“Ibuuu … Ibuuu … jangan tinggalkan Reina, Bu. Reina sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu. Ibu … Reina ingin ikut bersama Ibu ….”
Lareina berteriak histeris. Dia menangis dengan sangat memilukan. Siang itu, ibunya sudah dimakamkan di pemakaman umum, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.Para pelayat memenuhi rumah terakhir untuk ibu Lareina. Pemakaman tersebut dilakukan secara Islam. Sebab di desa itu memang mayoritas Muslim. Karena penduduk di desa tersebut merupakan pendatang dari Negara Albania, yang merupakan satu-satunya negara Muslim di Eropa.Para tetangga Lareina berusaha menenangkan gadis tersebut agar berhenti menangis, dan agar berhenti berteriak histeris. Namun, Lareina justru semakin histeris.Sementara Liceo dan Damian, mereka berdiri tak jauh dari makam. Tiba-tiba, mata Lareina tertuju pada kedua pemuda tampan itu. Dia menatap nyalang pada Liceo. Secepat kilat dia berlari ke arahnya.“Laki-laki iblis kau! Kau yang menyebabkan ibuku tiada. Kau jahat. Kau kejam. Aku sangat membencimu! Mengapa kau tidak membunuhku saja agar kau puas?!”Lareina memukul-mukul dada Liceo. Dia benar-benar sudah lepas kontrol. Dadanya sesak dan bergemuruh. Air mata sudah kering. Matanya bengkak, suaranya parau. Namun, Liceo hanya diam saja menerima perlakuan Lareina. Dia menyadari kesalahan terbesar dalam hidupnya.Sementara para warga yang masih ada di tempat tersebut, mereka menatap Liceo tanpa berkedip. Jauh di lubuk hati mereka bertanya-tanya, siapakah lelaki tampan itu?Mengapa sejak tadi malam Lareina selalu mencaci makinya dengan kata-kata kasar? Karena selama ini mereka tahu bahwa Lareina adalah sosok gadis yang baik, ramah, sabar, lemah lembut dalam bertutur kata terhadap siapapun. Namun, mengapa kini dia berubah menjadi sosok gadis yang kasar dan pemarah?Damian menyadari arti tatapan mereka. Lalu, dia menghampiri warga tersebut dan mengajak mereka untuk kembali ke rumah. Dia akan menjelaskan tentang dirinya dan sang bos agar para warga tidak menduga-duga saja.Akhirnya mereka pun pulang. Dan kini hanya tinggal Lareina dan Liceo saja di pemakaman tersebut. Lareina masih terus memukuli dada dan bahkan wajah Liceo. Dia tetap berteriak dengan mencaci maki Liceo dengan sumpah serapahnya.“Aku sangat membencimu. Membencimu. Bunuh saja aku, sudah tidak ada gunanya lagi aku hidup. Hidupku sudah hancur, kehormatanku sudah hancur, masa depanku sudah hancur.”“Aku sudah tidak memiliki masa depan lagi. Aku sudah tidak suci lagi, aku sudah ternoda, aku kotor. Tidak akan ada lagi laki-laki yang mau menerima diriku yang sudah kotor ini.”“Bunuhlah aku. Aku sangat membencimu. Membencimu. Aku membenci —”Suara Lareina menghilang, tubuhnya merosot ke bawah. Liceo yang menyadari itu segera menahannya. Dia memeluk tubuh sang gadis yang sudah terjatuh di tanah. Lareina kembali tak sadarkan diri.Liceo menatap wajah gadis malang tersebut yang semakin memucat. Perasaannya sungguh tak menentu. Dia memejamkan mata. Dia bingung harus berbuat apa karena pikirannya sedang kalut sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih.“Nona Lareina, tolong bangunlah. Tolong maafkan aku. Aku mengaku salah, tapi aku berjanji akan bertanggung jawab. A-aku a-akan menikahimu. Aku —”“Bos, ayo, kita pulang. Nona Reina pingsan lagi?”Tiba-tiba suara Damian sudah berada di belakang Liceo. Liceo terhenyak, dia melihat ke arah sumber suara. Matanya yang merah membuat sang asisten iba dan tak tega.Damian pun melangkahkan kaki menuju sang bos. “Bos, tolong maafkan aku. Semua ini salahku, berawal dari diriku yang salah mengambil tindakan. Aku kira tidak akan berakibat fatal seperti ini.”Damian menghela napas. “Aku pikir Nona Reina akan mudah diperdaya dengan uang. Aku pikir dia akan sama dengan kebanyakan gadis pada umumnya, yang akan dengan mudah menyerahkan kesuciannya dan ditukar dengan uang.”“Ternyata aku salah besar, salah menduga. Karena ternyata Nona Reina adalah gadis yang memiliki prinsip hidup. Dia ternyata gadis yang baik, dan berbakti pada ibunya. Aku menyesal, Bos, sungguh menyesal.”Damian terduduk sambil menundukkan wajah. Bahunya terguncang. Ya … Damian menangis karena dia sangat menyesali perbuatannya yang sangat ceroboh. Hingga berdampak pada nyawa dan mental seseorang.Liceo memandang sang asisten dengan iba. Dia yang awalnya menyalahkan Damian, tapi kini merasa tak tega terhadap sang asisten. Karena semuanya tidak akan terjadi jika tidak berawal dari permintaannya yang memerintahkan Damian untuk mencarikannya seorang gadis.Menyesal pun tiada berguna. Karena semuanya telah terjadi. Liceo menarik napas dan mengeluarkannya dengan berat. Dia memejamkan mata, tapi otaknya tengah berpikir keras atas peristiwa yang kini sedang menderanya.“Dam, semuanya sudah terjadi. Kita menyesal pun sudah tak ada gunanya. Nanti kita pikirkan dan bicarakan lagi masalah ini. Sekarang, bagaimana caranya kita menyelesaikan urusan kita di desa ini?" Liceo berbicara seraya menatap Damian.Damian mendongakkan wajah dan membalas tatapan Liceo. “Baik, Bos. Kau tenang saja karena aku sudah menjelaskan pada warga desa ini bahwa kita adalah orang yang memiliki hubungan khusus dengan Nona Lareina.”“Apa maksudmu, Dam?” Liceo bertanya dengan mengernyitkan dahi.Damian terlihat membisikkan sesuatu di telinga Liceo. Liceo pun mengangguk-anggukkan kepala. Lalu setelah itu, mereka pun meninggalkan pemakaman dan menuju rumah Lareina. Liceo membopong tubuh gadis cantik tersebut. *****“Ibu … di mana ibuku? A-aku ada di mana? Apakah aku sudah ada di surga bersama ibuku?”Lareina meracau setelah terbangun dari tidur panjangnya. Matanya menatap sekeliling ruangan yang sangat luas dan mewah. Ruangan kamar berwarna gold, dengan ranjang king size yang berwarna gold juga. Semua perabotan di dalam kamar tersebut berwarna emas.Gadis tersebut mengernyitkan keningnya seraya menatap lekat seluruh yang ada di ruangan itu. Dia tidak mendapati sang ibu di tempat tersebut. Namun, matanya terhenti pada dinding yang terdapat foto keluarga.Foto itu menampakkan pemandangan keluarga harmonis. Sepasang suami istri yang terlihat masih sangat muda sedang menggendong seorang anak laki-laki berusia 3 tahun.Lareina bertanya-tanya, foto siapakah itu? Dan saat ini dia sedang berada di mana? Berjuta pertanyaan memenuhi benaknya. Dia pun menatap ke tubuhnya yang kini sudah berbalut pakaian mewah. Dia kembali berpikir, siapa yang mengganti pakaiannya?Belum usai pertanyaan demi pertanyaannya yang belum mendapatkan jawaban, kini dia dikejutkan dengan kehadiran 5 orang maid yang mengenakan seragam hitam dan putih, dan kini sedang berjalan menghampirinya.Lareina sempat berpikir, apakah ke lima perempuan muda dan cantik-cantik itu adalah bidadari surga? Namun, mengapa ibunya tidak terlihat sejak tadi? Ke mana ibunya jika memang mereka sedang berada di surga bersama?“Nona, Anda sudah bangun? Mari, ikut kami ke kamar mandi, kami akan memandikan Nona. Setelah itu, Nona makan.” Salah satu maid membuka suara seraya memegang tangan Lareina.Lareina beringsut mundur. Sungguh dia tidak merasa nyaman mendengar ucapan maid tersebut yang akan memandikannya. Di benaknya benar-benar sedang bertanya-tanya, dia menjadi kebingungan sendiri.Belum selesai kebingungan melandanya, kini dia dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang berjalan ke arahnya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.“Kau —”“Kau —” Mata Lareina membola sempurna ketika ia melihat kehadiran laki-laki yang sangat dibencinya. Bola-bola kristal itu pun sudah siap meluncur dari kelopak matanya. Lareina semakin beringsut mundur, hingga tubuhnya terjatuh dari ranjang. Liceo berlari ke arahnya. “Nona Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan. “Jangan mendekat! Jangan sentuh aku! Menjauh dariku!” Lareina berteriak histeris. Kelima maid yang melihat pemandangan itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka bingung dengan apa yang terjadi, sementara Lareina sudah menangis terisak. “Tuan —” Salah satu maid membuka suara. Namun, Liceo mengangkat tangannya. Dia memberi kode agar para maid itu diam dan pergi. Kelima maid itu pun bergegas keluar. Sementara Lareina menangis dengan memeluk lutut. Ia menyusupkan wajah di antara kedua lututnya. Liceo meneguk ludah dengan susah payah, tenggorokannya terasa tercekat. “Nona, a-aku mohon, tolong maafkan kesalahanku. Aku berjanji akan bertanggung jawab. A
Lareina kembali membabi-buta. Bahkan dia melempari Liceo dengan bantal guling yang ada di ranjang, dan benda apa saja yang ada di dekatnya.Masimma hanya memperhatikan tindakan Lareina terhadap cucu kesayangannya itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dia belum mengetahui titik permasalahan dari keduanya.Lareina kembali histeris. Kini dia melupakan keberadaan Masimma yang masih duduk di sampingnya. Gadis tersebut berdiri dengan tatapan nyalang.“Aku ingin kembali ke rumahku. Ibuku di sana tengah menungguku. Mengapa kau membawaku ke sini, hah?! Aku tidak sudi tinggal dengan penjahat kelamin sepertimu!” Lareina terus berteriak.Masimma mengernyitkan kening mendengar Lareina mengatakan cucunya penjahat kelamin. Pertanyaan demi pertanyaan bercokol dalam benaknya.Dia menatap Liceo yang masih berdiri sambil menghalau benda-benda yang Lareina layangkan padanya.“Aku membencimu laki-laki iblis. Aku sangat membencimu ….” Suara Lareina semakin melemah, hingga akhirnya dia kembali
Malam itu di kediaman Domani family, di ruang makan yang sangat luas dan megah, terlihat Lareina sedang makan malam bersama Masimma.Setelah dengan susah payah Masimma merayu Lareina agar mau makan bersama, akhirnya gadis itu memaksakan diri untuk menerimanya. Karena dia merasa tak tega pada wanita tua tersebut.“Reina, ayo, Nak, makanlah yang banyak. Kau belum makan sejak kemarin.” Masimma menaruh berbagai menu makanan di piring Lareina.“Cukup, Oma. Ini makanannya terlalu banyak. Aku tidak terbiasa makan banyak.” Lareina menolak dengan halus.Masimma memandang wajah gadis malang itu. “Memangnya mengapa kau tidak terbiasa makan banyak?”“Karena aku —”Belum selesai Lareina menjawab pertanyaan Masimma, tiba-tiba matanya bersirobok dengan mata elang milik Liceo, yang baru saja masuk ke dalam rumah.Lareina meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegang. Lalu, ia bangkit dan hendak beranjak meninggalkan meja makan. Masimma mengernyitkan dahi melihat perubahan sikap Lareina. Hingga mat
“Oma, aku —”“Uuhh, sshhh ….”Ketika Liceo akan memberi jawaban pada sang oma, tiba-tiba Lareina siuman. Gadis tersebut duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Wajah dan bibirnya terlihat pucat pasi.“Reina, kau sudah bangun. Minum dulu.” Liceo dengan sigap memberikan segelas air putih.Lareina tidak menerimanya, dia hanya diam sambil menunduk. Masimma melihat pemandangan tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Ceo, lebih baik kau keluar, biar oma saja yang yang mengurusnya.” Masimma mengambil alih gelas tersebut.Dia memberikan air minum itu ke mulut Lareina. Gadis itu perlahan membuka mulutnya dan meminum air tersebut hingga tandas. Dia benar-benar merasakan dahaga.Masimma tersenyum melihatnya, sedangkan Liceo terlongong-longong. Dia tak habis pikir, mengapa di saat dirinya yang memberikan air minum itu, Lareina menolaknya? Tetapi ketika sang oma yang memberikannya, gadis itu langsung mau.Karena Liceo tidak ingin semuanya bertambah kacau, akhirnya dia bergegas
Semenjak Lareina dibawa ke kediaman Domani dan menempati kamar pribadi milik Liceo, lelaki tersebut mengalah dan memilih menempati kamar kosong di sebelah kamarnya.Masimma malam itu menghampiri sang cucu yang tengah melamun di balkon kamar. Dia merasa iba dan tak tega melihat cucu kesayangannya tersebut yang selalu murung dan banyak melamun.Liceo merupakan anak yang ceria dan periang. Namun, semenjak masalah yang dihadapinya dengan Lareina, membuatnya berubah. Perasaan berdosa dan bersalah selalu menghantuinya. Ucapan demi ucapan yang Lareina lontarkan padanya siang tadi, terus terngiang-ngiang di telinganya. Liceo memejamkan mata dan menghirup oksigen dengan kasar.‘Aku benar-benar iblis. Semua yang Reina katakan itu memang benar, aku menyadari dan menerimanya. Aku pemerkosa, aku pembunuh. Yaa … itu memang benar adanya.’‘Akan tetapi, aku benar-benar menyesali perbuatanku itu. Aku ingin mempertanggungjawabkannya. Namun, Reina sangat membenciku. Dia tidak sudi untuk kunikahi.”‘Lal
Lareina terlonjak kaget hingga dia melompat dari ranjang dan jatuh ke lantai. Liceo yang melihatnya ikut melompat turun.“Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan.Sementara Lareina menatap nyalang. Dia menepis tangan Liceo, lalu bangkit. “Dasar laki-laki mesum, penjahat kelamin! Kau sengaja kan mencari kesempatan dalam kesempitan?!”“Reina, aku —”“Kau sengaja ingin menggagahiku lagi di saat aku sedang tidur. Begitu? Kau benar-benar brengsek. Aku benar-benar sangat membencimu dan tak akan pernah memaafkanmu!”Setelah mengatakan itu, Lareina berbalik badan dan berlari keluar. Dia berlari menuruni tangga dengan cepat. Kediaman Domani yang sangat luas itu, membuatnya kesulitan mencari pintu keluar.Liceo pun tak kalah cepat mengejarnya. Matanya tertuju pada sosok Lareina yang kini sedang berdiri di belakang rumah. Tempat itu adalah tanah kosong, tapi di bagian belakangnya merupakan perkebunan buah-buahan.Mata Lareina memperhatikan keadaan sekitarnya. ‘Bagaimana caranya aku b
Pagi itu, Liceo terlihat sedang berjalan tergesa-gesa menuju ruang meeting di kantor Domani Company. Di sana sudah banyak para klien yang duduk sambil memperhatikan pemilik Domani Company, yang sedang fokus melakukan presentasi.Ketika Liceo masuk ruangan, mata Achilleo Domani—sang daddy, menatapnya dengan tajam. Dari raut wajahnya terlihat menyimpan kemarahan. Namun, dia tetap meneruskan acara presentasi tersebut.Sementara Liceo, kini dia sudah duduk berbaur dengan para klien. Dia nampak termenung. Pikirannya terus tertuju pada Lareina, gadis yang akhir-akhir ini sudah mengusik pikirannya.Dia teringat ketika tadi malam sang oma menemukannya bersama Lareina yang sedang berada di atas pohon mangga. Masimma sangat marah besar terhadapnya, hingga dia dihukum tidur di atas pohon mangga semalaman, sedangkan Lareina dibawa masuk olehnya.Tentu saja Liceo tidak bisa tidur semalam suntuk. Nyamuk dan serangga selalu menggigitnya. Hingga seluruh kulitnya merah dan bentol-bentol. Ketika pagi p
Achilleo seketika terdiam mendengar ucapan sang putra. Dia menatap wajah Liceo yang kini sudah memerah.Liceo sudah beranjak dan ingin pergi meninggalkan ruangan kerja sang daddy. Namun, langkahnya terhenti ketika tangan Achilleo menyentuh pundaknya.“Ceo, tunggu! Daddy mengerti dengan semua maksud dari ucapanmu itu, tapi daddy tidak bisa berbuat apa-apa, Nak. Karena semua keputusan ada di tangan mommy-mu.” Achilleo menatap sang putra.Liceo menghela napas dengan berat. Dia membalas tatapan sang daddy. “Dad, maafkan aku. Untuk kali ini saja, tolong Daddy dan Mommy jangan ikut campur urusan pribadiku, aku mohon.”“Dulu aku tidak ingin menikah dengan Sherina, tetapi demi menghormati kalian sebagai orang tuaku, aku rela mengorbankan kebahagiaanku, tapi apa yang terjadi?”“Setelah aku mengorbankan masa lajangku untuk menikahi Sherin, tetapi belum genap 24 jam usia pernikahan kami, dia menceraikanku dengan alasan aku impoten.”Liceo menundukkan wajah. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Pera
Achilleo seketika terdiam mendengar ucapan sang putra. Dia menatap wajah Liceo yang kini sudah memerah.Liceo sudah beranjak dan ingin pergi meninggalkan ruangan kerja sang daddy. Namun, langkahnya terhenti ketika tangan Achilleo menyentuh pundaknya.“Ceo, tunggu! Daddy mengerti dengan semua maksud dari ucapanmu itu, tapi daddy tidak bisa berbuat apa-apa, Nak. Karena semua keputusan ada di tangan mommy-mu.” Achilleo menatap sang putra.Liceo menghela napas dengan berat. Dia membalas tatapan sang daddy. “Dad, maafkan aku. Untuk kali ini saja, tolong Daddy dan Mommy jangan ikut campur urusan pribadiku, aku mohon.”“Dulu aku tidak ingin menikah dengan Sherina, tetapi demi menghormati kalian sebagai orang tuaku, aku rela mengorbankan kebahagiaanku, tapi apa yang terjadi?”“Setelah aku mengorbankan masa lajangku untuk menikahi Sherin, tetapi belum genap 24 jam usia pernikahan kami, dia menceraikanku dengan alasan aku impoten.”Liceo menundukkan wajah. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Pera
Pagi itu, Liceo terlihat sedang berjalan tergesa-gesa menuju ruang meeting di kantor Domani Company. Di sana sudah banyak para klien yang duduk sambil memperhatikan pemilik Domani Company, yang sedang fokus melakukan presentasi.Ketika Liceo masuk ruangan, mata Achilleo Domani—sang daddy, menatapnya dengan tajam. Dari raut wajahnya terlihat menyimpan kemarahan. Namun, dia tetap meneruskan acara presentasi tersebut.Sementara Liceo, kini dia sudah duduk berbaur dengan para klien. Dia nampak termenung. Pikirannya terus tertuju pada Lareina, gadis yang akhir-akhir ini sudah mengusik pikirannya.Dia teringat ketika tadi malam sang oma menemukannya bersama Lareina yang sedang berada di atas pohon mangga. Masimma sangat marah besar terhadapnya, hingga dia dihukum tidur di atas pohon mangga semalaman, sedangkan Lareina dibawa masuk olehnya.Tentu saja Liceo tidak bisa tidur semalam suntuk. Nyamuk dan serangga selalu menggigitnya. Hingga seluruh kulitnya merah dan bentol-bentol. Ketika pagi p
Lareina terlonjak kaget hingga dia melompat dari ranjang dan jatuh ke lantai. Liceo yang melihatnya ikut melompat turun.“Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan.Sementara Lareina menatap nyalang. Dia menepis tangan Liceo, lalu bangkit. “Dasar laki-laki mesum, penjahat kelamin! Kau sengaja kan mencari kesempatan dalam kesempitan?!”“Reina, aku —”“Kau sengaja ingin menggagahiku lagi di saat aku sedang tidur. Begitu? Kau benar-benar brengsek. Aku benar-benar sangat membencimu dan tak akan pernah memaafkanmu!”Setelah mengatakan itu, Lareina berbalik badan dan berlari keluar. Dia berlari menuruni tangga dengan cepat. Kediaman Domani yang sangat luas itu, membuatnya kesulitan mencari pintu keluar.Liceo pun tak kalah cepat mengejarnya. Matanya tertuju pada sosok Lareina yang kini sedang berdiri di belakang rumah. Tempat itu adalah tanah kosong, tapi di bagian belakangnya merupakan perkebunan buah-buahan.Mata Lareina memperhatikan keadaan sekitarnya. ‘Bagaimana caranya aku b
Semenjak Lareina dibawa ke kediaman Domani dan menempati kamar pribadi milik Liceo, lelaki tersebut mengalah dan memilih menempati kamar kosong di sebelah kamarnya.Masimma malam itu menghampiri sang cucu yang tengah melamun di balkon kamar. Dia merasa iba dan tak tega melihat cucu kesayangannya tersebut yang selalu murung dan banyak melamun.Liceo merupakan anak yang ceria dan periang. Namun, semenjak masalah yang dihadapinya dengan Lareina, membuatnya berubah. Perasaan berdosa dan bersalah selalu menghantuinya. Ucapan demi ucapan yang Lareina lontarkan padanya siang tadi, terus terngiang-ngiang di telinganya. Liceo memejamkan mata dan menghirup oksigen dengan kasar.‘Aku benar-benar iblis. Semua yang Reina katakan itu memang benar, aku menyadari dan menerimanya. Aku pemerkosa, aku pembunuh. Yaa … itu memang benar adanya.’‘Akan tetapi, aku benar-benar menyesali perbuatanku itu. Aku ingin mempertanggungjawabkannya. Namun, Reina sangat membenciku. Dia tidak sudi untuk kunikahi.”‘Lal
“Oma, aku —”“Uuhh, sshhh ….”Ketika Liceo akan memberi jawaban pada sang oma, tiba-tiba Lareina siuman. Gadis tersebut duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Wajah dan bibirnya terlihat pucat pasi.“Reina, kau sudah bangun. Minum dulu.” Liceo dengan sigap memberikan segelas air putih.Lareina tidak menerimanya, dia hanya diam sambil menunduk. Masimma melihat pemandangan tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Ceo, lebih baik kau keluar, biar oma saja yang yang mengurusnya.” Masimma mengambil alih gelas tersebut.Dia memberikan air minum itu ke mulut Lareina. Gadis itu perlahan membuka mulutnya dan meminum air tersebut hingga tandas. Dia benar-benar merasakan dahaga.Masimma tersenyum melihatnya, sedangkan Liceo terlongong-longong. Dia tak habis pikir, mengapa di saat dirinya yang memberikan air minum itu, Lareina menolaknya? Tetapi ketika sang oma yang memberikannya, gadis itu langsung mau.Karena Liceo tidak ingin semuanya bertambah kacau, akhirnya dia bergegas
Malam itu di kediaman Domani family, di ruang makan yang sangat luas dan megah, terlihat Lareina sedang makan malam bersama Masimma.Setelah dengan susah payah Masimma merayu Lareina agar mau makan bersama, akhirnya gadis itu memaksakan diri untuk menerimanya. Karena dia merasa tak tega pada wanita tua tersebut.“Reina, ayo, Nak, makanlah yang banyak. Kau belum makan sejak kemarin.” Masimma menaruh berbagai menu makanan di piring Lareina.“Cukup, Oma. Ini makanannya terlalu banyak. Aku tidak terbiasa makan banyak.” Lareina menolak dengan halus.Masimma memandang wajah gadis malang itu. “Memangnya mengapa kau tidak terbiasa makan banyak?”“Karena aku —”Belum selesai Lareina menjawab pertanyaan Masimma, tiba-tiba matanya bersirobok dengan mata elang milik Liceo, yang baru saja masuk ke dalam rumah.Lareina meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegang. Lalu, ia bangkit dan hendak beranjak meninggalkan meja makan. Masimma mengernyitkan dahi melihat perubahan sikap Lareina. Hingga mat
Lareina kembali membabi-buta. Bahkan dia melempari Liceo dengan bantal guling yang ada di ranjang, dan benda apa saja yang ada di dekatnya.Masimma hanya memperhatikan tindakan Lareina terhadap cucu kesayangannya itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dia belum mengetahui titik permasalahan dari keduanya.Lareina kembali histeris. Kini dia melupakan keberadaan Masimma yang masih duduk di sampingnya. Gadis tersebut berdiri dengan tatapan nyalang.“Aku ingin kembali ke rumahku. Ibuku di sana tengah menungguku. Mengapa kau membawaku ke sini, hah?! Aku tidak sudi tinggal dengan penjahat kelamin sepertimu!” Lareina terus berteriak.Masimma mengernyitkan kening mendengar Lareina mengatakan cucunya penjahat kelamin. Pertanyaan demi pertanyaan bercokol dalam benaknya.Dia menatap Liceo yang masih berdiri sambil menghalau benda-benda yang Lareina layangkan padanya.“Aku membencimu laki-laki iblis. Aku sangat membencimu ….” Suara Lareina semakin melemah, hingga akhirnya dia kembali
“Kau —” Mata Lareina membola sempurna ketika ia melihat kehadiran laki-laki yang sangat dibencinya. Bola-bola kristal itu pun sudah siap meluncur dari kelopak matanya. Lareina semakin beringsut mundur, hingga tubuhnya terjatuh dari ranjang. Liceo berlari ke arahnya. “Nona Reina, kau tidak apa-apa?” Liceo mengulurkan tangan. “Jangan mendekat! Jangan sentuh aku! Menjauh dariku!” Lareina berteriak histeris. Kelima maid yang melihat pemandangan itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka bingung dengan apa yang terjadi, sementara Lareina sudah menangis terisak. “Tuan —” Salah satu maid membuka suara. Namun, Liceo mengangkat tangannya. Dia memberi kode agar para maid itu diam dan pergi. Kelima maid itu pun bergegas keluar. Sementara Lareina menangis dengan memeluk lutut. Ia menyusupkan wajah di antara kedua lututnya. Liceo meneguk ludah dengan susah payah, tenggorokannya terasa tercekat. “Nona, a-aku mohon, tolong maafkan kesalahanku. Aku berjanji akan bertanggung jawab. A
“Ibuuu … Ibuuu … jangan tinggalkan Reina, Bu. Reina sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu. Ibu … Reina ingin ikut bersama Ibu ….”Lareina berteriak histeris. Dia menangis dengan sangat memilukan. Siang itu, ibunya sudah dimakamkan di pemakaman umum, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.Para pelayat memenuhi rumah terakhir untuk ibu Lareina. Pemakaman tersebut dilakukan secara Islam. Sebab di desa itu memang mayoritas Muslim. Karena penduduk di desa tersebut merupakan pendatang dari Negara Albania, yang merupakan satu-satunya negara Muslim di Eropa.Para tetangga Lareina berusaha menenangkan gadis tersebut agar berhenti menangis, dan agar berhenti berteriak histeris. Namun, Lareina justru semakin histeris.Sementara Liceo dan Damian, mereka berdiri tak jauh dari makam. Tiba-tiba, mata Lareina tertuju pada kedua pemuda tampan itu. Dia menatap nyalang pada Liceo. Secepat kilat dia berlari ke arahnya.“Laki-laki iblis kau! Kau yang menyebabkan ibuku tiada. Kau jahat. Kau kej