“Minta izin menciummu,” desis Derryl lirih.
Ia berkata sambil memiringkan kepala dan mendekatkan bibirnya ke bibir Ratih kemudian tanpa menunggu jawaban Ratih, langsung mengecup sudut bibir wanita berwajah manis itu. Merembet ke bagian tengah bibirnya dan melakukan pagutan demi pagutan. Ratih sontak terkejut, tapi anehnya untuk beberapa detik dia malah memejamkan mata menikmati sentuhan Derryl.
Di detik berikutnya, bagai terkena serangan jantung. Ratih buru-buru mendorong tubuh Derryl dan mengurai kecupan mereka. Ratih sangat shock mendapat serangan tiba-tiba dari Derryl.
“Maaf, Pak. Saya harus masuk,” ujar Ratih. Ia dengan cepat membalikkan badan dan langsung masuk ke dalam kabin apartemennya.
Derryl hanya terdiam mematung di depan pintu sambil memagut bibirnya. Helaan napas panjang keluar spontan dari bibirnya dan tanpa sadar sebuah senyuman terukir manis di wajah Derryl. Selanjutnya pria tampan berwajah oriental itu sudah membal
“Pak, Bu, kami istirahat dulu, ya!” ujar Sasi.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 1 siang dan kali ini Sasi bersama salah satu SPG hendak makan siang lebih dulu.“Iya, silakan. Kalian duluan saja!” jawab Derryl.Ratih hanya diam sambil menganggukkan kepala.“Eng ... Pak Derryl dan Bu Ratih gak titip sesuatu?” tawar Sasi.“Enggak usah, nanti saya beli sendiri saja,” tolak Ratih.Sasi hanya manggut-manggut, kemudian sudah berjalan pergi bersama salah satu SPG tersebut meninggalkan stand bazar. Kini tinggal Derryl dan Ratih saja yang berada di stand. Untung saja pengunjung kali ini sedikit berkurang, sehingga mereka bisa sedikit berkemas dan merapikan beberapa barang.“Bu, ini stocknya masih ada, gak?” tanya Derryl sambil menunjuk salah satu produk unggulan mereka.Ratih menoleh dan memperhatikan stock yang sudah kosong di pajangan. “Kayaknya kemarin sudah diper
“Maaf, Pak, Bu tadi tempat makannya sedikit ramai dari biasanya. Jadi kami sedikit lama di sana,” ujar Sasi.Sasi dan seorang SPG itu datang dengan gelisah ke arah stand bazar. Sementara Ratih dan Derryl hanya mengangguk sambil tersenyum.“Iya, gak papa. Kalau sudah selesai, apa kami boleh pergi? Perutku juga sudah keroncongan dari tadi,” sahut Derryl.Sasi langsung tertawa dan bergegas mengangguk. Kemudian Derryl menoleh ke arah Ratih. Ratih menunduk pura-pura tidak melihat, lalu Sasi yang lebih dulu nyeletuk.“Bu Ratih gak makan sekalian?”Ratih mengangkat kepalanya dan langsung bersiroboh dengan mata kecil Derryl. CEO berondong itu tampak tersenyum ke arahnya kini.“Iya, aku juga mau makan, kok.” Akhirnya Ratih mengatakannya.“Kami pergi dulu, ya!” Derryl langsung menarik tangan Ratih untuk menjauhi stand bazar dan hal itu dilihat oleh Sasi. Sasi langsung tersenyum saat me
“Pak, tolongin ada kecoak di rambut saya,” cicit Ratih lirih.Derryl terdiam dan melihat ke bagian rambut Ratih kemudian mengibaskan makhluk kecil itu hingga menghilang.“Udah pergi,” ucap Derryl.Ratih mengangguk dan bergegas mengurai pelukannya, tapi kini kemalangan lain menantinya. Rambut ikalnya malah tersangkut kancing jas Derryl membuat dia tidak bisa bergerak. Derryl hanya diam mengamati dengan alis yang mengernyit. Sementara beberapa karyawan yang baru keluar dari toilet itu kembali berbisik-bisik.“Mampus, dah!! Akan ada gosip apa lagi besok pagi,” batin Ratih.“Kenapa, Bu? Rambutnya tersangkut?” Ratih tidak menjawab hanya mengangguk dengan lemas.Kemudian Derryl melihat ke arah karyawan yang berdiri bergerombol di depan toilet.“Kenapa kalian diam saja di sana? Tolong bantuin kami!! Ambil gunting atau apa, kek!” sentak Derryl marah.Sontak beberapa karyawan i
Lampu lift menyala berbarengan dengan adanya pergerakan. Sontak Ratih buru-buru mengurai pagutannya dan menjauh dari Derryl. Ia langsung menunduk dan tak berani menatap pria tampan yang sedang memperhatikannya kini.“Apa semuanya baik-baik saja?” tanya seorang petugas begitu pintu lift terbuka.“Iya, semuanya baik-baik saja, Pak. Apa kami bisa melanjutkan ke dua lantai berikutnya?” Derryl yang bersuara.Petugas lift itu mengangguk kemudian ikut masuk ke dalam lift bersama Ratih dan Derryl. Sepertinya petugas itu takut terjadi hal yang tidak diinginkan lagi. Lift terus meluncur ke lantai 9 dan tidak berhenti di lantai 7. Pintu terbuka dan Ratih bergegas turun usai berpamitan serta berterima kasih ke petugas tersebut. Sementara Derryl ikut mengekor di belakangnya.“Kenapa Pak Derryl ikut turun?” tanya Ratih.“Bukankah saya tadi sudah bilang tidak akan ninggalin Bu Ratih.”Ratih terdiam, menelan s
“Bego!! Bego!!” umpat Ratih.Berulang ia memukul bibirnya dengan kesal. Gara-gara kejadian beberapa menit yang ia lalui dengan Derryl membuat Ratih terus memaki dirinya.“Akh ... kok bisa aku diem saja saat dia menciumku. Ini gimana ceritanya, aku tolak, tapi semua tubuhku malah menerimanya. Akhrgg ... .”Ratih menghempaskan tubuhnya ke atas kasur sambil menatap langit-langit kamarnya. Sudah setengah jam yang lalu Derryl berpamitan dan Ratih sangat canggung saat mengantarnya ke pintu. Kemudian sekarang Ratih malah kelimpungan sendiri.“Besok aku harus gimana? Mana mungkin aku bisa bersikap biasa padanya. Duh!!”Ratih masih merutuki dirinya saat ponselnya berbunyi nyaring. Ada nama Mawar di sana.“Tumben, Mawar malam-malam begini nelepon aku. Ada apa?”Ratih bergegas mengangkat dan menjawab panggilan Mawar. “Iya, ada apa, Mawar?”Terdengar tawa renyah di seberang sana d
“Ryl, ayo! Buruan!” seru Priska.Belum sempat Ratih menjawab ucapan Derryl, serta merta kepala Priska kembali nongol di balik pintu sambil berseru. Derryl menoleh ke arah Priska sambil tersenyum.“Iya. Saya duluan, Bu Ratih!” Derryl berpamitan dan pergi begitu saja meninggalkan Ratih seorang diri.Ratih masih bergeming di tempatnya. Ia masih shock dengan kata-kata yang baru diucapkan Derryl. Apa benar ia mendengar langsung dari mulut Derryl. Atau itu hanya suara angin yang berdesir di telinganya. Ratih buru-buru menggelengkan kepala.“Gak. Aku pasti salah denger, deh.” Akhirnya Ratih memutuskan pergi dan melupakan semua yang baru saja dikatakan Derryl.Ia berjalan cepat menuju ruangannya. Banyak kerjaan yang harus diselesaikan dengan cepat hari ini. Ratih yakin hari ini dia pasti sangat sibuk dan tak mau diganggu gugat meskipun itu Derryl. Namun, pada kenyataannya pukul 12 siang, Ratih terpaksa keluar kantor. Ia
“Pak!! Kok lama banget, saya pikir kesasar,” ujar Kresna.Ternyata Kresna sudah lebih dulu tiba di parkiran lalu kembali untuk menyusul Derryl dan Ratih.“Iya, banyak halangannya tadi,” jawab Derryl asal.Kresna tersenyum lebar kemudian matanya tanpa sengaja melihat tangan Derryl yang sedang menggenggam tangan Ratih. Sekali lagi Kresna menatap dengan bingung seperti waktu itu. Ratih panik dan buru-buru menarik tangannya dari genggaman Derryl.“Saya duluan, ya!!” Ratih langsung ngeloyor pergi meninggalkan Derryl dan Kresna yang masih bergeming di tempatnya.Selang beberapa saat mereka sudah berada di salah satu restoran ternama. Kali ini sengaja Derryl sekalian mengajak makan siang para SPG juga. Mereka memesan satu area lesehan, memang resto yang didatangi kali ini menyajikan suasana yang konvesional.Berbagai menu sudah tersaji di atas meja. Derryl duduk bersebelahan dengan Pak Herman dan Priska, sebelah
“Mantan pacar?” ulang Ratih memperjelas.Priska tersenyum manis dan menganggukkan kepala. Berbanding terbalik dengan Ratih yang langsung tampak lesu. Sekarang dia tahu mengapa mereka berdua terlihat sangat akrab, bahkan Priska tahu apa yang disukai Derryl saat makan tadi.Tanpa sengaja Ratih menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Ada amarah yang tiba-tiba menguar di udara tanpa diminta. Apa dia sedang cemburu saat ini? Ratih tidak tahu, yang pasti dia sangat menyesal hadir di sini saat ini.“Apa sudah selesai makannya? Kalau sudah kita balik kantor, yuk!” Derryl muncul sambil berkata seperti itu.“Iya, aku dan Bu Ratih sudah selesai. Kita balik, Ryl.” Priska langsung berdiri dan menghampiri Derryl. Derryl hanya mengangguk dan kini tampak memperhatikan Ratih yang tiba-tiba menjadi pendiam.Mereka sudah berjalan beriringan keluar dari resto, kali ini Priska dan Kresna berjalan di depan sementara R
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska