“Terserah kau saja, aku tidak peduli!” bentak Maureen emosi. Ia berjalan dengan cepat ke arah jalanan mencoba untuk mencari tumpangan. Patrick mengumpat, karena Maureen yang bersikeras tidak mau mengatakan siapa Ayah dari bayi yang sedang dikandungnya. Ia berbalik masuk mobil. lalu menyalakan mesinnya. Pada saat melewati Maureen, Patrick dengan sengaja membunyikan klakson, sehingga Maureen menjadi terlonjak karenanya. Patrick menurunkan kaca mobilnya tertawa mengejek ke arah Maureen, lalu melajukan mobilnya meninggalkan Maureen. Maureen mengacungkan tinjunya ke udara. Hatinya merasa sakit dan terluka, seandainya saja ia tidak memikirkan perasaan Ibunya, yang pasti akan merasa sedih dan kecewa, kalau ia bercerai dengan Patrick. ‘Semoga aku menemukan jalan keluar, biar tidak selamanya diriku dihina dan direndahkkan Patrick,’ batin Maureen. Tiba-tiba saja mobil yang dikemudikan Patrick terlihat dari kejau
“Dan kau, Maureen! Kenapa masih tidak mendengarkan perkataanku? Aku tidak habis fikir denganmu!” Bentak Patrick. Ia tadinya sedang memberikan penjelasan kepada rekan bisnisnya yang baru, ketika mendapatkan panggilan telepon. Dan ia pun bergegas datang ke perkebunan bersama dengan rekan bisinisnya. Patrick, kemudian menarik tangan Maureen membawanya naik ke mobil yang dikemudikannya. Di mana rekan bisnisnya tampak penasaran dengan apa yang terjadi. Dengan singkat Patrick menjelaskan apa yang telah terjadi. Ia, kemudian menjalankan mobil menjauh dari tempat tersebut. Ia mengantarkan rekan bisnisnya berkeliling di areal perkebunan miliknya. Maureen yang duduk di samping Patrick hanya diam bak patung, sekalipun ia menyadari, kalau Patrick sesekali melirik ke arahnya dengan geram. Namun, ia tidak bisa memarahi Maureen, karena ada orang lain bersama dengan mereka. Satu jam kemudian, tur singkat keliling perkebunan apel
“Jangan berlagak merajuk, hanya untuk mendapatkan perhatian dariku!” ucap Patrick, dengan gigi yang digemeretakkan. Maureen mengabaikan ucapan Patrick ia berjalan keluar dari butik tersebut. Sesampainya di luar ia disambut dengan udara yang terasa panas menyengat. Dengan matahari yang bersinar terik. Ia berjalan ke arah trotoar, sambil melihat ke arah jalan raya berharap ada taksi yang melintas. Maureen tidak yakin untuk pulang ke rumah Patrick, tetapi ia juga tidak mungkin meninggalkan Ibunya di sana. Banyak kata seandainya yang bermain di kepala Maureen, sehingga membuatnya tidak menyadari, kalau Patrick sudah berada tepat di belakang punggungnya. Sampai pundaknya yang terbuka di pegang dengan kasar oleh Patrik. “Kamu dengan sengaja kembali mempermalukanku, pergi begitu saja dari butik tadi. Sekarang kamu kembali dan pilih satu gaun, yang bagus, setelah itu silakan saja kau mau pergi ke mana!” Bentak Patrick. Ma
“Aku tidak mau memakai perhiasan ini!” Maureen mendorong tangan Patrick menjauh, sampai-sampai kotak perhiasan tersebut terjatuh. Dan kalung yang ada di dalam kotak itu pun terlempar. Dengan dingin Patrick memerintahkan kepada Maureen untuk mengambil kalung tersebut. Nada suaranya yang tegas dan tidak dapat dibantah membuat Maureen menurutinya. Dipungutnya kalung tersebut dari lantai, lalu diulurkanya ke tangan Patrick. Yang langsung diterima oleh suaminya itu. Ada rasa kecewa di hati Maureen, karena Patrick tidak meminta ia untuk memakainya sendiri. Dugaan Maureen keliru. begitu kalung sudah berada di tangan Patrick. Ia merasakan badannya diputar, sehingga membelakangi Patrick, kemudian kalung itu dipasangkan di lehernya oleh Patrick. Maureen merasakan hembusan angin dekat lehernya, sehingga menimbulkan desir aneh. Kemudian, dirasakannya lehernya dikecup Patick. Dan akhirnya badannya dibalik menghadap ke arahnya.
“Dasar brengsek! Kau cari saja wanitamu sendiri yang bebas dan masih sendiri” Bentak Patrick dengan mata melotot dan tangan terkepal di sisi tubuhnya. Lukas hanya mengacungkan jempol ke udara dan terus berjalan, Berbaur dengan tamu undangan lainnya. Maureen melirik Patrick dengan tatapan heran rasanya mustahil suaminya ini cemburu. Namun, melihat apa yang diperlihatkan Patrick tadi lebih menyerupai orang yang cemburu. Patrick yang merasa dipandangi langsung menoleh ke arah Maureen dan melihatnya dengan tatapan mengejek. Ia menegaskan kepada Maureen, kalau jangan merasa besar hati dan menganggap dirinya berharga bagi Patrick. Maureen dengan cepat memalingkan wajah. Ia lebih suka melihat ke arah lain dibandingkan menatap wajah sombong suaminya. Keduanya saling diam memperhatikan orang-orang selama beberapa menit. Maureenlah yang memecahkan keheningan tersebut dengan berkata, “Mengapa kau tidak bergabung dengan tamu
“Apa yang akan kau lakukan, kalau aku tidak bersedia melakukannya?” Tantang Sandra dengan dagu terangkat angkuh. Patrick menggeram marah ia memukul setir kemudi dengan keras. Ia mencaci Sandra yang sudah membuat kekacauan dan ia akan menghancurkan wanita itu, kalau sampai tidak melakukan klarifikasi atas apa yang tadi dikatakannya di dekat kolam renang. Wajah Sandra menjadi pias ia takut dengan amarah yang baru saja diperlihatkan Patrick. Tidak seharusnya memang ia memancing amarah Patrick yang hanya akan membuat pria itu semakin menjauh saja darinya. Dengan ragu-ragu tangan Sandra terulur menyentuh tangan Patrick yang terletak di atas setir. Ia meminta maaf dan sadar sudah melakukan kesalahan. Ia juga akan mengklarifikasi berita tentang kehamilannya. Tangan Sandra dihempaskan dengan kasar oleh Patrick, kemudian ia membuka pintu mobil sisi dirinya, lalu turun. Diputarinya mobil, hingga ia mencapai sisi pintu bagian Sandra.
“Kau selalu saja mengungkit apa yang sudah lewat! Kau sekarang sudah menikah dan seharusnya kau menjadikan apa yang pernah Ayah lakukan, sebagai pelajaran!” Bentak Ayah Patrick emosi.Ia benci dengan Patrick yang selalu saja mengungkit kesalahan di masa lalunya. Ia baru menyadari, kalau kesalahannya sudah membuat Putranya menjadi seorang yang pendendam.Tak ingin bertengkar lebih lama lagi dengan Patrick, Ayahnya beranjak keluar dari ruang kerja tersebut. Namun, ia berhenti sebentar di depan pintu dan meminta kepada Patrick untuk menemui Maureen dan menceritakan apa yang terjadi.Patrick menatap kepergian Ayahnya dalam diam, ia sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Ayahnya.Ia tidak perlu memberikan penjelasan kepada Maureen, karena baginya pendapat Istrinya itu sama sekali tidaklah penting.Beberapa saat kemudian, pintu ruang kerja Patrick diketuk. Setelah dipersilakan masuklah sekretarisnya dengan membawakan apa yang ia minta.Patrick langsung
“Apa maksudmu berkata, seperti itu? Aku sudah mengatakan kepadamu, kalau aku tidak pernah memaksamu untuk mengakui anakku!” ucap Maureen kecewa.Patrick tidak peduli dengan kekecewaan Maureen, ia tetap bersikeras dengan apa yang dimintanya dan ia memberikan waktu kepada Maureen untuk berfikir sampai besok.Maureen keluar dari ruang kerja Patrick, ia berjalan masuk kamar tidur, kemudian langsung menuju balkon di kamar tersebut.Berdiri di pinggir pagar pembatas balkon Maureen melihat ke bawah. Di mana Ibunya berada. Sanggupkah ia meninggalkan Patrick dan membuat Ibunya kehilangan rasa nyaman, yang selama ini ia dapatkan?Ia juga tidak akan bisa mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan Patrick untuknya dan Ibunya. Maureen merasa sedih, karena tidak memiliki jawaban yang menyenangkan baginya.‘Apakah aku harus menuruti permintaan Patrick? Namun, resikonya besar untuk calon anakku,’ batin Maureen. Tangannya mengusap perutnya yang semakin besar.‘Apa yang harus Ibu lakukan padamu, Saya