Zanna menggeleng tidak percaya. Wajah itu baru sekali dia temui seumur hidup, sedikit kemungkinan mereka ada hubungan di masa lalu. Akan tetapi, apakah di dunia yang begitu luas tersebut memiliki kemungkinan dua orang dengan suara serupa bahkan sangat mirip?Dulu, Zanna punya saudara sepupu kembar tiga. Masing-masing dari mereka berbeda suaranya. Jadi, sekalipun mirip hampir seratus persen, tetapi bisa dibedakan dengan suara. Orang yang memakai niqab di luar sana pun bisa dikenal hanya dengan mendengarnya berbicara. Lantas, apa sekarang suatu kebetulan atau kehendak Tuhan?"Kenapa? Kamu nggak percaya kalau kita akan bertemu dengan cara seperti ini?" Wanita itu semakin mengikis jarak, sedangkan Zanna memilih mundur."Sekarang kamu takut?" Dia tersenyum miring. "Tenang saja, aku nggak niat balas dendam.""Nila. Kamu Nila, 'kan?" tebak Zanna masih ragu.Siapa sangka, dia mengangguk. Ada banyak perbedaan dari rupanya. Hidung menjulang dengan
Pukul delapan malam, Zanna sudah tiba di depan tempat berkumpulnya para wanita malam. Ada keraguan di dalam hati, tetapi demi bisa menemukan jawaban, dia harus datang langsung ke tempat itu.Melewati pintu utama, Zanna disambut oleh pemandangan yang ... tentu saja tidak enak dipandang. Beberapa wanita berpakaian seksi tengah bergelayut manja pada lelaki yang tentu saja bukan suaminya. Namin, bukan itu tujuan Zanna ke sana."Halo, Cantik!" Seorang wanita paruh baya tersenyum ramah padanya.Bibir merah menyala dengan pakaian minim menampilkan belahan dada. Zanna mundur selangkah untuk memberi jarak. Bukan karena dia merasa sebagai manusia paling suci di dunia, melainkan merasa risih saat dagunya dicolek."Ada perlu apa? Butuh bantuan Mami? Biasanya wanita yang datang ke sini itu selalu nyari Mami, minta bantuan. Ketemu Mami nggak semudah tersenyum loh, Sayang. Katakan, kamu mau apa?""Iya, aku mau ketemu Mami. Mami tahu nama-nama pelanggan dan siapa yang dia pesan, 'kan?""O jelas." Wan
Zanna tidak langsung membalas pesan itu karena ponselnya tiba-tiba lowbat. Dia memilih membersihkan diri saja agar merasa segar. Cukup lima belas menit saja sudah bisa membuat Zanna tampil lebih cantik natural.Sekarang dia melangkah panjang menuju kamar di mana Alvino berada. Suster Desi masih di sana, berusaha membuat bayi tampan dengan satu telinga itu tertawa. Ada rasa cemburu beradu di dalam dada. Mengapa? Padahal wanita itu hanya melaksanakan tugasnya."Eh, Ibu sudah datang?" Suster Desi berdiri. "Alvino rupanya sangat pintar, Bu. Dia juga ceria dan tidak mudah menangis."Zanna hanya mengangguk, enggan menanggapi terlebih mengingat bahwa bayi itu bernasab pada Akmal. Sosok lelaki yang begitu dia cintai, bahkan mengajaknya kembali kepada Tuhan. Namun, siapa sangka semua adalah kamuflase demi menyembunyikan kebusukannya.Mendekat pada Alvino yang tersenyum menampilkan gusi tanpa gigi. Sejumput nyeri merebak cepat di dalam dada. Dia sangat tampan, begitu mirip dengan Akmal. Sekarang
Akmal bergeming dan itu membuat Zanna semakin bingung. Apa yang sedang dipikirkan oleh sang suami? Kenyataan telah menampar dirinya, menenggelamkan begitu kejam sampai ke dasar samudera.Cinta memang menyakitkan dan Zanna kembali terluka dengan cara yang sama. Mengapa, mengapa selalu menjadi korban pengkhianatan? Tidakkah cukup dengan satu wanita? Sungguh, wanita malang itu belum pernah menemukan sosok lelaki paling setia serta menjaga diri untuk istri di rumah."Aku tahu. Anak yang aku lahirkan tidak sempurna seperti anak lain di luar sana. Telinganya cuma satu dan kamu pasti malu mengakuinya. Benar kata Ibu, aku memang harus ikhlasin kamu menikah lagi.""Zanna ....""Tapi bukan dengan cara datang ke tempat pelacuran itu, Mas!" teriak Zanna frustrasi.Timbul pertanyaan di dalam benak. Di luar sana, apa hanya dirinya yang menerima luka berulang? Sungguh, Zanna teramat terpuruk mengingat semua kenyataan tentang suaminya. Mencoba berpikir positif pun rasanya percuma. Pada akhirnya, Zann
"Sekarang Bapak boleh bicara!" Mami Poppy mengucapkan itu sambil meminta dengan isyarat agar mereka berdua duduk di sofa.Akmal menghela napas. Dia benar-benar tidak menduga akan satu hal. Lihatlah betapa berubahnya Zanna. Kini, ada sesuatu yang bersarang di dalam otak. Benang merahnya akan segera ditemukan."Sayang, aku bisa loh malam ini. Sampai pagi bahkan nambah satu malam pun oke!" ujar Nila dengan suara manja sambil sesekali melirik pada tempat di mana mantan kakak iparnya bersembunyi.Gadis licik itu sengaja ingin memanas-manasi hati Zanna. Sebuah kesempatan besar tidak boleh dibuang begitu saja meskipun nanti Nila akan mendapat masalah."Aku nggak tahu kalau kamu itu Nila–""Makanya berani mesan aku, kan, Mas?" potong Nila cepat, "maaf karena aku penasaran. Hari itu aku datang ke rumah kamu, Mas. Eh, malah ketemu sama Mbak Za. Dia pasti udah curiga tuh dan semoga aja kita nggak ketahuan. Kita itu saling membutuhkan, Mas. Aku butuh duit dan kamu butuh seseorang yang bisa mengha
"Zanna, kita harus menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Kalau kamu pergi sekarang, kapan kita bahas? Selamanya kita akan berada dalam kesalahpahaman tak berujung dan ingat ...." Akmal menatap lekat istrinya. "Aku tidak akan pernah menceraikan kamu!""Kita harusnya sudah selesai sejak kamu berpikir untuk mendua, Mas. Kehadiran Nila dalam rumah tangga kita menjadi jawaban. Kenapa harus dibahas lagi kalau semua sudah jelas? Aku akan pulang ke rumah papa membawa Alvino dan Suster Desi.""Tolong jangan mengedepankan ego, pikirkan tentang anak kita. Sesuatu yang kamu lihat belum tentu sesuai kenyataan. Baiklah, aku membenarkan tentang Ibu yang minta aku nikah lagi, tetapi nggak pernah setuju. Tentang Nila, itu semua jebakan. Coba kamu pikir baik-baik, dia adalah adik dari masa lalumu. Tentu saja gadis itu mau balas dendam karena kita sudah ngebuat dia kenal sama Falen, ibunya gila dan kakaknya meninggal. Kamu pikir dia akan menerima takdir itu dengan mudah?Tidak, Za. Dia pasti s
Keesokan harinya, Akmal benar-benar memutuskan untuk tinggal di rumah karena khawatir sesuatu terjadi pada rumah tangganya. Dia belum bisa menebak siapa pemilik nomor yang seolah mengancam tadi malam meskipun sudah mengecek di aplikasi Get Contact."Pak, Ibu siap-siap kayak mau pergi!" Mbok Sumi memberitahu dengan raut wajah khawatir.Wanita paruh baya itu melanggar aturan dari Zanna tadi bahwa apa pun yang dia lakukan tidak boleh dilapor pada Akmal. Namun, ketakutannya akan satu hal terus mengganggu membuat Mbok Sumi tidak bisa tenang apalagi tetap diam.Beruntung Akmal segera berlari ke luar kamar. Dia melihat istrinya sedang membawa koper menuju mobil. Mengikuti dengan perasaan gundah, Akmal berhasil mencekal tangan sang istri."Za, jangan pergi!""Sepanjang malam aku udah mikirin, Mas. Kita emang nggak pantes bersama. Ada atau tidak aku di sini sama sekali nggak ada bedanya. Kita cuma menunda perpisahan dan lukanya akan selalu sama bahkan mungkin makin terluka.""Jangan memutuskan
"Sayang, kamu udah nggak marah lagi, 'kan? Kamu percaya kalau foto itu editan dan memang sengaja dibuat untuk menjebak dan memisahkan kita, 'kan?"Zanna mendengkus kesal, lantas bergegas masuk kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti karena sang suami justru membawa ke kamar mereka. Tentu saja, Akmal tidak ingin keretakan rumah tangganya beredar cepat apalagi diketahui oleh pekerja di sana.Mereka saling menatap tajam. Emosi tiba-tiba membuncah. Lelaki itu pun seperti habis kesabaran. Berulang kali berusaha menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah datang atau memesan siapa pun di rumah bordil, tetapi Zanna tetap saja enggan percaya."Aku harus bilang apa baru kamu percaya?""Buktikan!""Belum cukup bukti dengan aku mendatangi rumah bordil dan–""Tidak ada yang tahu kamu bener ke sana atau enggak. Tadi Nila berani datang, itu berarti memang ada peluang untuk kalian bersama. Di saat yang tepat. Mungkin ... kamu emang sengaja ngabarin dia buat datang ke sini supaya tekadku