Share

Tidak Ada yang Gratis

Penulis: DV Dandelion
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara detik jam dinding memecah keheningan di kontrakan petak berukuran 3×6 meter itu. Penghuninya sedang duduk gelisah di lantai beralas karpet. Sesekali dia melongok ke arah gerbang, barangkali tamu yang ditunggu-tunggu sudah sampai.

Telah setengah jam Sabrina menunggu dari waktu yang sudah disepakati. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan Bu Muklis. Status Whatsapp-nya pun terakhir online satu jam yang lalu.

Tak lama kemudian, terdengar deru halus mobil yang berhenti di depan rumah. Sabrina bergegas keluar untuk memastikan. Akhirnya, tamu yang ditunggu itu datang juga, mengendarai sebuah Range Rover hitam mengkilat.

"Sepertinya mereka habis beli mobil lagi," ujar Sabrina dalam hati.

Sabrina memaksakan sebuah senyuman kecil demi menghormati sang tamu. Dia cukup lega karena Pak Muklis tidak ikut. Kedatangan Bu Muklis saja--Sabrina yakin seratus persen--pasti akan menimbulkan gosip baru.

"Assalamu'alaikum, Mbak Sabrina. Gimana kabarnya?"

Mereka bersalaman. Bu Muklis menarik badan Sa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Undangan Makan Malam

    Sabrina tak tahu dan tak mau tahu bagaimana reaksi para tetangga yang memergoki kepergian Bu Muklis dari rumahnya dalam keadaan yang kurang baik. Berkaca dari pengalaman yang sudah–sudah, mereka selalu saja berburuk sangka dan menarik kesimpulan sendiri. Mereka tidak benar-benar peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi.Sore itu, Sabrina kembali menjahit pesanan seragam majelis taklim Bu Ami. Dia hanya keluar rumah jika perlu belanja ke warung atau mengantar Alifa ke TPA. Semakin sedikit berinteraksi dengan orang, akan semakin baik untuk kesehatan mentalnya.Suara motor yang berhenti di depan rumah membuat Sabrina menghentikan kegiatannya. Bejo, sopir Pak Muklis, tergopoh-gopoh menuju teras rumahnya dan menguluk salam."Pak Bejo ada perlu sama saya?""Bukan saya, Non, tapi Pak Haji. Non Sabrina diundang makan malam di Restoran Amerta."Sabrina tahu restoran yang dimaksud. Itu adalah restoran ternama di pusat kota yang menyediakan berbagai hidangan dengan harga fantastis."Siapa saja

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Kesepakatan dengan Pak Muklis

    “Jadi, ada perlu apa saya harus ke sini, Pak?”“Tunggu sampai makanan datang, ya. Kita bisa ngobrol sambil makan supaya anak kamu fokus ke makanannya, bukan ke isi pembicaraan kita.”Sabrina mengangguk. Alasan Pak Muklis cukup masuk akal. Meski Alifa masih kecil, tidak mungkin membahas permasalahan orang dewasa di hadapannya. Terlebih lagi, jika obrolannya menyangkut poligami.“Terus, Pak Bejo gimana?”Sebenarnya Sabrina sungkan menanyakan itu. Dia yang agar meminta agar Pak Muklis mengajak orang lain, tetapi dia juga yang khawatir kalau orang itu menguping.“Tenang, Non. Saya sudah bawa headset,” kata Pak Bejo sambil mengeluarkan benda itu dari kantong kemejaanya.Sabrina manggut-manggut. Pikirannya jadi sedikit lebih tenang.Menunggu itu, jika bersama dengan orang yang membuat hati tidak nyaman, ternyata terasa sangat menjemukan. Sabrina berkali-kali melirik jam tangan karena pesanan makanannya tak kunjung datang. Dia sampai mengajak ngobrol Alifa tentang berbagai hal demi menghinda

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Hari Pertama Menjadi Ojol

    Sabrina sadar, siapapun akan curiga setelah sopir Pak Muklis mengantar jemput Sabrina padahal sehari sebelumnya dia terlibat keributan dengan Bu Muklis. Sekuat tenaga Sabrina menutup telinga, tetapi tetap saja ada selentingan yang tidak sengaja terdengar saat belanja di warung sayur atau saat mengantar Alifa mengaji.Dalam keadaan seperti itu, Sabrina berusaha mengikuti saran Pak Muklis untuk tidak menggubris omongan tetangga. Meski tidak suka dengan orangnya, nasehat tersebut ada benarnya. Sabrina harus tetap kuat. Kalau dia down, siapa lagi yang akan menjaga Alifa?Untuk mengalihkan perhatian, Sabrina fokus menyelesaikan pesanan Bu Ami. Setelah lembur berhari-hari, pekerjaan itu akhirnya rampung juga. Sabrina menyerahkannya dengan suka cita. Pertama, karena Bu Ami mengaku suka dengan hasil jahitannya. Yang kedua, tentu saja karena Sabrina akhirnya bisa mendapatkan uang untuk melunasi utangnya ke Bu Muklis.Tidak ada yang lebih melegakan selain terbebas dari utang.Uang satu setengah

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Bertemu Calon Anak Tiri

    "Mbak Kayla? Ini Mbak Kayla, kan?" tanya Sabrina sambil memperhatikan betul-betul wajah di depannya.Yang dipanggil Kayla itu pun sama terkejutnya. Gadis tersebut mengernyitkan alis, seperti tidak percaya bahwa yang mengantar makanan adalah orang yang dikenalnya."Loh, Mbak ... Sejak kapan Mbak Bina jadi driver ojol?""Baru hari ini. Alhamdulillah dapat dua orderan."Gadis yang dipanggil Kayla itu lalu mendorong pintu gerbang agar terbuka lebih lebar. Dia mempersilakan Sabrina memasuki halaman yang luasnya hampir seperempat lapangan bola."Ayo ikut masuk. Sudah sarapan belum tadi? Kalau belum, kita sarapan bareng, yuk!"Mata Sabrina tak berkedip saat memandang sekeliling. Rumah mewah di hadapannya itu adalah milik Kayla, putri tunggal Pak Muklis. Artinya, itu rumah bakal calon anak sambungnya.Kakinya urung melangkah lebih jauh. Urusannya hanyalah mengantarkan pesanan makanan Kayla lalu melanjutkan pekerjaannya sebagai pengemudi ojol. Seharusnya begitu. Namun, dia malah diajak hampir

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Telepon Nyasar

    "Dam, ada telepon, nih," seru Bu Ami.Adam sedang berganti baju di kamar sedangkan ponselnya ditinggal di meja makan karena mereka akan sarapan bersama."Dari siapa, Ma?""Enggak tahu, nomor tidak dikenal.""Tolong angkatin, Ma. Adam masih nyari SIM."Bu Ami meraih ponsel abu-abu milik Adam. Dia menekan gambar telepon berwarna hijau lalu tersambung dengan seseorang di seberang sana."Halo, Sayang ... Lagi di mana, nih?"Bu Ami menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar, memeriksa nomornya, lalu mendengarkan lagi ucapan laki-laki yang menelepon tersebut. Ada perasaan was-was ketika ada laki-laki yang memanggil sayang ke anaknya. Zaman sekarang, semua hal serba terbolak-balik."Maaf, ini siapa?" tanyanya takut-takut."Baru tadi pagi kita ketemu, masa Neng Sabrina sudah lupa? Abang yang tadi nyegat motor Neng Sabrina di stasiun. Kamu lagi dapet orderan di mana?"Deg! Bu Ami makin tak mengerti kenapa ada orang yang mengaku-ngaku baru saja bertemu Sabrina, sang calon mantu idaman. Namun, a

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Tetangga Julid Ladang Pahala

    Sabrina merasa perekonomiannya sangat terbantu setelah menjadi driver ojol. Kalau kemarin-kemarin orderan menjahit bisa dipakai untuk membayar utang, uang dari mengojak bisa ditabung untuk mendaftarkan Alifa sekolah.Lelah, memang. Namun, dia tidak ingin menyerah. Masih ada satu PR besar yang harus dia selesaikan, yaitu menolak lamaran Pak Muklis dan menyudahi bantuan-bantuan dari mereka.Sabrina bukannya mau aji mumpung. Dia sudah terang-terangan menyatakan keberatan, tetapi keluarga Muklis masih tetap mengirim sembako dan membayar biaya berobat kedua orang tuanya. Di situlah dia merasa dilema. Jika bantuan berobat dihentikan saat itu juga, orang tuanya mungkin akan kembali sakit-sakitan.Motor Sabrina hampir menabrak pagar rumah tetangganya karena kurang fokus menyetir. Hari itu, dia mampir ke kontrakan lama untuk mengepak barang dan mengambil boneka Alifa. Bu Muklis memberi waktu sebulan lagi untuk mengosongkan dan memberi jawaban final.Karena mengerem mendadak, motornya oleng dan

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Kebakaran Rumah

    Sabrina baru sampai rumah orang tuanya menjelang Maghrib. Hari itu, orderan yang masuk lumayan banyak sehingga dia bisa mendapat bonus tutup poin. Senyum bahagia menghiasi wajah yang terlihat lelah."Alifa di mana, Pak?" tanya Sabrina sambil bangkit dari kursi.Dia berjalan ke arah dapur lalu menuang minum dari dispenser galon yang terlihat baru. Ah, jangan-jangan itu pemberian keluarga Pak Muklis juga, pikirnya. Makin lama, dia justru makin muak dengan segala hal di rumah ibunya yang merupakan hasil belas kasihan pengusaha kaya itu."Lagi main sama anaknya Bu Marni. Kamu bersih-bersih dulu, sana. Nanti jemput Alifa pulang sekalian suapin dia makan. Tadi siang cuma makan sedikit karena nyariin kamu terus," jawab bapaknya sabar.Sabrina merasa hatinya teriris karena harus meninggalkan sang buah hati. Selama ini, dia memang tidak pernah meninggalkan Alifa di rumah untuk bekerja. Tentu saja anak itu merasa kehilangan karena belum terbiasa.Mengambil handuk dan memasuki kamar mandi, Sabri

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Dibawa ke Kantor Polisi

    "Sab? Ada apa? Kenapa?" Bu Retno mendekati Sabrina dan mengguncang bahunya.Wanita beranak satu itu pun seolah-olah menemukan kesadarannya kembali. Dengan muka pias, dia menoleh ke ibunya."Bu, aku titip Alifa. Barusan tetangga ngabarin kalau rumah kontrakanku kebakaran."Bu Retno refleks menjerit kemudian mengucap istighfar. Kekagetan yang sama juga dialami oleh Pak Jaya. Tanpa membuang waktu, Sabrina bergegas mengambil jaket dan kunci motor untuk segera menuju rumah tersebut.Sabrina mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Jika dengan kecepatan rata-rata, dia baru akan sampai sekitar satu jam kemudian. Dia hanya berharap, semoga titik kemacetan dan lampu lalu lintas kali ini berpihak padanya yang sedang dirundung kemalangan.Air matanya bercucuran dari balik helm. Meski dia sudah tidak menempati rumah itu, tetapi kenangan akan kebersamaan keluarga kecilnya terus berputar di kepala. Di sanalah dia memulai bahtera rumah tangga, hamil, hingga membesarkan Alifa bersama suaminya.

Bab terbaru

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Takdir Kita (TAMAT)

    [2 tahun kemudian] "Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Hasanati binti Jaya Sentosa dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Begitu tenang dan lantang Adam mengucap kalimat tersebut dalam satu tarikan napas."Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!" Para saksi menjawab serentak.Sabrina dan Adam mengembuskan napas lega. Doa-doa melangit, berbaur dengan tumpahan air mata haru dan suka cita.Kini, Adam dan Sabrina duduk bak raja dan ratu sehari di pelaminan. Mereka senantiasa menebar senyum kepada para tamu undangan yang turut berbahagia.Dahulu, hanya butuh waktu satu minggu bagi Adam untuk jatuh hati kepada Sabrina. Butuh tiga bulan untuk menyatakan niat baik dan berujung mendapat penolakan halus dari janda beranak satu tersebut. Namun, jalan hidup memang tidak dapat ditebak.Sempat hendak menikahi Sofia, takdir ternyata membawa acara akad mereka bubar sebelum mulai. Adam dan Bu Ami sampai harus pindah rumah karena malu dibicarakan tetangga terus-menerus.Namun, siapa sangka, ada hikma

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Ada Pelangi Selepas Hujan

    Sabrina menajamkan pendengaran agar segera tahu ketika sewaktu-waktu ada mobil berhenti di depan rumah. Perasaannya senang bercampur harap-harap cemas. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Sabrina akhirnya akan memiliki sepeda motor lagi. Memang bukan sepeda motor keluaran terbaru. Bukan pula yang harganya puluhan juta. Yang dia beli hanyalah motor bekas seharga 6,5 juta saja. Yang membuatnya istimewa, motor itu dibeli dari hasil keringatnya sendiri. Bagi Sabrina yang sejak kecil akrab dengan kemiskinan, membeli motor tanpa mencicil adalah sebentuk pencapaian yang patut dirayakan. Adam yang membantunya mendapatkan motor tersebut. Setelah bertemu secara tidak sengaja di acara bazaar, mereka cukup intens berkomunikasi. Kebetulan dealer Adam memang melayani jual beli motor bekas sehingga dia bisa memilihkan yang kondisi mesinnya masih bagus dan harganya terjangkau. Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Sebuah mobil bak terbuka merapat di halaman rumah Pak Jaya. Sepeda motor berw

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Terima Kasih, Superman

    Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, tetapi matahari di langit Tangerang sudah bersinar amat terang. Sabrina mengelap keringat di dahi dengan ujung jilbab. Sesekali, dia melambaikan tangan ke arah Alifa yang berada dalam barisan gerak jalan. Acara jalan sehat itu merupakan kegiatan tahunan yang rutin digelar oleh Pemda setempat untuk memperingati hari jadi kota mereka. Sekolah Alifa tidak ketinggalan untuk berpartisipasi. Namun, karena masih usia TK, orang tua murid diminta turut serta hadir. Selagi menunggu Alifa selesai parade, Sabrina melihat-lihat stand yang berjajar di sepanjang tepi jalan. Ada satu stand yang sudah dia incar semenjak tiba di alun-alun kota tersebut. "Mas, yang ini harganya berapa, ya?" Sabrina menunjuk sebuah motor matic berwarna biru dan putih dengan bodi lebar.Itu adalah satu-satunya stand yang menjual motor second. Dilihat dari kondisi tampilan luar, motor yang dilirik Sabrina sepertinya masih sangat bagus. Sabrina merasa perlu membeli motor untuk ke

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Merdeka dari Utang

    Adam turun dari motor dan mengambil bungkusan martabak yang tergantung di cantolan depan. Malam itu, Bu Ami bilang ingin menonton film sambil ngemil.Seporsi martabak manis dengan topping kacang, cokelat, keju, dan wijen itu ditaruh dalam piring buah. Permukaannya masih mengepulkan uap panas. Aromanya yang harum makin menggugah selera."Silakan menikmati martabaknya, Bunda Ratu," seloroh Adam ketika menyajikan makanan itu di meja.Bu Ami yang baru mulai memutar film hanya terkekeh mendengarnya."Kamu nggak ikutan nonton?" tanya Bu Ami begitu melihat Adam berdiri lagi. Bibirnya sedikit cemberut.Tadinya Adam ingin kembali ke kamar untuk mendesain pamflet, tetapi kemudian dia tidak tega membiarkan mamanya menonton sendirian. Karena itu, dia memutuskan untuk bekerja sambil tetap menemani Bu Ami."Saya ambil laptop sebentar ya, Ma."Bu Ami mengangguk senang. Sebenarnya dia merasa kesepian sejak pindah ke rumah baru. Selain lingkungannya lebih sepi, di rumah juga tidak ada pembantu yang bi

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Rezeki Tidak Akan Salah Alamat

    Nuansa haru yang sempat tercipta karena Sabrina hendak merantau menjadi TKW mendadak buyar. Sabrina menyusut air mata. Bu Retno sontak berdiri dan menghampiri dua lelaki yang berdiri di ambang pintu. "Pak Muklis?" Sapaannya lebih terdengar seperti pertanyaan. Bu Retno sampai melebarkan mata dan mencondongkan badan saking tidak percaya bahwa sosok yang berdiri di hadapannya adalah Pak Muklis. Ya, dia adalah juragan sembako yang pernah sangat ingin menikahi Sabrina. Sabrina menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ada perasaan takut dan cemas yang diam-diam menelusup di hatinya. Bagaimanapun, urusannya dengan Pak Muklis tidak pernah menyenangkan. "Maaf, Bu, boleh kami masuk?" Kali ini yang bertanya adalah sopir Pak Muklis. "Oh, iya ... bo--boleh. Silakan, Pak." Wanita itu menepi agar tamunya masuk. Sabrina menuntun Alifa, hendak menghindari pertemuan itu dengan alasan ingin menjaga warung. Namun, Pak Muklis menahannya. "Mbak Sabrina boleh di sini sebentar? Saya ada perlu.

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Resmi Mendaftar Jadi TKW

    "Izinkan aku merantau ke luar negeri." Sabrina mengucapkannya dengan mata berkaca-kaca.Di satu sisi, dia tidak tega meninggalkan anak dan orang tuanya di Indonesia. Selain rindu, dia juga pasti akan lebih sering mengkhawatirkan kondisi kesehatan mereka.Namun, utang nyaris seratus juta ke Adam bukanlah perkara sepele. Jika dia hanya mampu mencicil 500 ribu per bulan, dia butuh waktu selama 16 tahun untuk melunasi seluruh utang tersebut.Dalam kurun waktu 16 tahun itu, pasti akan banyak hal yang berubah. Orang tuanya akan makin berumur. Alifa pun harus bersekolah di SD, SMP, hingga SMA yang pastinya butuh biaya lebih besar. Sabrina juga bercita-cita ingin menguliahkan putri semata wayangnya.Lebih dari itu semua, siapa yang menjamin dirinya masih ada umur? Alangkah sedihnya jika membawa utang hingga liang lahat. Maka, merantau menjadi TKW menjadi pilihan yang paling mungkin Sabrina ambil."Kalau kamu pergi, Alifa gimana, Sab?" tanya Bu Retno hati-hati. Dia paham betul kegelisahan anak

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Izinkan Aku Merantau

    "Alhamdulillah, semua pesanan sudah jadi. Bu, tolong bantu cocokkan jumlahnya, ya," pinta Sabrina kepada Bu Retno. Dia sendiri tengah sibuk menghitung sisa pembayaran yang harus dilunasi Salim. Jumlah itu setara dengan keuntungan bersih yang akan dia peroleh."Jahitannya rapi, Sab. Masing-masing juga udah disetrika, jadi meringankan pekerjaan kita. Bisa aja kamu cari konveksi yang bagus.""Iya, Bu. Yang bikin makin kagum, mereka mempekerjakan orang-orang yang cacat fisik. Aku jadi makin termotivasi buat mengikuti jejaknya."Sabrina menghentikan pekerjaannya sejenak. Matanya menerawang jauh sedangkan bibirnya tersenyum manis. Terbayang seperti apa bahagianya jika impian tersebut bisa terwujud."Ya ... Ya ... Tapi bikin konveksi juga modalnya nggak sedikit, Sab. Apalagi kamu masih ada utang sama Ustadz Adam."Bibir Sabrina langsung kembali seperti semula. Ucapan ibunya sangat realistis."Bapak sama Ibu nggak bisa bantu banyak. Tapi nanti, kalau kami sudah meninggal, kamu boleh jual ruma

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Jatuh, Bangkit Lagi

    "Sudah siap, Ma?" tanya Adam setelah memasukkan tiga koper dan beberapa kardus besar ke dalam bagasi mobil. "Sudah, Dam." Bu Ami menghela napas. Hatinya serasa sesak dan badannya penat. Hari itu, mereka memutuskan untuk pindah rumah. Rumah tersebut akan disewakan kepada teman Om Adib.Sebenarnya rumah itu baru mereka tempati selama setahun. Namun, semenjak Adam batal menikah dengan Sofia, Bu Ami tidak lagi merasakan kenyamanan di sana. Penyebabnya tak lain adalah mulut-mulut tetangga yang selalu merasa paling tahu urusan orang lain.Sekali dua kali, Bu Ami tidak terlalu memusingkan omongan tetangga yang menggunjing batalnya pernikahan Adam. Namun, cerita tersebut berulang terus dan ditambah bumbu-bumbu lain. Ada yang bilang, Adam itu pembawa tulah atau kutukan. Entah siapa yang pertama kali tahu, tetapi kabar bahwa dia sudah tiga kali gagal menikah sudah menyebar luas. Dampaknya tidak hanya pada psikologis Bu Ami, tetapi juga TPA yang dikelola Adam. Banyak walisantri yang memindah

  • DIPANDANG HINA KARENA JANDA   Dilarikan ke Klinik

    "Ma, capek, ya? Mau aku pijitin?" tanya Alifa pada suatu malam menjelang tidur.Dia melihat Sabrina kepayahan bangun dari kasur sebab pinggangnya terlalu letih. Duduk terlalu lama di depan mesin jahit memang kurang baik untuk kesehatan. Apalagi Sabrina terkadang lupa minum air putih atau meregangkan otot barang sebentar."Mau, Sayang. Terima kasih ya, anak baik. Mama sangat bersyukur memiliki anak yang solehah seperti Alifa," jawabnya seraya tersenyum.Alifa dengan senang hati memijit tangan dan kaki Sabrina. Meskipun tenaganya tidak seberapa dan dia belum paham titik-titik yang mesti dpijit, Sabrina merasakan hatinya hangat. Tangan mungil itulah yang secara tidak langsung telah menguatkannya selama ini.Meski letih, Sabrina merasa Allah sangat memudahkan usahanya ketika memulai proses produksi pesanan Salim. Selain doa yang dia panjatkan seusai salat, Sabrina juga rutin melaksanakan salat Tahajjud dan salat Dhuha.Dia tidak bisa berkeluh kesah kepada sembarang orang. Jadi, salat adal

DMCA.com Protection Status