“Siapa kau, beraninya menuduhku, seperti itu!” Patrick mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya.Seandainya tidak ingat, kalau ini rumah sakit dan dirinya harus membeli susu untuk putranya ia sudah mengajak Lukas berkelahi sekarang juga.Tidak mau meladeni adik tirinya itu lebih jauh lagi Patrick kembali melanjutkan langkahnya. Namun, dari arah kejauhan terlihat sopirnya berjalan dengan cepat ke arahnya.Setelah sopirnya berada dekat Patrick pun berkata, “Tolong pergilah ke minimarket! Belikan putraku susu formula juga keperluan lainnya!”“Baik. Bos!” Sopir pribadi Patrick langsung berbalik untuk melaksanakan perintah bosnya itu. Ia tahu, kalau sedari di mobil tadi bayi bosnya sudah bergerak gelisah.Patrick pun kembali berjalan menyusuri koridor tempat di mana Maureen sedang dirawat. Raut wajahnya terlihat dingin tanpa senyum.‘Siapa yang memberitahu Lukas, kalau Maureen dibawa ke rumah sakit? Apakah sopir pribadiku berkhianat juga dengan mengabarkan hal ini kepada Lukas?’ batin Pat
“Jangan samakan diriku dengan kamu, yang tidak tahu diri membawa kabur istri orang! Kau tahu, Lukas! Aku sudah menahan diriku sedari di rumah sakit tadi untuk tidak menghajarmu, tetapi ternyata kau terus saja memancingku untuk melakukannya!” ucap Patrick.Sebelum Lukas sempat menghindar dapat dirasakannya sebuah tamparan yang mendarat tepat di wajahnya. Tidak hanya cukup sekali saja, tetapi berulangkali.“Tamparanku tidak seberapa, bila dibandingkan dengan apa yang sudah kau lakukan kepadaku! Kau telah merendahkan harga diriku, sebagai seorang suami!” Tegas Patrick.Beberapa orang pegawai juga petugas keamanan datang, untuk memisahkan keduanya. Namun, Patrick memberontak dari pegawainya yang coba menangkap tangannya, agar tidak menyerang Lukas.Patrick melayangkan tatapan tajam menusuk kepada pegawainya itu. “Lepaskan tanganku! Aku tidak akan menyerang bajingan sialan ini, lagi!”Pegawai Patrick pun melepaskan pegangan tangan mereka. Tidak mau dirinya menjadi tontonan dari pegawainya,
“Kau sudah kehilangan hak istimewa sebagai istri dan ibu dari anakku, sejak kau mencoba untuk membawa kabur putraku!” Patrick, kemudian berjalan menuju pintu kamar Maureen.Sebelum keluar ia mengingatkan kepada Maureen, kalau Mandy bukan seorang pelayan, sehingga ia harus menyiapkan makanan dan keperluannya sendiri.Ia tidak boleh memerintah Mandy, untuk melakukan apapun juga demi menolongnya.Maureen merasa dadanya kembali ditusuk jarum. Belum lagi pulih luka yang ada sudah ditambah luka yang baru.“Aku mengerti, Patrick! Pengasuh anak kita begitu istimewa di matamu, bukan? Aku tidak lupa, kalau ia pernah menggodamu di depan mataku secara terang-terangan! Dan, sepertinya aku harus bisa menerima, kalau suatu waktu nanti posisiku digantikan olehnya!”Maureen menyunggingkan senyum di sudut bibirnya, dengan mata yang menyorot sedih. Maureen kembali memutar kursi rodanya menghadap ke arah luar.Hari begitu cerah, tetapi tidak dengan suasana hati Maureen yang muram. Hidupnya tidak akan ber
“Kau memang tidak berperasaan!” ucap Maureen dengan suara yang lirih. Ia menggeser badannya menjauh dari Patrick.“Pak, tolong bawa saya ke kursi roda saya kembali!” Pinta Maureen dengan suara lirih kepada sopir pribadi Patrick.Pria dengan kumis yang tebal itu pun menganggukkan kepala. Namun, sebelum membantu mengangkat Maureen ia melihat Patrick terlebih dahulu seakan meminta ijin kepada pria tersebut.Patrick hanya diam saja ia bangkit dari berlututnya, kemudian berjalan begitu saja ke arah rumah, melalui pintu belakang.Maureen harus menelan isak yang hendak keluar dari bibirnya. Sikap kasar Patrick memang sudah biasa, tetapi untuk kali ini ia merasa lebih sakit. Patrick sama sekali tidak memperlihatkan rasa peduli kepadanya.“Saya akan membantu mendorong kursi roda Anda masuk rumah, Nyonya!” ucap sopir Patrick.“Terima kasih, Pak! Dapatkah saya minta tolong kembali, untuk mengambilkan barang-barang saya di kamar, karena saya masih belum dapat menaiki tangga menuju lantai dua.” M
“Apa yang kau lakukan? Aku hanya meminta bantuan kepada ibumu, karena aku merasa sakit!” Lirih Maureen.Ia, kemudian jatuh pingsan membuat Patrick menjadi tertegun di tempatnya berdiri. Setelah tersadar ia bergegas menghampiri Maureen di tempat tidur, lalu dirabanya kening istrinya itu.“Panas! Astaga, Maureen ternyata demam.” Patrick mengeluarkan ponselnya, untuk menghubungi dokter pribadinya.Dari arah pintu kamar Maureen muncul pengasuh putranya. “Tuan Patrick, putra anda badannya panas, saya sudah memberikan obat penurun panas, tetapi suhu tubuhnya tidak turun juga!”Patrick beranjak dari samping Maureen dilupakannya, kalau istrinya itu masih dalam keadaan pingsan.Diambilnya putranya yang berada dalam gendongan pengasuhnya. Memang benar apa yang dikatakan wanita itu, putranya memang sedang sakit.Diciumnya kening putranya yang terasa panas, seraya berbisik. “Kenapa kamu ikut-ikutan sakit, seperti ibumu?”Patrick membawa putranya menuju kamarnya di lantai dua, dengan diikuti oleh
“Jaga mulutmu, Patrick! Kami datang untuk melihat kondisi istrimu mengingat, bagaimana cara kau memperlakukan Maureen selama ini!” Bentak Lukas.Patrick berjalan mendekat dengan tangannya yang ia masukkan saku celananya mencegahnya, agar tidak melayangkan tamparan ke wajah tampan adik tirinya.Ia berhenti di samping Maureen, yang sudah membuka matanya dan melihat ke arahnya dengan wajah pucat dan mata yang berair, karena sakit.“Apa yang kulakukan kepada istriku adalah urusan kami berdua! Kami tidak perlu orang luar yang ikut campur dengan apa yang kami berdua lakukan!” Tegas Patrick.Patrikc, kemudian memalingkan wajahnya dari menatap Lukas kepada Maureen. Ditatapnya istrinya itu dengan tajam dan tanpa berkedip.“Kau sepakat dengan apa yang kukatakan, bukan istriku Tersayang?” Tanya Patrick.Maureen yang teringat dengan jelas ancaman dari Patrick tidak bisa menyangkal apa yang dikatakan oleh suaminya itu.“Apa yang dikatakan Patrick memang benar!” sahut Maureen lemah.Lukas dan Logan
“Kau …!” Maureen tidak jadi melanjutkan ucapannya. Dia terlalu marah kepada Patrick, dengan perlahan ia menggerakkan kursi rodanya.Maureen menoleh ke belakang ketika kursi rodanya tidak dapat bergerak, tangan Patrick menahan laju kursi rodanya.“Tolong, lepaskanlah!” ucap Maureen lemah. Ia merasa kalah dan hanya ingin membenamkan dirinya dalam selimut yang hangat.Patrick melayangkan tatapan sinis kepada Maureen, tetapi hatinya bagaikan dicubit ketika dilihatnya tatapan hampa istrinya itu.Maureen tidak tahu apa yang diinginkan Patrick dengan menahan kursi rodanya. Ia pun hanya bisa diam saja menunggu apa yang akan dikatakan, atau dilakukan Patrick kepadanya.Patrick melepaskan pegangannya di kursi roda Maureen, tanpa mengatakan apapun ia membalikkan badan, lalu pergi menjauh dari Maureen.Maureen tersadar dari terpukaunnya, setelah beberapa menit, kemudian. Ia pun menggerakkan kursi rodanya masuk kamar. Tidak ada air mata yang mengalir habis sudah tidak bersisa.Dengan susah payah M
“Apa yang membuatmu menjadi, seperti ini Patrick? Tidakkah kau mengetahui betapa sakitnya hati Ibu ketika mengetahui pengkhianatan ayahmu! Dan sekarang kau malah mengulang kesalahan Ayahmu!” Ibu Patrick menggelengkan kepala kecewa.Patrick terdiam, ia memejamkan mata, kemudian terdengar erangan yang nyaring terlontar dari bibirnya.Ia berjalan menuju kaca jendela kamarnya, sambil melihat ke arah halaman rumahnya yang luas dan ditumbuhi banyak tanaman.“Maaf, Bu! Aku tidak bermaksud berkata kasar, seperti tadi.” Patrick membalikkan badan ke arah ibunya. Ia melayangkan tatapan permohonan maaf.Ibu Patrick mengangguk menerima permintaan maaf Patrick. Tidak ingin membuat masalah menjadi semakin panjang saja. Ibu Patrick berkata, “Lakukanlah di tempat lainnya, jangan di rumah ini, kalau kau ingin berselingkuh dengan pengasuh putramu!”Rahang Patrick mengetat, kedua tangannya mengepal di samping tubuh. Ia menahan umpatan yang hampir saja terlontar dari bibirnya.Merasa kehadirannya tidak di