Brak!Reyhan menendang pintu rumah orang tua Luna setibanya disana. Membuat Luna dan Mamanya terperanjat kaget. "Eh, kamu ini, Rey. Gak sopan banget! Datang ke rumah orang tua bukan ucap salam atau apa malah main tendang pintu. Kasar lagi! Kalau rusak bagaimana?" ucap Ana kesal. Ana juga melirik ke arah Reyhan dengan sinis. Hatinya terus mengutuk Reyhan. "Kalau rusak kenapa? Ini rumah saya! Mau saya bakar pun tidak masalah. Toh kalian akan membusuk di penjara!" ketus Reyhan. "Maksud kamu ngomong kaya gitu apa, Mas?" Luna menuntut jawaban. "Jangan pura-pura bodoh kau, Luna!" kesal Reyhan. "Kau menyuruh tiga orang pembunuh bayaran untuk menghabisi Indah dan kedua orang tuanya kan? Gila kamu! Di rumah Indah ada anakku! Ada darah dagingku! Apa maksudmu merencanakan pembunuhan untuk Indah dan kedua anaknya? Apa?!" Luna tak terima mendengar kata-kata yang diucap Reyhan. Meskipun benar, ia tetap berkilah. "Jangan ngacau kamu, Mas! Apa maksud kamu?" balas Luna. Ana sendiri jadi bingung.
"Insting gue gak enak lihat bini lo senyum-senyum sendiri begitu," ucap Edwan penuh curiga. Edwan takut masih ada rencana jahat yang disembunyikan oleh Luna. "Nggak, Wan. Gue yakin udah gak ada. Mungkin Luna menertawakan gue," balas Reyhan. Laki-laki itu berpikir kalau Luna menertawakan keinginan Reyhan untuk kembali pada Indah tidak akan diterima oleh Indah. "Yakin lo?" tanya Edwan. Reyhan mengangguk mantap. Akhirnya Edwan pun berpamitan untuk kembali ke tempat Indah. "Lo suka sama Indah?" Reyhan bertanya. Edwan mengangguk. "Sangat menyukainya. Tidak masalah kan gue dekati Indah? Dia bukan milik siapapun. Apalagi milik lo. Kalian udah lama berpisah," kata Edwan mengingatkan Reyhan. Reyhan diam saja meskipun di dalam hatinya dia tidak Rela Indah jatuh ke tangan Edwan. Bukan hanya Edwan. Tapi dia tidak rela Indah jatuh ke tangan siapapun. "Rey gue cabut dulu." Tanpa jawaban dari Reyhan, Edwan pun langsung nyelonong ke luar. "Reyhan," sapa Papa mertuanya yang datang tiba-tiba mampu
Mobil Reyhan dan mobil Edwan yang membawa rombongan Indah tiba secara bersamaan di depan kantor polisi. Mereka yang terlibat memang diminta datang untuk dimintai keterangan. Tak lama setelah Reyhan dan Gebby turun, rombongan Indah pun turun hingga mereka pun saling menyapa. Rashi dan Nadira yang melihat Gebby dan menganggap Gebby tan langsung tersenyum menyapa Gebby. Melihat, Papa Gebby dan yang lain juga saling bertutur sapa. Namun, bukannya membalas sapaan Rashi dan Nadira dengan senyuman, justru Gebby membuang muka masam. Seolah tak mengenal mereka. "Sombong banget ya, Gebby," bisik Rashi. Nadira hanya mengangguk. "Ya udah biarin aja. Gak usah ditegur," balas Rashi. Semua orang pun masuk bersamaan. Gebby terus memegang tangan Papanya tak mau dilepas. ***Luna, Maya, dan Ana berada dalam satu sel. Kedatangan mereka bertepatan dengan jam berkunjung atau besuk. Sehingga sambil menunggu salah satu dimintai keterangan, yang lainnya meminta izin besuk secara bergantian. "Gara-gara kali
Kenyataan tidak sesuai dalam bayangan. Reyhan pikir dengan memasukkan Luna ke penjara hidupnya akan tenang. Tapi semua diluar dugaan. Reyhan berpikir bisa tinggal di rumah orang tuanya bersama Gebby, justru malah sebaliknya. Ucapan Desi begitu menyakiti Gebby. Hingga akhirnya membuat Reyhan memilih untuk tetap tinggal di rumahnya. Rumah yang biasa diisi oleh keluarga kecilnya sebelum semua hancur karena ulah Luna. "Sayang, Mama memang harus berada di sana supaya Mama jera dengan apa yang telah Mama lakukan. Sikap Mama yang seperti itu sangat membahayakan orang lain. Gebby Papa mohon, Gebby mengerti ya. Mama sudah melakukan kejahatan dan Mama harus bertanggung jawab dengan apa yang telah mama lakukan," tegas Reyhan pada Gebby. Keputusannya tidak bisa diganggu gugat. "Gebby mau Mama titik! Papa harus jemput Mama! Gebby mau Mama!" teriak anak itu membuat hati Reyhan teriris. Gebby terus menangis meminta Luna untuk dikeluarkan dari penjara. Sekuat hati Reyhan berusaha menenangkan tapi t
"Belum juga jam 12 siang, Mama sudah ngomel-ngomel minta menantu. Pakai acara bilang gue gak normal lagi. Biarpun wajar si disangka gak normal. Cewek aja gak pernah punya. Sekalinya ada Novi dulu. Itu Pun gue gak suka dan dia sudah jadi bini orang," lirih Edwan sembari mulai menjalankan mobil menuju rumah Indah. "Aku gak mau tahu, Ndah. Pokoknya kamu harus kasih aku kepastian hari ini," tekadnya bulat akan berbicara pada Indah. Edwan sudah terpepet, jadi dia tidak bisa lagi menunggu datangnya waktu yang tepat. Rambut sudah hampir ubanan masa gak nikah-nikah, itu yang Edwan pikiran. ***Setelah menempuh hampir satu jam perjalanan, tiba juga Edwan di halaman rumah Indah. Namun, dirinya dikagetkan dengan beberapa mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Edwan. Salah satunya sudah dapat Edwan kenali mobil Reyhan. Tapi dua lainnya ia tidak tahu. "Tumben banget siang-siang gini ada tamu," batinnya. Lelaki itu tak langsung masuk ke rumah, ia menyempatkan diri bertanya pada salah satu an
Melamar IndahKedatangan Hanz membuat semua orang kaget. Sebab, yang dibawanya sebuah kotak berwarna merah, yang pasti membuat semua orang sudah dapat menebak apa di dalam kotak itu. Dari semua orang, Reyhan lah yang paling shock dan merasa takut. Takut Indah akan menerima Edwan. Bisa patah hati Reyhan hari ini juga. "Thanks, Hanz," ucap Edwan. Saat Hanz memberikan kotak perhiasan yang di pesan Edwan beberapa jam yang lalu. "Semoga , Bos." Hanz memberikan semangat pada Edwan sebelum beranjak. Edwan sendiri tersenyum dan langsung kembali terfokus pada Indah yang masih diam terpaku dengan kejadian yang tengah dialami. Karena semua ini, tidak pernah terpikir di benak Indah sedikit pun. Meskipun Edwan belum bicara padanya, tapi Indah sudah dapat menebak apa yang ingin Edwan katakan. "Indah Rahmawati." Baru kalimat menyebut namanya saja, Indah langsung deg-degan tak karuan. "Hari ini, di hadapan semua orang, aku melamarmu untuk menjadi istri, dan ibu dari anak-anakku. Aku sudah lelah me
"Apa jawabannya? Jangan bikin aku deg-degan karena senyum kamu yang tidak jelas itu," ucap Edwan sedikit kesal karena sudah tidak sabar lagi dengan jawaban yang diberikan oleh Indah. Melihat Reaksi Edwan, Reyhan melirik kesal. Namun, Edwan tak menghiraukan raut wajah Reyhan yang tak suka. Intinya, yang Edwan rasakan adalah keinginan Indah dapat menerimanya. "Ih, kalem aja dong nanyanya," balas Indah sedikit kesal. "Ya mangkanya kamu cepetan kasih aku jawaban. Yang pasti tapi. Kalau enggak ya nggak, kalau iya ya iya. Jangan digantung dengan ucapan belum siap kayak biasanya. Aku gak mau kaya gitu." Edwan tak kalah sewot. Membuat Reyhan angkat bicara. "Santai, Wan. Biarin Indah kasih jawaban." Reyhan menimpali. "Gimana, Ndah. Mau nggak?" Edwan kembali mengulang pertanyaannya. "Lama banget si," lanjutnya meggerutu. Raut wajahnya begitu menggemaskan. Membuat Indah ingin menertawakannya. Indah menarik nafas dalam. Kemudian menghembuskannya pelan. Sementara Edwan jantung dan dan hatinya
Malang ….Maaf Sayang. Mama gak bisa," jawab Indah. Nadira menunduk kecewa. "Tapi, Ma. Kasihan Gebby. Di terus kepikiran Mamanya. Sampai gak mau makan dan jatuh sakit. Kalau nanti Gebby kenapa-napa gimana?" Nadira kembali bertanya pada Mamanya. Gadis kecil itu benar-benar merasa tidak tega padi adik tirinya itu. Sifat tidak tega-nya menurun dari sang Mama. Sebenarnya Indah juga kasihan pada Luna dan Gebby. Tapi jika Indah membebaskan Luna, wanita itu tidak akan pernah jera. "Ma," lirih Nadira lagi. "Sayang, untuk ini Mama tidak bisa menuruti keinginan, Nadira. Untuk memaafkan, Mama sudah maafkan. Tapi untuk mengeluarkan Tante Luna dari penjara, tidak akan pernah Mama lakukan. Orang jahat harus mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sudah tahu ini salah dan akan mendapat konsekuensi, kenapa tetap dilakukan. Bukankah allah memberi kita otak untuk berpikir? Kita bisa memilih mana yang baik mana yang tidak. Jika memilih hal tidak baik, itu pasti ada konsekuensinya. Orang yang jahat, teta