"Kamu kenapa melamun terus, Mas? Gak biasanya kamu kayak gini. Masih mikirin Ana?"
"Bu-bukan gitu, Sandra. Aku bukan memikirkan Ana–"
"Kalau gak mikirin Ana, berarti mikirin omongan aku. Kamu nggak mau aku nginap di sini, terus tidur sama aku, kan?"
Aku mengedikkan bahu agar Sandra mengerti. Setelah itu melangkah cepat masuk rumah ketika pintu utama terbuka. Perasaan campur aduk. Kami memang pernah melakukan dosa itu satu kali, tetapi sungguh aku tidak mau mengulanginya lagi.
Pada malam ketika aku meniduri Sandra, ada noda merah di tempat tidur. Itu berarti dua masih perawan dan baru pertama kali melakukannya. Noda pada malam pertama membuat aku semakin merasa bersalah sehingga memilih bertahan, tepatnya terkekang. Sulit meninggalkan Sandra saat ini.
Tiba di ruang tengah, aku langsung menghempaskan bokong ke lantai, bersandar pada dinding kamar Nila. Pikiran melayang entah ke mana. Aku tidak percaya kenapa bayangan Ana menari-nari di depan ma
POV Zanna_________________"Bagaimana rencanamu selanjutnya?"Aku yang sedang memoles bedak dengan skincare melirik sekilas pada Kak Alyssa. Hari ini dia cuti kerja, jadi bisa berlama-lama di dalam kamar. Oh, padahal sudah pukul sembilan pagi dan dia belum juga keluar? Mungkin ada harta karun yang ingin dia curi."Sudah kubilang akan menemui Mas Dimas hari ini untuk menanyakan sesuatu yang penting, Kak. Tenang saja, aku gak bakal balik sama dia. Amit-amit, kayak gak ada lelaki lain aja di dunia ini.""Yakin kamu gak cinta lagi sama dia? Jangan sampai ngebohongin aku, malah baper lagi.""Aku berani sumpah, Kak." Sengaja aku berdiri untuk mensejajarkan pandangan kami. Jelas sekali Kak Alyssa tidak percaya, terlihat pada raut wajahnya. "Mas Dimas sudah mengkhianat, artinya dia emang nggak cinta. Biasanya suami istri bertahan karena memikirkan perasaan anaknya, tetapi aku sama si Bajingan itu belum punya anak, Kak."Tidak ada suara lagi,
"Nggaklah, yang matang justru lebih menantang. Lagi pula aku udah cinta dan sayang banget sama Tuan Arsenio. Dia tajir dan tampan, meskipun usianya udah tua, tapi awet muda.""Jadi, semua yang kamu punya itu dari dia?"Aku mengangguk cepat membiarkan Mas Dimas semakin berprasangka buruk. Kalaupun dia menyebarluaskan pembicaraan kami, itu tidak menjadi masalah. Orang lain di luar sana pasti ada yang tahu kalau kami adalah anak dan papa.Mas Dimas pasti malu sendiri. Dia tidak akan pernah menduga bahwa aku adalah Zanna Amani Zaroun karena selama ini tidak pernah menyebut nama belakang karena hanya ditandai dengan huruf Z. Suatu hari, jantungnya mungkin berhenti berdetak, sementara alirah darahnya seketika beku ketika kenyataan sudah di depan mata Mas Dimas."Ana, lelaki tua sepertinya pasti sudah punya istri. Kamu tega menyakiti hati perempuan lain? Pikirkan perasaan anaknya juga. Gimana kalau kamu jadi anaknya, pasti marah kalau papa kamu selingkuh, kan?""Istrinya sudah lama meninggal
"Ana, Ana, kamu mau ke mana? Masa pergi gitu aja? Bagaimana kalau kita nikah sekarang?!" Mas Dimas mencekal tanganku, begitu kuat seolah tidak ingin dilepas."Nikah? Butuh muhallil untuk menghalalkan pernikahan kita, Mas. Tapi sekalipun ada, aku jijik kalau mau balik sama kamu. Aku ke sini cuma pengen pamer doang kalau Zanna yang dulu sudah tidak ada. Aku mencintai Tuan Arsenio, bukan dirimu. Dasar lelaki miskin!"Mas Dimas menarik paksa tanganku agar masuk ke ruang tengah. Aku sedikit ketakutan, bagaimana kalau dia berbuat nekat? Misal membunuh atau justru melecehkan. Para tetangga belum tahu kalau kami sudah bercerai, jadi pasti takut ikut campur. Apalagi mungkin ibu dan adiknya akan memberi dukungan serta merampas uang dalam tasku."Heh, kamu. Bantu aku lepas dari Mas Dimas, nanti aku kasih uang berapa pun yang kamu mau!" teriakku pada lelaki itu.Dia setuju, kemudian melepas baju koko menyisakan kaos oblong. Dia menghadiahi Mas Dimas tinju pada pelipis kanannya. Mas Dimas balas me
Pramuniaga? Apa mungkin karena jalang itu memiliki pekerjaan sehingga bisa memikat hati Mas Dimas? Lantas mungkin karena pekerjaan itu pula sehingga Sandra sangat angkuh padaku. Tidak mengapa, gaji seorang pramuniaga itu kecil, aku bisa membayarnya dua kali lipat."Lalu apa rencana Kakak?""Rencana aku? Kamu masih nanya rencana aku? Kamu butuh rencana aku?!" Kini, Kak Alyssa melotot tajam. "Sekali lagi kamu tidak menurut atau bertindak ceroboh, maka aku akan membuatmu pergi dari sini!"Ancaman yang paling aku takutkan. Jika Kak Alyssa serius dengan ucapannya, lalu aku kembali melanggar, maka Mas Dimas dan juga Sandra pasti akan terus meledek sampai batin ini tersiksa. Aku tidak mau berakhir di rumah sakit jiwa karena depresi memikirkan dendam."Baiklah, Kak. Aku nggak bakal ceroboh lagi. Serius, tadi aku ke rumah Mas Dimas itu karena dibujuk sama dia. Dia maksa aku buat bicara sama ibunya tentang kelanjutan hubungan kami. Aku menolak–""Kamu menolak, tetapi tetap ke rumahnya dengan ni
"Sok menelepon orang, emang kamu sepenting apa? Orang cuma anak panti yang numpang hidup sama Mas Dimas aja bangga. Pinter juga ya kamu, setelah cerai dari suami karena mandul, sekarang mencoba merebut suami orang." Sandra mengiringi ledekan itu dengan tawa sumbang."Siapa yang merebut suami siapa? Aku atau kamu?" Aku balas tersenyum walau terpaksa. Hati dan pikiran sedang tidak sejalan. Sungguh, aku ingin merobek mulut Sandra agar tidak pernah melontarkan hinaan sesuka hati.Kalau saja tidak sadar membunuh adalah dosa, maka sudah pasti aku melakukannya sejak kemarin. Aku ingin menghabisi nyawa siapa pun yang berani mengatai aku, termasuk ibu Mas Dimas sendiri. Mengingat kisah kelam membangkitkan dendam kesumat.Pada suatu siang, aku duduk di balkon rumah memikirkan semua masalah yang sedang menimpa. Melihat burung mengudara begitu bebas di ruang angkasa membuat aku iri ingin sepertinya. Ketika menatap pohon di depan rumah tetangga, aku pun iri karena ia bisa tetap ada pada satu tempa
Aku duduk di balkon rumah memikirkan ucapan Kak Alyssa tentang hal berbahaya yang harus aku lakukan. Namun, aku juga teringat pada Mas Dimas. Bukan karena masih belum bisa melupakan kisah cinta tragis juga penyiksaan yang dilakukan olehnya sekeluarga, tetapi dia tidak menghadiri sidang dua hari lalu. Sebenarnya bukan masalah besar, justru aku bersyukur karena dia tidak datang. Itu berarti Mas Dimas mau bekerjasama untuk memudahkan perceraian kami. Hanya saja malam sebelumnya dia marah ketika aku melarangnya datang. Kami bahkan terlibat perdebatan panjang. Apa dia berubah pikiran? Semoga saja begitu jadi aku bisa hidup tenang setelah sepenuhnya membalaskan dendam. Satu kelemahanku adalah belum bisa meniru Kak Alyssa. Ketika ingin bersikap kasar, lidah terasa kelu. Mungkin sebaiknya aku latihan mengomel. "Lagi mikirin apa?" Itu suara Kak Alyssa, tidak lama setelahnya, kini dia ikut duduk di sampingku. Menatap langit yang sedikit mendung pada sore ini. Sepertinya dia baru pulang dari
Aku menatap iba pada gadis itu. Sorot matanya menampilkan kesedihan, ada setitik embun yang seolah siap jatuh membasahi pipinya. Siapa nama gadis itu, aku sungguh penasaran. Akan tetapi, melakukan pendekatan di depan Kak Alyssa adalah sebuah kesalahan. Entahlah, aku ketakutan mengingat kami datang dengan empat bodyguard. Itu berarti mudah bagi Kak Alyssa untuk melenyapkan aku dari dunia ini. Pikiran berkecamuk, bingung dengan kenyataan yang dialami. Kak Alyssa telah memata-matai kehidupan aku dengan Mas Dimas, lantas memaksa kembali ke rumah serta melakukan banyak perubahan untukku. Di sisi lain, dia seperti orang asing yang membuat nyawa dalam ancaman. Katanya, perusahaan papa kelak akan jatuh ke tanganku. Apa mungkin itu yang menjadi alasan dia membawaku ke sini? Dia licik, mudah baginya memutarbalikkan fakta. Menjadi seorang pembunuh tidak pernah masuk dalam list cita-citaku, apalagi bermimpi menyelamatkan seseorang dengan menggantikan posisinya. "Kenapa diam, Za? Kamu tidak bis
Begitu daun pintu terbuka lebar, aku yang tadinya tersenyum langsung memasang tampang ketus. Nila berdiri, mulutnya sedikit terbuka. Gadis itu tidak mempersilakan kami masuk, melainkan langsung memanggil ibunya.Aku tidak peduli dan menarik tangan Kak Alyssa ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu berukuran minimalis tersebut. Namun, ada hal yang membuat aku heran bukan main, yakni foto pernikahan dengan Mas Dimas justru menghiasi ruangan ini.Kenapa? Padahal semenjak ibu tinggal di sini, foto itu disimpan dalam gudang dengan alasan tidak perlu memamerkan foto pernikahan pada orang lain, jangan sampai ada penyakit di dalam hati mereka. Biasanya foto yang terpajang adalah foto keluarga tanpa aku."Eh, kamu Ana. Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini biar dibuatin makanan kesukaan kamu." Bu Tika datang sembari memperbaiki gulungan rambutnya. Sekarang dia duduk di hadapan aku, bersama putri tercintanya."Makanan kesukaan aku? Katakan, apa makanan kesukaan aku!"Lihat, sekarang dia diam,
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag