POV LUNABenar kata Mama. Kenapa aku tidak kepikiran sampai situ. Hilang juga Indah dan kedua anaknya dari muka bumi ini, tidak akan ada yang peduli dan mencari keberadaan mereka. Bukankah kalau dia kenapa-kenapa juga supaya dapat diketahui harus ada orang yang melapor kehilangan dia. Menariknya lagi, tidak ada laki-laki sebagai pelindung. Aku tidak rela jika kebahagiaanku terusik Indah. Aku juga tidak rela anakmu mengambil alih yang jug hak anakku!"Ma, lenyapkan Indah. Tidak usah pikirkan uang. Cari pemb***h bayaran yang ahli. Yang bisa menghilangkan jejak. Aku percayakan ini pada Mama. Karena Mama yang lebih paham untuk hal ini," tuturku. Ma langsung mengangkat jempolnya sigap. "Siap," ucap Mama. "Kamu memang seharusnya lenyap dari muka bumi ini, Indah," lirihku. "Betul, supaya tidak ada lagi penghambat kebahagiaan kita," timpal Mama. ..Tin….!Aku menekan klakson mobil saat tiba di depan gerbang rumah. Satpam penjaga gerbang dengan cepat berlari membukakan gerbangnya. Sebab dia
POV INDAH"Kan kita ada Mama, Dira. Mama kita berperan sebagai seorang Ayah juga. Jadi kita bisa ikut lomba dan ceritakan pada semua orang bahwa Ibu kita adalah Ayah kita. Justru Ayah kita itu luar biasa," ucap Rashi. Aku terenyuh. "Siapa yang ngajarin kamu ngomong seperti ini?" tanyaku pada Rashi. "Om Tampan, Mama," jawab Rashi. Aku semakin penasaran dengan lelaki itu. Aku yang mulai penasaran dengannya pun memberanikan diri untuk bertanya perihal kedatangan lelaki itu."Rashi, Om Tampan kalian itu jadi main ke rumah?" tanyaku sedikit gugup. Malu juga kalau harus mempertanyakan dia di depan anak-anak. Entah kenapa aku merasa seolah dekat dengannya meski tidak pernah bertemu. "Datang, Ma. Minggu besok katanya. Aku juga sudah kasih tahu alamat rumah kita pada Om Tampan," jawab Rashi. Nadira terdiam. "Dira sayang, kamu kenapa?" tanyaku. "Gak apa-apa, Ma," jawabnya. Aku tahu dia berbohong karena sebenarnya dia itu sedang memikirkan soal lomba itu. "Nadira, kamu jangan sedih sayang. N
Harta membuat orang butaPOV MAYA"Kita, May," jawab Mas Alif. Anak-anak masih kecil. Kalau Indah mati cepat, kita yang akan urus mereka." "Jangan bilang kita memiliki rencana untuk membunuh Indah, Mas. Dia itu sudah baik banget sama kita. Kualat nanti kita," timpalku. "Ya enggak, May. Itu kan aku cuma lagi ngehayal. Emang kamu pikir membunuh itu juga mudah apa? Berurusan dengan hukum. Ini aja kita udah hidup enak. Jadi bersyukur ajalah. Indah juga gak banyak cingcong. Kok kita mau bunuh dia," ucap Mas Alif. Aku kira dia bakal bikin rencana jahat. Harta Indah mampu membuat otak kami gesrek rupanya."Iya, Mas. Lagi kita tinggal baik-baik aja sama Indah. Dia ini gak punya keluarga. Asal kita bisa ambil hatinya juga apapun pasti keturutan. Cukup kita baik sama dia, kita bisa dianggap keluarga. Dia juga butuh keluarga kan Mas," tuturku. Mas Alif mengangguk. Bersyukur Indah itu orang baik. Mudah memaafkan dan tidak tegaan. Kalau bukan Indah mungkin kami malah sudah ditertawakan menjadi g
"Tamat riwayatmu bagaimana si maksudnya, Luna?!" Ana bertanya dengan raut wajah kesal dan nada suara yang ketus. Membuat Luna semakin takut. Sebab, Mamanya itu hanya mau mendengar kabar menyenangkan saja. Jika kabar yang buruk pasti langsung marah dan kesal. "Mas Reyhan, Ma. Mas Reyhan," jawab Luna sedikit gemetar. "Iya Reyhan kenapa? Ada apa sama Reyhan? Ngomong yang jelas jangan bikin Mama kesal!" semburnya. "Pembantu sialan itu mengalami pendarahan hebat, Ma. Karena golongan darah Mas Reyhan dan dia sama, Mas Reyhan mendonorkan darahnya. Ini gimana, Ma. Bisa ketahuan. Aku gak bisa bayangin gimana marahnya Mas Reyhan, Ma," ucap Luna sedikit frustasi. Sementara Ana tetap terlihat tenang sambil mencari ide untuk menyelamatkan anaknya. "Sudahlah, Lun. Pandai-pandai kamu berkilah lah. Gak mungkin kok ditinggalin sama Reyhan," ucap Ana meyakinkan Luna. Luna pun mulai berpikir keras. Mencari jawaban yang akan disampaikan kepada Reyhan untuk meyakinkannya. "Mama yakin banget. Kamu past
Pagi ini suasana rumah Indah sangat ramai. Semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga. Maya, Alif, Indah, Nadira, Rashi dan ketiga orang yang bekerja dengan Indah. Rumah yang tadinya sepi, kini terasa ramai setelah kedatangan Alif dan Maya beberapa hari ini. "Gimana, anak-anak Mama sudah siap?" tanya Indah pada kedua anaknya. Rashi dan Nadira menjawab sudah siap secara bersamaan. "Mama sebentar ada yang ketinggalan," ucap Nadira."Apa"? tanya Indah. "Om tampan, Ma. Om tampan mau datang memberi dukungan untuk kami. Kemaren Om tampan bilang, jangan lupa telpon Om tampan takut kesiangan. Gitu, Ma," ujar Nadira. Indah mendadak gugup. Entah apa setiap kali anaknya menyebut nama Om Tampan wanita itu seolah merasakan hawa panas di dalam tubuhnya. Sedikit salah tingkah. "Emang, Om Tampan itu mau datang?" Lagi Indah bertanya untuk memastikan. "Iya, Ma. Kan udah Dira bilang, Om tampan mau datang. Makanya Dira mau telpon Om Tampan, Ma," jawab Nadira sembari membuang nafas. "Oh iya sayang,
Rashi berlari menghampiri Nadira. Sementara lelaki itu terus berjalan ke arah Indah. Maya, Alif dan yang lainnya tampak bengong melihat kejadian itu. Termasuk Nadira dan Rashi. "Aku kira kita sampai duluan ke sekolah. Ternyata Om Tampan, Rashi," ucap Nadira cekikikan. "Iya, aku kira juga gitu. Tapi ngomong-ngomong kenapa om tampan kayak jalan menghampiri Mama gitu ya?" Nadira yang bingung pun melontarkan tanya pada kakaknya. "Aku gak tahu, kamu kok tanya aku? Coba yuk tanya tante Maya," ujar Rashi. "Nanti sajalah kita lebih seru tanya ke om tampan langsung," ujar Nadira. "Jangan-jangan Om tampan itu ayah kita?" celoteh Rashi. "Bisa jadi," balas Nadira. "Aku senang kalau beneran," lanjutnya lagi. "Aku juga sama." Rashi masih membalas. Setelah selesai berbicara, mereka pun kembali fokus pada Om tampan dan Mamanya. "Indah," sapa Edwan sambil mengusap bulir bening yang hampir jatuh dari sudut matanya. "Edwan, apa kabar?" balas Indah yang juga melakukan hal sama. Keduanya saling berjab
Indah hendak berlari ke atas panggung menghampiri Nadira. Nalurinya sebagai seorang ibu ingin sekali menenangkan sang anak dan memeluknya. Lalu, berucap bahwa semua akan baik-baik saja. "Ya allah, rasanya sakit sekali. Perih hati ini melihat kesedihan anakku di sana," lirih Indah sesenggukan."Ayahku adalah Ibuku." Indah menghapus air matanya dan fokus pada Nadira saat terdengar suara Nadira. Gadis kecil itu sudah nampak lebih tenang dari sebelumnya. "Maaf, aku tidak bisa melanjutkan ceritaku. Karena aku tidak pernah merasakan seperti apa kasih sayang dari sosok seorang Ayah. Sebab, Ayahku sudah tiada pada saat aku masih berada di dalam kandungan Ibukku. Aku hanya berpartisipasi saja dalam acara ini. Sekalian aku ingin semua orang tahu, kalau aku memiliki seorang ibu yang hebat. Seorang ibu yang berperan sebagai ayah. Seorang ibu yang selalu berjuang untuk kebahagiaanku dan Kakakku layaknya seorang Ayah. Meskipun aku tidak memiliki sosok Ayah, tapi aku tidak pernah kekurangan kasih sa
Menjalankan rencana 1"Luna, hari ini mereka akan melakukan aksinya," bisik Ana di telinga Luna. "Bagus, Ma. Memang sudah sepantasnya hama menjijikan itu segera lenyap dari muka bumi ini," jawab Luna berbisik. Takut sampai terdengar kedua mertuanya. "Semua akan berjalan mulus tanpa jejak apapun," balas Ana lagi membuat Luna ingin tahu maksud dari ucapan Mamanya itu. "Hilang tanpa jejak? Aku yakin mama mempersiapkan dengan penuh kematangan. Lenyaplah kau sialan!" umpat Luna. Kembali wanita itu dan Mamanya duduk dengan tenang. Menunggu pengumuman siapa yang akan menjadi pemenang dalam perlombaan itu. ***"Oke, sekarang tiba waktunya untuk mengumumkan siapa juara pertama dari lomba yang bertema seorang Ayah ini," ucap Pembawa acara. Gebby tersenyum puas karena dia sangat yakin dirinyalah yang memenangkan juara pertama perlombaan ini. Sifat arogan yang dimilikinya memang menurun dari Ibunya. "Nenek yakin gak kalau Gebby itu juara pertamanya?" Dengan PD, Gebby bertanya pada Lendia. "P
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu