Keesokan harinya, Akmal benar-benar memutuskan untuk tinggal di rumah karena khawatir sesuatu terjadi pada rumah tangganya. Dia belum bisa menebak siapa pemilik nomor yang seolah mengancam tadi malam meskipun sudah mengecek di aplikasi Get Contact."Pak, Ibu siap-siap kayak mau pergi!" Mbok Sumi memberitahu dengan raut wajah khawatir.Wanita paruh baya itu melanggar aturan dari Zanna tadi bahwa apa pun yang dia lakukan tidak boleh dilapor pada Akmal. Namun, ketakutannya akan satu hal terus mengganggu membuat Mbok Sumi tidak bisa tenang apalagi tetap diam.Beruntung Akmal segera berlari ke luar kamar. Dia melihat istrinya sedang membawa koper menuju mobil. Mengikuti dengan perasaan gundah, Akmal berhasil mencekal tangan sang istri."Za, jangan pergi!""Sepanjang malam aku udah mikirin, Mas. Kita emang nggak pantes bersama. Ada atau tidak aku di sini sama sekali nggak ada bedanya. Kita cuma menunda perpisahan dan lukanya akan selalu sama bahkan mungkin makin terluka.""Jangan memutuskan
"Sayang, kamu udah nggak marah lagi, 'kan? Kamu percaya kalau foto itu editan dan memang sengaja dibuat untuk menjebak dan memisahkan kita, 'kan?"Zanna mendengkus kesal, lantas bergegas masuk kamar. Akan tetapi, langkahnya harus terhenti karena sang suami justru membawa ke kamar mereka. Tentu saja, Akmal tidak ingin keretakan rumah tangganya beredar cepat apalagi diketahui oleh pekerja di sana.Mereka saling menatap tajam. Emosi tiba-tiba membuncah. Lelaki itu pun seperti habis kesabaran. Berulang kali berusaha menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah datang atau memesan siapa pun di rumah bordil, tetapi Zanna tetap saja enggan percaya."Aku harus bilang apa baru kamu percaya?""Buktikan!""Belum cukup bukti dengan aku mendatangi rumah bordil dan–""Tidak ada yang tahu kamu bener ke sana atau enggak. Tadi Nila berani datang, itu berarti memang ada peluang untuk kalian bersama. Di saat yang tepat. Mungkin ... kamu emang sengaja ngabarin dia buat datang ke sini supaya tekadku
"Sayang, kamu mau ke mana?""Bukan urusan kamu!" jawab Zanna semakin mempercepat langkah keluar dari kamar.Dia terus saja melirik jam tangan yang bertengger di lengan kiri sambil terus menggerutu. Bagaimana tidak, sejak tadi Akmal terus saja menjadi penguntit sehingga membatasi pergerakan sang istri. Belum lagi sang anak yang meminta di temani hingga terlelap.Dia telat. Untung saja seseorang di kafe yang sudah menunggu sejak lima menit lalu mengaku memahami dan merasa tidak masalah. Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan menuju tempat yang dimaksudkan.Lelaki itu terus saja menunggu, mengabaikan panggilan dari kantor untuk segera ke sana pagi tadi. Dia tidak akan meninggalkan rumah hari ini bahkan menepis rasa penasaran tentang keberadaan Zanna. Dia sudah pergi selama satu jam, meskipun sang anak tidak menangis, bukankah sudah menjadi kewajiban untuk mengabari?"Pak, ada tamu di depan. Katanya dia ibunya Bapak."Akmal mengangkat kepala, menatap lekat pada Suster Desi. "
"Ibu kenapa berubah? Dulu tuh seneng banget waktu tahu aku bakal nikah sama Zanna yang notabene-nya anak orang kaya dan juga cantik. Sekarang malah nyuruh pisah. Ada apa?""Pake nanya lagi. Gara-gara anak di gendongan kamu lah. Ibu malah curiga kalau Zanna itu melahirkan anak orang lain. Keluarga kita nggak ada yang cacat kayak gitu loh!"Akmal menghela napas kasar sebelum meletakkan putranya di ranjang. Alvino terlelap, terlihat tenang. Sang ayah berharap anak itu tumbuh dengan mental kuat nantinya."Tolong hilangkan pikiran itu, Bu. Alvino bukan cuma anak Zanna, tapi anak aku juga. Please, jangan seolah-olah menyalahkan Zanna doang. Emang yang menciptakan manusia itu Zanna? Kalau saja dia, pasti Alvino lahir dengan sempuarna. Ibu mana yang mendambakan putra-putrinya lahir dalam keadaan cacat, Bu?"Tanpa jawaban. Bu Siska memilih ke dapur saja untuk mengalihkan pikiran. Sang menantu yang sudah paham serta serba salah hanya bisa mengikuti mertuanya untuk ikut memasak. Sejak dulu, Bu S
"A-apa maksud Mbak Zanna?" Nafiza bertanya dengan mata berkaca-kaca.Wanita itu tentu saja terluka mendengar penyataan dari kakak iparnya. Tiba-tiba ada prasangka bahwa Akmal mengusir adiknya hari itu karena masalah tentang rumah tangga atau niar menikah lagi.Menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan demi menenangkan hati agar amarah tidak langsung meledak. Nafiza tidak ingin gegabah apalagi selama ini suaminya mengaku setia dan tidak suka bermain hati."Ricky punya niat menikah lagi karena kamu sampai sekarang belum pernah hamil, Nafiza. Dia juga ngebujuk Mas Akmal buat ninggalin aku hari itu, makanya Mas Akmal marah sampai memukul dan mengusirnya. Kamu ingat? Dan itu semua bermula dari hasutan Ibu.""Eh, main nuduh Ibu aja. Kapan Ibu bilang begitu? Ada bukti nggak?""Cukup!" potong Akmal semakin kesal.Dia menatap Ibu dan istrinya bergantian. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Tidak mungkin dia meminta wanita tua itu pergi sekarang dan mustahil untuk menyakiti Zanna karena ap
"Duduk dulu, Za. Ada yang mau aku ceritakan!"Zanna mendengkus kesal, tetapi menurut. Kini, mereka duduk saling berdampingan menatap malam yang begitu pekat. Kalau saja tidak ada cahaya dari lampu teras, mungkin mereka hanya melihat kegelapan."Sekarang cerita. Kalau nggak penting, mungkin besok saja soalnya aku–""Aku minta maaf." Cindy memotong pembicaraan Zanna dengan suara lirih. Ada kesedihan terpancar di kedua matanya.Menghela napas, Zanna benar-benar bingung sekarang. Mengapa harus meminta maaf jika tidak membuat kesalahan? Jangan sampai sang suami salah paham dan masalah kembali datang.Apalagi jika menyangkut tentang masa lalu, meskipun sebentar, tetap saja Cindy tahu bahwa Atha pernah memiliki rasa padanya lalu meninggal setelah menemui Sandra. Ya, Sandra yang kini mendekam dalam penjara karena kasus yang diusut oleh istri sah kekasihnya.Mengingat Vita, Zanna merasa bersalah karena setelah itu mereka kembali asing bah
Dikepung penjahat? Alvino sudah sering melihatnya di televisi dan itu sangat menarik perhatian terutama tokoh utama mempelajari seni bela diri. Hampir setiap hari, dia akan menghabiskan waktu dengan menonton cerita thriller, drama xuanhuan atau dikenal sebagai fantasi misterius.Namun, sekarang justru kejadian yang kerap dia tonton dengan serius itu kini dialami. Sepulang dari rumah teman yang mengadakan party, tepat pukul dua dini hari, motor Alvino dihadang oleh sepuluh preman—terkenal sebagai sosok tanpa hati nurani. Sekelompok manusia yang suka membunuh orang lain tanpa belas kasih.Alvino berputar, melirik mereka satu per satu. Suasana amat mencekam karena langit malam begitu sepi dari bulan dan bintang. Jantung berdegup tidak normal, sekitar sepi dan gelap. Hanya cahaya remang dari lampu jalan membuat Alvino bisa melihat rupa para preman tersebut."Khusus lo, bisa dinegosiasikan. Serahkan motor, uang dan barang apa pun yang lo punya kalau mau nyawa selamat!" seru salah satu di an
Alvino membuka mata ketika merasakan tepukan halus di pipinya. Sakit di sekujur tubuh membuatnya sulit bergerak. Ketika sinar mentari menembus melalui jendela yang terbuka karena tirai baru saja disibak oleh seseorang, lelaki itu mengucek kedua mata."Bangun, Al!""Rosaline?" Alvino tersentak ketika menyadari siapa yang sedang bersamanya di dalam kamar.Saat pandangan mulai jernih, dia melihat Rosaline duduk di kursi dekat jendela. Rambutnya diikat menampilkan banyak lebam di bagian leher dan wajah. Apa yang terjadi, bukankah tadi malam mereka lolos dari preman?Ah tidak. Ketika Alvino memutar otak, dia mengingat bahwa ketika mengantar gadis itu pulang, mereka dihadang oleh seseorang. Akan tetapi, Alvino tidak mengingat kejadian selanjutnya."Tadi malam kamu pingsan karena ada yang mukul kamu dari belakang, Al." Rosaline menjelaskan sebelum diminta.Mengedarkan pandangan ke segala arah, lelaki bertelinga palsu itu menyadari dirinya berada di kamar orang lain. Alisnya yang tajam terang
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag