"Bos baru kita sudah tiba," seru Frans pada beberapa temannya yang ada di ruangan besar itu. Semua orang menoleh dengan gugup ke arah pintu. Suara ketukan sepatu dari kejauhan, kemudian semakin dekat dan tepat berhenti di depan pintu.
Cklek!
Semua menahan napas, termasuk Tiara yang tengah memfotokopi beberapa berkas. Ia menghentikan kegiatannya sejenak, lalu menunduk menyambut datangnya bos baru di perusahaan iklan yang sudah tiga tahun ini sudi menampungnya selama tiga tahun ini, walau hanya bekerja serabutan, seperti memfotokopi dan juga menjilid berkas.
Tak jarang juga dia sebagai tenaga bersih-bersih di sana. Apapun Tiara lakukan agar dapat bertahan hidup dengan layak dan melupakan masa lalunya yang kelam.
"Selamat datang, Pak," seru semua staf dengan ramah.
"Terima kasih," jawab pria itu dengan suara begitu dalam, tetapi juga tidak terlalu kencang.
"Ruangannya di sebe
Kita mulai semua dari awal sebagai suami istri, Mbak mau'kan?""Tidak! Urusan kita sudah selesai!""Sejak kapan? Saya tidak merasa pernah menyelesaikannya.""Sejak kamu membunuh bayi-bayiku.""Hhah ... hhah!" Tiara terbangun duduk dengan keringat membanjiri tubuhnya. Mimpi berdebat dengan Bari;mantan suaminya yang tiba-tiba muncul sebagai bos di kantornya. Bukan mantan, mungkin masih suaminya, karena lelaki itu memang tidak pernah mengucapkan talak untuknya. Namun waktu dua tahun yang sudah ia lewati sendiri, bukankah menggugurkan statusnya sebagai istri?Tiara meremas rambutnya yang basah. Kepalanya menoleh ke kanan dan melihat kipas angin kecil kesayangannya tidak berputar lagi. Pantas saja udara di dalam ruangan sangat sesak."Ya ampun, baru jam tiga subuh," gumamnya sambil beranjak turun dari kasur busa yang memang sudah ada di lantai. Tidak ada dipan sebagai alasnya dan Tiara tidak pernah keberatan untuk menempati gudang di kantornya, w
"Mm ... baiklah kalau Mbak tidak mau, mungkin dengan menemani suamimu ini makan siang, dia akan berubah pikiran," kata Bari lagi sambil memperlihatkan seringai tampannya. Jika dahulu kala lelaki di depannya ini bisa tersenyum seperti itu, mungkin ia akan meleleh seketika. But, sekarang, seringai itu sangat memuakkan bagi Tiara."Bersikaplah profesional karena ini di kantor. Jika tidak ada yang ingin ...." Tiara merasa tubuhnya melayang saat diseret paksa oleh Bari keluar dari ruangannya."Pak Dion, Rafli, saya ada meeting sebentar, saya pinjam Tiara untuk saya suruh-suruh di sana nanti. Ayo, Tiara!" Wanita itu tak bisa mengelak karena semua mata tengah memandangnya, termasuk Restu yang baru kembali sambil membawa beberapa bungkus es kopi.Clek!"Mau masuk sendiri, atau saya gendong!" ancam Bari sambil berbisik. Pria itu sudah membukakan pintu mobil untuk Tiara, tetapi wanita itu masih memaku kedua kakinya; enggan untuk masuk ke dalam mob
Bari nyaris sampai di depan gudang saat pintu gudang itu dibuka dengan kasar. Bari langsung terdiam di tempat, memikirkan apakah Tiara memiliki telepati atau CCTV yang terpasang sehingga mampu melihat pergerakannya di dalam gelap seperti ini.Rupanya Tiara tak benar-benar melihatnya, wanita itu baru saja mengeluarkan satu kantong kresek, lalu ia masukkan ke dalam tempat sampah yang ada di depan gudang."Ehm!" Bari berdeham."Astaghfirullah!" pekik Tiara terlonjak kaget. Matanya melotot lebar saat mengetahui siapa yang ada di depannya malam-malam seperti ini. Ditambah keadaan kantor sudah sepi dan tidak ada penjaga selain Mang Parjo.Lekas ia mundur, lalu segera menutup pintu, namun sayang, kedua tangan kekar Baru sudah terlebih dahulu menahan pintu. Keduanya pun terlibat aksi saling dorong dan sudah jelas siapa yang kalah, tentulah Tiara."Kamu mau apa? Pergi dari sini!" teriak Tiara dengan amarah yang perlahan memuncak.
Prak!Tiara melemparkan sebuah buku besar jauh darinya. Fokus dua perampok itu pun terpecah dan segera berlari menuju arah suara yang ditangkap oleh mereka.Ruangan yang dalam keadaan remang dan memang berantakan penuh buku, membuat dua perampok itu tak sadar bahwa dari belakang tubuh mereka ada Tiara yang berjalan dengan kaki telanjang secara cepat dengan mengendap-ngendap keluar dari gudang.Tiara berlari cepat menuruni anak tangga dengan keringat bercucuran. Sayang sekali ia tidak bisa keluar dari pintu depan, Tiara berbalik dan berlari menuju pintu belakang yang ternyata sudah didobrak.Ia masih berlari ke jalan raya dan berhenti tepat di depan gedung kantornya. Mang Parjo yang biasa bertugas jaga malam tidak ada dan sangat tumben sekali jalanan juga sangat sepi.Tanpa sengaja, Tiara menoleh ke arah jendela lantai empat tempat gudang berada dan dari jendela, Tiara melihat salah satu orang perampok juga tengah melihat kearahnya
Bisa tolong bukakan pintu apartemennya? Kunci kartunya sedang rusak, jadi harus dipencet," ujar Bari meminta tolong pada Tiara."Memangnya aku siapa? Mana aku tahu kode masuk ke apartemen kamu," balas Tiara sambil memutar bola mata malasnya.Bari sedikit mendekat, membuat jantung Tiara kembali pada keadaan tidak sehat. Wanita itu sedikit bergeser karena canggung."Tanggal lahir, bulan, dan tahun kelahiran Mbak," bisik Bari sontak membuat Tiara menatap lelaki itu dengan tidak percaya."Ya Tuhan, bualan apa ini? Sudahlah, aku mau pergi saja, cari penginapan biasa saja." Tiara merampas tas jinjing dari tangan Bari, tetapi tangan lelaki itu berayun hingga tas Tiara berada di atas kepalanya. Sosok Bari yang memiliki tinggi 180 centimeter, tentulah tak sebanding dengannya yang hanya memiliki tinggi 156 centimeter. Tiara tidak bisa meraih kembali tasnya."Kamu mau menginap di mana? Ini sudah jam setengah dua malam. Kamu juga
Tiara belum sempat makan sore sejak kemarin, ditambah malam harinya terjadi perampokan di kantor yang ia tinggali. Napsu makan itu pun menguap, hingga keesokan harinya, Tiara terbangun dalam keadaan perut yang sakit.Dengan lemas ia berjalan keluar kamar dan tertatih menuju dapur. Sebenarnya ia tidak mau makan makanan dari rumah Bari, tetapi perutnya sungguh tidak bisa diajak kompromi. Sakit lambungnya kambuh dan kini ia tidak membawa obat yang biasa ia minum. Obat itu tertinggal di gudang kantor.Tiara bernapas lega saat menemukan rice cooker yang tersambung ke listrik. Ia membukanya dan menemuka nasi hangat dengan aroma menggoda. Tiara kini berjalan ke arah kulkas untuk melihat telur. Ia akan menggoreng telur saja untuk mengisi perutnya yang sakit. Sayang sekali, ia bingung cara membuka kulkas Bari yang besarnya seperti lemari baju."Ssst ...." rintihnya sambil berpegangan pada dinding dapur.Clek!Bari keluar dari kamar dengan baju K
Tiara memandang titisan air hujan yang membasahi jendela apartemen. Untuk beberapa saat ia membiarkan jendela itu terbuka agar angin sore masuk ke dalam ruangannya. Namun ketika angin mulai disertai hujan deras, Tiara buru-buru menutup jendela.Tak banyak yang bisa ia lakukan selain berbaring, beres-beres, mencuci piring, menyapu, mengepel, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Walau ia masih membenci Bari, tetapi ia juga tipe orang yang tahu terima kasih.KringKringTelepon apartemen berdering. Tiara tersentak dari lamunannya, tetapi ia enggan mengangkat panggilan itu. Bagaimana kalau yang menelepon adalah pacar Bari, atau keluarganya? Jangan sampai Rumi dan Angkasa tahu kalau dia tinggal bersama pria itu. Paling tidak untuk saat ini.KringKringDering telepon kembali nyaring memekakkan telinga Tiara. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali hingga satu jam lamanya. Karena merasa terganggu Tiara akhirnya berjalan menuju
Tiara bangun dari atas tubuh Bari dengan susah payah. Walaupun ia memperlihatkan wajah masamnya, tetapi rona kemerahan di pipinya tidak bisa ditutupi, bahkan menjalar hingga ke daun telinga.Setelah berdiri dengan tegak, Tiara berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Bari yang masih belum tersadar dari rasa terkejutnya, masih berbaring di lantai dengan detak jantung yang tidak beraturan.Masih dalam keadaan berbaring ia meraba bibirnya yang baru saja menempel dengan bibir Tiara. Garis bibirnya naik ke atas dengan keadaan hati yang membuncah senang."Tiara, setelah ini tidak akan aku biarkan kamu jatuh pada lelaki lain," gumam Bari sambil meletakkan tangan di dadanya.Lalu bagaimana dengan Tiara? Wanita itu sibuk mencuci mulutnya, lalu menyikat bibirnya dengan sikat gigi. Ia berharap bekas ciuman tidak disengaja dengan Bari itu bisa hilang dengan cepat dan tid
"Ma, Helena sudah menyelesaikan semua utang almarhum, Papa. Rumah kita akan tetap menjadi milik kita. Mama cepat sembuh ya. Helena akan lakukan apapun agar keluarga kita baik-baik saja dan Mama lekas sembuh." Helena mengusap air mata yang membasahi pipinya.Wanita paruh baya yang hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidur karena stroke, memandangi putri bungsunya sambil tersenyum hangat."Terima kasih, Helena, tapi ... bagaimana cara kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya wanita itu lirih sambil terus memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah. Hampir setahun Helena tidak pulang dan begitu pulang tubuh putrinya menjadi sangat berisi."Payudara kamu kenapa basah, Helena? Kamu b-baru melahirkan? K-kamu punya bayi?" mulut wanita itu terbuka lebar dengan mata melotot. Ia menelan ludah susah payah mencoba menarik kembali tebakannya atas penampilan putrinya.Satu hal yang dilupakan Helena pagi
Segala cara dikerahkan Bari untuk membangunkan Tiara, tetapi istrinya bagaikan mati suri, bukan tidur. Pria itu memutuskan memberi waktu pada Tiara untuk terlelap. Hari ini mungkin istrinya sangat kelelahan mengurus Nara, sedangkan dirinya sudah puas tidur dan benar-benar belum mengantuk.Satu jam lagi ia berencana membangunkan Tiara. Kini Bari berjalan keluar kamar untuk membuat kopi. Secangkir kopi mungkin akan menurunkan sedikit kadar hormon se*s yang benar-benar mengepul di kepalanya.Tunggu! Jika ia minum kopi sekarang, maka permen herbal untuk stamina itu pasti tidak akan bekerja dengan baik. Bari yang sudah meraih toples kopi, kembali meletakkan wadah kopi di tempatnya, lalu ia menuangkan air ke dalam gelas. Dirabanya saku celana, lalu dengan tekad yang sangat bulat, ia memasukkan kapsul herbal ke dalam mulutnya.Tidak hanya dengan satu gelas air putih, tetapi Bari menggunakan dua gelas sekaligus air putih untuk men
"Oh, jadi obat yang diberikan pemilik toko herbal itu obat tidur? Pantas saja saya tidur sampai dua puluh jam. Ya ampun, Sayang, maaf ya, gara-gara saya kita tidak jadi malam pertama. Kamu gak marah'kan, Sayang?" Bari menatap wajah Tiara dengan perasaan yang tidak enak. Ia khawatir istrinya kecewa dengan kebodohan yang ia lakukan."Kenapa harus marah? Saya malah bersyukur. Dunia saya aman dari suami mesum," jawab Tiara sambil terkekeh. Bari menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu tersenyum dengan sangat manis di depan wajah Tiara."Ada apa?" tanya Tiara tidak mau membalas tatapan Bari."Kamu cantik," puji Bari lagi masih menatap senang wajah istrinya."Kamu bau, Mas. Mandi gih! Sebelum aku dan Nara muntah karena bau ketiak dan jigong kamu," balas Tiara sambil mendorong tubuh Bari menjauh."Oke, ini juga mau mandi. Bukan hanya kalian, suami tersayang kamu ini pun mau muntah mencium aroma
Tiara menoleh pada benda bundar yang menempel di dinding. Ini sudah pukul dua belas siang dan suaminya belum juga bangun. Bari tidak bisa dibangunkan. Ketika Tiara mengguncang tubuh suaminya, lelaki itu hanya melenguh dan melanjutkan tidurnya.Masih harus menunggu enam jam lagi untuk mendapat dua puluh jam. Itu tandanya jam enam sore nanti Baru bangun. Ia tidak tahu harus bagaimana keadaan suaminya nanti. Tiara khawatir Bari kelaparan setelah lama tidur. Bukan hanya lapar perutnya, tetapi juga hasratnya. Mengingat suaminya sudah istirahat dalam waktu yang sangat lama.Nara juga tidur di dalam box. Ia ingin membantu Bibik di dapur, tetapi tidak diperbolehkan. Tidak ada yang bis ia kerjakan di rumah besar suaminya selain melamun dan memandangi dua insan yang terlelap dengan sangat nyenyak.Bep! Bep!Ponselnya berdering, tanda pesan WhatsApp masuk. Keningnya berkerut saat menatap layar ponsel yang kontak peng
"Ini, silakan diminum langsung, bonus dari saya, jadi begitu sampai di rumah, permennya sudah bekerja dengan baik dan bis langsung berjuang hingga titik darah penghabisan, ha ha ha ...." Bari ikut tergelak mendengar gurauan si pemilik toko herbal. Dengan memantapkan hatinya, Bari meraih gelas yang berisi air cukup banyak. Segera dimasukkannya permen itu ke dalam mulut, lalu ia minum air sebanyak-banyaknya hingga gelas kosong."Terima kasih, Mas. Kalau cocok nanti saya langganan," ujar Bari yang sudah siap berpamitan."Ditunggu, Mas, pokoknya sering-sering aja main kemari. Dijamin tidak mengecewakan. Oh, iya, satu pesan saya, jika sedang mengonsumsi obat herbal jenis apapun untuk vitalitas pria, sebaiknya banyak minum air putih ya, agar pinggang tidak sakit," terang lelaki itu dengan senyuman terkembang.Bagaimana ia tidak senang? Bari bukan hanya membeli satu strip permen, melainkan satu dua yang berisi 20 strip permen kua
Pria bertubuh tinggi dan tidak terlalu gemuk itu melangkah santai masuk ke dalam kamar. Ia melihat Tiara tengah memberikan asi milik Helena yang memang sudah disiapkan sepuluh botol untuk Nara. Semalaman hingga pagi lagi Helena menampungnya dan hasilnya cukup mengejutkan.Sepuluh botol ukuran 110 ml dan itu bisa dikonsumsi Nara kurang lebih sepuluh hari. Tiara memberikan asi pada Nara sambil berbaring miring memunggungi pintu kamar. Terlalu asik dengan bayinya, Tiara tidak menyadari bahwa Bari sudah mengunci pintu dan berjalan perlahan menuju ranjang."Apa Nara banyak menyusu?" tanya Bari yang tiba-tiba sudah duduk di belakang tubuh Tiara. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum sambil mengangguk."Banyak sekali. Lihatlah, satu botol ini habis. Sekarang Nara sepertinya sangat mengantuk," jawab Tiara antusias."Saya pun sama, he he ...." Tiara merasakan perasaan yang tidak enak."Mak
Helena sudah berdandan sangat rapi. Hari ini ia boleh keluar dari rumah sakit karena kondisinya cukup baik. Melahirkan dalam keadaan normal ternyata sangat membantu seorang ibu untuk cepat pulih dan dapat beraktifitas seperti biasa, walau Helena sendiri belum berani untuk jongkok saat di kamar mandi.Polesan lipstik warna nude dan rambut yang sudah diikat tinggi, membuat wajah cantik Helena yang baru saja melahirkan bayi cantik, semakin nampak bersinar.Di dalam ruangannya sudah ada Tiara yang menimang sayang Nara. Ada juga Bulan dan suaminya, serta Bari yang tengah merapikan tas pakaian yang akan dibawa Helena pergi."Jadi mau ke bank dulu, Oma?" tanya Bari pada Bulan."Iya, kami ke Bank dulu. Tiara akan pulang bersama kamu dan Nara. Bukan begitu Helena? Kamu yakin baik-baik saja?" Bulan bertanya pada Helena yang kini tengah menunduk memakai sepatu barunya."Ya ampun, sepatu ini manis sek
"Kenapa kamu masih di sini? Pergilah ke kamar Helena, Nara pasti ingin sering ditimang oleh ayahnya," kata Tiara pada suaminya. Saat itu Bari baru saja mengirimkan pesan pada salah seorang designer interior yang ia mintakan tolong untuk mendekorasi ulang rumahnya.Lelaki itu tersenyum, lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku. Ia berjalan mendekat pada Tiara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Aku tidak mau kamu marah atau cemburu," kata Bari beralasan."Aku bisa sangat marah bila kamu melupakan Nara yang masih merah dan sangat membutuhkan dekapanmu. Helena juga baru saja melahirkan dan sudah memberikan anaknya pada kita. Akan sangat egois bila kita tidak memperhatikannya. Pergilah ke kamar Helena. Bermalam di sana bersama Nara. Kamu akan tahu sensasinya begadang dengan seorang bayi cantik. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Bari menghela napas berat. Garis lengkung bibirnya ter
Lafaz ijab baru saja diucapkan Bari dengan lantang, hanya dengan satu kali tarikan napas. Seluruh yang hadir di sana, termasuk beberapa orang perawat dan seorang dokter yang bersedia menjadi saksi pernikahan siri Bari dan Tiara.Sah!Ketika satu kata itu terucap dari bibir penghulu yang menikahkan, maka semua orang menarik napas dengan penuh kelegaan. Tak terkecuali Tiara dan juga Bari.Lelaki itu bahkan tak sabar memajukan sedikit tubuhnya untuk mencium kening Tiara, tetapi sayang, tangan Tiara lebih cepat menghadang adegan mesum tidak tahu diri seorang Bari Pradipta."Nanti!" sinis Tiara membuat seluruh yang hadir di sana tertawa terpingkal-pingkal. Telapak tangan Tiara tepat berada di bibir Bari, menghadang salah satu anggota tubuh lelaki itu agar tidak salah arah."Pengantin wanita masih malu, Mas Bari. Mungkin nanti