“Heh!!” Ratih menoleh ke arah Derryl, menghentikan kunyahannya dan mengerjapkan mata dengan membola.
Derryl ikut menghentikan makannya dan kini membalas tatapan Ratih dengan tajam. Mereka memang sedang duduk saling berhadapan dan tentu saja akan sangat mudah jika saling berpandangan seperti itu. Perlahan tangan Derryl terulur dan tanpa izin kembali menyentuh sudut bibir Ratih yang belepotan saos.
Ratih sontak menunduk dan berulang menelan saliva. Entah keberapa kali Derryl melakukan hal ini, yang pasti dia sudah membuat jantung Ratih sangat tidak aman.
“Sebenarnya berapa usiamu? Mengapa tiap kali makan selalu belepotan seperti anak kecil,” ujar Derryl. Ia menyodorkan tisu ke arah Ratih dan Ratih bergegas mengambilnya. Ia ingin buru-buru menyeka bibirnya sebelum Derryl melakukannya lagi.
“Eng ... apa itu penting, Pak?”
Derryl mengendikkan bahu sambil menatap Ratih kemudian menggeleng dengan cepat.
“Ti
Ratih terdiam hanya duduk termenung di kursi kerjanya sambil sesekali meraba bibirnya. Ucapan terakhir Derryl pagi tadi masih terngiang di telinganya. Mereka memang tidak melakukan apa pun di malam itu, tapi ciuman dan kiss mark di tubuh Derryl itu nyata.“Itu artinya aku dan Pak Derryl pernah berciuman sebelumnya. Akh ... aku malu sekali. Ngapain juga aku pakai mabuk segala dan melakukan hal bodoh itu,” dumel Ratih penuh penyesalan.Berulang ia menghela napas sambil terus menggelengkan kepala seakan sedang menghalau sesuatu yang mengganjal benaknya. Cukup lama Ratih melakukan hal itu hingga tersadar akan panggilan Sasi.“Bu, meeting akan dimulai 10 menit lagi. Bu Ratih gak ke ruang meeting?”Ratih terjingkat kaget dari lamunan kemudian bergegas mengangguk. Ia segera berdiri sambil membawa beberapa berkas. Sasi berjalan mengiringi Ratih di belakangnya. Begitu masuk ke ruang meeting terlihat semua kursi sudah terisi lagi-lagi hanya
“Akh ... maaf, Pak.” Ratih buru-buru berdiri sambil merapikan bajunya.Derryl juga bergegas berdiri seraya melakukan hal yang sama dengan Ratih. Ratih terus menunduk gara-gara tanpa sengaja mereka berciuman tadi. Sementara Derryl hanya diam sambil sesekali memainkan bibirnya.Pelan Ratih melirik ke arah Derryl dan melihat ada bekas lipstik tertinggal di bibir Derryl. Ratih kebingungan untuk memberi tahu, tapi kalau tidak diberitahu malah kasihan Derrylnya.“Eng ... Pak. Maaf ... ada bekas lipstik saya di bibir Bapak,” cicit Ratih dengan kepala yang menunduk.Derryl langsung tersenyum kemudian dengan jarinya mengusap bekas lipstik di bibirnya. “Iya, terima kasih.”Ratih hanya mengangguk kemudian tersenyum melihatnya. Mereka kembali melanjutkan perjalanan turun melalui tangga dan kini tidak ada pembicaraan seperti tadi. Mungkin Ratih ingin fokus supaya tidak terjatuh seperti tadi lagi.Selang beberapa saat m
“Ratih!! Terima kasih kamu datang juga akhirnya,” seru Yunita.Ia begitu senang saat mengetahui kehadiran Ratih. Kemudian mata Yunita melirik Derryl yang berdiri di sebelah Ratih.“Eng ... dia siapa?” tanya Yunita, “pacarmu?” Yunita bertanya sambil mencondongkan tubuhnya ke Ratih.Ratih sontak melotot dan menggeleng dengan cepat. “Enggak, bukan. Dia ---““Pak Derryl, terima kasih atas kehadirannya.” Tiba-tiba suami sekaligus bos Yunita menyahut sambil mengulurkan tangan ke Derryl. Derryl menyambutnya dengan senyum lebar.“Kok Mas kenal?” Kini Yunita yang bertanya ke suaminya.“Dia Pak Derryl, rekan bisnisku, Sayang,” urai mempelai pria.Yunita hanya manggut-manggut sambil menyambut uluran tangan Derryl. Namun, mata Yunita terus melirik ke arah Ratih seakan sedang menyimpan tanya yang banyak. Ratih tidak menghiraukannya dan bergegas turun dari pelaminan
“Kamu baik-baik saja?” tanya Derryl.Kata itu yang sedari tadi keluar berulang dari mulut Derryl seakan ingin memastikan kalau keadaan Ratih baik-baik saja. Ratih yang duduk di sebelah bangku kemudi hanya mengangguk sambil tersenyum menatap Derryl.“Iya, saya baik-baik saja, Pak. Terima kasih atas bantuannya.”Derryl tersenyum lega sambil menganggukkan kepala. “Syukurlah. Mungkin saranku kamu ceritakan hal ini ke Surya.”Ratih menghela napas panjang dan mengangguk. “Iya, Pak. Besok saya akan mengatakannya ke Pak Surya agar mempercepat prosesnya. Saya sudah lelah menghadapi Mas Wisnu.”Derryl hanya manggut-manggut. Mata kecilnya kini tampak fokus menatap lalu lintas yang mulai padat sementara jarinya terus mengetuk kemudi mengikuti lantunan musik yang keluar perlahan dari radio mobilnya.“Kamu tidak keberatan jika mampir ke suatu tempat sebentar,” tawar Derryl.Ratih menoleh d
“Minta izin menciummu,” desis Derryl lirih.Ia berkata sambil memiringkan kepala dan mendekatkan bibirnya ke bibir Ratih kemudian tanpa menunggu jawaban Ratih, langsung mengecup sudut bibir wanita berwajah manis itu. Merembet ke bagian tengah bibirnya dan melakukan pagutan demi pagutan. Ratih sontak terkejut, tapi anehnya untuk beberapa detik dia malah memejamkan mata menikmati sentuhan Derryl.Di detik berikutnya, bagai terkena serangan jantung. Ratih buru-buru mendorong tubuh Derryl dan mengurai kecupan mereka. Ratih sangat shock mendapat serangan tiba-tiba dari Derryl.“Maaf, Pak. Saya harus masuk,” ujar Ratih. Ia dengan cepat membalikkan badan dan langsung masuk ke dalam kabin apartemennya.Derryl hanya terdiam mematung di depan pintu sambil memagut bibirnya. Helaan napas panjang keluar spontan dari bibirnya dan tanpa sadar sebuah senyuman terukir manis di wajah Derryl. Selanjutnya pria tampan berwajah oriental itu sudah membal
“Pak, Bu, kami istirahat dulu, ya!” ujar Sasi.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 1 siang dan kali ini Sasi bersama salah satu SPG hendak makan siang lebih dulu.“Iya, silakan. Kalian duluan saja!” jawab Derryl.Ratih hanya diam sambil menganggukkan kepala.“Eng ... Pak Derryl dan Bu Ratih gak titip sesuatu?” tawar Sasi.“Enggak usah, nanti saya beli sendiri saja,” tolak Ratih.Sasi hanya manggut-manggut, kemudian sudah berjalan pergi bersama salah satu SPG tersebut meninggalkan stand bazar. Kini tinggal Derryl dan Ratih saja yang berada di stand. Untung saja pengunjung kali ini sedikit berkurang, sehingga mereka bisa sedikit berkemas dan merapikan beberapa barang.“Bu, ini stocknya masih ada, gak?” tanya Derryl sambil menunjuk salah satu produk unggulan mereka.Ratih menoleh dan memperhatikan stock yang sudah kosong di pajangan. “Kayaknya kemarin sudah diper
“Maaf, Pak, Bu tadi tempat makannya sedikit ramai dari biasanya. Jadi kami sedikit lama di sana,” ujar Sasi.Sasi dan seorang SPG itu datang dengan gelisah ke arah stand bazar. Sementara Ratih dan Derryl hanya mengangguk sambil tersenyum.“Iya, gak papa. Kalau sudah selesai, apa kami boleh pergi? Perutku juga sudah keroncongan dari tadi,” sahut Derryl.Sasi langsung tertawa dan bergegas mengangguk. Kemudian Derryl menoleh ke arah Ratih. Ratih menunduk pura-pura tidak melihat, lalu Sasi yang lebih dulu nyeletuk.“Bu Ratih gak makan sekalian?”Ratih mengangkat kepalanya dan langsung bersiroboh dengan mata kecil Derryl. CEO berondong itu tampak tersenyum ke arahnya kini.“Iya, aku juga mau makan, kok.” Akhirnya Ratih mengatakannya.“Kami pergi dulu, ya!” Derryl langsung menarik tangan Ratih untuk menjauhi stand bazar dan hal itu dilihat oleh Sasi. Sasi langsung tersenyum saat me
“Pak, tolongin ada kecoak di rambut saya,” cicit Ratih lirih.Derryl terdiam dan melihat ke bagian rambut Ratih kemudian mengibaskan makhluk kecil itu hingga menghilang.“Udah pergi,” ucap Derryl.Ratih mengangguk dan bergegas mengurai pelukannya, tapi kini kemalangan lain menantinya. Rambut ikalnya malah tersangkut kancing jas Derryl membuat dia tidak bisa bergerak. Derryl hanya diam mengamati dengan alis yang mengernyit. Sementara beberapa karyawan yang baru keluar dari toilet itu kembali berbisik-bisik.“Mampus, dah!! Akan ada gosip apa lagi besok pagi,” batin Ratih.“Kenapa, Bu? Rambutnya tersangkut?” Ratih tidak menjawab hanya mengangguk dengan lemas.Kemudian Derryl melihat ke arah karyawan yang berdiri bergerombol di depan toilet.“Kenapa kalian diam saja di sana? Tolong bantuin kami!! Ambil gunting atau apa, kek!” sentak Derryl marah.Sontak beberapa karyawan i
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska