Begitu daun pintu terbuka lebar, aku yang tadinya tersenyum langsung memasang tampang ketus. Nila berdiri, mulutnya sedikit terbuka. Gadis itu tidak mempersilakan kami masuk, melainkan langsung memanggil ibunya.Aku tidak peduli dan menarik tangan Kak Alyssa ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu berukuran minimalis tersebut. Namun, ada hal yang membuat aku heran bukan main, yakni foto pernikahan dengan Mas Dimas justru menghiasi ruangan ini.Kenapa? Padahal semenjak ibu tinggal di sini, foto itu disimpan dalam gudang dengan alasan tidak perlu memamerkan foto pernikahan pada orang lain, jangan sampai ada penyakit di dalam hati mereka. Biasanya foto yang terpajang adalah foto keluarga tanpa aku."Eh, kamu Ana. Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini biar dibuatin makanan kesukaan kamu." Bu Tika datang sembari memperbaiki gulungan rambutnya. Sekarang dia duduk di hadapan aku, bersama putri tercintanya."Makanan kesukaan aku? Katakan, apa makanan kesukaan aku!"Lihat, sekarang dia diam,
"Nila, jangan bicara apapun lagi, Nak. Kamu mau Dimas marah?" Bu Tika tiba-tiba bangun, berarti sejak tadi dia berbohong kalau sedang pingsan. Bagus, ini semakin menarik karena ada dua saksi perselingkuhan Mas Dimas. "Kenapa, Bu? Ibu mau kalau misal Mbak Ana marah?" Nila menggigit bibir sekilas. "Dulu kita nggak takut karena dia miskin, sekarang sudah beda. Mbak Ana punya segalanya. Lihat mobil, pakaian, tas dan semua yang dia pakai. Aku tidak tahu kenapa Mbak Ana kaya mendadak, tetapi orang punya duitlah yang berkuasa. Jadi, jangan halangi aku untuk bicara lagi, Bu. Selama ini aku sudah jadi boneka, menuruti keinginan Ibu dalam keadaan apapun sampai aku tidak bisa menentukan hidupku sendiri." Aku melihat mata Bu Tika berembun. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Namun, aku tidak boleh merasa iba karena di dunia ini sudah banyak manusia di mana dia tersenyum manis di depan kita, padahal di belakang justru menjelma musuh paling menakutkan. Aku tidak mau salah dalam mengambil keputus
Entah aku terlalu pandai atau Nila yang ekspresinya mudah ditebak, dia ketakutan. Dilema pada dua pilihan antara terpaksa menerima dan menjadi musuh dalam selimut bagi saudara sendiri atau justru menolak dan menjadi korban. Seorang kakak kandung yang teramat sayang padanya bahkan tidak mengizinkan kerja karena masih menganggapnya seperti anak-anak. Tega? Tentu saja. Andai Nila adalah adikku, lalu memiliki keinginan untuk mengambil nyawa ini, maka aku akan membunuhnya lebih dulu. Mas Dimas pasti terkejut, mungkin juga ibunya jika tahu hal ini. Aku bisa menjamin Nila selamat dari hukum negara, tetapi tidak bisa menjamin dia akan tenang seumur hidup. "Apa tidak ada pilihan lain, Nyonya? Mas Dimas itu kakak yang baik, dia sayang sama keluarga. Aku merasa nggak tega membunuhnya. Jangankan membunuh, melihat Mas Dimas sakit aja aku khawatir." "Nggak ada, pilihannya cuma itu. Tenang saja, aku bayar banyak, sepadanlah. Lagi pula gak bakal ketahuan." Aku tersenyum, masih menatap tajam padanya
"Kamu masih belum paham?" Aku menggeleng. Namun, Kak Alyssa tetap diam. Sekarang dia melipat kedua tangan di depan dada, kemudian memaksaku menonton ulang film tadi. Menarik, tetapi entah apa tujuannya. Cukup melelahkan, aku hampir saja terbuai di alam mimpi. Untung Kak Alyssa meminta berhenti lebih cepat. Sekarang pertanyaan yang sama keluar dari mulutnya. "Kakak nggak minta aku buat niru cara perempuan itu, kan?" "Kenapa? Mereka sejatinya adalah musuh." Kak Alyssa terus menjelaskan drama itu dengan sangat serius. Aku menyimak dengan baik, menghembuskan napas berat. "Seperti itulah hidup, terkadang kita harus memakai topeng untuk mengelabui musuh. Pria satu tidak mudah melatih duyung karena bersikap kasar padanya, sedangkan gadis itu memakai trik kelembutan. Paham?" lanjutnya lagi. Aku memutar otak sembari mengingat setiap kejadian dalam drama tadi. Benar, guru spritual itu selalu tersenyum manis pada duyung seolah memang ingin menjadi teman. Berbeda dengan rekannya yang menyiks
Pagi menyapa, aku membuka jendela kamar sambil membalas senyuman hangat sang mentari. Cuaca begitu cerah, seolah menggambarkan suasana hati. Bagaimana aku tidak senang jika kemarin Nila memberi kabar kalau dia bersedia melakukan semua yang aku perintahkan. Kak Alyssa pun kembali kompak denganku. Dia meminta agar aku bersikap baik pada Nila sehingga gadis itu mengira hubungan kami baik seperti seorang teman. Dengan demikian, dia akan menaruh kepercayaan sepenuhnya padaku. Burung-burung mengudara di angkasa, berkicau indah bagai alunan melodi cinta. Sudah lama aku tidak merasakan suasana seperti ini. Bercengkrama bersama pasangan atau seorang teman qqq selalu setia menemani. Akankah terulang kembali kisah di masa silam dengan lembaran baru? Masih mengulum senyum, aku menghirup udara segar seraya memejamkan mata menikmati keindahan alam. Serupa cinta yang tidak dapat dilihat, hanya bisa kita nikmati. Aku merentangkan tangan, embusan angin lembut memeluk jiwa. "Jadi, apa rencanamu hari
POV Dimas _______________________ Sebagai seorang lelaki dewasa yang normal, tentunya merasa bahagia karena dua tidur dengan dua perempuan semasa hidupku. Rasanya sungguh nikmat, aku bahkan menganggap diri sebagai raja. Meskipun pada akhirnya ada masalah, tetapi unboxing dua gadis adalah prestasi membanggakan. Aku tidak ingin membandingkan, tetapi terasa nyaman dengan Sandra. Mungkin benar kata orang bahwa yang haram itu lebih menggugah selera. Akan tetapi, melihat penampilan Ana sekarang membuat aku ingin mendekapnya seperti di malam pertama kami. Ada satu rencana yang aku susun dengan matang selama dua hari terakhir. Mungkin surat cerai akan segera terbit, tetapi hati tidak bisa dikelabui. Kami belum lama berpisah, pasti serpihan kenangan masih tersimpan jelas dalam memori Ana. Mantan istriku yang kini berubah cantik itu masih betah melajang. Aku yakin dia menyimpan cinta untukku. Perjalanan pulang dari kantor cukup melelahkan karena macet di jalan. Namun, sekarang aku bisa mere
"Jangan ngarang kamu, Sandra. Ibuku nggak mungkin melakukan itu. Mungkin kamu sendiri yang sengaja pengen tinggal di sini, lalu merekam perbuatan itu supaya kita nikah. Ingat nggak, kamu yang menggoda aku. Kamu bilang, nggak apa-apa hamil duluan karena menjadi peluang untuk kita nikah. Sudah berapa kali aku menolak kamu, tapi kamu nggak nyerah. Atau jangan-jangan kamu sengaja menjebak ibu aku, hah?!" Sandra memicingkan mata, kedua tangan terkepal begitu kuat. Nila yang berdiri di antara kami memilih keluar kamar saat melihat ibu datang. Tidak mungkin ibu pelakunya. Aku sudah mengenal ibu dengan baik. Sekalipun sering meminta uang lebih ketika aku gajian, tetapi bukan berarti bisa dituduh seenak jidat. "Tanyakan sendiri sama ibumu kalau nggak percaya. Demi menjaga nama baik, aku sampai rela menawarkan diri sama Tuan Arsenio." "Kamu iri sama Ana, Sandra. Kamu nggak nerima fakta kalau sekarang Ana itu jauh lebih cantik dan lebih kaya darimu. Apalagi sekarang kamu sudah dipecat, itu kal
"Tidak, Bu. Aku cuma penasaran kenapa Nila sibuk sama HP-nya setelah tahu aku mau ...." Sekarang aku menggaruk kepala yang tidak gatal karena bingung bagaimana cara menjelaskan pada ibu."Mau apa, Mas?""Nila, kamu ngapain tadi main HP gitu. Kirim pesan ke siapa? Kamu mau bocorin rahasia kita, huh?!" bisikku padanya dengan suara yang sangat pelan dan aku yakin ibu tidak mendengarnya.Nila mendengkus kesal, kemudian menjelaskan pada ibu kalau aku curiga Nila memiliki pacar. Alasan yang bagus karena tidak akan membuat ibu curiga. Akhirnya aku bisa bernapas lega, minggu pagi mungkin harus menemui Ana.Sebenarnya aku juga malu video itu tersebar luas karena teman-teman jadi tahu kalau aku pernah berzina. Satu yang aku syukuri adalah punya alasan berpisah dengan Sandra. Katanya, gadis itu sudah dipecat, berarti sekarang tidak ada mesin ATM.Aku mencintai Sandra karena dia berpendidikan, cantik dan juga banyak uang. Sementara Ana sendiri adalah kebalikan
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag