Akmal bergeming dan itu membuat Zanna semakin bingung. Apa yang sedang dipikirkan oleh sang suami? Kenyataan telah menampar dirinya, menenggelamkan begitu kejam sampai ke dasar samudera.Cinta memang menyakitkan dan Zanna kembali terluka dengan cara yang sama. Mengapa, mengapa selalu menjadi korban pengkhianatan? Tidakkah cukup dengan satu wanita? Sungguh, wanita malang itu belum pernah menemukan sosok lelaki paling setia serta menjaga diri untuk istri di rumah."Aku tahu. Anak yang aku lahirkan tidak sempurna seperti anak lain di luar sana. Telinganya cuma satu dan kamu pasti malu mengakuinya. Benar kata Ibu, aku memang harus ikhlasin kamu menikah lagi.""Zanna ....""Tapi bukan dengan cara datang ke tempat pelacuran itu, Mas!" teriak Zanna frustrasi.Timbul pertanyaan di dalam benak. Di luar sana, apa hanya dirinya yang menerima luka berulang? Sungguh, Zanna teramat terpuruk mengingat semua kenyataan tentang suaminya. Mencoba berpikir positif pun rasanya percuma. Pada akhirnya, Zann
"Sekarang Bapak boleh bicara!" Mami Poppy mengucapkan itu sambil meminta dengan isyarat agar mereka berdua duduk di sofa.Akmal menghela napas. Dia benar-benar tidak menduga akan satu hal. Lihatlah betapa berubahnya Zanna. Kini, ada sesuatu yang bersarang di dalam otak. Benang merahnya akan segera ditemukan."Sayang, aku bisa loh malam ini. Sampai pagi bahkan nambah satu malam pun oke!" ujar Nila dengan suara manja sambil sesekali melirik pada tempat di mana mantan kakak iparnya bersembunyi.Gadis licik itu sengaja ingin memanas-manasi hati Zanna. Sebuah kesempatan besar tidak boleh dibuang begitu saja meskipun nanti Nila akan mendapat masalah."Aku nggak tahu kalau kamu itu Nila–""Makanya berani mesan aku, kan, Mas?" potong Nila cepat, "maaf karena aku penasaran. Hari itu aku datang ke rumah kamu, Mas. Eh, malah ketemu sama Mbak Za. Dia pasti udah curiga tuh dan semoga aja kita nggak ketahuan. Kita itu saling membutuhkan, Mas. Aku butuh duit dan kamu butuh seseorang yang bisa mengha
"Zanna, kita harus menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Kalau kamu pergi sekarang, kapan kita bahas? Selamanya kita akan berada dalam kesalahpahaman tak berujung dan ingat ...." Akmal menatap lekat istrinya. "Aku tidak akan pernah menceraikan kamu!""Kita harusnya sudah selesai sejak kamu berpikir untuk mendua, Mas. Kehadiran Nila dalam rumah tangga kita menjadi jawaban. Kenapa harus dibahas lagi kalau semua sudah jelas? Aku akan pulang ke rumah papa membawa Alvino dan Suster Desi.""Tolong jangan mengedepankan ego, pikirkan tentang anak kita. Sesuatu yang kamu lihat belum tentu sesuai kenyataan. Baiklah, aku membenarkan tentang Ibu yang minta aku nikah lagi, tetapi nggak pernah setuju. Tentang Nila, itu semua jebakan. Coba kamu pikir baik-baik, dia adalah adik dari masa lalumu. Tentu saja gadis itu mau balas dendam karena kita sudah ngebuat dia kenal sama Falen, ibunya gila dan kakaknya meninggal. Kamu pikir dia akan menerima takdir itu dengan mudah?Tidak, Za. Dia pasti s
Keesokan harinya, Akmal benar-benar memutuskan untuk tinggal di rumah karena khawatir sesuatu terjadi pada rumah tangganya. Dia belum bisa menebak siapa pemilik nomor yang seolah mengancam tadi malam meskipun sudah mengecek di aplikasi Get Contact."Pak, Ibu siap-siap kayak mau pergi!" Mbok Sumi memberitahu dengan raut wajah khawatir.Wanita paruh baya itu melanggar aturan dari Zanna tadi bahwa apa pun yang dia lakukan tidak boleh dilapor pada Akmal. Namun, ketakutannya akan satu hal terus mengganggu membuat Mbok Sumi tidak bisa tenang apalagi tetap diam.Beruntung Akmal segera berlari ke luar kamar. Dia melihat istrinya sedang membawa koper menuju mobil. Mengikuti dengan perasaan gundah, Akmal berhasil mencekal tangan sang istri."Za, jangan pergi!""Sepanjang malam aku udah mikirin, Mas. Kita emang nggak pantes bersama. Ada atau tidak aku di sini sama sekali nggak ada bedanya. Kita cuma menunda perpisahan dan lukanya akan selalu sama bahkan mungkin makin terluka.""Jangan memutuskan
"Sayang, kamu udah nggak marah lagi, 'kan? Kamu percaya kalau foto itu editan dan memang sengaja dibuat untuk menjebak dan memisahkan kita, 'kan?"Zanna mendengkus kesal, lantas bergegas masuk kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti karena sang suami justru membawa ke kamar mereka. Tentu saja, Akmal tidak ingin keretakan rumah tangganya beredar cepat apalagi diketahui oleh pekerja di sana.Mereka saling menatap tajam. Emosi tiba-tiba membuncah. Lelaki itu pun seperti habis kesabaran. Berulang kali berusaha menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah datang atau memesan siapa pun di rumah bordil, tetapi Zanna tetap saja enggan percaya."Aku harus bilang apa baru kamu percaya?""Buktikan!""Belum cukup bukti dengan aku mendatangi rumah bordil dan–""Tidak ada yang tahu kamu bener ke sana atau enggak. Tadi Nila berani datang, itu berarti memang ada peluang untuk kalian bersama. Di saat yang tepat. Mungkin ... kamu emang sengaja ngabarin dia buat datang ke sini supaya tekadku
"Sayang, kamu mau ke mana?""Bukan urusan kamu!" jawab Zanna semakin mempercepat langkah keluar dari kamar.Dia terus saja melirik jam tangan yang bertengger di lengan kiri sambil terus menggerutu. Bagaimana tidak, sejak tadi Akmal terus saja menjadi penguntit sehingga membatasi pergerakan sang istri. Belum lagi sang anak yang meminta di temani hingga terlelap.Dia telat. Untung saja seseorang di kafe yang sudah menunggu sejak lima menit lalu mengaku memahami dan merasa tidak masalah. Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan menuju tempat yang dimaksudkan.Lelaki itu terus saja menunggu, mengabaikan panggilan dari kantor untuk segera ke sana pagi tadi. Dia tidak akan meninggalkan rumah hari ini bahkan menepis rasa penasaran tentang keberadaan Zanna. Dia sudah pergi selama satu jam, meskipun sang anak tidak menangis, bukankah sudah menjadi kewajiban untuk mengabari?"Pak, ada tamu di depan. Katanya dia ibunya Bapak."Akmal mengangkat kepala, menatap lekat pada Suster Desi. "
"Ibu kenapa berubah? Dulu tuh seneng banget waktu tahu aku bakal nikah sama Zanna yang notabene-nya anak orang kaya dan juga cantik. Sekarang malah nyuruh pisah. Ada apa?""Pake nanya lagi. Gara-gara anak di gendongan kamu lah. Ibu malah curiga kalau Zanna itu melahirkan anak orang lain. Keluarga kita nggak ada yang cacat kayak gitu loh!"Akmal menghela napas kasar sebelum meletakkan putranya di ranjang. Alvino terlelap, terlihat tenang. Sang ayah berharap anak itu tumbuh dengan mental kuat nantinya."Tolong hilangkan pikiran itu, Bu. Alvino bukan cuma anak Zanna, tapi anak aku juga. Please, jangan seolah-olah menyalahkan Zanna doang. Emang yang menciptakan manusia itu Zanna? Kalau saja dia, pasti Alvino lahir dengan sempuarna. Ibu mana yang mendambakan putra-putrinya lahir dalam keadaan cacat, Bu?"Tanpa jawaban. Bu Siska memilih ke dapur saja untuk mengalihkan pikiran. Sang menantu yang sudah paham serta serba salah hanya bisa mengikuti mertuanya untuk ikut memasak. Sejak dulu, Bu S
"A-apa maksud Mbak Zanna?" Nafiza bertanya dengan mata berkaca-kaca.Wanita itu tentu saja terluka mendengar penyataan dari kakak iparnya. Tiba-tiba ada prasangka bahwa Akmal mengusir adiknya hari itu karena masalah tentang rumah tangga atau niar menikah lagi.Menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan demi menenangkan hati agar amarah tidak langsung meledak. Nafiza tidak ingin gegabah apalagi selama ini suaminya mengaku setia dan tidak suka bermain hati."Ricky punya niat menikah lagi karena kamu sampai sekarang belum pernah hamil, Nafiza. Dia juga ngebujuk Mas Akmal buat ninggalin aku hari itu, makanya Mas Akmal marah sampai memukul dan mengusirnya. Kamu ingat? Dan itu semua bermula dari hasutan Ibu.""Eh, main nuduh Ibu aja. Kapan Ibu bilang begitu? Ada bukti nggak?""Cukup!" potong Akmal semakin kesal.Dia menatap Ibu dan istrinya bergantian. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Tidak mungkin dia meminta wanita tua itu pergi sekarang dan mustahil untuk menyakiti Zanna karena ap