Di mobil, dua insan berbeda jenis itu tak bicara sepatah kata pun, Yuta masih dengan raut wajah datarnya, sedangkan Hasna lebih memilih menatap ke jalanan, sesekali mereka saling melirik, lalu sama-sama mengalihkan pandangan karena tertangkap basah."Ehem, di mana rumahmu?" tanya Yuta memecah keheningan, sorotnya lurus menatap ke depan. Pria itu telah menanggalkan jasnya, hanya tersisa kemeja putih lengan panjang yang dilipat hingga batas siku."Ha? Ah, ya. Di depan sana, lurus saja," ucap Hasna kikuk, wanita itu merasa malu tertangkap basah melirik pria yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu. Yuta mengangguk, kemudian menginjak pedal gas lebih dalam, ia ingin segera terbebas dari suasana canggung ini, ia tak suka.Sedangkan di mobilnya, sudah dua puluh menit Toha mengikuti mobil Yuta, pria itu sangat kesal karena mereka tak kunjung berhenti, "Sialan! Ke mana sebenarnya mereka pergi!" umpatnya memukuli setir mobil. Dia menggeram kesal saat hampir kehilangan jejak ketika Yuta mena
Selamat membaca! Semoga suka!*****Hasna memasuki kamar, jarum jam sudah menunjuk angka sebelas malam, ia melongok ke dalam box bayi, Alya sedang tertidur pulas, sedangkan di ranjang, Rani juga sudah tidur, tak ingin membangunkan sang ibu, Hasna bergegas membersihkan diri, mengambil wudhu guna mengerjakan shalat Isya. Tak lama, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu telah menyelesaikan shalatnya, setelah berwirid dan berdoa, tak serta merta ia melepas mukenanya, Hasna termenung, menerawang jauh, dalam hati ia sangat ingin mengikuti saran Nyonya Renata, tetapi kini ia bukan lagi wanita lajang yang bebas terbang kemana saja, ada Alya yang harus ia perhatikan dan dijaga."Kamu sudah pulang, Sayang? Kenapa tidak bangunkan ibu?" ucap Rani tiba-tiba, wanita paruh baya itu beranjak bangkit, "tadinya ibu berniat rebahan sebentar setelah menidurkan Alya, eh, malah benar-benar ketiduran," ucapnya lagi seraya mendekati Hasna yang sedang tersenyum ke arahnya.Rani duduk di samping putrinya ya
Selamat membaca! Semoga suka!*****Pov Toha"Muntoha bin Umar, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Abdullah dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat sepuluh gram dibayar tunai,""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Abdullah dengan mas kawin tersebut tunai,""Bagaimana para saksi, sah?""Sah""Alhamdulillah"Akhirnya setelah sekian lama menanti, Hasna sah menjadi istriku, betapa aku sangat bahagia, mempunyai istri yang penurut semanis Hasna, kulit kuning langsatnya yang mulus, mata sayu yang selalu menghipnotisku ketika memandangnya, hidung mungil yang proporsional, bibir tipis yang ranum, tubuhnya yang molek, langsing dan tinggi, bagaimana aku tidak tergoda memiliki dia seutuhnya.Kami mereguk nikmatnya masa pengantin baru dengan bahagia, meskipun ibu dan kakakku tak menyukai Hasna, itu bukan masalah besar, Hasna wanita yang sangat penurut, dia akan menyetujui permintaanku untuk bersabar menghadapi ibu, secara finansial aku mema
Pov TohaDi kantor pikiran sama sekali tidak fokus sehingga teguran keras kudapat dari Pak Wira--bosku. Sial! Di pikiranku hanya ada tentang bagaimana menjelaskan pada Hasna, memperbaiki hubungan kami dan membujuknya agar ia menerima Siska sebagai adik madunya. Bisa kah? Oh Tuhan, semoga saja Hasna mau.Setelah meeting usai, aku kembali ke ruangan, mengenyakkan tubuh di kursi kebesaran yang sudah beberapa bulan ini kududuki, sangat empuk dan nyaman. Aku mendongakkan kepala ke atas, menatap langit-langit ruangan ini.Berbagai pikiran buruk menghinggapi, bagaimana kalau Hasna tidak memaafkanku, dan perkiraan terburuk jika ia minta cerai, maka aku akan mendapat cap lelaki tak bertanggung jawab di mata orang.Ah, itu tidak mungkin, bagaimana dia akan hidup tanpaku, sedangkan selama ini aku yang membiayai hidupnya dan Alya, Hasna hanya seorang gadis miskin yang tak berpendidikan.Jika berharap pada orang tuanya pun tak mungkin, mereka sama-sama miskin. Segaris senyum penuh kemenangan terpa
Selamat membaca!Pov Toha (last)*****Dengan langkah pasti aku menghampiri Hasna saat CEO itu pergi dari sisinya, begitu melihatku dia langsung berbalik hendak pergi, tapi ia kalah cepat, aku lebih dulu meraih tangannya. Mantan istriku beralih menatap dengan tajam, dia menyentak tangannya hingga terlepas, kentara sekali dia sedang menahan emosi. Lalu tanpa terduga wanita itu malah tersenyum, kuakui itu sangat manis hingga membuatku terpana untuk beberapa saat, tapi segera mengesampingkan rasa yang mulai bersemi lagi, tujuanku bukan itu."Kenapa? Kau merindukanku, hem?" ucapku yakin, aku tahu dia merasakan itu, semua perempuan pasti punya naluri merindu. Namun Hasna malah tertawa mengejek sembari menggelengkan kepala, Ah, Hasna. Aku tahu kau malu, dengan lancar mulutku melontarkan penghinaan, tujuanku agar dia tersulut emosi, lantas membuat kegaduhan hingga menyerang dan memakiku, kemudian para penjaga akan mengusirnya dari sini.Wajah mantanku itu berubah marah, kena kau, Hasna! Ayo
Selamat membaca!*****Sepeninggal mantan mertua dan iparnya, Hasna mendapat panggilan dari Puspa, wanita itu mengajaknya bertemu, Hasna menyetujui, ia berpamitan pada sang ibu, lantas melaju pergi menggunakan BMWnya. Rani berkeras agar Hasna tidak membawa Alya sebab menyetir sendiri, wanita paruh baya itu takut terjadi hal yang tak diinginkan pada anak dan cucu satu-satunya.Tak lama wanita dengan hijab warna mint itu tiba di pelataran parkir sebuah kafe, ia beranjak masuk, di sudut ruangan terlihat Puspa sedang menunggunya, gegas ia menghampiri setelah sahabatnya itu melambaikan tangan, tak perlu waktu lama Hasna telah mengenyakkan pinggulnya di kursi. Puspa mengangkat tangan memanggil pelayan, ia memesan dua cappucino dan dua porsi stik, wanita itu sudah hafal sifat Hasna, jika sedang begini ia akan menyerahkan semua padanya, termasuk memesan makanan sekalipun."Hei! Whatsup, hum!" sapa Puspa seraya mengulas senyum. Hasna mengibaskan tangan ke udara."So bad! Banyak sekali kejadi
Selamat membaca!*****"Minggir! Aku mau pergi," ucap Hasna lagi."Tidak semudah itu setelah kau menghina seorang Siska," ucap wanita itu seraya menyeringai licik ke arah Hasna, dia melangkah semakin dekat, lalu kedua tangannya mencengkeram lengan Hasna."Kau mau merasakan amarahku rupanya," dengan gerak cepat wanita berambut panjang itu menyeret Hasna ke toilet, ia turut masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Hasna kaget dengan perlakuan Siska, pikirannya tengah menerka-nerka, apa kemauan wanita itu sebenarnya."Mau apa kamu, Siska?" tanya Hasna memasang ekspresi datar, wanita berhijab itu sama sekali tak gentar menerima tatapan maut yang dilayangkan Siska."Tentu saja memberimu pelajaran," sahut yang ditanya dengan seringai lebar, Hasna memutar bola mata, Alya sudah menunggunya di rumah, tapi wanita tak tahu diri itu malah menghalangi jalannya."Minggirlah! Aku tak mau menyakiti fisikmu," ucap Hasna malas, ia menghela napas dalam, "Bang Toha sudah jadi milikmu, lantas apa yang kau in
Selamat membaca!*****Hasna telah merampungkan dua desain terbaru, kerja kerasnya dari kemarin selesai juga siang ini. Gegas ia menghubungi Puspa, berniat mengajak wanita itu menemui Toha sore nanti, ia merasa tidak tenang jika harus pergi sendirian mengingat aksi mantan suaminya itu beberapa waktu lalu."Halo, Kak" sapanya setelah panggilan terhubung.[Ya, Hasna, ada apa?] tanya wanita itu di balik telepon."Eng, itu ... Kakak ada jadwal sore nanti?" tanyanya lagi.[Ada, Mas Arya ngajak ketemu, kenapa? Kalau mendesak kakak bisa batalin,] ucap Puspa bersungguh-sungguh."Eh, jangan! Bukan sesuatu yang penting kok," sahut Hasna mantap, ia tak mau mengacaukan acara Puspa demi menemaninya. Tak apa jika harus pergi sendiri, Allah akan melindungi di mana pun ia berada.[Benar? Kamu yakin?] tanya Puspa memastikan."Iya, Bu Puspa Arianaaa!" kelakar wanita berhijab itu tergelak.[Ish, kamu. Ya sudah kakak tutup ya? Mau kerja lagi,] ucapnya, Hasna mengiyakan, membalas ucapan salam Puspa lalu m
Selamat membaca!*****Sore hari, Hasna diperbolehkan pulang, Yuta dengan setia menemaninya. Rani mendapat kabar bahwa mereka menginap di hotel semalaman, hingga tidak pulang. Hasna benar-benar menyembunyikan kebenaran tentang ia yang hampir celaka oleh Selena, wanita itu tak ingin ibu dan ayahnya khawatir.Tiba di rumah, Hasna segera istirahat, ia mengatakan sedang tidak enak badan, dua orang tuanya percaya saja, mereka membiarkan Hasna istirahat untuk beberapa saat."Mas pergi sebentar, ya?" Hasna mengangguk. Yuta mengusap lembut kepalanya, "Mas nggak akan membiarkan Selena begitu saja, dia akan membayar mahal semua ini," ucap pria itu dengan sorot dingin. Wanita yang tengah berbaring di ranjang itu mengernyit bingung."Maksud Mas gimana?" tanyanya, Yuta menggeleng, " Biar mas yang urus semua, kamu tunggu dan lihatlah," ucapnya dengan rahang mengeras, dia beranjak bangkit, namun Hasna menahan langkah pria itu dengan menarik tangannya."Tunggu, Mas!" Yuta berbalik, kembali duduk di s
Selamat membaca!*****Selena berjalan semakin dekat, wajah wanita itu penuh dendam, matanya gelap penuh amarah. Hasna mulai khawatir, ia memindai seluruh ruangan, sementara selena menyeringai licik.Hasna mengambil ancang-ancang, saat jarak mereka hanya satu langkah lagi, Selena mengeluarkan botol parfum dari tasnya, kemudian melemparkan ke belakang Hasna, walhasil cermin itu jatuh berhamburan seiring pekikan Hasna.Tawa mengerikan Selena menggema memenuhi ruang itu. Hasna ketakutan, bagaimana pun ia pernah menjadi korban percobaan pembunuhan, ketika melihat tawa Selena, seketika wajah psikopat Siska terbayang, 'Ya Allah, apa aku akan dibunuh untuk kedua kalinya?' batinnya."Selena, jangan nekat! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita berhijab itu saat melihat Selena mengambil sepotong pecahan kaca runcing."Ini ... bagaimana kalau bagian runcing kaca ini menembus lapisan kulitmu? Pasti sangat menyenangkan," ucapnya menyeringai, dia tertawa lagi."Tidak! Jangan Selena! Kau akan masuk p
Selamat membaca!*****Malam pesta kantor telah tiba, Yuta sedang bercanda dengan Alya di ruang tengah. Hasna tengah bersiap-siap di kamarnya, ia mengenakan gamis dengan bawahan kembang payung, kombinasi bahan polos dan sedikit kain tile pada bagian lengan kiri dan bagian depan atas.Dipermanis dengan tali pinggang bertabur payet kristal, Hasna tampak anggun dan berkali lipat lebih cantik. Apalagi ia merias wajahnya sedikit lebih bold, senada dengan gaun merah marun miliknya, sangat cocok untuk acara pesta malam hari, keduanya hendak membawa serta Alya, tetapi bayi itu menangis kejer karena mengantuk."Sudah, Nak! Kalian pergi saja, ya! Biar Alya sama ibu dulu, sepertinya dia mengantuk," ucap Rani, mereka akhirnya menurut juga, kemudian berpamitan pada Rani.———Di mobil, Yuta tak henti melirik wanitanya, rasa itu kian bertambah kala ia melihat betapa sempurna wanita di sampingnya. Keibuan, cantik, taat beragama, sukses dan sangat classy. Dia merasa sangat bersyukur dijodohkan Allah d
Selamat membaca!*****Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa sudah sebulan usia pernikahan Yuta dan Hasna, mereka hidup bahagia serta harmonis."Sayang, malam lusa kamu ikut mas ke pesta kantor, ya?" tanya Yuta, Hasna yang tengah mendraping gaun menoleh sesaat, mengangguk seraya melempar senyum."Oh, ya? baju yang kamu desain waktu itu sudah jadi?" tanya pria itu lagi."Sudah, Mas! Kamu mau pakai baju itu?" tanya Hasna ragu, ternyata ia benar-benar menepati perkataannya waktu itu. Pria itu mengangguk pertanda ia serius."Baiklah, nanti aku suruh jahit yang pas di ukuran badan kamu," terang wanita itu, Yuta pamit ke kantor setelahnya, hari ini akan ada meeting penting dengan Bimaswara. Tiga minggu lalu, saat perusahaan Yuta ingin mengakhiri kontrak kerja dengan Bimaswara, pria itu menolaknya, menuntut profesionalitas agar tak melibatkan masalah pribadi dan bisnis."Apabila Pak Yuta tidak nyaman dengan sekretaris saya, makan akan kami ganti, tolong jangan sembarangan mengakhiri kontrak
Selamat membaca!*****Pagi biru itu masih menyisakan syahdu semalam, dua insan yang baru mengecap indahnya ikatan halal masih bergelung dalam selimut, Hasna mengerjap saat ponselnya bergetar di bawah bantal, dengan mata setengah terbuka ia meraih dan menonaktifkan alarm yang selalu di aturnya agar tidak melewatkan shalat Subuh.Kedua sudut bibir ranum itu tertarik ke samping kala merasakan tangan kekar Yuta melingkari pinggangnya posesif, ia menyingkirkan perlahan, beringsut turun dari ranjang kemudian berlalu ke kamar mandi. Tak lama ia keluar dari sana, berjalan ke samping ranjang dengan kelopak mawar yang sudah berserakan. Dia mengulum senyum lantas segera mengenakan mukena."Mas, bangun! Shalat subuh dulu," lirihnya, Yuta mengerjap, lelaki yang masih bertelanjang dada itu mengulas senyum menawan dengan muka bantalnya. Dia merengkuh pinggang Hasna, menarik tubuh wanita itu hingga terjatuh kembali tepat dalam pelukannya."Eh!" seru Hasna terkejut, dia berusaha bangkit, tetapi Yuta
Selamat membaca!*****Dalam ruangan serba putih dengan dekorasi khas pengantin baru Hasna dihinggapi kecanggungan, terlebih Yuta berdiri dengan kedua tangan disaku celana, menatapnya tanpa kedip. Baju pengantin masih melekat di tubuhnya, ia hanya bisa membunuh canggung itu dengan menyapu pandang ke seluruh sudut ruangan.Tak dipungkiri, walau pun canggung wanita itu terpana dengan suasana yang begitu romantis, lilin beraroma terapi berbaris di sudut-sudut ruangan, menyuluh wajah dua insan yang baru sah dalam ikatan halal, ranjang ukuran king size berdiri kokoh di tengah ruangan, taburan kelopak mawar merah kontras dengan warna seprei putih gading menambah keindahan suasana.Yuta berjalan mendekat, tangan kekar itu melingkari perut wanitanya. Hasna terpaku, dapat dirasakan pria itu tubuhnya menegang, dia mengulum senyum."Kau ... mandilah lebih dulu," lirihnya pelan, serupa sapuan angin di telinga Hasna, wanita berhijab itu sampai menahan napas saking gugupnya. Yuta melepas lingkaran
Selamat membaca!*****"Ananda Yuta Bima Prasetya, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat tujuh ratus gram dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin tersebut tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!" Iringan doa untuk kedua mempelai menggema memenuhi aula, Hasna menitikkan air mata, suara lantang lelakinya tatkala mengucapkan ijab kabul membuatnya terharu.Dia dituntun hingga tiba di samping suaminya, mereka menandatangani surat nikah. Jari manis Hasna dipasangkan cincin sebagai tanda serah terima mahar, pergelangan tangannya juga dilingkari gelang emas nan indah, wanita berhijab itu meraih tangan Yuta kemudian menciumnya takzim. Pria itu membacakan doa sembari menyentuh kepala sang istri."Cium keningnya!" seru teman-teman Yuta. Wajah keduanya memanas, terlebih Hasna, ia masih malu dengan pria yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir. Yuta menye
Selamat membaca!*****Setelah dari kafe itu, Hasna lebih sering termenung, entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan Selena, kini ia menunggu informasi dari Puspa tentang identitas wanita itu dan apa hubungannya dengan Yuta.Dan seperti keinginannya, Puspa menghubungi wanita itu keesokan harinya, mereka sepakat bertemu bertiga dengan Arya, Puspa sengaja mengajak kekasihnya itu agar Hasna lebih puas menanyakan langsung pada pria itu.Hasna langsung berangkat tatkala Puspa mengirimkan lokasinya, ia menitipkan Alya pada Rani, beralasan ada hal penting yang harus di urusnya, ia sengaja tak memberi tahukan yang sebenarnya, takut sang ibu salah paham dan kepikiran."Hati-hati, Sayang! Besok adalah hari pernikahanmu, jaga diri baik-baik," ucap Rani mengingatkan, Hasna mengangguk seraya tersenyum lantas meraih tangan sang ibu, menciumnya takzim.———Setibanya di kafe tempat biasa bertemu Puspa, Hasna langsung masuk, netranya menyapu seluruh bagian dan meja, ia melihat lambaian tangan Pu
Selamat membaca!*****Keesokan harinya, Rusni mengantar uang itu ditemani Rita, mereka menjual mobil dan seluruh aset yang sudah terkumpul dengan kerja keras Toha selama ini, termasuk sertifikat rumah mereka gadaikan untuk mengumpulkan uang lebih banyak. Semakin banyak setoran, semakin banyak pula uang yang digandakan, pikir mereka.Tanpa menunggu lama, taksi yang mereka tumpangi melaju ke rumah Rosana, sesampainya dengan tergesa mereka masuk, tak sabar ingin menyerahkan satu tas besar uang ratusan juta itu pada Rosana."Cepat, Rit!" serunya mendekap tas berisi gepok rupiah itu dengan erat."Sabar, Bu! Kenapa buru-buru banget, sih!" ucap Rita kewalahan mengikuti langkah ibunya, halaman rumah yang luas agak sedikit jauh dari gerbang utama, walhasil mereka harus mengitari halaman lumayan lama."Sabar-sabar, kamu ini! Semakin cepat uang ini sampai di tangan Bu Rosana, semakin cepat digandakan, dan ... kamu tau artinya apa? Semakin cepat kita jadi miliuner, Sayang!" pekik wanita paruh ba