"Neng! Siang ini mau dimasakkan apa sama bibi?" tanya Bu Marni pada Hasna yang tengah mengambil air putih di meja, wanita paruh baya itu ingin menyajikan yang terbaik sesuai keinginan majikannya di hari pertama bekerja."Apa saja, Bi. Saya bukan pemilih dalam hal makanan," sahutnya menyunggingkan senyum."Waduh, nanti saya bingung. Sup daging sama udang asem manis boleh tidak, Neng?" tanya wanita itu lagi. Hasna tertawa lebar, "Ya sudah, Bi. Boleh saja," sahutnya sembari berlalu setelah menandaskan segelas air. Pekerjaan hari ini cukup melelahkan, ia harus menyelesaikan gaun itu secepatnya tanpa kekurangan dan harus sempurna.Gegas Hasna kembali ke ruang kerjanya. Alya sudah bangun sejak jam sembilan tadi, bayi itu sama sekali tak mengganggu pekerjaan ibunya, dia menendang-nendang lantai hendak mengayuh baby walkernya, ia tertawa menggemaskan ketika benda beroda enam itu sedikit melaju mundur.Hasna fokus memberi warna pada desain bajunya, sesekali ia mengajak Alya bercanda, semangat
Selamat membaca!*****Kehadiran Rani membuat semua pekerjaan Hasna menjadi lebih mudah, wanita paruh baya itu betah mengurus Alya hingga sore. Setelah menerima pesanan bahan, Hasna langsung membuat gaun itu menggunakan teknik draping, yaitu merancang gaun pada manekin tanpa dijahit.Setelah selesai, Hasna memfoto setiap detail dan keseluruhan gaun untuk diperlihatkan pada penjahit, ia tak mau ada kesalahan sama sekali. Dia mulai membongkar gaun itu, kemudian mengirim pada penjahit kepercayaannya, mereka tak punya waktu, pesta perusahaan akan berlangsung besok malam, Hasna mewanti-wanti agar gaun itu selesai tepat waktu tanpa cela. "Sayang, kamu baik-baik saja? Maksud ibu apakah pekerjaan ini membuatmu tertekan? Ibu lihat kamu memaksakan diri bekerja,"Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulut Rani ketika mereka tengah duduk bersantai di ruang tamu menikmati suasana pagi. Hasna tersenyum kecil, ia memang belum memberitahu Rani perihal pesta dan gaun itu."Enggak, Bu. Mana mungkin
Selamat membaca!*****Hasna dan Puspa duduk bersisian di jejeran kursi tamu, mereka berbincang lalu saling melempar senyum, sangat anggun. Dari jauh Toha dan Siska memperhatikan mereka, lalu Toha mendekat ke arah Siska, pria itu membisikkan sesuatu.Siska membulatkan mata mendengar bisikan Toha, wanita dengan mini dress di atas lutut itu menatap suaminya ketakutan dengan kedua tangan membekap mulut, tetapi keterkejutannya tak bertahan lama, ia menggantinya dengan seringai licik."Ah, Sayang! Kau sangat pintar, ide yang brilian. Aku enggak sabar melihat wanita itu menanggung malu karena sudah berani masuk ke sini, pasti Bu Puspa mengira dia adalah salah satu perwakilan perusahaan lain," bisik Siska memeluk lengan Toha, mereka berdua tertawa licik menatap Hasna yang tengah berbincang dengan beberapa relasi bisnis lain bersama Puspa."Tentu saja, Sayang. Kamu tunggu dan lihat saja nanti, apa yang akan mas lakukan padanya," sahut Toha tertawa meremehkan Hasna, 'Kali ini aku akan membalas
Selamat membaca! Semoga suka!*****'Sialan! Ini semua gara-gara wanita itu!' batin Toha dengan pandangan tak lepas dari Hasna yang sudah berada dalam jejeran tamu penting bersama Puspa, ia tersenyum manis menyambut uluran tangan para tamu yang di perkenalkan Puspa padanya.Ketika Toha tengah menatap benci padanya, Hasna menoleh, setelah beberapa saat ia mengacungkan jempolnya kepada pria itu, kemudian memutarnya ke bawah, "You are looser," ucapnya tanpa suara, kemudian tersenyum meremehkan.Siska yang melihat itu sangat geram, ia hendak bangkit menghampiri Hasna, namun ditahan oleh Toha, "Sudah, tahan emosi kamu, Sayang! Kita ikuti saja dulu permainannya, mas penasaran kejutan apa yang dia maksud tadi," ucap Toha setengah berbisik. Siska hanya bisa mengangguk dengan napas memburu, wanita ini sangat bar-bar.Tak lama kemudian MC naik ke panggung, memberi beberapa kata sambutan, lalu memulai acara, yang pertama adalah penyambutan para kolega dan relasi bisnis dari luar negeri yang disam
Selamat membaca! Semoga suka!*****"Hei, jangan menangis! You are the stars tonight, so let's shine!" seru Puspa antusias, Hasna tersenyum menampakkan barisan giginya, ujung jari lentik itu bergerak membersihkan sisa air mata yang mengalir, "Oh, my mascara," ucapnya terkekeh, tiba-tiba dari arah samping seseorang menyodorkan sapu tangan, Hasna berbalik, dia tercengang, pria itu mengangguk dengan wajah datar.Dia Yuta Bima Prasetya, pria itu memperhatikan Hasna sejak tadi, selain kagum ia juga menyukai pribadinya yang kuat, dari Arya, dia mengetahui bahwa Hasna adalah singgel parent, Yuta kagum Hasna bisa berjuang dan berdiri tegak di atas kakinya sendiri.Hasna mengambil sapu tangan itu ragu, ia segera menyapu pipinya yang sedikit basah, setelahnya wanita berhijab itu kembali melipat sapu tangan Yuta, berniat mengembalikannya. Namun urung saat melihat pria berkulit putih mengangkat tangannya."Simpan saja, lagian itu sudah kotor dengan maskaramu," ucapnya tanpa ekspresi kemudian berl
Di mobil, dua insan berbeda jenis itu tak bicara sepatah kata pun, Yuta masih dengan raut wajah datarnya, sedangkan Hasna lebih memilih menatap ke jalanan, sesekali mereka saling melirik, lalu sama-sama mengalihkan pandangan karena tertangkap basah."Ehem, di mana rumahmu?" tanya Yuta memecah keheningan, sorotnya lurus menatap ke depan. Pria itu telah menanggalkan jasnya, hanya tersisa kemeja putih lengan panjang yang dilipat hingga batas siku."Ha? Ah, ya. Di depan sana, lurus saja," ucap Hasna kikuk, wanita itu merasa malu tertangkap basah melirik pria yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu. Yuta mengangguk, kemudian menginjak pedal gas lebih dalam, ia ingin segera terbebas dari suasana canggung ini, ia tak suka.Sedangkan di mobilnya, sudah dua puluh menit Toha mengikuti mobil Yuta, pria itu sangat kesal karena mereka tak kunjung berhenti, "Sialan! Ke mana sebenarnya mereka pergi!" umpatnya memukuli setir mobil. Dia menggeram kesal saat hampir kehilangan jejak ketika Yuta mena
Selamat membaca! Semoga suka!*****Hasna memasuki kamar, jarum jam sudah menunjuk angka sebelas malam, ia melongok ke dalam box bayi, Alya sedang tertidur pulas, sedangkan di ranjang, Rani juga sudah tidur, tak ingin membangunkan sang ibu, Hasna bergegas membersihkan diri, mengambil wudhu guna mengerjakan shalat Isya. Tak lama, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu telah menyelesaikan shalatnya, setelah berwirid dan berdoa, tak serta merta ia melepas mukenanya, Hasna termenung, menerawang jauh, dalam hati ia sangat ingin mengikuti saran Nyonya Renata, tetapi kini ia bukan lagi wanita lajang yang bebas terbang kemana saja, ada Alya yang harus ia perhatikan dan dijaga."Kamu sudah pulang, Sayang? Kenapa tidak bangunkan ibu?" ucap Rani tiba-tiba, wanita paruh baya itu beranjak bangkit, "tadinya ibu berniat rebahan sebentar setelah menidurkan Alya, eh, malah benar-benar ketiduran," ucapnya lagi seraya mendekati Hasna yang sedang tersenyum ke arahnya.Rani duduk di samping putrinya ya
Selamat membaca! Semoga suka!*****Pov Toha"Muntoha bin Umar, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Abdullah dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat sepuluh gram dibayar tunai,""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Abdullah dengan mas kawin tersebut tunai,""Bagaimana para saksi, sah?""Sah""Alhamdulillah"Akhirnya setelah sekian lama menanti, Hasna sah menjadi istriku, betapa aku sangat bahagia, mempunyai istri yang penurut semanis Hasna, kulit kuning langsatnya yang mulus, mata sayu yang selalu menghipnotisku ketika memandangnya, hidung mungil yang proporsional, bibir tipis yang ranum, tubuhnya yang molek, langsing dan tinggi, bagaimana aku tidak tergoda memiliki dia seutuhnya.Kami mereguk nikmatnya masa pengantin baru dengan bahagia, meskipun ibu dan kakakku tak menyukai Hasna, itu bukan masalah besar, Hasna wanita yang sangat penurut, dia akan menyetujui permintaanku untuk bersabar menghadapi ibu, secara finansial aku mema
Selamat membaca!*****Sore hari, Hasna diperbolehkan pulang, Yuta dengan setia menemaninya. Rani mendapat kabar bahwa mereka menginap di hotel semalaman, hingga tidak pulang. Hasna benar-benar menyembunyikan kebenaran tentang ia yang hampir celaka oleh Selena, wanita itu tak ingin ibu dan ayahnya khawatir.Tiba di rumah, Hasna segera istirahat, ia mengatakan sedang tidak enak badan, dua orang tuanya percaya saja, mereka membiarkan Hasna istirahat untuk beberapa saat."Mas pergi sebentar, ya?" Hasna mengangguk. Yuta mengusap lembut kepalanya, "Mas nggak akan membiarkan Selena begitu saja, dia akan membayar mahal semua ini," ucap pria itu dengan sorot dingin. Wanita yang tengah berbaring di ranjang itu mengernyit bingung."Maksud Mas gimana?" tanyanya, Yuta menggeleng, " Biar mas yang urus semua, kamu tunggu dan lihatlah," ucapnya dengan rahang mengeras, dia beranjak bangkit, namun Hasna menahan langkah pria itu dengan menarik tangannya."Tunggu, Mas!" Yuta berbalik, kembali duduk di s
Selamat membaca!*****Selena berjalan semakin dekat, wajah wanita itu penuh dendam, matanya gelap penuh amarah. Hasna mulai khawatir, ia memindai seluruh ruangan, sementara selena menyeringai licik.Hasna mengambil ancang-ancang, saat jarak mereka hanya satu langkah lagi, Selena mengeluarkan botol parfum dari tasnya, kemudian melemparkan ke belakang Hasna, walhasil cermin itu jatuh berhamburan seiring pekikan Hasna.Tawa mengerikan Selena menggema memenuhi ruang itu. Hasna ketakutan, bagaimana pun ia pernah menjadi korban percobaan pembunuhan, ketika melihat tawa Selena, seketika wajah psikopat Siska terbayang, 'Ya Allah, apa aku akan dibunuh untuk kedua kalinya?' batinnya."Selena, jangan nekat! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita berhijab itu saat melihat Selena mengambil sepotong pecahan kaca runcing."Ini ... bagaimana kalau bagian runcing kaca ini menembus lapisan kulitmu? Pasti sangat menyenangkan," ucapnya menyeringai, dia tertawa lagi."Tidak! Jangan Selena! Kau akan masuk p
Selamat membaca!*****Malam pesta kantor telah tiba, Yuta sedang bercanda dengan Alya di ruang tengah. Hasna tengah bersiap-siap di kamarnya, ia mengenakan gamis dengan bawahan kembang payung, kombinasi bahan polos dan sedikit kain tile pada bagian lengan kiri dan bagian depan atas.Dipermanis dengan tali pinggang bertabur payet kristal, Hasna tampak anggun dan berkali lipat lebih cantik. Apalagi ia merias wajahnya sedikit lebih bold, senada dengan gaun merah marun miliknya, sangat cocok untuk acara pesta malam hari, keduanya hendak membawa serta Alya, tetapi bayi itu menangis kejer karena mengantuk."Sudah, Nak! Kalian pergi saja, ya! Biar Alya sama ibu dulu, sepertinya dia mengantuk," ucap Rani, mereka akhirnya menurut juga, kemudian berpamitan pada Rani.———Di mobil, Yuta tak henti melirik wanitanya, rasa itu kian bertambah kala ia melihat betapa sempurna wanita di sampingnya. Keibuan, cantik, taat beragama, sukses dan sangat classy. Dia merasa sangat bersyukur dijodohkan Allah d
Selamat membaca!*****Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa sudah sebulan usia pernikahan Yuta dan Hasna, mereka hidup bahagia serta harmonis."Sayang, malam lusa kamu ikut mas ke pesta kantor, ya?" tanya Yuta, Hasna yang tengah mendraping gaun menoleh sesaat, mengangguk seraya melempar senyum."Oh, ya? baju yang kamu desain waktu itu sudah jadi?" tanya pria itu lagi."Sudah, Mas! Kamu mau pakai baju itu?" tanya Hasna ragu, ternyata ia benar-benar menepati perkataannya waktu itu. Pria itu mengangguk pertanda ia serius."Baiklah, nanti aku suruh jahit yang pas di ukuran badan kamu," terang wanita itu, Yuta pamit ke kantor setelahnya, hari ini akan ada meeting penting dengan Bimaswara. Tiga minggu lalu, saat perusahaan Yuta ingin mengakhiri kontrak kerja dengan Bimaswara, pria itu menolaknya, menuntut profesionalitas agar tak melibatkan masalah pribadi dan bisnis."Apabila Pak Yuta tidak nyaman dengan sekretaris saya, makan akan kami ganti, tolong jangan sembarangan mengakhiri kontrak
Selamat membaca!*****Pagi biru itu masih menyisakan syahdu semalam, dua insan yang baru mengecap indahnya ikatan halal masih bergelung dalam selimut, Hasna mengerjap saat ponselnya bergetar di bawah bantal, dengan mata setengah terbuka ia meraih dan menonaktifkan alarm yang selalu di aturnya agar tidak melewatkan shalat Subuh.Kedua sudut bibir ranum itu tertarik ke samping kala merasakan tangan kekar Yuta melingkari pinggangnya posesif, ia menyingkirkan perlahan, beringsut turun dari ranjang kemudian berlalu ke kamar mandi. Tak lama ia keluar dari sana, berjalan ke samping ranjang dengan kelopak mawar yang sudah berserakan. Dia mengulum senyum lantas segera mengenakan mukena."Mas, bangun! Shalat subuh dulu," lirihnya, Yuta mengerjap, lelaki yang masih bertelanjang dada itu mengulas senyum menawan dengan muka bantalnya. Dia merengkuh pinggang Hasna, menarik tubuh wanita itu hingga terjatuh kembali tepat dalam pelukannya."Eh!" seru Hasna terkejut, dia berusaha bangkit, tetapi Yuta
Selamat membaca!*****Dalam ruangan serba putih dengan dekorasi khas pengantin baru Hasna dihinggapi kecanggungan, terlebih Yuta berdiri dengan kedua tangan disaku celana, menatapnya tanpa kedip. Baju pengantin masih melekat di tubuhnya, ia hanya bisa membunuh canggung itu dengan menyapu pandang ke seluruh sudut ruangan.Tak dipungkiri, walau pun canggung wanita itu terpana dengan suasana yang begitu romantis, lilin beraroma terapi berbaris di sudut-sudut ruangan, menyuluh wajah dua insan yang baru sah dalam ikatan halal, ranjang ukuran king size berdiri kokoh di tengah ruangan, taburan kelopak mawar merah kontras dengan warna seprei putih gading menambah keindahan suasana.Yuta berjalan mendekat, tangan kekar itu melingkari perut wanitanya. Hasna terpaku, dapat dirasakan pria itu tubuhnya menegang, dia mengulum senyum."Kau ... mandilah lebih dulu," lirihnya pelan, serupa sapuan angin di telinga Hasna, wanita berhijab itu sampai menahan napas saking gugupnya. Yuta melepas lingkaran
Selamat membaca!*****"Ananda Yuta Bima Prasetya, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat tujuh ratus gram dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin tersebut tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!" Iringan doa untuk kedua mempelai menggema memenuhi aula, Hasna menitikkan air mata, suara lantang lelakinya tatkala mengucapkan ijab kabul membuatnya terharu.Dia dituntun hingga tiba di samping suaminya, mereka menandatangani surat nikah. Jari manis Hasna dipasangkan cincin sebagai tanda serah terima mahar, pergelangan tangannya juga dilingkari gelang emas nan indah, wanita berhijab itu meraih tangan Yuta kemudian menciumnya takzim. Pria itu membacakan doa sembari menyentuh kepala sang istri."Cium keningnya!" seru teman-teman Yuta. Wajah keduanya memanas, terlebih Hasna, ia masih malu dengan pria yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir. Yuta menye
Selamat membaca!*****Setelah dari kafe itu, Hasna lebih sering termenung, entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan Selena, kini ia menunggu informasi dari Puspa tentang identitas wanita itu dan apa hubungannya dengan Yuta.Dan seperti keinginannya, Puspa menghubungi wanita itu keesokan harinya, mereka sepakat bertemu bertiga dengan Arya, Puspa sengaja mengajak kekasihnya itu agar Hasna lebih puas menanyakan langsung pada pria itu.Hasna langsung berangkat tatkala Puspa mengirimkan lokasinya, ia menitipkan Alya pada Rani, beralasan ada hal penting yang harus di urusnya, ia sengaja tak memberi tahukan yang sebenarnya, takut sang ibu salah paham dan kepikiran."Hati-hati, Sayang! Besok adalah hari pernikahanmu, jaga diri baik-baik," ucap Rani mengingatkan, Hasna mengangguk seraya tersenyum lantas meraih tangan sang ibu, menciumnya takzim.———Setibanya di kafe tempat biasa bertemu Puspa, Hasna langsung masuk, netranya menyapu seluruh bagian dan meja, ia melihat lambaian tangan Pu
Selamat membaca!*****Keesokan harinya, Rusni mengantar uang itu ditemani Rita, mereka menjual mobil dan seluruh aset yang sudah terkumpul dengan kerja keras Toha selama ini, termasuk sertifikat rumah mereka gadaikan untuk mengumpulkan uang lebih banyak. Semakin banyak setoran, semakin banyak pula uang yang digandakan, pikir mereka.Tanpa menunggu lama, taksi yang mereka tumpangi melaju ke rumah Rosana, sesampainya dengan tergesa mereka masuk, tak sabar ingin menyerahkan satu tas besar uang ratusan juta itu pada Rosana."Cepat, Rit!" serunya mendekap tas berisi gepok rupiah itu dengan erat."Sabar, Bu! Kenapa buru-buru banget, sih!" ucap Rita kewalahan mengikuti langkah ibunya, halaman rumah yang luas agak sedikit jauh dari gerbang utama, walhasil mereka harus mengitari halaman lumayan lama."Sabar-sabar, kamu ini! Semakin cepat uang ini sampai di tangan Bu Rosana, semakin cepat digandakan, dan ... kamu tau artinya apa? Semakin cepat kita jadi miliuner, Sayang!" pekik wanita paruh ba