irene justru semakin berleha-leha di atas tempat tidur. Namun, rasa haus menyiksa tenggorokannya. Dia lalu bangkit dan turun. Sambil celingak-celinguk dia mencari dapur. Lalu, matanya menangkap sosok Maria yang sedang menyiapkan sarapan.“Hei, kamu pembantu di sini?” tanya Irene sambil memainkan rambutnya. Maria meliriknya dengan hati yang teramat sakit. Irene hanya mengenakan pakaian seadanya.“Iya, Mbak. Mau sesuatu?” tanya Maria dengan sopan.“Aku haus,” jawab Irene yang kemudian duduk di kursi makan.“Tunggu sebentar, saya ambilkan air,” kata Maria yang berbalik menuju dapur dan tak lama kembali dengan segelas air putih.“Silakan diminum, Mbak,” ucap Maria sambil m
Meski tahu jika Denis sama sekali tak menganggapnya seorang istri, tetapi bagi Maria sikap Denis yang seperti itu tetap saja keterlaluan dan melukai harga dirinya sebagai istri. Apalagi sekarang Denis sudah berani membawa wanita lain ke rumah mereka.Maria tak bisa memejamkan matanya. Hatinya gelisah memikirkan apa yang tengah dilakukan dua insan berlainan jenis itu di kamar suaminya.Amanda sudah tidur sejak tadi setelah kenyang menyusu, tetapi Maria tak bisa ikut terlelap padahal badannya sangat lelah.Maria menatap sendu pada Amanda. Jika bukan karena rasa sayangnya pada anak itu, mungkin dia sudah memilih untuk kembali melarikan diri dan menghilang saja.Maria keluar dari kamarnya dan mengendap mendekat ke kamar Denis. Ingin rasanya mendobrak pintu kamar itu dan menyuruh wanita yang datang bersama Denis itu untuk pergi. Namun, hatinya masih tak berani melakukannya.Rasa pedih dan tak berdaya membuatnya luruh dan bersimpuh di lantai dingin itu dengan air mata yang berderai.Kemudia
Pagi-pagi Denis seperti biasanya hendak sarapan setelah bersiap dengan setelan kerjanya. Maria sengaja menyiapkan sendiri sarapan untuk lelaki yang kini menjadi suaminya. Walaupun dia tahu jika Denis tak akan pernah menganggapnya sebagai seorang istri, tetapi bagi Maria kewajiban tetaplah kewajiban.“Ke mana Bibi? Kenapa kamu yang nyiapin sarapan?” tanya Denis sambil menarik kursi.“Mmh, ada. Bibi lagi beresin perabotan bekas masak,” jawab Maria ragu-ragu.“Lain kali biar si Bibi aja yang nyiapin sarapan. Kamu urus Amanda saja,” kata Denis.Maria mengangguk pelan tak bisa mendebat.“Ingat, pernikahan ini hanya status saja, Maria. Jangan kamu anggap serius. Tidak perlu kamu melayani aku seperti seorang istri. Mengerti?” Denis kembali mengingatkan.“Iya, pak. Saya mengerti. Tapi maaf, saya di sini hanya sebagai pelayan, karena itu saya juga berkewajiban melakukan apapun sebagai pelayan,” sahut Maria dengan suara yang parau.“Hmm, baiklah. Tapi … saya harap kamu tidak melalaikan tugas