Share

DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS
DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS
Author: Haifa Dinantee

DAS 1. Mencekam

last update Last Updated: 2024-02-02 21:05:31

“Tapi ada satu pertanyaan yang butuh jawaban jujur. Kalau iya, maka lebih dari 100 juta pun akan kamu dapat. Tapi kalau jawabannya tidak, kalau beruntung bisa dapat angka sekian, kalau tidak beruntung seenggaknya kamu bisa dapat di angka kisaran 50 juta,” jelas pak Rafli, guruku di sekolah.

“Apa itu, Pak?” tanyaku serius.

“Kamu masih perawan?” tanyanya sambil menyoroti mata coklatku, membuatku menyesal dan merutuki kebodohanku.

***

Aku mengamati sebuah villa mewah yang kami masuki. Sang sopir memarkirkan mobil mpv hitam yang kami tumpangi tepat di garasi villa.

Villa ini bukanlah satu-satunya. Ini merupakan komplek villa-villa mewah yang tak berpagar. Bahkan aku melihat 7 orang satpam yang tadi berjaga di pintu gerbang.

“Turun!” seorang lelaki membukakan pintu mobil dari sebelah kiri.

Andin yang duduk di samping pintu pun langsung turun dengan senyuman genitnya.

“Apakah aku menjual diri?” lirihku dalam hati.

Sebenarnya aku sudah menolak tawaran itu dan berjanji untuk memegang rahasia ini sampai mati. Tapi saat pulang dari sekolah, aku mendapati Mama dalam kondisi yang mengenaskan.

Dengan dandanan cukup menor dan baju minim, kini aku masuk ke villa dan diminta duduk berjejer di sofa ruang tengah.

Ada dua lelaki asing yang kini menatapku tanpa berkedip. Ia pun berbicara dengan pak Rafli dalam bahasa yang tak ku mengerti.

“Lea, beruntung banget jadi kamu. Mereka berdua lagi rebutan kamu tahu!” ucapnya sambil memanyunkan bibirnya yang merah semerah delima.

Bukannya senang mendengar penuturan Andin, aku malah bergidik ngeri dan ingin rasanya melarikan diri dari sini. Aku pun berusaha menetralkan pikiranku agar semua berjalan wajar dan aku segera mendapatkan uang untuk biaya operasi Mama.

“Imas, kamu duluan sini!” pak Rafli memanggil Imas yang berhidung bangir untuk segera menghampiri nya.

Pak Rafli pun berbicara lagi dengan salah satu lelaki itu. Kemudian mereka pun duduk berhadap-hadapan sambil menjabat tangan.

“Saya nikahkan dan kawinkan engkau Fadi bin Fulan dengan Imas binti Jamal dengan mas kawin uang sebesar 25 juta rupiah dibayar tunai,” ucap pak Rafli dengan yakin.

“Saya terima nikahnya imas binti Jamal dengan mas kawin yang disebutkan.”

“Sah!” ucap pak Rafli dengan tegas. “Silakan Mas, ikut mister Fadi!”

Aku melongo melihat apa yang terjadi barusan. Bukankah pak Rafli sendiri yang mengajarkan bahwa dalam pernikahan itu ada 5 unsur? Di sini hanya ada kedua mempelai, mas kawin dan ijab kabul. Sedangkan wali, dan dua orang saksi tak ada. Apakah pak Rafli mendapat mandat dari ayah Imas?

Semakin lama aku duduk di sini, semakin aku menemukan berbagai kejanggalan. Terlebih lagi kejanggalan itu dilakukan oleh orang yang selama ini aku hormati. Ingin rasanya aku segera pergi dan tak lagi menoleh ke belakang, tapi bayangan Mama yang sedang terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit membuatku urung untuk mengikuti akal sehat.

Kali ini pak Rafli sedang menikahkan Raisa dengan lelaki asing brewok yang matanya jelalatan melihat ke arah dada yang kututupi menggunakan tangan.

“Ya, hallo!”

Pak Rafli mengangkat telepon dan berbicara cukup serius. Ia pun nampak mengangguk-anggukkan kepala sambil sesekali melirik ke arahku. Kemudian, ia pun mengakhiri obrolan via teleponnya.

“Alea!” panggil pak Rafli yang membuatku mengalihkan atensi kepadanya.

“Mister Daniel menginginkanmu untuk ikut dengan dia ke pesta. Jadi, dia meminta saya untuk membawamu ke salon langganannya. Dia ingin kamu tampil elegan. Dan kamu Ndin, kamu akan menemaninya sekarang. Setengah jam-an lagi Dia sampai di sini. Dia mau dibuat puas sama kamu sebelum pergi ke pesta,” titah pak Rafli.

“Tapi pak...” Andin berusaha protes.

“Enggak ada bantahan, kalau kamu masih mau ikut sama saya!” ucap pak Rafli dengan sorot mata tajam.

“Ayo, Alea!” ajaknya padaku.

“Ben, jaga ya! Jangan sampai Andin kabur!” ucap pak Rafli selirih mungkin pada lelaki bringas yang sedari tadi ada di depan villa ini. Aku was-was mendengar perintah pak Rafli.

“Naik Alea!” titah pak Rafli yang ternyata sudah berada di dalam mobil hitam tadi.

“Ah, iya Pak.” Aku pun segera naik.

***

Setelah hampir 3 jam aku mendapatkan perawatan kewanitaan dan kecantikan, kini aku dipakaikan baju yang sangat elegan.

“Waw, cantik. Masih muda lagi. Sayang banget kamu harus jadi... “

“Ehemmm...” Deheman pak Rafli menghentikan ucapan pemilik salon tersebut. Ia pun langsung terdiam dan tak mengatakan hal apapun lagi, bahkan cenderung gagu.

"Ayo!" ajak pak Rafli.

Aku mengekorinya seraya berusaha menghubungi Andin. Kukira, Andin tak mengangkat sambungan telepon dariku karena masih dengan mister Daniel. Tanpa ku sadari, earphone terpasang. Aku pun menaiki mobil dengan perasaan yang tak karuan, takut dengan apa yang akan ku hadapi sebentar lagi.

“Aahhhh... tolong!!! Ampun!!! Huhuhuhuhu... “

Aku kaget dengan suara teriakan yang terdengar samar. Ku lirik ke kanan dan ke kiri, mencari sumber suara.

“Aaaahhhhh!!!”

Aku bergidik ngeri saat kembali mendengar teriakan dan lirih suara orang menangis.

“Pak!” panggil ku kepada pak Rafli. Hatiku betul-betul dibuat penasaran dan ketakutan yang menjadi satu.

“Ada apa?” jawab pak Rafli sambil melirik sedikit ke arahku.

“Bapak dengar suara orang nangis? Suara orang teriak-teriak?” tanyaku.

“Jangan terlalu deg-degan jadi ngehayal yang aneh-aneh. Nikmati saja! Nanti juga kamu yang lebih menikmati!” jawabnya yang kurasa tak nyambung dengan pertanyaanku. Bahkan, bulu kudukku langsung meremang saat mendengar jawaban pak Rafli, bukan karena mendengar suara tangisan yang tak tahu berasal dari mana.

Aku pun kembali terdiam dan tak ingin terlalu memikirkan hal lain lagi.

Tut... Tut... Tut...

“Hallo!” ucap pak Rafli yang mengangkat telepon dari seseorang.

“Maksudnya?” pak Rafli langsung bangun dari senderan kursinya.

“Pastiin dulu!” teriak pak Rafli yang nampak kalut.

Okeh, saya ke sana secepatnya.”

Terdengar deru nafas naik turun dari pak Rafli. “Aaagghhh... “ teriak pak Rafli. Ia pun memukul angin dengan kencang.

“Kenapa Pak?” tanya sang sopir.

“Cepat ke villa!” titah pak Rafli tanpa menjawab pertanyaan sopir. Ia pun segera menancap gas lebih kencang.

Aku yang sedang kalut bertambah kalut saat mendengar kemarahan pak Rafli. Ku raih ponsel dan kembali menoba menghubungi Andin. Namun, alangkah terkejutnya Aku saat melihat panggilan tadi tersambung hingga saat ini, dengan kondisi earphone terpasang.

“Jangan-jangan...!” pikiran ku tertuju pada Andin.

Aku pun segera menempelkan earphone ke telinga.

“Astaghfirullah. Ampuni dosaku! Sakit! Lea, jangan, Aahhhh...ke sini! Aaahhhh! Sakit! Aaahhh!”

“Andin!” teriakku sambil terisak. “Pak, Andin Pak! Andin dalam bahaya!” ucapku sambil memegang kursi depan, tempat dimana pak Rafli duduk.

“Diam Alea! Sekarang juga kamu harus melayani si mister buat nurunin amarahnya!” bentak pak Rafli.

Aku terhenyak saat mendengar suaranya yang menggelegar. Tanganku seketika menggigil, air mataku pun berjatuhan.

“Aaaahhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!”

Teriakan itu terdengar panjang dan terus mengecil suaranya.

“Andin!” ucapku dalam hati. Suara yang keluar dari mulut ini hanyalah isak tangis yang tertahan.

Ragaku pun sudah tak terasa masih bernyawa saking hilang karena diselimuti rasa takut.

“Malam, Pak!” ucap sang sopir.

Aku melirik ke arah siapa yang diajak bicara oleh pak sopir.

Deggg... Tiba-tiba jantungku bertalu-talu, ini sudah masuk gerbang komplek villa. Lututku terasa semakin gemetar, keringat dinginpun semakin bercucuran.

“Cepetan, Jul!” titah pak Rafli kepada pak sopir yang kukira namanya Jul.

Jul pun segera menancap pedal gasnya lagi. Aku melirik ke kanan dan ke kiri. Mencoba mengumpulkan keberanian, Kubuka kunci mobil dengan tangan yang bergetar. Sedetik ku terdiam lagi.

Dalam hati aku berdoa dan meminta perlindungan kepada Tuhan. Kalaupun hari ini aku harus mati, setidaknya aku tidak mati dalam keadaan tertindih oleh pria asing. Pria yang disebut akan menikahiku secara kontrak itu yang kini sedang manggagahi Andin. Dengannya, Andin berteriak begitu miris.

Brakkk... Gedebuggg.

Cekittt...

“Alea!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Muhammad Fares Mu'taz
deg-degan banget bacanya. keren!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 2. Kesepakatan

    “Stoppp!” Aku nekad menghentikan pengendara motor besar yang lewat. Cekittt! “Mau cari mati lu?!” hardiknya kasar. Aku tak mendengarkan amarahnya. Aku langsung berusaha naik ke atas boncengan motornya sambil menepuk kencang punggungnya. “Tolong saya Pak! Bawa saya pergi secepatnya!” Sesaat ia terdiam. Terdengar suara mesin mobil yang dibawa mundur untuk menghampiriku. “Pak, tolong! Mereka penjahat mau jual saya!” ucapku sambil menangis tersedu. Aku benar-benar mengandalkan orang yang tak kukenal ini meskipun aku tak tahu apakah aku akan selamat atau justru lebih celaka. Brummm...Tiba-tiba motor pun langsung melaju dengan kencang, meninggalkan mobil yang sedang berjalan mundur. Kupeluk erat pengendara motor berjaket hitam dan berhelm warna yang sama. Tak sedikitpun aku ingin melihat ke belakang, bahkan untuk sekedar melihat ke depan pun tak kulakukan. Aku benar-benar ingin terbang menjauh dari pak Rafli dan orang asing itu.Entah kemana pengendara motor ini membawaku pergi, aku

    Last Updated : 2024-02-02
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 3. Kandang Singa

    “Baru ingat pulang kamu?” suara bariton itu terdengar sangat menggelegar bagiku. Jujur saja, saat ini aku memang merasa berada di kandang singa seperti yang dikatakan Zen tadi. Dari mulai tatapan orang-orang yang penuh dengan kebencian, sampai suara tanya yang lebih terdengar seperti bentakan. “Assalamu’alaikum!” ucap Zen tanpa menjawab pertanyaan lelaki itu. “Waalaikumsalam!” lirih terdengar jawaban yang entah dari mulut siapa. Sedangkan yang lainnya lebih banyak mengarahkan tatapan tajam daripada menjawab salam Zen. Zen pun menarik tanganku untuk mendekat ke arah lelaki yang tadi mempertanyakan kepulangannya. Zen meraih tangan lelaki itu kemudian menyalaminya. Tak ada respon ataupun tatapan sendu. Yang ada, ia memalingkan mukanya ke arah lain. “Apa kabar, Pa? Lama tak jumpa. Zen bawa calon menantu buat Papa!” ucapnya sambil melirikku dan tersenyum manis. “Apa kau gila Zen? Cewek kucel kaya dia kau bawa sebagai calon menantu?” tanya seorang perempuan yang bergaya sosialita. Z

    Last Updated : 2024-02-02
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 4. Hampir

    Zen menarik pergelangan tanganku. Aku hanya mengikuti langkahnya dan tak ingin bertanya apapun.Setelah kami berada di teras luar, ia pun menarik nafasnya panjang-panjang. “Dengar, aku tak mungkin mundur lagi. Kau bisa menyebutkan nama yang kau ingat? Maksudku, mungkin ada sekelebat ingatan yang lewat dan itu tentang nama Ayah kamu.” Zen menangkupkan kedua tangannya pertanda ia memohon atas hal ini.“Kalau sebagian catatan di sekolah sih, itu Fauzan. Jadi, ibu daftarin aku dengan nama Ayah Fauzan, tapi Aku enggak tahu Fauzan itu siapa. Aku enggak pernah ketemu, juga enggak ada di kartu keluarga.” Aku bersender ke tembok sambil berusaha mengingat sesuatu. "Enggak ada sedikitpun ingatan tentang... Ayah," ucapku lagi seraya melepas beban-beban berat. “Isshhh... “ Zen menyugar rambutnya dengan frustasi. Sepertinya Ia bingung apabila harus mundur.Selama ini, harta warisan ibunya dikuasai oleh Rima, ibu tiri yang selama ini memperlakukannya tak adil. Baru kali ini juga Ia sadar untuk mela

    Last Updated : 2024-02-02
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 5. Lea sudah menjadi istri, Ma!

    Akad pun sudah dilaksanakan. Kini, Aku sudah resmi menjadi istri Zen.Dengan ditemani anak buah pak Fandi, Aku bertolak ke rumah sakit dengan membawa uang beberapa juta, serta sebuah kartu debit dari pak Fandi yang berisi ratusan juta di dalamnya.Sedangkan Zen, Ia sedang menyelesaikan urusannya dalam pengambil alihan harta yang merupakan haknya. “Dari awal aja udah nampak alot, mudah-mudahan lancar,” gumamku berharap kebaikan untuk Zen.Aku turun dari mobil high MPV milik pak Fandi, tepat di lobi rumah sakit. Demi keamanan, Aku mengenakan masker atas permintaan Zen dan pak Fandi. Mereka mengatakan bahwa ketika sudah menjadi istri Zen, hidupku akan mulai tak tenang. Bisa jadi, Aku akan mulai diincar oleh anak buah Rima.“Saya akan parkir dulu, nanti Saya masuk. Atas nama siapa pasiennya?” tanya Ruslan, anak buah pak Fandi yang sebenarnya bukan sopir biasa, tapi sopir yang merangkap sebagai pengawal pribadi."Emmhh, tidak perlu merepotkan!"ucapku merasa tak enak hati."Saya ditugaskan

    Last Updated : 2024-02-02
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   6. Dia Ditangkap

    "Mama!"Aku segera menghampiri Mama yang kini sudah membuka matanya."Ini lagi siap-siap mau ke mana?" tanya Mama nampak khawatir."Mama tenang aja, kita Cuma mau pindah kamar rawat, “ sahut ku pada akhirnya."Pindah kamar? Ini memang terlalu mahal kayanya," ungkap Mama sambil mengerutkan keningnya."Uangnya dari mana?" Mama menanyakan hal yang Aku takutkan. Ia sangat khawatir kepada ku. "Ayo kita pulang saja!" Ajak Mama lagi.Akan tetapi, obrolan kami terinterupsi dan terpotong karena Mama dipindahkan ke brankar yang baru."Ibu jangan terlalu banyak berpikir ya! Supaya nanti operasinya berjalan dengan lancar dan berhasil,"ucap perawat yang sedari tadi mengurusi Mama.“Operasi?” tanya Mama seraya menatapku penuh tanya. Tapi, perawat lebih dulu mendorong brankarnya, sehingga Ia tak memiliki kesempatan untuk bertanya lebih banyak.Aku mengikuti brankar Mama setelah mengambil satu kantong plastik

    Last Updated : 2024-03-01
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   7. Bukan Yang Biasa

    Aku terkejut melihat hal itu. Aku pun ketakutan dan tak ingin berlama-lama di sana.Namun sayang, ekor mata pak Rafli melihat keberadaanku yang tak menggunakan masker. Di sekolah, Aku memang pernah mengenakan kerudung saat acara maulid, sehingga tak sulit bagi pak Rafli untuk mengenaliku. Pak Rafli nampak mengatakan sesuatu kepadaku, namun hanya dengan gerakan bibir. Hanya saja, ketakutanku membuat gadis itu tak ingin tahu apa yang diucapkan oleh pak Rafli. Aku hanya ingin kabur dari sana dan tak terseret oleh kasus yang tak sempat Ia geluti. Aku hanya sempat mampir di sana, itu yang selalu Ia tekankan pada dirinya sendiri.“Mbak!”Suara bariton seseorang membuyarkan lamunan Alea yang mengiringi kepergian pak Rafli dan kedua polisi keluar lobi rumah sakit. Kehebohan yang mulai meredup, tak serta merta membuat hatiku kembali tenang.“Mbak!” panggil seseorang lagi. Kali ini, pundakku ditepuk cukup keras.“Iya.” Aku melirik dan men

    Last Updated : 2024-03-01
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   8. Fitnah Kejam

    “O-, masih bisa dicari.”“Tapi hanya bisa nerima dari golongan darah yang sama,” sangkalku. Aku merasa tak tenang saat mendengar hal itu.“Kalau enggak ada, Nona bisa mendonorkan darah Nona,” usul Ruslan membuat ku mengerutkan kening.“Golongan darah kami beda,” ucap ku membuat Ruslan yang kini mengerutkan keningnya.“Beda?” tanya Ruslan seraya menatap ku tak percaya.“Ya... bisa saja Aku samanya kaya Ayah. Kenapa jadi masalah?” ketus ku. Aku cukup kesal dengan Ruslan yang terlalu banyak bertanya.“Oh, enggak apa-apa, Nona. Permisi, saya mau carikan dulu kantong darahnya,” ucap Ruslan seraya berlalu pergi.Aku tak menjawab lagi, hanya menghembuskan nafas kasar, kemudian ku dudukkan bokong di kursi tunggu, tak jauh dari ruang operasi.Sudah hampir dua jam operasi dilakukan, namun tak ada tanda-tanda operasi akan berakhir. Bahkan, lampu yang berada di atas pintu ruang operasi pun masih berwarna merah.“Mb

    Last Updated : 2024-03-02
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   9. Jaga Ucapanmu, Zen!

    “Apa, Pak?” tanya Zen semakin penasaran saat melihat keterdiaman pak Fandi.“Gay,” ucap pak Fandi pada akhirnya.“Appa?” pekik Zen setengah berteriak. “Biadab, dasar!” umpat Zen tepat di depan pak Fandi.“Masih mau diam?” tanya pak Fandi seraya menautkan alisnya.Zen menatap manik mata pak Fandi, sahabat almarhumah ibunya itu memang nampak tak suka kebohongan. “Betulkah ucapan Bapak?” tanya Zen lagi untuk lebih meyakinkan.“Nak Zen tahu dan kenal jelas siapa saya,” ucapnya lagi. Kemudian berlalu meninggalkan Zen yang masih mematung sendiri.Setelah tercenung beberapa saat, Zen pun akhirnya melangkahkan kakinya, mengikuti pak Fandi yang sudah berjalan terlebih dahulu.Zen duduk di sofa, tepat di samping pak Fandi.“Baiklah, Saya akan membacakan kembali surat wasiat harta yang sudah dituliskan oleh mendiang... mendiang bu Alisa. Saya hanya khawatir ada yang lupa dengan isinya,” ucap pak Fandi seraya menatap ke arah pak

    Last Updated : 2024-03-02

Latest chapter

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   48.

    Beberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   48.

    Beberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   47

    DAS 47 "Eemmmhhh... "Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok."Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masih abu-a

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   46. Saling Menyalahkan

    Zen tak menggubris permintaanku. Ia malah menyeretku semakin cepat, masuk ke ruangan yang waktu itu Aku duduk di sofanya. "Zen!" pekikku lagi seraya berusaha melepaskan diri lebih keras. Namun heran, Zen semakin mencengkeram leherku. "Stop!" teriak Zen yang terdengar jelas di kupingku, meskipun nafasku mulai tersengal. "Apa yang...?" pekik suara lelaki di hadapanku, tapi entah siapa. Aku masih fokus untuk melepaskan diri dari cengkeraman Zen. Rasanya Aku akan kehabisan nafas dan bisa saja kehilangan nyawa. "Alea?" "Berhenti Zen, atau Aku akan membuatmu menyesal karena menyeret perempuan ini ke rumah!" ucap Zen tepat di samping telingaku. Tidak, dia mengatakan apa? Otakku masih sempat untuk berfikir meskipun sulit. "Lepaskan dia karena dia enggak ada sangkut pautnya sama masalah kita!" teriak lelaki yang sedari tadi berada di rumah ini dengan emosi, lelaki yang mungkin adalah Zen yang sebenarnya. "Berhenti!" ucap lelaki berhelm yang ku yakin bukan Zen, seraya mengeratkan jerata

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 45. Sepertinya Zen

    "Emmmhhhh... " Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok." Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masi

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   Bab 43. Pengendara motor

    Aku baru menyadari bahwa mereka berdua kini tengah berasa di atas motor. Bukankah tadi lelaki yang membawaku juga turun dari motor? Apakah mereka bertukar posisi atau tidak? "Enggak apa-apa," Sahutku meringis, seraya berpikir hal yang saat ini sebenarnya tak perlu ku pikirkan. Aku pun segera menaiki motor berwarna merah seraya menahan sakit di kaki. Sedangkan motor yang tadi ku naiki segera melaju ke arah yang berlawanan. "Pakai!" Sebuah hoodie berwarna hitam disodorkan kepadaku, saat Aku sudah duduk di atas jok motor. Tanpa pikir panjang, Aku segera meraih hoodie tersebut dan mengenakannya. Motor pun segera melaju lagi, membelah keheningan malam. Rasanya, pipiku diterpa dinginnya angin malam. Beruntung, hoodie yang kupakai menutupi badan dan kepalaku sehingga rasa hangat cukup ku rasa. Tangan ku tautkan di kedua sisi behel motor, meskipun hal itu membuat tanganku terasa sangat dingin. "Mas, kamu siapa?" tanyaku pada akhirnya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, m

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   44. Selamat

    Pengemudi motor berhelm itu masih mengangkat tangan kanannya ke atas, dengan jempol yang Ia tunjukkan sebagai isyarat bahwa Ia menyanggupi permintaan warga yang mengejarku, membuat mereka memperlambat langkah. Meskipun kaki gemetar, Aku menendang motor itu sekuat tenaga, berusaha membuka jalan agar Aku bisa keluar. Ia sedikit oleng saat tendangan ku Ia terima tanpa persiapan. Namun, keadaan itu hanya terjadi sesaat karena Ia mampu menyeimbangkan keadaannya dengan cepat. Ia pun kembali tegak di atas motornya. "Naik, cepat!" titahnya seraya melirik ke arahku, tanpa menurunkan jempol tangannya. Aku melongo, tak percaya setelah mendengar titahnya barusan. Apakah Ia bermaksud menolongku? "Enggak ada waktu. Cepat!" Pengemudi dengan suara bariton itu mengulangi titahnya, menarikmu segera ke alam bawah sadar. Tanpa berpikir panjang lagi, Aku segera menaiki motor koopling yang cukup tinggi. Saking terburu-buru, pijakkanku meleset membuat Aku terhuyung sesaat. "Woyyy...!"

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 43. Dikejar

    Aku tercekat, tak mampu mengekspresikan rasa kaget sekalipun mendengar ucapan Adib. Bahkan, untuk bernafas pun rasanya seperti enggan. Apalagi saat ku ingat bahwa adib kerap kali dipukuli oleh ayahnya sendiri. Bagaimana jika lelaki itu tahu keberadaanku di sini?Aku tak mendengar sahutan apapun dari bu RT. Yang kudengar hanya langkah kaki yang menjauh dengan terburu-buru."Hei, siapa yang berani menemui anak laknat ini?! " gelegar suara seorang lelaki yang ku yakin bahwa itu suara ayahnya Adib. Aku segera berdiri, bangkit dari duduk menuju gorden, berniat bersembunyi di baliknya. Sebenarnya aku sadar bahwa gorden ini tidak cukup panjang sehingga tidak menutupi setengah paha ku sampai ujung kaki. Jadi, jika ada orang yang masuk ke kamar otomatis akan tahu bahwa ada seseorang yang bersembunyi di balik gorden. Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Apa yang harus kulakukan?"Ayah, kumohon jangan!" rengek Adib."Diam kamu anak lak

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 42. Ayah, bu RT!

    Aku berdiri mematung, tak jadi melangkahkan kaki yang rasanya seperti tertancap ke bumi. "Kapan Awan dibawa ke kantor polisi? Kok, Kakak enggak dengar suara ribut-ribut?" tanyaku penasaran. "Tadi ribut, Kak. Lagipula, Ka Awan enggak tahu kalau Kakak masih ada di sini. Tadi, dia ngira Kakak kabur. Aku juga enggak ada kesempatan buat bilang kalau kakak ada di kamar mandi," sahut Adib membuatku semakin tercenung. Sedahsyat apa kejadian tadi siang sampai-sampai Aku tak mendengar apapun. Sepertinya, Aku tak sadarkan diri cukup lama, seperti saat Aku pingsan di toilet sekolah. "Apa enggak ada yang nyari sampai ke toilet?" tanyaku merasa heran. "Kakak ingat tadi saat Aku dari kamar mandi?" tanya Adib yang hanya bisa ku angguki saja. "Tadi ada yang bilang mau ke kamar mandi. Aku bilang kalau kamar mandinya dikunci sama Ayah, udah lama. Untungnya, Aku memang sering ke toilet umum di Mesjid, jadi pak RT juga percaya," sahut Adib membuatku faham, me

DMCA.com Protection Status