Indah mengusap air matanya. Matanya sembab dan dirinya juga masih terisak. Sakit yang dia rasakan. Bayangan kesakitan terus berputar. "Mama!" teriak Nadira dan Rashi secara bersamaan. Tangis Indah kembali pecah saat kedua putrinya berlari cepat dan memeluknya dengan erat. Indah langsung bersimpuh dan menciumi kedua putrinya. "Kalian baik-baik saja? Jangan pernah takut ada Mama di sini," ucapnya masih terus menciumi wajah kedua putrinya secara bergantian. Reyhan dan Edwan yang melihat itu ikut merasakan kesedihan luar biasa.Reyhan ikut bersimpuh di samping Indah kemudian meraih Nadira ke pelukannya. Lelaki itu terus menciumi Nadira sambil mengucapkan kata Maaf. Indah yang memang memiliki hati lembut serta pemaaf itu seolah luluh. Baru kali ini Indah melihat air mata Reyhan tumpah. Edwan sendiri hanya mampu terdiam melihat pemandangan itu. Ada rasa cemburu dan tidak suka tapi lelaki itu hanya bisa terdiam memendamnya. "Nadira, Nadira kangen sama Papa?" tanya Reyhan. Nadira mengangguk
Setelah satu jam menempuh perjalanan, tiba juga Maya dan Alif di kediaman Indah. Namun, keduanya dibingungkan akan pintu gerbang yang terbuka, serta satpam yang tak nampak. Apa mungkin, satpam itu sudah lebih dulu kabur, itu yang Maya dan Alif pikirkan. "Kok pintu gak ditutup sih, sepi juga," ucap Maya bingung. "Udah, masuk aja," ujar Alif. Keduanya pun langsung masuk secara bersamaan. Namun, dikejutkan oleh kedatangan Reyhan dan Edwan. "Duduk, May," ujar Indah tegas. Indah menatap Maya dan Alif dengan tatapan tajam. Siap introgasi membuat perasaan Maya dan Alif tidak enak."Kok, tumben ada Reyhan dan Edwan," tanya Maya setelah duduk. "Iya mereka menyelamatkan saya dari kejahatan kalian!" jawab Indah langsung pada inti. "Tega-teganya kalian berencana membunuh aku dan kedua anakku hanya demi harta! Gak ada otak kalian! Gak punya pikiran. Aku sudah menerima kalian disini, menganggap kalian keluarga karena tidak tega melihat kalian hidup di jalanan! Tapi balasan kalian sungguh di lua
Brak!Reyhan menendang pintu rumah orang tua Luna setibanya disana. Membuat Luna dan Mamanya terperanjat kaget. "Eh, kamu ini, Rey. Gak sopan banget! Datang ke rumah orang tua bukan ucap salam atau apa malah main tendang pintu. Kasar lagi! Kalau rusak bagaimana?" ucap Ana kesal. Ana juga melirik ke arah Reyhan dengan sinis. Hatinya terus mengutuk Reyhan. "Kalau rusak kenapa? Ini rumah saya! Mau saya bakar pun tidak masalah. Toh kalian akan membusuk di penjara!" ketus Reyhan. "Maksud kamu ngomong kaya gitu apa, Mas?" Luna menuntut jawaban. "Jangan pura-pura bodoh kau, Luna!" kesal Reyhan. "Kau menyuruh tiga orang pembunuh bayaran untuk menghabisi Indah dan kedua orang tuanya kan? Gila kamu! Di rumah Indah ada anakku! Ada darah dagingku! Apa maksudmu merencanakan pembunuhan untuk Indah dan kedua anaknya? Apa?!" Luna tak terima mendengar kata-kata yang diucap Reyhan. Meskipun benar, ia tetap berkilah. "Jangan ngacau kamu, Mas! Apa maksud kamu?" balas Luna. Ana sendiri jadi bingung.
"Insting gue gak enak lihat bini lo senyum-senyum sendiri begitu," ucap Edwan penuh curiga. Edwan takut masih ada rencana jahat yang disembunyikan oleh Luna. "Nggak, Wan. Gue yakin udah gak ada. Mungkin Luna menertawakan gue," balas Reyhan. Laki-laki itu berpikir kalau Luna menertawakan keinginan Reyhan untuk kembali pada Indah tidak akan diterima oleh Indah. "Yakin lo?" tanya Edwan. Reyhan mengangguk mantap. Akhirnya Edwan pun berpamitan untuk kembali ke tempat Indah. "Lo suka sama Indah?" Reyhan bertanya. Edwan mengangguk. "Sangat menyukainya. Tidak masalah kan gue dekati Indah? Dia bukan milik siapapun. Apalagi milik lo. Kalian udah lama berpisah," kata Edwan mengingatkan Reyhan. Reyhan diam saja meskipun di dalam hatinya dia tidak Rela Indah jatuh ke tangan Edwan. Bukan hanya Edwan. Tapi dia tidak rela Indah jatuh ke tangan siapapun. "Rey gue cabut dulu." Tanpa jawaban dari Reyhan, Edwan pun langsung nyelonong ke luar. "Reyhan," sapa Papa mertuanya yang datang tiba-tiba mampu
Mobil Reyhan dan mobil Edwan yang membawa rombongan Indah tiba secara bersamaan di depan kantor polisi. Mereka yang terlibat memang diminta datang untuk dimintai keterangan. Tak lama setelah Reyhan dan Gebby turun, rombongan Indah pun turun hingga mereka pun saling menyapa. Rashi dan Nadira yang melihat Gebby dan menganggap Gebby tan langsung tersenyum menyapa Gebby. Melihat, Papa Gebby dan yang lain juga saling bertutur sapa. Namun, bukannya membalas sapaan Rashi dan Nadira dengan senyuman, justru Gebby membuang muka masam. Seolah tak mengenal mereka. "Sombong banget ya, Gebby," bisik Rashi. Nadira hanya mengangguk. "Ya udah biarin aja. Gak usah ditegur," balas Rashi. Semua orang pun masuk bersamaan. Gebby terus memegang tangan Papanya tak mau dilepas. ***Luna, Maya, dan Ana berada dalam satu sel. Kedatangan mereka bertepatan dengan jam berkunjung atau besuk. Sehingga sambil menunggu salah satu dimintai keterangan, yang lainnya meminta izin besuk secara bergantian. "Gara-gara kali
Kenyataan tidak sesuai dalam bayangan. Reyhan pikir dengan memasukkan Luna ke penjara hidupnya akan tenang. Tapi semua diluar dugaan. Reyhan berpikir bisa tinggal di rumah orang tuanya bersama Gebby, justru malah sebaliknya. Ucapan Desi begitu menyakiti Gebby. Hingga akhirnya membuat Reyhan memilih untuk tetap tinggal di rumahnya. Rumah yang biasa diisi oleh keluarga kecilnya sebelum semua hancur karena ulah Luna. "Sayang, Mama memang harus berada di sana supaya Mama jera dengan apa yang telah Mama lakukan. Sikap Mama yang seperti itu sangat membahayakan orang lain. Gebby Papa mohon, Gebby mengerti ya. Mama sudah melakukan kejahatan dan Mama harus bertanggung jawab dengan apa yang telah mama lakukan," tegas Reyhan pada Gebby. Keputusannya tidak bisa diganggu gugat. "Gebby mau Mama titik! Papa harus jemput Mama! Gebby mau Mama!" teriak anak itu membuat hati Reyhan teriris. Gebby terus menangis meminta Luna untuk dikeluarkan dari penjara. Sekuat hati Reyhan berusaha menenangkan tapi t
"Belum juga jam 12 siang, Mama sudah ngomel-ngomel minta menantu. Pakai acara bilang gue gak normal lagi. Biarpun wajar si disangka gak normal. Cewek aja gak pernah punya. Sekalinya ada Novi dulu. Itu Pun gue gak suka dan dia sudah jadi bini orang," lirih Edwan sembari mulai menjalankan mobil menuju rumah Indah. "Aku gak mau tahu, Ndah. Pokoknya kamu harus kasih aku kepastian hari ini," tekadnya bulat akan berbicara pada Indah. Edwan sudah terpepet, jadi dia tidak bisa lagi menunggu datangnya waktu yang tepat. Rambut sudah hampir ubanan masa gak nikah-nikah, itu yang Edwan pikiran. ***Setelah menempuh hampir satu jam perjalanan, tiba juga Edwan di halaman rumah Indah. Namun, dirinya dikagetkan dengan beberapa mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Edwan. Salah satunya sudah dapat Edwan kenali mobil Reyhan. Tapi dua lainnya ia tidak tahu. "Tumben banget siang-siang gini ada tamu," batinnya. Lelaki itu tak langsung masuk ke rumah, ia menyempatkan diri bertanya pada salah satu an
Melamar IndahKedatangan Hanz membuat semua orang kaget. Sebab, yang dibawanya sebuah kotak berwarna merah, yang pasti membuat semua orang sudah dapat menebak apa di dalam kotak itu. Dari semua orang, Reyhan lah yang paling shock dan merasa takut. Takut Indah akan menerima Edwan. Bisa patah hati Reyhan hari ini juga. "Thanks, Hanz," ucap Edwan. Saat Hanz memberikan kotak perhiasan yang di pesan Edwan beberapa jam yang lalu. "Semoga , Bos." Hanz memberikan semangat pada Edwan sebelum beranjak. Edwan sendiri tersenyum dan langsung kembali terfokus pada Indah yang masih diam terpaku dengan kejadian yang tengah dialami. Karena semua ini, tidak pernah terpikir di benak Indah sedikit pun. Meskipun Edwan belum bicara padanya, tapi Indah sudah dapat menebak apa yang ingin Edwan katakan. "Indah Rahmawati." Baru kalimat menyebut namanya saja, Indah langsung deg-degan tak karuan. "Hari ini, di hadapan semua orang, aku melamarmu untuk menjadi istri, dan ibu dari anak-anakku. Aku sudah lelah me