PENGANTIN PRIA TIDAK DATANG MENJELANG AKAD (10)
Alma membiarkan sang suami terlelap. Sementara dirinya bergegas membersihkan diri. Meskipun udara masih sangat sejuk, akan tetapi perjalanan panjang tadi membuatnya ingin mandi.
Vila mewah itu dilengkapi dengan fasilitas water heater. Dia mengguyur tubuhnya cukup lama hingga sendi-sendi dan ototnya terasa relax. Lalu dia mengambil handuk dan segera keluar dari kamar mandi. Perlahan menggeser daun pintu, takut membangunkan Arya yang sedang tertidur. Namun ketika kepalanya dilongokkan lelaki itu sudah tidak ada di kamar.
Alma merasa lega. Dia bergegas mencari pakaian ganti sebelum sang suami masuk ke kamar lagi. Namun ketika tengah sibuk mencari pakaian terdengar derit pintu terbuka. Alma langsung bersembunyi di balik lemari untuk menutupi tubuhnya yang hanya terlilit handuk.
Aku mengerjap ketika merasa ada sesuatu yang hangat melingkar di pinggangku. Ditengah kesadaran yang timbul tenggelam hampir kumenjerit ketika dalam beberapa senti ada wajah lain yang berbaring pada bantalku, bahkan hangat hembusan napasnya terasa menyapu wajah. Sosok tampan itu tampak terpejam dengan tenang, kedua alis tebalnya membingkai kelopak mata dengan bulu mata lentiknya. Sejenak aku terdiam, seolah terhipnotis oleh rupanya yang nyaris sempurna. Susunan sketsa wajah itu membuatku betah memandang lama-lama.“Astagfirulloh!” Aku beristighfar sambil menjauh.Debaran dalam dada semakin bertalu. Perlahan kumenggeser lengannya yang ternyata melingkar di pingggangku. Memindahkannya hati-hati agar pemiliknya tidak terbangun.Aku tertegun sejenak, kenapa kami berada pada posisi sedekat ini? Padahal tadi mala
PENGANTIN PRIA TIDAK DATANG MENJELANG AKAD (12)BATAL NIKAH – Pov Alma“Begitu kejadiannya Alma! Aku harap kita bisa kembali bersama, mumpung semuanya belum terlalu jauh! Pasti saat ini orang yang menunggu hubungan kita hancur sedang bersorak gembira! Apakah kamu rela melihat dia menang dan kita kalah serta saling menderita?” tanyanya pelan tapi penuh penekanan. Membuat pertahananku luluh dan membiarkan air mata ini tumpah.Aku masih terdiam. Membiarkan air mata ini berjatuhan bersama rasa sesak yang kurasakan. Kudengar dia bertanya kembali.“Gimana, Alma?” tanyanya lagi. Tatapannya seolah meminta kepastian.Aku menarik napas panjang. Kuseka sudut mata ini lalu menatap sekilas wajahnya yang tampak menyedihkan
PENGANTIN PRIA TIDAK DATANG MENJELANG AKAD (13)BATAL NIKAH – Pov AuthorAlma mengerjap ketika samar adzan shubuh berkumandang. Dia meraba tempat tidur di sampingnya akan tetapi masih kosong. Kemanakah gerangan suaminya pergi?Gegas dia berjalan ke luar mencari keberadaannya. Di ruang tengah juga tidak ada. Pintu depan terkunci dari dalam, berarti dia masih ada di dalam vila ini. Alma menuju pintu belakang. Tampak pada gazebo, tubuh kekar Arya yang terbalut jaket tengah meringkuk sendirian.“Kenapa Bang Arya tidur di luar? Tidak biasanya. Apakah ada hal yang dia ketahui tentangku dan Mas Rangga di hotel siang itu?” Prasangka Alma. Bagaimanapun dia merasakan salah sendiri tidak menceritakan kejadian itu pada sangat suami.
PENGANTIN PRIA TIDAK DATANG MENJELANG AKAD (14)BATAL NIKAH – Pov AlmaAku dan Naila saling melempar pandang, seolah hendak saling mengukur kekuatan masing-masing. Namun dia tampak terlihat santai, lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku tuniknya.“Ini kartu namaku, siapa tahu kita bisa saling silaturahmi! Aku tahu banyak tentang dia, jika kamu masih kesulitan mengendalikannya, hubungi aku saja!” ucapnya sambil tersenyum. Senyuman yang kurasa seolah merasa jika dirinya lebih tahu segalanya.“Makasih, tapi sepertinya untuk masalah Bang Arya, aku masih bisa menanganinya sendiri,” ucapku sambil mencoba untuk tetap terlihat tenang.Kuterima kartu namanya. Hatiku sedikit insecure ketika melihat jabatan yang tertera di sa
Pov Author“Oh, Mbak Alma ikut juga?” tanyanya sambil menatap pada wanita dengan balutan gamis berwarna putih itu.“Iya, Mbak Nay! Bang Arya khawatir kalau saya sendirian di vila soalnya,” jawab Alma datar.“Tapi acaranya tidak untuk umum, Ar?” Naila menoleh pada suamiku.“Dia istriku, jadi bagian dari perusahaan dan pekerjaanku! Bukan orang lain,” ucapnya santai. Alma menatap sekilas, ada senyum yang dikulumnya dalam diam.“Ar, kamu gak pernah berubah, ya! Masih saja keras kepala seperti dulu,” ucap Naila sambil menggeleng kepala.“Hmmm, gini saja … Mbak Alma nanti aku carikan tempat khusus,
Pov AuthorBruk!“Maaf!”Minuman soda yang dipegang lelaki itu tumpah. Sedikit mengenai celana pendek yang dikenakannya.Alma menoleh pada sosok yang bertubrukan dengannya. Lelaki yang diperkirakan seumuran itu tampak mengamati wajah Alma.“Mbak maaf, ya!” ucapnya sambil mengerutkan dahi. Dia menatap lekat wajah Alma seolah sedang mengingat-ingat sesuatu di kepalanya.“Saya yang minta maaf, Mas! Minumannya jadi tumpah,” ucap Alma merasa tidak enak.“Mas? Gak usah panggil Mas, kayaknya kita seumuran deh, panggil saja Endra! Nama saya Syailendra Watson!&rd
[Aku kepikiran kamu terus di sini sejak tadi, apa kamu baik-baik saja ‘kan, Ma?]Dipandanginya tulisan itu. Lalu dia tekan kirim. Tak berharap dibalas, tapi rasa khawatirnya saja yang melampaui batas sehingga dia menurunkan gengsi dan tetap mengirimi pesan meski mungkin tidak di acuhkan.Namun tidak berapa lama layar ponselnya berpendar. Kedua netranya berbinar ketika melihat pesan balasan dari siapa yang datang. Nomor yang masih disimpannya itu membalas dengan cepat. Apakah itu artinya Alma juga sedang merindukannya?[Aku baik-baik saja,] tulisan singkat padat yang diterimanya membuat netranya berbinar.[Di Bandung sampai kapan?] Rangga kembali mengirimi pesan.[Besok at
Akhirnya Endra dan Naila memutuskan untuk bergabung dengan mobil Arya. Mereka berangkat setelah kendaraan Naila ditarik oleh derek. Naila membayar lebih agar mobilnya bisa tiba di bengkel dengan aman. Arya kembali duduk di belakang kemudi. Naila dan Endra duduk pada jok belakang, sementara itu Alma sudah pada posisinya semula, dia diam tanpa kata, duduk manis pada jok di samping suaminya mengendarai. Sepanjang perjalanan, mereka tidak ada yang saling bicara hingga. Jalan sudah berkali-kali berganti, kadang macet, kadang lancar, hingga akhirnya mobil yang ditumpanginya tiba di kediaman Arya. Bunyi klakson membuat Bi Sumi yang baru saja terlelap menjadi bangun. Dia bergegas membukakan pintu. Mobil terhenti tepat di depan gerbang, Alma menurunkan kaca melempar senyum meski wajahnya
Pov Author Selamat Membaca! Maafkan kalau kurang maksimal. Masih oleng Mak Othornya 😁 Rumah Madina dan Alka sudah ramai sejak pagi. Beberapa tetangga turut rewang karena untuk pertama kalinya Madina dan Alka akan menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilan untuk cucu pertamanya. Awalnya Nyonya Sinta bersikeras agar semua perayaan dilaksanakan di rumahnya. Namun Madina menolak, karena ingin terlibat langsung dalam syukuran calon cucu pertamanya itu. Meskipun demikian, Tuan Ashraf tidak kalah antusias dalam menyambut kehadiran cucu-cucunya. Lelaki yang masih terlihat jelas garis ketampanannya itu tidak mau tinggal diam. Sejak pagi, semua orang dibuat berdecak kagum dengan kiriman beragam makanan dengan kualitas premium ke kediaman besannya. Beragam makanan itu untuk
Pov Author Selamat Membaca! Alma menelan saliva. Benar-benar gugup dan takut. Khawatir jika dirinya memang belum hamil. Tidak kuasa melihat wajah Arya kecewa nanti. “Bismillah, semoga Engkau memudahkan segalanya,” batinnya. Arya menuju ke bagian pendaftaran. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang pada lelaki yang menggamit jemarinya itu. Tampak mereka mengusap perutnya, mungkin berharap memiliki anak rupawan seperti lelaki gagah yang membersamai Alma. Usai daftar. Mereka duduk berjejeran dengan beberapa wanita hamil. Namanya juga poli kandungan, isinya kebanyakan wanita-wanita hamil pastinya. Tampak mereka bersama masing-masing pasangan. Hanya ada satu orang yang tampak sendirian, hamilnya sudah kentara mungkin sudah tujuh bulanan. “Hamil
Pov Alma (bulan madu) Extra part Gaess! Selamat Membaca! Coba komen yang masih hadir di sini! 😁 Hari ini kami sudah berada di salah satu tempat yang jauh dari keramaian. Kata Bang Arya kami ini sedang bulan madu. Di sini hanya ada kami berdua. Entah seberapa kaya suamiku ini. Satu area pulau ini katanya hanya di sewa oleh kami selama seminggu. Selain para pekerja yang memang ada, tidak ada lagi pengunjung lainnya. Bang Arya melingkarkan lengan kekarnya pada pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku yang tak terbalut kerudung ini pada dada bidangnya. Kami duduk bersisian tanpa cela. Sesiang ini masih betah menikmati suasana cottage terbuka yang kami tempati. Dari sini, kami bisa langsung menatap indahnya riak gelombang lautan. Hembusan angin sepoi yang mendamaikan.&n
Pov Author “Bang, ini aku Alma---istrimu. Sadarlah, Bang! Maafkan aku yang bodoh ini! Kalau kamu sadar, aku berjanji akan mengabulkan apapun keinginanmu, Bang! Sadarlah, Bang!” ucapnya sambil terisak. Alma duduk pada kursi di tepi ranjang tempatnya berbaring. Detak jam dinding terdengar. Entah sudah berapa lama dia berbicara sendiri hingga akhirnya terlelap. Tiba-tiba dia menatap sosok berpakaian putih itu datang mendekat. Dia mengusap pucuk kepalanya dan berbisik. “Terima kasih, Dek … terima kasih sudah menjagaku,” lirihnya lembut. Wajahnya tampak. Gerak jemari yang digenggamnya membuat Alma mengerjap. Rupanya dia kembali tertidur dan bermimpi bertemu dengan Arya. “Bang, kamu sudah sadar?” Alma menata
Pov Alma Selamat Membaca! “Alma! Maafkan aku. Rumah tangga ini tidak bisa kita lanjutkan! Terima kasih sudah memberiku kebebasan! Aku bisa leluasa memilih hidupku ke depannya! Aku pergi … jaga diri baik-baik!” “B—Bang, B—Bang Arya!” Satu sentuhan mengguncang bahuku. Aku mengerjap ditengah isak. Rupanya aku tertidur selepas shalat isya tadi di kamar belakang. “Ma, kamu kenapa? Mimpi?” Anggrainin tengah menatapku. “Astagfirulloh ....” Aku menyeka sudut mata yang hangat. Aku menangis. Isaknya terbawa ke alam nyata. Barusan aku bermimpi, Bang Arya benar-benar terasa nyata. Dia memakai pakaian
Pov Author Selamat Membaca! Pikiran Arya berkecamuk. Semua campur aduk menjadi satu. Kalimat demi kalimat yang Azka ucapkan membuat dirinya benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Ya, memang foto itu benar, dirinya dan Naila pernah mengikat janji untuk menua bersama. Semua yang Azka ucapkan itu benar, dia menikahi Alma karena pernah berjanji jika dia akan membalas hutang nyawa pada Azka dengan cara apapun juga. Menikahi Alma tanpa cinta, itu juga benar. Awalnya dia memperlakukan dengan baik karena rasa tanggung jawab akan amanah dari sahabatnya itu. Harusnya Arya senang ketika lelaki itu tidak lagi menuntutnya untuknya terkungkung dalam hutang budi. Dia sudah bisa bebas kembali ke dalam kehidupannya tanpa terikat janji pada Azka untuk memperla
Pov Author Selamat membaca! Azka menatap punggung Alma yang sudah menghilang dibalik angkutan. Azka tahu, Alma akan baik-baik saja di sana. Azka juga tahu jika sudah ada pancaran rasa dari setiap tatapan adiknya pada Arya. Namun dia tidak berpikir jika di hati Arya---sahabatnya masih ada Naila. Azka memutar sepeda motornya. Dia menuju sebuah café. Alamat itu didapatkannya dari Riani yang mengirimkan foto pada Alma beberapa waktu tadi. Azka berjalan memasuki café tersebut dan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Benar saja, sosok yang dicarinya ada di sana. Arya tampak tengah duduk berhadap-hadapan dengan Naila. Tidak ada kesan resmi terkait pekerjaan. Bahkan tidak ada berkas dan laptop juga di antara mereka.
Pov Alma “Bismillahirrohmanirrohim!” Aku memejamkan mata sambil membuka amplop tersebut. Jujur hatiku bercampur antara was-was dan penasaran atas isi dalam amplop milik suamiku ini. Perlahan lembaran yang ada didalam itu kutarik keluar. Netraku menyipit, mengintip apa sebetulnya yang ada di dalam amplop ini. Tiba-tiba ada yang bergemuruh dalam dada. Ada dua lembar foto di sana. Tampak dalam gambar itu, suamiku sedang menyematkan cincin pada jemari seorang perempuan yang tidak lain ialah Naila. Begitupun pada foto yang satunya. Tampak dengan wajah sumringah, Naila menyematkan cincin pada jemari Bang Arya. "Ya Tuhaaan? Sejauh apa sebetulnya hubungan mereka dulu? Apakah mereka sudah bertunangan?" Hatiku rasanya tercubit. Meski itu masa l
Pov Author Selamat Membaca! Teriakan dari kamar Mina membuat semuanya terbangun. Mina berlari keluar setelah berhasil mendorong tubuh Mang Pian yang seperti kerasukan. Lelaki itu berusaha mengendalikan dirinya dan berlari ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya malam-malam. Nyonya Sinta, Arya dan Alma turun dari lantai atas. Karena Mina berteriak sekuatnya di luar kamar. Mereka melihat wajah Mina yang panik ketakutan. Entin yang tengah terlelap pun terbangun. Sambil menggisik-gisik mata dia keluar. “Ada apa sih, Min?” tanya Entin sambil sesekali menguap. Matanya mengerjap-ngerjap. Arya, Alma dan Nyonya Sinta menuruni tangga dan mendekat ke arah di mana Mina berada. “