Bandara Soekarno—Hatta, Jakarta.
Setelah menghabiskan waktu di Bandung kemarin, kini gue lagi nganter Ryan ke Bandara. Dia harus selesaikan kerja di sana buat sebulan setengah lagi.
Entah kenapa saat ini gue ngerasa berat banget buat pisah sama fakboy satu ini. Duh! Please, jangan bucin duluan dong, ini hati kok lemah banget sih kalau udah suka sama orang.
“Jaga diri baik-baik di sini, kabarin aku setiap ada waktu. Ceritakan setiap keluh kesahmu, ya,” kata Ryan sambil mengusap-ngusap kepala gue. Bahkan gue saat ini lagi merengek sama dia supaya baliknya besok aja, tapi dia tetap nggak mau karena harus profesional sama kerjaan.
“Kamu jangan lirik-lirik, ketahuan aku nggak mau kenal kamu lagi,” ancam gue kayak anak ABG gitu. Kurang dewasa banget emang pola pikir gue, tapi biarkan saja.
“Iya, cukup kamu aja udah cukup kok. Makasih buat semalam.” Ryan tersenyum sambil membelai bibir gue di depan si Wawan.
Kantor Azekiel Grup.Saat ini gue udah fokus sama kerjaan yang diberikan sama Pak Haidar. Kemarin saat berusaha nutupi jejak si Ryan gagal. Mama tahu dan langsung ketawa ngakak banget. Jangan tanya gue gimana saat itu. Yang pasti wajah gue udah merah padam ketahuan sama mama. Malu banget.Nah pagi tadi pun Pak Haidar sampai negur gue karena hari ini gue berpenampilan nggak kayak biasanya. Gue pakai syal buat nutupin leher sama pakai celana bahan. Biasanya gue kalau kerja pakai rok di atas lutut. Nah hari ini benar-benar beda banget.“Ki, kalau emang kamu nggak kuat sebaiknya pergi ke rumah sakit untuk periksa.”“Gapapa kok, Pak. Saya kuat kerja.”Ya, gue alasan sakit sama Pak Haidar supaya diperbolehkan pakai syal. Mau gimana lagi kalau udah begini coba? Jurus satu-satunya itu cuma bohong aja.“Ya sudah kalau memang kamu masih kuat. Kalau tidak kuat jangan dipaksa. Saya nggak mau nanti orang-orang berpikiran kej
Entah kenapa dapat telepon dari Cantika bikin gue merasa nggak enak aja. Pasti ini bakalan ada hubungannya sama Ryan kan? Secara teman gue yang satu itu udah jadi kakak iparnya sekarang.“Cantika teman gue, kakak ipar Ryan.”“Udah cepetan diangkat.”“Iya.”Dengan cepat gue menggeser tombol hijau ke samping untuk menerima telepon dari Cantika. Baru aja akan menjawab dengan salam di seberang sudah heboh terlebih dulu.“Kikiiiiiiiii ... gue nggak nyangka kalau lo bakalan sama Ryan. Duh, gue ngejar dia malahan dapat Abangnya,” ujar Cantika.Mendengarkan kejujuran Cantika bikin gue rada emosi sumpah. Apa maksudnya sih ngomong begitu sama gue.“Jangan maruk.”“Hehehe, enggak dong. Kan gue udah cinta sama Surya sekarang. Btw, Ki ketemuan yuk me time gitu.”“Kapan?”“Minggu ini bisa?”“Em ... bisa, tapi setelah gue
Pas lagi menoleh ke arah kanan kiri untuk mencari seseorang yang mencurigakan tiba-tiba Andri langsung memegang bahu yang bikin gue kaget.“Ki.”“Hah.”“Nyari apa?”“Nggak nyari apa-apa kok, emm ... Andri aku ke sana duluan ya, nggak enak sama teman udah nunggu lama.”“Oh ... bareng aja.”Haduh! Mau ini cowok ngapain sih. Kenapa ngikutin gue terusan. Gimana ini dong. Mau ngaku udah punya suami nggak mungkin kan? Pacar juga belum ada status sama Ryan.“Emang kamu mau ke mana kalau boleh tahu?” tanya gue biar bisa menghindari si Andri ini.“Kamu sendiri mau ke mana?”Lha ini orang gimana sih?! Gue tanya malahan balik tanya begitu.Tak ingin tambah lama di parkiran pun akhirnya gue lanjut jalan aja meski ponsel milik gue getar terus mendapat telepon dari Ryan. Nggak tahu kenapa gue mendadak takut kalau mau angkat telepon dari Ry
Kini gue lagi mendengarkan suara tarikan napas Ryan yang terdengar begitu kasar juga panjang. Mungkin dia bete juga kesal karena mendengarkan pertanyaan gue yang tiba-tiba membuat kaget itu.“Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?”“Pengen tahu aja hubungan kamu sama Cantika.”“Biasa aja.”“Biasa aja gimana, Ryan?”“Iya biasa aja, nggak ada yang aneh.”“Yakin?” tanya gue sedikit mendesak ke Ryan. Gimana ya? Ucapan si Cantika itu bikin gue hareudang banget asli. “Jujur aja kalau kamu ada affair sama dia.”“Apaan sih kamu kok jadi ngaco gitu ngomongnya.”“Jawab Ryan.”“Kamu lagi kenapa, hm?”“Gapapa, tadi ketemu Cantika kalau dia suka sama kamu.”“Ngaco ah, udah sayang jangan pikiran yang macam-macam. Aku nggak pernah komitmen sama siapa pun, baru kali ini aku mau menjalin kom
Ryan tersenyum setelah kurang lebih menerima telepon lima belas menitan di luar. Gue sebetulnya penasaran Ryan dapat telepon dari siapa tapi kayaknya tahap gue belum sampai ke sana.“Yuk makan,” katanya saat melihat semua menu sudah tersaji dengan rapi di atas meja.Gue pun langsung makan aja, bisa dikatakan kalau gue bukan tipe wanita yang akan jaim makan di depan lawan jenis terlebih seseorang yang spesial seperti Ryan ini. Kalau gue sih makan ya makan aja nggak mikirin penilaian orang gimana. Kalau emang dia suka sama gue jadi harus terima segala kondisi gue. Nggak mungkin kan saat pendekatan makan setengah centong nasi pas udah nikah makan sebakul kan nanti pasangan jadi kaget gimana.“Kenapa kamu latihan muay thai?”“Pengin aja biar bisa jaga diri tapi udah keluar.”“Kenapa?”“Nggak nyaman aja kamu buntutin aku.”Aslinya bukan itu sih alasannya, tapi biarkan saja l
Malam minggu kali ini gue menunggu Ryan yang nggak pulang-pulang. Padahal gue udah mandi dan dandan rapi banget biar Ryan pulang bisa langsung pergi kencan seperti pada manusia umumnya. Bahkan gue nggak makan hanya menunggu Ryan doang.Kaki gue pun tak henti-hentinya mondar-mandir di dekat jendela hotel karena gelisah menunggu Ryan. Nomor ponsel dia pun dihubungi nggak aktip.“Ryan ke mana sih? Nggak mungkin nyasar kan? Atau dia menghabiskan waktu sama teman-temannya? Misal pun iya harusnya kasih tahu kek,” dumel gue sambil menggenggam ponsel dan sesekali gue gigiti ujungnya karena gelisah.Merasa capek mondar-mandir karena menunggu Ryan yang tak kunjung pulang pun gue memutuskan keluar kamar hotel sendirian menuju ke arah restoran untuk mengisi perut yang dari tadi udah keroncongan.Gue pun memilih tempat duduk di pojokan agar tidak terlihat jomlo-jomlo amat karena yang datang ke restoran ini kebanyakan berpasangan semua tidak seperti g
Entah kenapa kalau melihat Ryan bawaan gue langsung melow begitu aja. Padahal harusnya bahagia karena orang yang dirindukan sudah di depan mata seperti ini. Tapi, gue sangat takut jika ini merupakan khayalan atau daya imajinasi dalam pikiran gue aja.Untuk memastikan kalau Ryan yang tengah menatap gue itu nyata pun akhirnya sebuah tangan melayang ke arah pipinya.PLAK.“Awww,” pekiknya.“Eh betulan kamu, aku kira hanya halusinasi semata,” kata gue sambil meringis tak enak.Dengan cepat pula gue langsung mengubah posisi menjadi duduk tegap menatap Ryan yang masih mengusapi pipinya yang terkena gampar tangan gue.“Maaf Ryan,” cicit gue.“Gapapa sayang. Kamu kenapa nangis, hm?”“Aku takut kamu selingkuh. Kamu kemana aja sih Ryan, kamu tuh buat aku khawatir tahu nggak sih. Mana nomor kamu nggak aktif pula, kamu tidur sama wanita lain, ya?”Biarkan saja h
Saat akan melakukan sarapan bersama entah kenapa gue merasa khawatir sama Ryan yang terus menerus tersenyum kayak orang gila. Gue takut aja melihat dia seperti itu.“Ryan.”“Hmm.”“Kamu waras kan?”“Kok tanya begitu sih?”“Lagian kamu cengar cengir terus sejak selesai mandi sampai sekarang sih. Aku jadi takut kamu kerasukan atau kesambet setan Singapore.”“Ck! Aku tuh lagi bahagia lahir batin sayang.”“Kenapa?”“Bahagia aja mendapat servis dari kamu.”Mendengarkan jawaban dia membuat gue menyesal tanya. Tahu begini mendingan pura-pura nggak tahu kalau si Ryan tengah cengar-cengir. Bukan apa atau gimana sih, tapi gue malu banget jika diingat.“Nggak usah dibahas,” kata gue mencoba memperingati.“Kenapa? Itu merupakan prestasi tahu.”“Ck! Prestasi apaan? Udahlah aku malu kalau d
Tak terasa gibah squad kini sudah duduk hampir empat jam sendiri di La Moda Jakarta. Bahkan mereka semua sudah kenyang makan ditambah ngobrol ngalor ngidul dan lebih parahnya mereka memesan wine. Joko yang anak bawang pun hanya bisa melihat kelakuan orang-orang dewasa di sekitarnya.“Eh, gue kalau belum kawin bakalan pepet para bos dah,” ceplos Sila.“Kayak laku aja lo,” sahut Rinto.“Remehin lo. Gini-gini gue jago goyang di ranjang tahu.”“Hissst … urusan ranjang lo bawa-bawa, Mbak,” cela Kiki.“Iyahlah, para laki-laki itu paling suka perempuan jago ranjang. Iyakan Priyo?” todong Sila ke arah Priyo dengan pertanyaan yang membuatnya menelan ludah susah payah.“Apaan sih, Mbak, gue kan belum pernah rasain,” jawabnya gugup.“Masa?” Sila menatap Priyo sambil tersenyum. Ia pun tertawa dan mengambil gelas yang berisi wine.Kondisi Sila y
Suami mana yang tak takut kalau istrinya bekerja dengan laki-laki single dan berduit. Oke. Kalau saingan hanya si Priyo yang sama-sama pekerja, tapi ini kedudukannya boss besar sekaligus pemilik perusahaan. Perempuan mana yang akan menolak jika harta, tahta sudah bertindak? Bukan berarti Ryan tidak mempercayai istrinya, tapi rasa takut itu benar-benar muncul begitu saja. Tak memungkiri juga jika istrinya itu benar-benar cantik dan lebih sialnya memiliki body yang perfek. Menonjol dibagian yang semestinya. Dobel sial!“Aku percaya sayang, tapi aku takut.”“Kamu takut tandanya nggak percaya dong.”Melihat istrinya yang langsung badmood membuat Ryan pun mengalah. Ia menghela napas kasar sambil berpikir ke depan akan seperti apa.“Ya udah kamu gapapa bekerja di Ansell.”“Lagian kan belum tentu diterima juga. Orang baru ngirim CV. Pasti saingan banyak dan usia jauh lebih muda-muda.”“Ya mudah-
Selesai membahas masalah kerjaan dengan Wawan, kini Kiki tengah bersiap-siap menuju ke salah satu mall. Lebih tepatnya Grand Indonesia karena akan ketemu Ryan untuk makan siang bersama dan sorenya akan ada acara bersama gibah squad yang akan mengadakan pesta pemecatan. Grup sinting memang. Sepertinya kalau nggak sinting bukan gibah squad namanya.Selesai menggunakan make up dan pakaian sedikit rapi, Kiki keluar kamar dan langsung menatap ke arah Wawan yang masih duduk di sofa menunggunya dengan wajah begitu kesal.“Yuk,” ajak Kiki.“Naik ojek aja.”“Nggak. Anterin gue sampai depan pintu mall GI.”“Ya ampun, gue bayarin deh ojeknya.”“No no no. Lo udah makan mi instan sampai dua mangkok juga, gue sampai ngalah buat nggak makan lho.”‘Anjer, mi melar begitu masih aja diungkit sama si Kiki,’ batin Wawan.“Iya oke deh gue anter sampai restoran juga entar.
Merasa terkejut dengan orang yang tak dikenalnya membuat Kiki menampar dengan secepat kilat. Bahkan orang itu mengaduh kesakitan yang membuat Kiki melongo.“Wawan! Ngapain lo pakai rambut palsu gitu.” Kiki mengomel saat melihat orang didepannya tengah melepas rambut palsu gondrong yang dipakainya dan kaca mata hitam yang berhasil menutupi mata yang tampak merah itu.“Gue numpang ngumpet.”“Apaan, enggak!”“Pelit banget lo.”Kiki langsung menghadang Wawan di depan pintu dengan satu tangan yang direntangkan ke arah tembok apartemen.Wawan sendiri hanya berdecak kesal sambil menatap ke bawah dan tersenyum jahil. “Whoa gede banget.”“Apanya yang besar woy!”Wawan pun langsung nyelonong masuk saat melihat Kiki tengah lengah. Kiki melihat itu langsung merasa murka dan berteriak kencang yang mambuat Wawan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.&ldq
Faktanya ingin puasa dua bulan semua itu hanya ucapan belaka untuk Kiki. Justru hari ini bahkan sejak semalam gelora panas yang lebih mendominasi keluar dari seorang Shakira Intan Ayu dibanding Ryan Anggara. Sosok Ryan hanya sebagai pemancing dan pemanas saja untuk diawal dan selanjutnya yang memimpin kegiatan panas itu Kiki sendiri.Merasa pintar memancing istrinya membuat Ryan selalu tersenyum begitu bangga di saat suara lenguhan keduanya keluar hingga keduanya mencapai ketitik pelepasan.Kiki yang awalnya bingung melakukan di dapur justru kini ia langsung bisa mengusai dan beradaptasi dengan cepat.Selesai melakukan kegiatan panas mereka memilih beres-beres rumah bersama dan istirahat sebentar kemudian pergi kembali ke apartemen.“Mas, cariin kerjaan pokoknya.”“Iya besok senin.”“Nggak mau. Pokoknya sekarang biar senin aku kirim email buat ngelamar.”Kiki terus berbicara soal lamaran kerja. Bahk
Kiki langsung membekap mulutnya sendiri kala merasa suaranya memang sudah begitu sangat berisik. Ryan sendiri hanya tersenyum penuh kemenangan karena istrinya sudah pasrah dilucuti pakaian oleh dirinya satu persatu. Pertahanan untuk memberikan Ryan pelajaran gagal sudah karena Kiki sendiri pun tak bisa menahan hawa panas dan rangsangan dari suaminya itu.Tak ingin menyia-nyikan kesempatan pun membuat Ryan langsung mengeksplor area sensitive istrinya dan memberikan tanda serta kenikmatan yang luar biasa.Merasa tak kuasa menahan kenikmatan membuat Kiki terus bergelinjang dan menarik kepala suaminya untuk bisa ia kecup hingga akhirnya pun melakukan kissing yang begitu panas yang membuat Kiki benar-benar terbuai.“Sialan!”Ryan terkekeh saat mendengar istrinya mengumpat untuk pertama kali saat mereka bercinta seperti ini. Terlebih birahi sang istri seperti tengah benar-benar keluar. Bahkan kedua tangan Kiki membantu kepala Ryan agar lebih terbena
Merasa tahu kalau istrinya mulai tak nyaman dan takut saat melihat Abangnya membuat Ryan pun kembali membalas genggaman tangan Kiki dengan begitu erat sebagai tanda kalau dia akan baik-baik aja selama dia berada di sampingnya.Kepala Ryan menoleh dan memberikan senyuman tipis kepada istrinya untuk sedikit santai saat akan memasuki rumah orang tuanya.“Mas.”“Gapapa sayang, kamu bakalan aman ada aku di sini.”Ryan pun merasakan kalau istrinya mulai mempercayakan dengan mulai ikut melangkah masuk untuk bertemu Mama Nina.“Halo sayang,” sapa Nina langsung cipika cipiki kepada putra dan menantunya itu. “Mama kira kalian berdua nggak jadi nginep di sini.”“Jadi dong, Ma, soalnya weekend depan kita berdua mau ke Bandung.”“Ke Bandung?” kening Nina mengerut sebagai tanda kalau ia ingin tahu mereka ke sana untuk apa.“Iya ada urusan.”“Oh &
Setelah dari kantor, yang dilakukan oleh Kiki hanya tiduran sambil menangis saja sampai malam. Bahkan ia lupa makan, dan mandi. Bagi Kiki sendiri ini ujian terberat karena akan menjadi pengangguran yang kerjanya bakalan plonga plongo.Tak lama telinga Kiki menangkap suara pintu yang terbuka. Ia tahu kalau yang masuk ke kamar itu suaminya. Tak usah menoleh juga aroma tubuhnya sudah ketara.“Malam sayang, tumben udah tiduran jam segini.”Kiki diam.Melihat reaksi istrinya yang diam membuat Ryan langsung berjalan mendekat ke ranjang dan memeluk istrinya dengan gemas. Bahkan ia juga langsung mendusel-dusel ke leher jenjang istrinya.“Ih awas ah jangan pegang-pegang.”“Kenapa, hm?”“Nggak usah tanya.”“Jutek banget jawabnya.”“Lagian nyebelin sih.”“Nyebelin gimana sayang?”“Kamu tuh tadi pura-pura sinyal ilang kan? Sejak k
Kiki masih saja mencerna ucapan laki-laki yang duduk di depannya ini yang statusnya itu sebagai boss. Hati dan pikirannya pun berjalan secara bersamaan untuk menganalisa kejadian hari ini.“Apa ini ada hubungannya sama Ryan?” tanyanya.“APA? Tidak ada.”“Jangan bohong, Mr. Kalian berdua tadi habis ngopi bareng kan? Terus Ryan itu nggak pengin saya kerja. Dan, tiba-tiba saya dipecat dengan alasan tak jelas seperti ini.”Bisa Kiki lihat kalau boss-nya tengah mengambil napas panjang dan menatapnya kembali. Bahkan saat ini Kiki sudah siap mengembalikan uang pesangon itu asal jangan dipecat seperti ini.“Kamu sepertinya harus banyak intropeksi diri. Berkaca. Sudah baik belum dalam bekerja. Itu yang harus kamu lakukan bukannya menuduh orang lain atas pemecatan ini.”“Tapi, Mr, saya nggak tahu kesalahannya apa?”“Ini yang kurang dalam diri kamu. Kurang membaca diri sendiri.&rd