"Apa ini pakai bawa tas segala. Dari tadi Ibu perhatiin Akmal sibuk mondar-mandir ngangkat barang." Bu Siska menatap malas pada menantunya. "Kamu yang bujuk Akmal biar pergi dari sini?!""Bu, aku bukan anak kecil lagi. Sekarang pun sudah punya keluarga sendiri. Bukannya Ibu selalu maksa aku nikah? Setelah menikah, tentu punya rumah sendiri biar enak. Ada privasi, Zanna juga nggak sungkan kalau diam aja di kamar."Akmal harus membela sang istri karena tahu bagaimana sifat ibunya. Jika hanya diam, maka dia tentu saja tidak layak disebut sebagai suami.Bukan berarti Akmal ingin menjadi durhaka. Tidak. Dia hanya ingin melindungi istrinya tanpa harus menyakiti sang ibu. Namun, jika terdesak, maka lelaki itu tidak punya pilihan lain."Lihat adik kamu si Ricky. Dia betah tinggal di sini sama istrinya. Ya, kecuali sekarang karena mereka tinggal di rumah orang tua Nafiza lagi, gantian. Kalian ini malah mau pisah rumah. Mertua kamu nggak ada di Indonesia juga, 'kan?" Bu Desi mengerucutkan bibir
Suster Desi menggelengkan kepala berulang kali. Dia menatap sendu pada wanita berambut ikal itu, berharap masih diberi kesempatan. "Demi Allah, Bu. Saya nggak ada maksud menyinggung perasaan siapa pun. Saya ... saya menyayangi Alvino. Bu Za mungkin tahu bagaimana perasaan seorang istri yang tidak bisa menjadi ibu walau sekali.""Jadi, maksudmu ...?""Jangan pecat saya, Bu. Saya sangat butuh pekerjaan ini. Saya menatap takjub pada Alvino karena terlahir dari orang tua yang begitu sayang dan peduli padanya. Saya tidak ada maksud lain, Bu!" Wanita itu mengatup kedua tangan di depan dada.Zanna merasa kasihan. Tentu saja dia mengerti bagaimana rasanya seorang istri yang belum berkesempatan menjadi ibu. Dulu pun dia selalu mendapat hinaan karena tidak kunjung hamil, padahal kesalahan ada pantan suami.Mendengkus, Zanna menjawab, "baiklah. Lakukan pekerjaanmu dengan baik. Jangan coba-coba menyakiti Alvino!"Senyum tipis terbit di wajah Suster Desi. Dia mengangguk senang sekali sampai keperg
Bab 102Sebagai seorang wanita, Zanna tetap saja sama pada umumnya. Ketika tidak senang pada satu hal, kemudian merajuk, maka bisa berlangsung sampai dua atau tiga hari. Hal tersebut membuat Akmal bingung sendiri harus melakukan apa lagi.Setelah kisah di masa lalu, Zanna menjadi orang yang paling dicintai. Berbagai cara telah dia lakukan agar sang istri tidak lagi memanyunkan bibir atau mendelik kesal ketika Akmal mencoba melontarkan rayuan maut.Hari ke empat, lima bahkan enam pun telah berlalu dan wanita itu masih tetap pada pendirian. Di kantor, Akmal selalu berusaha fokus dan tetap mengirim kabar pada sang istri walaupun tidak menerima respon. Sekarang, mengajak liburan pun mendapat penolakan dengan alasan Alvino harus di rumah."Selamat datang, Nafiza!" sambut Zanna melebarkan senyum ketika melihat sepasang suami istri mengikuti langkah Mbok Sumi. "Ternyata ada tamu istimewa. Kenapa nggak ngabarin kalau mau ke sini? Biar dimasakin apa gitu.""Nggak, Mbak. Takutnya merepotkan. Ak
"Harus banget, ya, ngusir mereka?" Zanna bertanya kesal karena pembicaraannya dengan Nafiza harus berakhir."Kalau kamu jadi aku, mungkin akan memukul atau membunuh Ricky.""Maksudmu?"Akmal menghela napas panjang. Hubungan antara dia dengan sang istri masih belum baik dan adiknya malah datang memperkeruh keadaan. Namun, itu tidak bisa dibiarkan. Jika Akmal hanya diam, maka solusi tidak akan pernah datang dan Zanna semakin tenggelam dalam kesalahpahaman.Tangan kekarnya menarik lembut Zanna menuju kamar di mana Alvino berada. Anak yang tampan, dia bahkan bisa tenang ketika ada masalah antara mama dan papanya."Tadi, waktu kamu sama Nafiza mengobrol di kamar, aku mau menyusul, tetapi Ricky bilang mau membicarakan sesuatu yang penting. Akhirnya, kita berdua duduk di ruang tamu dan kamu tahu apa yang disampaikan bajingan itu?!"Zanna memicingkan mata, mencoba mencari kebohongan pada diri suaminya. Akan tetapi, nihil sehingga dia memilih menggeleng. Meski demikian, tetap saja timbul rasa
Zanna menggeleng tidak percaya. Wajah itu baru sekali dia temui seumur hidup, sedikit kemungkinan mereka ada hubungan di masa lalu. Akan tetapi, apakah di dunia yang begitu luas tersebut memiliki kemungkinan dua orang dengan suara serupa bahkan sangat mirip?Dulu, Zanna punya saudara sepupu kembar tiga. Masing-masing dari mereka berbeda suaranya. Jadi, sekalipun mirip hampir seratus persen, tetapi bisa dibedakan dengan suara. Orang yang memakai niqab di luar sana pun bisa dikenal hanya dengan mendengarnya berbicara. Lantas, apa sekarang suatu kebetulan atau kehendak Tuhan?"Kenapa? Kamu nggak percaya kalau kita akan bertemu dengan cara seperti ini?" Wanita itu semakin mengikis jarak, sedangkan Zanna memilih mundur."Sekarang kamu takut?" Dia tersenyum miring. "Tenang saja, aku nggak niat balas dendam.""Nila. Kamu Nila, 'kan?" tebak Zanna masih ragu.Siapa sangka, dia mengangguk. Ada banyak perbedaan dari rupanya. Hidung menjulang dengan
Pukul delapan malam, Zanna sudah tiba di depan tempat berkumpulnya para wanita malam. Ada keraguan di dalam hati, tetapi demi bisa menemukan jawaban, dia harus datang langsung ke tempat itu.Melewati pintu utama, Zanna disambut oleh pemandangan yang ... tentu saja tidak enak dipandang. Beberapa wanita berpakaian seksi tengah bergelayut manja pada lelaki yang tentu saja bukan suaminya. Namin, bukan itu tujuan Zanna ke sana."Halo, Cantik!" Seorang wanita paruh baya tersenyum ramah padanya.Bibir merah menyala dengan pakaian minim menampilkan belahan dada. Zanna mundur selangkah untuk memberi jarak. Bukan karena dia merasa sebagai manusia paling suci di dunia, melainkan merasa risih saat dagunya dicolek."Ada perlu apa? Butuh bantuan Mami? Biasanya wanita yang datang ke sini itu selalu nyari Mami, minta bantuan. Ketemu Mami nggak semudah tersenyum loh, Sayang. Katakan, kamu mau apa?""Iya, aku mau ketemu Mami. Mami tahu nama-nama pelanggan dan siapa yang dia pesan, 'kan?""O jelas." Wan
Zanna tidak langsung membalas pesan itu karena ponselnya tiba-tiba lowbat. Dia memilih membersihkan diri saja agar merasa segar. Cukup lima belas menit saja sudah bisa membuat Zanna tampil lebih cantik natural.Sekarang dia melangkah panjang menuju kamar di mana Alvino berada. Suster Desi masih di sana, berusaha membuat bayi tampan dengan satu telinga itu tertawa. Ada rasa cemburu beradu di dalam dada. Mengapa? Padahal wanita itu hanya melaksanakan tugasnya."Eh, Ibu sudah datang?" Suster Desi berdiri. "Alvino rupanya sangat pintar, Bu. Dia juga ceria dan tidak mudah menangis."Zanna hanya mengangguk, enggan menanggapi terlebih mengingat bahwa bayi itu bernasab pada Akmal. Sosok lelaki yang begitu dia cintai, bahkan mengajaknya kembali kepada Tuhan. Namun, siapa sangka semua adalah kamuflase demi menyembunyikan kebusukannya.Mendekat pada Alvino yang tersenyum menampilkan gusi tanpa gigi. Sejumput nyeri merebak cepat di dalam dada. Dia sangat tampan, begitu mirip dengan Akmal. Sekarang
Akmal bergeming dan itu membuat Zanna semakin bingung. Apa yang sedang dipikirkan oleh sang suami? Kenyataan telah menampar dirinya, menenggelamkan begitu kejam sampai ke dasar samudera.Cinta memang menyakitkan dan Zanna kembali terluka dengan cara yang sama. Mengapa, mengapa selalu menjadi korban pengkhianatan? Tidakkah cukup dengan satu wanita? Sungguh, wanita malang itu belum pernah menemukan sosok lelaki paling setia serta menjaga diri untuk istri di rumah."Aku tahu. Anak yang aku lahirkan tidak sempurna seperti anak lain di luar sana. Telinganya cuma satu dan kamu pasti malu mengakuinya. Benar kata Ibu, aku memang harus ikhlasin kamu menikah lagi.""Zanna ....""Tapi bukan dengan cara datang ke tempat pelacuran itu, Mas!" teriak Zanna frustrasi.Timbul pertanyaan di dalam benak. Di luar sana, apa hanya dirinya yang menerima luka berulang? Sungguh, Zanna teramat terpuruk mengingat semua kenyataan tentang suaminya. Mencoba berpikir positif pun rasanya percuma. Pada akhirnya, Zann
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag