Saat ini Kiki tengah menggigiti bibir bawahnya karena menunggu telepon ke meja kerja Priyo belum juga diangkat. Bahkan jari jemarinya sudah ia ketuk-ketukan di meja saking lamanya diangkat.
“Halo sela—“
“Priyo … minta bantuan boleh nggak?”
“Kiki? Iya minta bantuan apa, Ki?”
“Ambilin sepatu aku di tong sampah. Mau suruh Joko lagi buatin kopi.”
“Lho kok bisa sampai ke sana.”
“Ulah si boss, mana dia tadi ngomel-ngomel di telepon pula. Sakit hati banget gue eh aku.”
Terdengar kekehan suara Priyo yang justru membuat Kiki memanyunkan bibirnya ke depan. Sudah pasti sahabatnya itu sedang bahagia menertawakan penderitaan dirinya.
“Mau kan, Yo?”
“Iya, emang tong sampah mana sih?”
“Kayaknya tong sampah bawah deh. Masa iya aku kerja kantoran tapi nyeker begini.”
“Hahaha, gapapa biar trending na
Sudah hampir sepuluh menit chat miliknya belum juga dibalas oleh Ryan. Semua itu membuat Kiki semakin ketar ketir sendiri. Lagian sejak kapan sih suaminya jadi akrab sama si boss Melviano.Tak sabar menunggu balasan membuat Kiki langsung mengetikkan chat kembali untuk memastikan kalau Ryan dan Melviano tidak cekcok atau apalah yang bikin otak dan pikiran Kiki semakin kacau.Kiki : Mas.Kiki : Gimana? Kamu telepon Melviano?Tak kunjung dibalas juga yang membuat Kiki langsung memencet tombol hijau untuk memanggil suaminya. Tapi, tetap saja jaringan sedang sibuk.“Ih, mereka masa telepon-teleponan lama sih.”Tak pantang menyerah bagi Kiki membuat ia langsung kembali menelepon Ryan dan tetap jaringan masih sibuk yang membuat Kiki jadi uring-uringan sendiri.Merasa kesal dan sebal membuat Kiki melempar ponselnya ke meja. Ia kembali kerja meski pikirannya kepada Ryan juga Melviano yang tengah teleponan dan semua itu membuat Kiki k
Pada akhirnya anak-anak gibah squad pun menyetujui jika Ryan boleh gabung untuk makan siang bersama. Berbeda dengan Kiki yang masih takut dan ketar ketir jika nanti pas kembali ke kantor justru mendapat masalah sama Melviano karena kabur dari pekerjaan ini.“Ah peduli setan. Perut gue laper masa suruh puasa.”Dengan cepat Kiki langsung bergegas untuk mengambil dompet serta ponselnya. Sambil jalan pun tatapan mata Kiki ke arah ponsel karena ingin chat kepada suaminya kalau ia dan teman-teman gibah squad akan menuju ke salah satu restoran luar. Kali ini mereka akan bergaya sedikit dengan tidak makan di kantin.Kiki : Mas, nanti kamu langsung ke restoran The Eatery.Tak butuh waktu lama pun Ryan sudah membalas chat istrinya.Ryan : Nggak bareng aja?Kiki : Aku bareng sama Mbak Sila.Kiki : Kamu langsung ke resto aja.Ryan : Oke.Kiki memencet tombol lift untuk turun ke arah lobby. Tepat satu lantai di bawahnya l
Suasana yang awalnya suka cita pun langsung berubah jadi duka cita. Bukan karena ada yang meninggal ataupun berita menyedihkan lainnya. Melainkan kedatangan si boss yang akan gabung makan siang bersama para gibah squad dan itu membuat semuanya langsung pucat pasi.“Kepala gue mendadak migren deh,” ceplos Sila sambil memegang keningnya dan memijit-mijit pelan.“Entar mampir apotek beli koyo terus tempel,” sahut Sofi.“Udah seneng makan gratis kenapa ada aja sih cobaan hidup,” timpal Rinto.“Hidup kan nggak harus selalu mulus, Bang,” balas Kiki sambil terkikik.“Udah santai aja, lagian inikan jam istirahat jadi si boss juga nggak bisa suruh-suruh lha. Gimana pun istirahat ini hak karyawan.” Priyo mencoba menenangkan para teman-temannya yang sudah terlihat tegang.Ryan dan Melviano yang baru sampai pun langsung menabok punggung Priyo sebagai salam kedatangan mereka. Lebih tepatnya Ryan
Ryan merasa hatinya seperti terbakar. Dalamnya kayak ada api-apinya gitu. Entah kenapa rasanya tuh panas aja mendengar istrinya dibelikan sepatu oleh laki-laki lain. Bayangin aja hati suami mana yang nggak cemburu.“Sayang, kamu kok nggak bilang aku pengin sepatu sih?”Kiki menoleh sambil tersenyum seperti tak terjadi apapun bahkan tak paham kalau suaminya kini cemburu.“Oh … ini lho sayang, tadi sepatu aku dibuang sama si boss. Terus Priyo beliin gitu.”“Kok kamu nggak telepon aku aja sih. Kenapa kamu malahan telepon si Priyo itu.”“Iya masa aku telepon kamu yang jauh sih. Lagian sepatu aku dibuang di tong sampah sama si bos terus minta tolong sama Priyo, tapi nggak ketemu terus Priyo beliin deh. Hehehe.”“Tapikan kamu bisa telepon terus kasih kabar ke aku sayang.”“Bukan sepatu doang, Kiki tuh sering dibeliin barang-barang branded tuh sama Priyo,” sambar
Kiki masih saja mencerna ucapan laki-laki yang duduk di depannya ini yang statusnya itu sebagai boss. Hati dan pikirannya pun berjalan secara bersamaan untuk menganalisa kejadian hari ini.“Apa ini ada hubungannya sama Ryan?” tanyanya.“APA? Tidak ada.”“Jangan bohong, Mr. Kalian berdua tadi habis ngopi bareng kan? Terus Ryan itu nggak pengin saya kerja. Dan, tiba-tiba saya dipecat dengan alasan tak jelas seperti ini.”Bisa Kiki lihat kalau boss-nya tengah mengambil napas panjang dan menatapnya kembali. Bahkan saat ini Kiki sudah siap mengembalikan uang pesangon itu asal jangan dipecat seperti ini.“Kamu sepertinya harus banyak intropeksi diri. Berkaca. Sudah baik belum dalam bekerja. Itu yang harus kamu lakukan bukannya menuduh orang lain atas pemecatan ini.”“Tapi, Mr, saya nggak tahu kesalahannya apa?”“Ini yang kurang dalam diri kamu. Kurang membaca diri sendiri.&rd
Setelah dari kantor, yang dilakukan oleh Kiki hanya tiduran sambil menangis saja sampai malam. Bahkan ia lupa makan, dan mandi. Bagi Kiki sendiri ini ujian terberat karena akan menjadi pengangguran yang kerjanya bakalan plonga plongo.Tak lama telinga Kiki menangkap suara pintu yang terbuka. Ia tahu kalau yang masuk ke kamar itu suaminya. Tak usah menoleh juga aroma tubuhnya sudah ketara.“Malam sayang, tumben udah tiduran jam segini.”Kiki diam.Melihat reaksi istrinya yang diam membuat Ryan langsung berjalan mendekat ke ranjang dan memeluk istrinya dengan gemas. Bahkan ia juga langsung mendusel-dusel ke leher jenjang istrinya.“Ih awas ah jangan pegang-pegang.”“Kenapa, hm?”“Nggak usah tanya.”“Jutek banget jawabnya.”“Lagian nyebelin sih.”“Nyebelin gimana sayang?”“Kamu tuh tadi pura-pura sinyal ilang kan? Sejak k
Merasa tahu kalau istrinya mulai tak nyaman dan takut saat melihat Abangnya membuat Ryan pun kembali membalas genggaman tangan Kiki dengan begitu erat sebagai tanda kalau dia akan baik-baik aja selama dia berada di sampingnya.Kepala Ryan menoleh dan memberikan senyuman tipis kepada istrinya untuk sedikit santai saat akan memasuki rumah orang tuanya.“Mas.”“Gapapa sayang, kamu bakalan aman ada aku di sini.”Ryan pun merasakan kalau istrinya mulai mempercayakan dengan mulai ikut melangkah masuk untuk bertemu Mama Nina.“Halo sayang,” sapa Nina langsung cipika cipiki kepada putra dan menantunya itu. “Mama kira kalian berdua nggak jadi nginep di sini.”“Jadi dong, Ma, soalnya weekend depan kita berdua mau ke Bandung.”“Ke Bandung?” kening Nina mengerut sebagai tanda kalau ia ingin tahu mereka ke sana untuk apa.“Iya ada urusan.”“Oh &
Kiki langsung membekap mulutnya sendiri kala merasa suaranya memang sudah begitu sangat berisik. Ryan sendiri hanya tersenyum penuh kemenangan karena istrinya sudah pasrah dilucuti pakaian oleh dirinya satu persatu. Pertahanan untuk memberikan Ryan pelajaran gagal sudah karena Kiki sendiri pun tak bisa menahan hawa panas dan rangsangan dari suaminya itu.Tak ingin menyia-nyikan kesempatan pun membuat Ryan langsung mengeksplor area sensitive istrinya dan memberikan tanda serta kenikmatan yang luar biasa.Merasa tak kuasa menahan kenikmatan membuat Kiki terus bergelinjang dan menarik kepala suaminya untuk bisa ia kecup hingga akhirnya pun melakukan kissing yang begitu panas yang membuat Kiki benar-benar terbuai.“Sialan!”Ryan terkekeh saat mendengar istrinya mengumpat untuk pertama kali saat mereka bercinta seperti ini. Terlebih birahi sang istri seperti tengah benar-benar keluar. Bahkan kedua tangan Kiki membantu kepala Ryan agar lebih terbena
Saat ini Adeeva dan Leonel sudah berada di kediaman Marinka. Dan tentu saja kedatangan Adeeva disambut hangat oleh Marinka.Bahkan ada sebersit rasa kasihan saat melihat Marinka begitu baik kepada Adeeva. Namun ini merupakan jalan yang terbaik untuk membahagiakan mommy-nya.“Dear, aku merindukanmu.”“Aku juga Mom.”“Aku tidak berbicara denganmu. Aku berbicara dengan Adeevaku.”Glek.Leonel hanya menelan ludahnya saja saat mommy-nya lebih sayang dengan Adeeva. Bahkan kini mommy-nya sudah memeluk Adeeva penuh kasih sayang. Sedangkan dirinya diabaikan begitu saja. Sialan! Sebetulnya anak mommy itu siapa sih? Adeeva atau dirinya?“Mom, kau tidak merindukan putramu yang tampan ini?”“Tidak.”Adeeva langsung terkekeh begitu puas mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Marinka hingga wajah Leonel langsung berubah begitu pias.Bahkan Adeeva melihat jika Leonel la
Telinga Adeeva terasa berisik-berisik mendengar sesuatu tapi apa. Bahkan matanya saat ini untuk terbuka saja sangat berat sekali.Sebisa mungkin Adeeva melawan alam bawah sadarnya agar bisa membuka matanya dan dengan gerakan perlahan Adeeva mulai membuka mata.Mata Adeeva menangkap banyak sosok orang mondar mandir namun pandangannya masih terasa remang-remang. Memang manusia mana yang berani masuk ke apartemennya sekarang?Disaat sudah terbuka dengan sempurna, Adeeva terkejut dengan sosok Leonel yang tengah tersenyum menatapnya sambil bertolak pinggang menatapnya. Bahkan tubuhnya kini menjulang begitu tinggi di mata Adeeva.“Kau.”“Sudah puas tidurnya?”Merasa belum sadar seratus persen membuat Adeeva langsung mulai duduk dan merasakan ada selimut di atas tubuhnya. Pasalnya tadi pagi ia langsung pergi keluar kamar karena emosi dengan sikap Leonel yang mengusai kamarnya.“Kau masih di sini.”&
Hari ini rasanya nano-nano bagi Adeeva. Dikantor dibuat kesal sekaligus kebawa suasana sama sikap Leonel. Dan sekarang ia lagi bersama Danis untuk makan malam bersama.Gimana mau nolak coba? Orang kalau udah suka sama cinta itu langsung mendadak jadi bego. Padahal udah tahu bakalan sakit hati tapi tetap aja mau dijalani begini. Harusnya menghindar Adeeva! Bodoh kamu.Selain merutuki diri sendiri kini Adeeva juga tersenyum senang karena menikmati makan bersama Danis. Sikap manis Danis yang selalu mengusap bibirnya jika berantakan saat makan pun membuat Adeeva semakin meleleh. Baper parah.“Makasih, Kak.”“Sama-sama. Meski udah gede tapi kamu kalau makan masih tetap kayak waktu kecil. Berantakan. Belepotan.”Adeeva hanya meringis saja mendengar ucapan Danis. Bahkan Adeeva bingung mau ngomong apa. Karena menatap Danis mengubah otak cerdasnya menjadi bego begini.“Besok Kakak pulang.”“Hah, kok ce
“Kau sekarang di mana?”“Di kedai bersama Emilia.”“Sebaiknya cepat kembali ke kantor.”“Oh no, ini jam istirahatku Josh.”“Atasan kita marah besar soalnya.”“Siapa memangnya?”“Tuan Rudolpho.”“Oh no, katakan dengan dia ini jam istirahat hingga tak bisa diganggu.”“Cepat kembali Adeeva! Atau kau akan aku pecat!”Adeeva mendengar ancaman yang dilontarkan Josh langsung berdecak kesal. Kenapa orang yang berkuasa suka sekali mengancam kaum bawah sepertinya sih.“Ya, aku segera ke sana. Dan aku sangat membencimu Josh!” teriak Adeeva kemudian mematikan sambungan telepon dengan kesal.Deru napas Adeeva terdengar jelas di telinga Emilia hingga membuat perempuan itu langsung bertanya apa yang terjadi.“Ada apa?”“Josh memintaku kembali ke kantor.”&ldqu
Danis langsung tersenyum dan mengacungkan tanda jempol ke arah Adeeva sebagai penilaian teh buatan adiknya ini rasanya enak.Melihat itu membuat Adeeva langsung merasa senang bukan kepayang. Padahal hanya dipuji teh-nya enak saja, bagaimana jika dicintai balik coba? Pasti Adeeva akan menjadi manusia paling bahagia sedunia kayaknya.Setelah menghabiskan satu cangkir teh, Danis langsung pamit pergi yang membuat Adeeva merasa tampak kecewa juga sedih.“Jaga diri baik-baik.” Danis selalu berpesan itu untuk Adeeva karena bagaimanapun Adeeva hanya gadis kecil yang mencoba menjadi dewasa. “Bye.”Adeeva hanya menatap diam kepergian Danis dari apartemennya. Entah dia harus melakukan hal ini atau tidak yang pasti Adeeva tidak ingin membuang kesempatan ini.“Kak Danis,” panggil Adeeva yang langsung berlari dan memeluk Danis erat. Lain hal dengan Danis yang terkejut dengan sikap Adeeva. Melihat adiknya semakin mempererat pel
Satu minggu kemudian.Sudah hampir satu minggu ini Adeeva dan Leonel tidak pernah bertemu satu sama lain. Bukan karena mereka bertengkar atau habis baku hantam. Tapi keduanya sama-sama sibuk bekerja, dan Leonel juga habis dari Moskow. Dia mendatangi Darrel Blaxton yang memang sudah pindah warga Negara di sana bukan lagi di Los Angeles.Dan hari ini Leonel pulang dari Moskow. Hal utama yang ingin dilakukannya pas sampai bandara itu mengunjungi Adeeva.Entah kenapa sikap galak dan barbarnya membuat kangen. Ada rasa sepi yang hinggap di dadanya selama di Moskow.Biasanya Leonel akan memilih pulang ke apartemennya namun khusus malam ini dia langsung pergi ke apartemen Adeeva. Apalagi pertemuan terakhir mereka saat makan bersama di restoran cepat saji itu. Niat ingin menginap waktu itupun Leonel batalkan karena ada telepon mendadak yang membuat esoknya terbang ke Moskow.Selama perjalanan menuju ke apartemen pun Leonel tak henti-hentinya tersenyum memba
Dengan sedikit ragu Adeeva menggeser tombol hijau ke samping. Adeeva menempelkan ponselnya di telinga dengan gerakan pelan dan sengaja menunggu seseorang yang di sana menyapa terlebih dulu.“Adeeva.”Suara lembut itu. Adeeva kenal dengan suara ini, dan entah kenapa hati Adeeva mendadak sakit saat mendengar suara yang selalu menjadi kekagumannya selama ini.“Kak Da-danis?” cicit Adeeva pelan. Suaranya mendadak tercekat dan tenggorokannya terasa sangat kering. Hatinya terasa pilu juga teriris mengetahui fakta jika Danis sudah menikah.“Ya, kamu apa kabar?”“Ba-ba-baik, Kak. Kakak sendiri?”“Alhamdulillah baik.”“Sukur kalau begitu.”Hening.Kini terjadi keheningan antara Danis juga Adeeva, hanya ada suara embusan napas kedunya. Bahkan Adeeva terus memegangi dadanya yang entah mendadak berdetak lebih kencang namun terasa sakit seperti ada yang tersayat
Mendapat serangan tiba-tiba dari Leonel membuat Adeeva sangat terkejut. Membisu. Dan sialnya menikmati apa yang Leonel lakukan saat ini.Pria itu mampu meluluhkan segala sel saraf otaknya hingga membuat tak bisa berkutik saat ini. Adeeva justru terus menikmati segala permainan bibir sang superstar ini—hingga sebuah ketukan pintu membuat kesadaran Adeeva kembali dan melihat apa yang Leonel lakukan membuat sebuah kepalan tangan mendarat dengan sempurna di wajahnya yang sialnya sangat tampan itu.BUG.“Aww.” Leonel meringis kala pukulan Adeeva mengenai pipinya. Bahkan mata Leonel menatap tak percaya apa yang Adeeva lakukan saat ini. Pasalnya perempuan ini tadi menikmati ciyuman dirinya. Kenapa sekarang tiba-tiba menonjoknya coba? Apa sih yang ada di otaknya. “Kau benar-benar,” geram Leonel yang tak jadi melanjutkan kata-katanya karena mata Adeeva sudah melotot tajam.“Apa? Dasar bastard.”“Kau bilang apa
Setelah mendapat penawaran fantastis, Adeeva kini meminta kembali ke apartemennya. Tentu saja diantar oleh Leonel langsung tanpa sopir.Di dalam apartemen kini Adeeva sedang memikirkan plus minus nikah muda apalagi dengan pria yang tidak dicintainya. Adeeva terus memikirkan ini semua sampai terasa kepalanya sakit.“Terima aja kali, ya? Nantikan kalau udah cerai bisa cari pria yang dicintai-nya, dan lumayan dapat kantor dari tuh pria sinting. Aduh galau galau galau.”Adeeva terus mondar mandir di depan televisi 32 inci-nya. Lagian perempuan mana yang tidak tergiur dengan duit sih. Daripada dirinya jadi pelakor mendingan nikah boongan.Lagian soal Elizabet, oh … tidak. Ini sama saja pelakor tidak sih? Tapikan si singa belum nikah sama Elizabet. Jadi kayaknya bukan pelakor deh. Sah sah saja kayaknya nih. Si singa aja butuh pernikahan ini, dan Adeeva butuh uang. Sip! Cocok udah.Merasa sudah yakin dengan keputusannya membuat Adeeva m