Pagi-pagi buta usai shalat Shubuh, Naima langsung bergegas pergi menunggu bus ke satu tempat yang cukup sunyi. Di dalam sana hanya ada dia dan dua wanita lainnya. Sengaja gadis itu pergi duluan agar tak kena cegat para petugas. Ia bisa mengendap-endap ketika pergantian penjaga. Maklum saja, di Syam ketika perempuan keluar sendirian tanpa tujuan yang jelas akan disuruh pulang, dan tentu saja nanti Naima akan dilaporkan pada Ali.Perjalanan hanya setengah jam saja ke tempat yang ia tuju, setelah itu ia turun dan melirik ke kiri dan kanan. Tiga petugas yang semuanya laki-laki nampak kelelahan dan kesempatan itulah yang digunakan Naima untuk menuju sebuah hutan yang ada sungai besar di bawahnya. Tanpa gadis itu sadari ia bisa berlari kencang menghindari kejaran petugas karena ia sering berkejar-kerajan dengan kucing. Naima tertawa sendiri ketika ia berhasil menyusup tanpa ketahuan. Begitulah ia membangun kebahagiaannya sendiri, dan tak akan mengizinkan siapa pun untuk masuk untuk menghanc
“Kau sudah siap?” tanya Ali pada adik iparnya—Sultan. Lelaki yang baru berusia 17 tahun itu sudah berpenampilan rapi di rumah Gu. “Insya Allah, siap, bertemu dengan calon istri,” jawab pemuda itu. “Sayang, sini sebentar tolong.” Gu berpura-pura memanggil Ali, ada yang harus ia tanyakan terlebih dahulu. Rencana ini terlalu mendadak ia terima. Sedangkan wanita bermata biru itu tahu bagaimana karkater Naima yang dingin dan pendiam. Gu mengambil baju balita, anak keempatnya akan ia bawa ke rumah Naima, sedangkan si kembar dijaga oleh Maira. “Kenapa?” “Apa tak salah menjodohkan mereka berdua? Apa kau pikir Naima akan menerima begitu saja? Ingat, kita ini bukan kedua orang tuanya. Dia itu dikatakan merdeka sekali tidak juga, tapi kita pun tak ada hak menentukan siapa jodohnya.” “Lebih baik dia aku jodohkan, daripada pemerintah yang menjodohkannya. Asal pilih tahu-tahu lelaki yang didapatkan tidak baik,” jawab Ali. “Bukan begitu. Kau tak ingatkah sama sekali bagaimana mereka berdua saa
“Biar aku saja yang berbicara dengan Naima. Kau jangan ambil bagian dulu, ya. Dia hanya perlu ditenangkan sebentar saja,” ujar Gu ketika sudah sampai di rumah. “Apa aku terlalu keras tadi dengannya?” “Sangat,” jawab wanita itu. Ali pun duduk dan menarik napas panjang. Ia melirik ke arah Sultan yang wajahnya menyimpan banyak pertanyaan. Ingin diberi tahu tentang masa lalu ia takut adik iparnya tak percaya lalu terjadi sesuatu. Sebab hal itu menimpa mereka berdua saat masih sama-sama kecil. Berbeda dengan Ali dan Gu yang sudah sangat dewasa dan sudah bisa mengendalikan emosi. “Bagaimana denganmu, Sultan?” Ali membuyarkan lamunan adik iparnya. “Aku jujur saja, takut melihatnya. Sepertinya aku …” Segan pemuda berambut lurus itu mengatakan hal sejujurnya. “Tak apa, kami paham. Sudah selesai perjodohan ini. Kau bisa mencari calon istrimu sendiri. Katakan saja kalau sudah berjumpa, nanti kami akan lamarkan untukmu, ya.” Gu membuka sepatu anaknya dan membiarkan putra keempat mereka berma
Sultan tak lagi memikirkan bagaimana Naima. Sebab ia lihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa gadis itu baik-baik saja dan tidak kekurangan satu apa pun. Justru ia mendapatkan pengawalan ketat dari kakak iparnya. Hingga pemuda bergigi rapi itu akhirnya memutuskan untuk mencari jodoh wanita lain saja. Ia malas menunggu sesuatu yang tak pasti. “Semoga suatu hari nanti kau menemukan jodoh yang tepat, dan lebih baik daripada aku,” ucap pemuda itu sambil memakai baju.Ketegangan antara dua negara Balrus dan Syam memang semakin menjadi. Kadang kala salah satunya tertangkap sedang menyusup dan tentu saja berakhir dengan kematian. Terkadang pula bom ditemukan di tempat keramaian. Entah bagaimana cara mereka menyusup selalu saja ada yang terlewat. Seperti siang itu, ketika sebuah bom dengan daya ledak tinggi ditemukan di salah satu gedung pemerintahan. Di sana arsip semua perempuan tersimpan, petugasnya pun hampir 100% perempuan. Sultan pun diterjunkan di sana. Satu tim evakuasi diturunkan,
Naima menikmati hari-harinya sebagai guru TK. Ia tak lagi canggung dan berbaur dengan orang lain. Bahkan ketika harus berinteraksi dengan para orang tua dalam hal ini selalu diwakili oleh para ibu. Meski demikian setelah pulang dari bekerja gadis tersebut akan kembali lagi pada dunianya sendiri, di dalam rumah dan bermain bersama Sin juga San. Ia tahu diawasi oleh orang suruhan pamannya. Namun, ia hanya diam saja dan meminta dua serigalanya untuk tak sembarang menyerang orang, atau sanksi tegas akan diambil oleh Ali. Waktu demi waktu yang berjalan dalam kesendiriaan Naima hingga tak terasa pertukaran dari musim gugur ke musim panas tiba juga. Bersamaan dengan itu ia mendapat telepon dari Gu. Wanita bermata biru tersebut mengabarkan akan ada pernikahan di tempatnya, dan ia mengatakan bahwa rumah mendiang Dokter Yusuf juga Alana akan ditempati mengingat Naima lebih memilih tinggal di perbatasan. “Siapa yang menikah, Bibi, apa pernikahan kedua Paman?” tanya gadis berambut kemerahan it
Jika Sultan dan Halimah sedang menikmati masa-masa manis bulan madu. Berbeda pula dengan Naima, di musim salju yang akhirnya tiba lagi, ia meringkuk ketakutan di dalam kamarnya. Ia tahan air mata agar tak menetes di pipi. Gadis itu teringat dengan peristiwa kelam di masa lalu, saat itu sangat dingin dan ia dijadikan bahan bakar untuk tubuh laki-laki. Pria itu pula kini tengah berdekap mesra dengan pasangan halalnya. Sementara Naima setengah mati berdamai dengan trauma sejak bertahun-tahun lalu tak pernah berhasil. Isak tangis yang ia tahan akhirnya pecah juga. Tidak ada orang lain di rumah tersebut selain dua serigala penjaga Sin dan San. Pendengaran mereka tajam, serigala kembar itu paham jika tuannya sedang bersedih. Mereka pun masuk dari belakang melalui pintu bagian bawah yang muat untuk ukuran tubuh mereka. Lalu berlari di mana tuannya sedang meringkuk. Mereka melakukan hal yang biasa dibuat oleh serigala. Yaitu menghangatkan tubuh satu sama lain sebagai penenang. Sin dan San b
Dimitri Alras—seorang penembak jitu asal Negara Balrus, dipanggil oleh seseorang dengan pangkat yang lebih tinggi daripada dirinya. Pemuda itu berusia 26 tahun dan merupakan satu anak didikan camp konsentrasi di atas Sultan juga Naima. Ia merupakan penembak terbaik di kesatuannya. Pernah membunuh sebanyak lima puluh tentara muslim, bahkan jarak tembaknya cukup jauh. Hampir dua kilometer ia bisa menembak dengan tepat. Ia belum menikah, sebab mencari gadis yang berbeda dari Balrus. Kebanyakan dari mereka memang cantik, tapi juga sangat mencintai uang. Tidak ada uang tidak ada cinta. Dimitri memasang sikap hormat, lalu atasannya memerintahkan untuk istirahat di tempat. Tidak hanya ia saja yang ada di sana. Selain pemuda dengan mata setajam serigala itu ada tiga orang lainnya. Dua di antaranya mata-mata dan salah satunya yang mengatur pergerakan mereka. Empat orang tersebut akan ditugaskan untuk menyusup ke Negeri Syam. Peperangan yang sudah sangat lama itu harus segera berakhir dengan k
Naima pergi ke rumah sakit menggunakan bus selesai mengajar. Bibinya—Gulaisha Amira telah melahirkan anak kelima dengan selamat dan proses normal kemarin malam. Anak yang dilahirkan laki-laki lagi. Dengan membawa buah tangan gadis berambut kemerahan itu masuk ke ruangan di mana hanya ada ibu, bayi dan Maira saja. Ali sendiri akan menjemput istrinya ketika sudah diperbolehkan pulang, sebab ia harus menjaga rumah dan mengurus anak-anaknya yang lain. “Naima, sini, Sayang, Masuk.” Gu tahu siapa yang datang terlihat dari gesture gadis itu yang malu-malu. Padahal tidak ada orang lain di sana selain ia dan Maira. “Kak, mau coba gendong adik bayinya.” Maira menyodorkan adiknya pada Naima. “Eh, jangan, Kakak takut nantik adiknya jatuh.” Dua tangan Naima menolak menimang bayi yang masih terlelap itu. “Merawat bayi serigala saja kau berani. Seharusnya dengan adik bayi lebih berani lagi. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak menggigit.” Gu tidak menggunakan kerudung dan cadarnya di sana