"Beita, kau yang handle ini," Al memberi perintah pada sang tangan kanan. Yang diberi mandat hanya membungkuk penuh kepatuhan. Sementara yang lain hanya bisa saling pandang. "Kau akan bekerjasama dengan rumah sakit yang dikelola dengan Max. Dari sana kita dapatkan orderan. Ingat, by order." Gila! Andai mereka di luar sana tahu apa yang sedang Al dan yang lainnya bicarakan. Ini bukan bisnis makanan atau produk lain. Tapi salah satu bisnis mengerikan yang memang sudah ada sejak dulu. Tentu saja, bisnis seperti ini muncul karena ada permintaan dari pasar. Semakin hari permintaan makin tinggi membuat berbagai kalangan dunia bawah mulai berpikir menjadikannya lahan usaha. "Apa ini tidak terlalu beresiko, kita tahu Beita seperti apa. Terlalu banyak yang dia tahu dan handle akan membuatnya makin berbahaya." Felix mengemukakan sebuah wacana. Dia, Paul dan Max sedang berbincang di lab sang dokter. "Kau mulai meragukan penilaian Al?" Paul balik bertanya. "Tidak, aku hanya mengkhawatirk
"Biarkan dia di sini." Ucap Al tampak santai. Beda dengan Paul, Ara dan Felix yang saling pandang."Al dia belum siap. Mereka boleh berhadapan tapi saat Serena sudah siap. Dan itu bukan sekarang. Ingat, kau harus pikirkan keselamatan Serena."Paul memberi saran. Bersamaan dengan suara heels terdengar kian mendekat. Al memandang Serena yang kebingungan. Tidak tahu situasi seperti apa yang sedang mereka hadapi."Al jika Vasti tahu, Edgar juga tahu," kali ini peringatan Felix membuat Al langsung memberi kode pada Ara.Istri Paul lekas berdiri seraya menarik tangan Serena. Hebat, dengan langkah super cepat, tapi heels Ara tidak menimbulkan bunyi nyaring macam milik Vasti."Tinggal di sini. Jangan keluar sampai kami pergi." Ara memperingatkan Serena sebelum menutup pintu.Serena mengangguk. Membiarkan pintu ditutup Ara, meski dia sempat melihat penampakan perempuan super cantik mendekati Al."Dia siapa," gumam Serena sebelum pintu tertutup sempurna.Sementara itu di meja makan, Al langsung
"Vasti Martinez. Dia yang harus kau lawan."Dahi Serena berkerut dalam. "Lawan? Bertarung begitu?"Max membuka mata, lantas mendorong napas kasar. Bagaimanapun, Serena harus diberitahu soal medan yang harus dia hadapi. Mengharapkan Al akan memberitahu Serena, jangan harap.Omong super irit, sukanya mengintimidasi, mau jalin komunikasi saja susah."Aku beritahu tapi tidak semua. Kalau mau detailnya tanya sama Al."Serena menggeleng cepat. Dia saja berusaha menghindari Al, Max malah menyuruhnya bertanya. Bukan jawaban yang dia dapat, tapi hukuman. Sekali berinteraksi membuat Serena menyimpulkan kalau Al adalah tipe yang suka menghukum orang, membuat orang lain menderita mungkin adalah kesenangan bagi pria itu."Kau tahu pasti kenapa kalian menikah?""Dia ingin menghindari perjodohan. Aaaa, gadis tadi calonnya Al. Cantik gitu, kenapa Al gak mau?" Serena mengetuk dagunya tampak berpikir."Satu Al tidak suka ....""Dia juga tidak menyukaiku.""Diamlah, kau itu beda urusan."Serena ber-ooo
Sunyi memeluk Serena. Gelap jadi temannya. Gadis itu duduk seraya meletakkan kepala diatas tumpukan tangan yang berada di atas lutut. Ucapan Ara soal dirinya yang tidak pernah diinginkan, dibuang jadi penebus hutang. Kembali mengorek luka lama putri Nereida. Dia menangis, tapi cuma sebentar. Air matanya kini kering meski lukanya justru basah kembali. Ruangan yang berubah jadi terang tak membuat Serena mengubah posisinya. Dia tetap duduk dengan pandangan mengarah ke balkon kamar yang terbuka. Suara langkah mendekat berakhir dengan bunyi piring beradu dengan meja. "Makan, berapa kali Max berpesan kau jangan telat makan." Suara Al dingin seperti biasa. Penuh intimidasi macam sebelumnya. Namun Serena tak ingin merespon. Dia setia dengan kebungkamannya. Sepuluh menit berlalu, Al mulai emosi saat Serena sungguh mengacuhkannya. Al turunkan egonya dengan menuruti saran Max untuk membujuk Serena. Max sendiri sudah bercerita soal awal mula dua perempuan tersebut jadi saling jambak.
Al memandang tak terima pada Serena. Kepalanya berdenyut dengan dahi sudah pasti merah. Gadis itu mengadu kening mereka untuk melepaskan diri dari kungkungan Al. Serena tersenyum sinis melihat Al sesekali menyentuh bagian di atas alisnya. Bagian itu memang tampak merah. "Hajar sikit!" Gumam Serena sambil mengunyah makanannya. Buntut dari kejadian tadi adalah Serena sadar kalau dia lapar. Serena sendiri bukan tipe yang malu-malu meong untuk mengakui apa yang dia rasakan. "Apa kau bilang?" Al bertanya, merasa Serena mengatakan sesuatu. "Tidak ada," respon Serena cuek. Sudut bibir Al tertarik. Melihat bagaimana Serena makan dengan lahap. Gadis macam Serena tidak perlu bujukan manis untuk menghilangkan kesedihan atau meredakan kemarahan. Model macam Serena justru ampuh jika diprovokasi dengan kelemahan mereka. Al sepertinya sudah menemukan cara untuk meng-handle Serena, jika sewaktu-waktu tantrum atau bertingkah di luar aturan. Meski ya, kejadian beberapa waktu lalu membuat
Serena tampak asyik dengan kertas berisi desain perhiasan berbagai bentuk. Gelang, kalung, cincin, dan anting, semua ada. Gadis itu tampak tekun. Kegemaran Serena yang satu ini kadang membuat dia seolah tenggelam di dalamnya. Jika sudah begitu, Serena tidak akan mendengar suara lain. Atau dia tidak akan peduli akan hal lain yang terjadi di sekitarnya.Beberapa waktu berada di The Palace. Tidak ada kegiatan lain yang bisa Serena lakukan selain membuat desain. Gadis itu menghela napas setelah beberapa waktu, bosan juga rasanya.Dia ingin keluar, tapi bagaimana jika Al tak mengizinkannya. Kata Max, pria itu sangat susah dibujuk. Namun Max menyarankan agar Serena mencobanya.Putri Nereida sesaat terdiam. Dia kembali teringat akan ibunya. Bagaimana caranya agar dia bisa mencari tahu kabar ibunya. Apa dia baik-baik saja? Atau ....Pikirannya mendadak buntu. Moodnya untuk mendesain sirna seketika. Serena lantas menyimpan semua desainnya. Memasukkannya ke dalam laci lantas menguncinya.Suasa
Al bergerak maju, saat dahan patah. Sudah bisa dipastikan Serena bakal jatuh. Dan benar saja, tubuh gadis itu meluncur turun bersama patahan dahan. Pria tinggi besar tersebut, sigap menangkap raga Serena, sempat menoleh ke belakang, guna memastikan hanya rumpuat tanpa batu kerikil yang jadi tempat landing mereka. Serena menjerit ketakutan, dengan Al lekas mendekap tubuhnya juga melindungi kepala sang gadis. Brukk! Bunyi dua badan di atas rerumputan terdengar. Tapi tak seorangpun mendekat untuk menolong. Anak buah Al sangat tahu, jika sang tuan tidak memanggil, artinya Al tidak mau dibantu. Al dan Serena tampak tersengal. Dada keduanya bergerak naik turun dengan cepat. Tangan Al lekas menurunkan gaun Serena yang tersingkap sampai pinggang. Untungnya gadis itu memakai hot pants hingga hanya pahanya yang terekspose. "Bodoh!" Kata itu terucap begitu saja dari bibir Al. Dia pandangi Serena yang masih terbaring di atas tubuhnya. Satu posisi yang membuat Al menggeram kesal. "Kau y
Malam menjelang puncak, ketika Al melangkah memasuki kamar Serena. Satu kebiasaan yang cepat Al pahami adalah Serena menyukai kegelapan jika suasana hatinya sedang tidak bagus.Al menduganya demikian. Dua kali dia mendapati kamar Serena gelap saat sang gadis marah dan sedih. Pria itu berjongkok di sisi ranjang. Dia mana satu tangan Serena terjulur, memperlihatkan bekas merah penuh luka di punggungnya.Tak ada kata yang terucap, hanya tangan Al yang sibuk bekerja. Olesan benda kental berwarna bening membuat Serena berjengit tapi tak sampai bangun. Sensasi dingin membuat kulit Serena membaik seketika.Ingat, Max adalah dokter sekaligus ilmuwan jenius yang pernah Al temui. Dari otaknya bisa lahir benda berbahaya yang bisa mengancam umat manusia. Sekaligus obat yang sangat mujarab. Salah satunya yang baru saja Serena dapatkan. Sesaat Al memandang paras sang istri yang terlelap. Sudut bibirnya tertarik melihat bibir bengkak Serena.Al perlahan mengeluarkan sebutir pil yang kemudian dia g
"Serius cuma sampai sini? Tidak mau mampir ke rumah."Ravi bertanya ketika dia menghentikan mobil di tepi jalan. Tempat di mana Serena minta diturunkan. Dari jauh Serena bisa melihat Lalita telah menunggu."He em. Ada yang menjemputku. Dan maaf, aku tidak suka ke rumahmu. Trauma."Terus terang Serena berujar. Ravi tertawa dengan ucapan minta maaf mengiringi. Meski setelahnya pria itu mengganti topik."Suamimu membuatku penasaran," cetus Ravi blak-blakan pada akhirnya. "Dia ... cuma pria biasa. Tidak suka bertemu banyak orang."Ravi mendengus tidak percaya. Mana ada "pria biasa" yang memberi dua triliun dollar cuma-cuma. Cuma modal laporan keuangan bulanan dengan sistem bagi bagi hasil yang sangat menguntungkan Alexander Grup."Bikin kepo. Apa kami bisa bertemu dengannya? Bagaimanapun kami ini keluargamu. Papa adalah walimu.""Kak, aku minta maaf soal itu. Pernikahan kami karena ulah keluarga Hernandez. Saat itu aku tidak berani memberitahu kakak, aku takut mereka akan menyakiti ibu."
Bola mata Anthony nyaris keluar dari tempatnya. Ucapan Ravi sama sekali tak masuk akal untuknya. "Omong kosong! Tempat ini milik kami, keluarga Hernandez," tegas lelaki yang masih mempertahankan keangkuhannya."Sejak kapan tempat ini jadi milik kalian?" Serena bertanya setelah diam sejak tadi."Kau tidak akan bisa mengambilnya," cibir Anthony."Kalau begitu Anda harus melihat ini." Pria yang dikenal sebagai pengacara keluarga Alexander bergerak, dia meletakkan sebuah dokumen di meja.Berkas yang langsung dibaca oleh Anthony. Mata pria tersebut melebar. Detik setelahnya, kertas tadi sudah berakhir di lantai jadi serpihan kecil. Anthony baru saja merobeknya "Sekarang tidak lagi, Eternal Diamond milikku. Milik keluarga Hernandez," tegas Anthony."Tidak masalah, yang tadi hanya salinan. Yang asli ada di kantor Alexander Grup. Intinya, Nyonya Nereida Alexander mewariskan Eternal Diamond pada Nyonya Serena Valencia. Kalian tidak berhak ada di sini."Jawaban santai dari sang pengacara memb
Hembusan napas lega terdengar saat dia melihat Al tidur dengan posisi tengkurap. Pria itu pilih tak mengenakan atasan. Hingga bekas luka yang ditutup perban itu terlihat jelas. Satu lagi cidera yang bakal menambah koleksi bekas luka yang Al miliki. Tangan Serena sempat gemetar ketika tadi diminta mengambil proyektil yang tenggelem di punggung Al. Benda itu sudah merobek kulit Al, tapi tertahan oleh lapisan daging di bawahnya. "Bakal sakit," kata Serena ragu. "Lebih sakit waktu benda itu menembus kulitku. Kalau tidak diambil justru nyeri bisa bikin infeksi. Lakukan." Al cuma meringis ketika Serena sedikit menyeruak area kiri dan kanan peluru. Serena ingin berhasil dalam sekali percobaan. Dan iya, dia sukses mengambilnya. "9 mm Luger Parabellum, Glock 19," gumam Serena tanpa sadar, seperti orang kerasukan. Al cukup terkejut mendengar pengetahuan Serena. "Beita sudah mengajarkan hal itu padamu?" "Belum," Serena menggelindingkan benda tadi di atas meja. "Terus kamu tahu dari man
Malam merayap datang. Serena makan malam sendiri, sepertinya semua orang sedang sibuk. Hanya dirinya saja yang nganggur.Dia tadi pulang dijemput Lalita. Perempuan yang kini Serena tahu adalah salah satu bawahan Al. Lalita langsung pergi sebelum Serena sempat bertanya mau ke mana.Dorongan napas kasar terdengar dari arah Serena. Dia bosan memandangi ponselnya yang sejak tadi masih membahas soal Marvel.Begitu video panas muncul dan viral, lelaki itu langsung menghilang dari peredaran. Akunnya juga tidak aktif dengan kolom komentar ditutup.Tak kehilangan akal. Netijreng kini getol menghujat Marvel melalui akun media sosial adiknya. Yang tak lama kemudian ikutan tidak aktif.Serena memandang pohon besar yang ada di seberang kamarnya. "Masak iya malam-malam begini mau manjat pohon. Nanti dikirain kunti beneran."Tapi Serena suka di sana. Betah seharian duduk di dahannya. Apalagi Al sekarang membangun semacam rumah pohon di sana. Masih sederhana tapi cukup nyaman.Pikirannya yang sedang
Serena bergumam kesal, meski hubungannya dengan Paul masih kaku, tapi setidaknya pria itu tidak sedingin Beita."Gara-gara kau, kami harus kerja ekstra." Satu cibiran membuat Serena menoleh.Ah satu lagi manusia menyebalkan yang sampai saat ini belum bisa diajak damai oleh Serena. Salah nding, Serena tak pernah punya niat memperbaiki hubungan dengan perempuan bernama Arabella Sachez.Istri Paul, wanita yang entah sampai kapan akan tetap Serena anggap sebagai hama. Perempuan itu tahu benar, kalau Ara masih terus berusaha mencuri kesempatan untuk mendekati Al.Cemburu? Kata Serena sih tidak. Dia cuma beranggapan, ada ya perempuan tidak tahu malu. Sudah punya suami tapi masih mengincar suami orang lain.Padahal, orang lain bisa menganggap Serena cemburu pada Ara."Kan itu tugas kalian. Kalian dibayar kan untuk melakukan ini semua. Ingat, dibayar." Serena melangkah pergi setelah menekankan kata dibayar.Ara menghentak kesal. Bagaimanapun yang dikatakan Serena benar. Sebagai anak buah Alte
Cukup mengejutkan waktu melihat Marvel Delayota muncul di RD. Serena awalnya "jantungan" tapi kemudian dia mampu menguasai diri.RD adalah kawasan anak buah Al, dia aman. Serena yakin itu."Lalu kenapa? Ada hubungannya denganmu?" Pertanyaan Serena bagai tantangan bagi Marvel.Pria itu sejenak dibuat terpana oleh tampilan cantik Serena. Sembab masih terlihat di wajah Serena. Marvel tahu, gadis di depannya masih bersedih soal ibunya.Namun secara keseluruhan Serena tetap cantik. Dibanding Thalia, jauh."Tentu saja. Dengan begitu, aku lebih mudah menemukanmu," balas Marvel. Sorot matanya tak lepas dari tubuh Serena."Suamimu akan mencongk*l matanya," suara Max terdengar di telinga Serena."Sayangnya dia sedang dinas keluar," sambung Felix memberi info.Serena seketika sadar makna pesan Al tadi pagi. "Cara dia pamit begitu ya," batin Serena. "Bukannya kamu tahu aku ada di sini dari Thalia. Pacarmu itu." Serena begitu santai menghadapi Marvel. Apalagi setelah dia tahu Felix dan Max memant
Serena tak ambil pusing ketika dia masuk kantor RD keesokan harinya, sejumlah temannya berbisik-bisik saat dia masuk ruangan. Sudah biasa dibuli membuat mental Serena sekarang sekuat baja.Gadis itu memang mengalami peningkatan karakter dibandingkan dulu. Sebelum masuk The Palace, Serena tak seberani sekarang. Namun kini, dia siap menghadapi semua yang bakal menyerangnya."Serena, turut berduka ya," ucap Pevi diikuti Nicky. Lisa menyusul setelah keduanya."Terima kasih," balas Serena, dia abaikan Vasti dan Thalia yang saling melempar pandang penuh makna."Maaf, gak bisa hadir di pemakaman ibu kamu," kali ini Nicky yang bicara."Tidak masalah, lagi pula rumahku jauh.""Jauh ya, tapi sempat tu main ke klub malam," celetukan Thalia menarik perhatian."Sempatlah, kenapa? Iri ya cowoknya nguber aku," sindir Serena balik.Thalia lekas mengepalkan tangan. Sungguh dia tidak menyangka jika Serena sudah dijodohkan dengan Marvel Delayota. Salah satu pria yang jadi idaman wanita, bahkan Thalia re
"Eh, jangan keluar! Nanti hilang!" Alterio berteriak kala Serena yang berhasil menghindari tindihannya, pilih kabur.Pria itu turut mengejar, di depan pintu dia melihat Lalita yang tampak bengong."Di mana Serena?""Di-dikejar Sergie," tergagap Lalita menjawab."Ren! Jangan kabur! Nanti digodain gig*lo kamu!" Al memperingatkan Serena lewat antingnya."Kau sama mereka apa bedanya. Hobi nyosor aja. Aduhhh!" Teriakan Serena di ujung sana mematik kepanikan Al. Tempat ini bukan tempat yang tepat untuk Serena. Bahaya bisa datang dari sekitar untuk gadis baik-baik macam Serena."Ren! Kamu di mana? Jawab!"Mode mafia Al on. Pria itu bergerak cepat, mengikuti langkah Lalita berdasar petunjuk Sergie.Di tempat lain, ada Serena yang menganga melihat Thalia sedang berada di pangkuan seorang pria. Meski kerap mendengar cerita soal kelakuan Thalia. Serena tetap syok waktu menyaksikan sendiri bagaimana Thalia berciuman juga menggoyangkan bokongnya di atas paha sang lelaki."Wah lihat siapa ini? An
Uhuk! Serena langsung terbatuk begitu kakinya melangkah masuk ke sebuah tempat, yang aromanya seketika membuat perutnya mual.Felix terbahak dengan Al menggulung senyum."Ini baru pintu masuknya," bisik Al di telinga Serena."Di dalam lebih parah?" Serena memastikan."Bagi kami biasa, entah buatmu." Felix menjawab dari sebelah kiri.Al dan Felix seperti pengawal dengan Sergie dan Lalita mengikuti dari arah belakang. Meski mood Serena masih didominasi sedih, tapi gadis itu bisa tertawa kala melihat Lalita ikut dengannya."Jadi bagaimana? Mau putar haluan?" Tawar Al. Mata elangnya yang tadi sibuk memindai kini kembali memandang Serena.Al tahu benar wajah dibalik masker itu menyembunyikan berbagai ekspresi yang mungkin lucu andai digabung jadi satu.Al bisa melihat raut kepo, cemas, antusias, sekaligus takut berganti-ganti di paras sang istri."Gak ah, sekali-kali pengen tahu yang namanya diskotik, klub malam. Biar gak disebut cupu, udik."Balasan Serena membuat Al dan Felix saling pand