Share

Part 78

Author: Manda Azzahra
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Cepatlah bersiap. Ayah mana?" tak kulihat Ayah yang biasanya bersantai bersama Paman.

"Bersiap kemana? Bukankah Ayahmu bilang dia membatalkan niatnya?"

"Apa maksud Paman? Uang buat Dara?" Paman mengangkat bahu.

Aku bergegas menyusul Ayah. Dia pasti belum keluar kamar sejak tidur siang tadi. Aku sedikit mengetuk pintu. Kemudian menekan ke bawah handelnya. Kubuka sedikit pintu dan mengintip ke dalam. Kutemukan Ayah masih berbaring miring menghadap tembok.

"Ayah masih tidur?" kulangkah kan kaki guna menanyakan perihal yang dikatakan oleh Paman tadi.

"Yah," kuguncang sedikit lengan Ayah. Dia bergerak dan membalikkan badan agar terlentang.

Ada yang berbeda dari wajah Ayah. Matanya kini terlihat semakin sembab. Seperti habis menangis sesenggukan. Tak seperti saat siang tadi saat aku membahas soal Dara. Masih ada sisa-sisa air mata yang masih membekas di bulu-bulu dan sudut matanya.

Apalagi yang sudah terjadi. Adakah hal-hal tak mengenakkan yang kini bersemayam di hatinya? Adakah hal
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • DIA AYAHKU   Part 79

    Sejenak aku kembali teringat akan perkataan Ayah. Bahwa tidaklah benar jika kita menilai kesalahan seseorang, hanya dari satu sisi saja. Apapun masalahnya, tetaplah harus mendengarkan penjelasan dari masing-masing pihak. Oleh sebab itu, aku mencoba tuk menguatkan hati. Mengorek kembali luka lama, yang semula telah aku dan Ayah coba lupakan. Malam itu, disaksikan hujan deras dan kilatan petir bersahut-sahutan, kubiarkan Andar menjelaskan apa yang ingin diungkapkannya. Sesuatu yang sudah lama ingin kudengar, namun tertahan saking tak sanggupnya lagi untuk membahasnya. Ribuan pertanyaan dan kisah itu, bak sebuah gunung yang menekan hati dan perasaanku. Tinggal menunggu kapan akan meletus dan memporak-porandakan selurih isinya. Lalu menunggu, apakah aku yang menjadi korban keganasannya, atau malah yang kelak akan menikmati hasil dari proses alamnya.Malam itu, aku membiarkannya bicara. Tentang suatu masa, dimana aku dan dia sama-sama menderita. Tentang sebuah cerita yang membuat takdir

  • DIA AYAHKU   Part 80

    Aku menutup wajahku dalam tangisan sampai di kisah itu. Menahan sakit, membayangkan bagaimana Ayahku terpental jauh dan membentur apapun yang melukai kaki dan juga kepalanya. Namun demi menyelesaikan sesak di dada yang kian menguap, seperti kabut yang menutupi rongga nafas, aku mencoba untuk menahan. "Lanjutkan!" perintahku, sembari mengusap air mata yang sebenarnya tak ingin lagi aku tunjukkan.Lagi, dia kembali meneruskan kisah itu. Andar yang sudah beranjak remaja sungguh terkejut dengan sesuatu yang menimpanya. Mobil yang dia pergunakan langsung berbelok arah dan banting stir, kemudian menabrak pembatas jalan. Luka di dahi mengucur keluar karena membentur kemudi. Mungkin tepat dimana aku juga melakukan hal yang sama padanya tempo hari. Dia keluar dan sempat melihat kondisi Ayahku. Dia panik dan tak tahu harus berbuat apa. Apa yang menurutmu dipikirkan oleh seorang yang masih berusia bahkan belum genap sembilan belas tahun. Bertanggung jawab dan langsung menolongnya? Berteriak da

  • DIA AYAHKU   Part 81

    Semua orang menjauhi, sama seperti saat orang-orang juga menjauhi keluarga kami. Aku, atau pun dia, sama-sama bernasib sama. Merasa terabaikan dan benar-benar terbuang. Sejak saat itu, hidupnya terus dihantui rasa bersalah. Bayang-bayang saat Ayahku terbungkus begitu banyak perban dan wajah gadis pucat pasi penuh air mata, selalu mengikuti di setiap mimpi buruknya. Hingga tak sanggup lagi menghadapi semua orang dan dunia. Sebab itulah dia ingin mengakhiri hidupnya. Berharap dengan cara yang sama dengan yang dilakukannya dapat membuatnya lebih tenang. Bukan perceraian orang tuanya yang membuat dia merasa tak ingin hidup lagi. Tapi karena rasa bersalahnya pada aku dan Ayah. "Ingat, hanya pada Ayahmu dan gadis pucat pasi itu." dia mempertegas ucapannya dalam tangisan.Mataku perih menahan air mata. Entah karena kisah yang mana. Tapi setidaknya aku turut merasakan ketakutannya. Dia juga menderita. "Lalu, kenapa kau kembali menghilang, setelah tahu bahwa gadis pucat pasi itu adalah aku

  • DIA AYAHKU   Part 82

    "Aku tetap tidak bisa. Siang dan malam aku terus memikirkanmu. Mengingat semua kenangan yang pernah kita lalui. Tidakkah kau juga merasakan hal yang sama?""Kau sudah tahu kalau hatiku telah berubah. Aku bukan lagi anak remaja plin plan, yang dengan mudahnya berpindah dari satu hati ke hati yang lain. Hatiku kini telah seutuhnya kuberikan padanya. Sama seperti saat kuberikan kepadamu waktu itu.""Tidak adakah kesempatan lagi buatku? Bukankah aku sudah bicara jujur tentang semua nya denganmu?""Kalau kau masih merasa ingin bertanggung jawab, kau bisa memulainya dengan menikahi adikku. Cukup adil, kan?""Sampai kah hatimu memperlakukan aku seperti itu? Aku bukan barang yang bisa kau lempar ke sana kemari. Aku mengharapkanmu, bukan semata-mata hanya karena tanggung jawab. Kau tahu kita sudah melakukan banyak hal bersama.""Dan hal itu sekarang akan kulakukan bersama orang lain.""Kau sengaja menyakiti hatiku lagi?""Kau harus terima kenyataan, Andar. Akan sulit untukku menjaga hatimu ji

  • DIA AYAHKU   Part 83

    "Kau masih marah padaku, Kak?" terdengar suara Dara, yang kini berdiri tepat di depanku. Aku yang sedari tadi sedang mengerjakan tugas kuliah di meja kasir, cukup merasa terusik. Sudah cukup lama rasanya aku tak bertemu dengannya. Namun tetap saja tak ada rasa rindu yang membuatku histeris, dan langsung ingin memeluknya. Aku hanya menoleh sekilas dengan tatapan sinis, kemudian lebih memilih mengabaikannya dan melanjutkan tugasku yang lebih penting. "Kau masih memblokir nomorku. Kau benar-benar tersinggung dengan ucapanku waktu itu?" tegurnya lagi tanpa merasa bersalah. Dia selalu saja menganggap sepele hal-hal yang telah diperbuatnya, tanpa pernah memikirkan perasaan seseorang yang mendengarnya. "Pergilah. Kau tidak diharapkan di sini!" ketusku. "Aku tahu kau marah dan bersedih. Tapi apa harus selama ini kau mengabaikanku?" suaranya terdengar seperti sedang merayu. "Kau mau apa? Uang?" sindirku. Dia terdiam. "Bukan kah kau sudah mendapatkannya dari Andar?""Cih... dia mengadu

  • DIA AYAHKU   Part 84

    "Kau sudah memilih jalan hidup mu sendiri. Kau yang sudah memilih menelantarkan Ayah. Jadi, terima sendiri akibatnya.""Bicaralah pada Paman Harun, Kak. Ijinkan aku tinggal di sana juga," dia semakin terobsesi. "Kau sudah gila. Bahkan Ibu masih punya harga diri dan tak berani lagi bertemu Ayah.""Biarkan saja Ibu di sana, kalau dia ingin. Bukankah aku ini anak kandung Ayah. Ayah tak mungkin tega mengabaikanku begitu saja. Bicaralah pada Paman Harun, Kak.""Dasar kau tidak tahu diri. Pergi kau dari sini. Jangan pernah kau datang lagi!" aku semakin tersulut emosi."Kau memang serakah. Semua-semua ingin kau miliki seorang diri. Tidak bisakah kau berbagi sedikit saja denganku? Semua orang membelamu. Apa yang kau katakan tentang aku, hingga semua orang berpaling dariku. Aku ini juga adikmu," teriaknya. Dia mulai histeris dan menangis. Sungguh pun aku belum dapat mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Dara yang tadinya begitu bersemangat saat tinggal di rumah Tante Retno, mendadak jengah d

  • DIA AYAHKU   Part 85

    Aku pulang ke rumah setelah kafe tutup. Membawakan martabak terang bulan yang aku singgahi saat lewat tadi untuk Ayah dan juga Paman. Kebetulan camilan kering berupa keripik dan juga biskuit sudah habis dan belum juga kubeli karena tanggal gajian belum juga sampai. Sesampainya di halaman, ada saja hal-hal yang mengejutkan muncul di rumah ini. Sebuah mobil honda jazz berwarna merah nan elegan, tengah terparkir sempurna di halaman rumah. Ayah dengan kesetiaannya yang tak pernah absen satu hari pun menunggui kepulanganku, masih terduduk dengan wajah datar menghadap ke jalan.Sementara wanita dengan potongan rambut sebahu sedang menjinjing tas yang sama dengan yang dia pakai di toko pakaian tempo hari, masih berdiri sambil memandangi posisi Ayah. Sepertinya mereka sudah menyadari keberadaanku, namun masih saja saling terpaku tanpa suara. Apa sebenarnya yang terjadi dengan hubungan mereka. Tak pernah sekalipun Ayah bicara dan merasa dekat dengannya. Namun wanita itu tetap saja memandang

  • DIA AYAHKU   Part 86

    Aku tak habis pikir. Bagaimana bisa aku berbicara dari hati ke hati dengan Tante Retno. Wanita yang dengan sengaja menjauhkan Ibu dan juga Ayah agar Ibu tak lagi bisa menyiksa batin Ayah. Tak ingin Ayah hidup menderita lagi bersama istri dan anak-anak yang tak lagi menghargainya. Ibu benar. Ayah dan Tante Retno benar-benar hanya sebatas sahabat, itu yang Ayah rasakan. Hanya saja tak sama dengan perasaan wanita yang saat ini duduk bersamaku. Malam ini, aku mengajak Tante Retno masuk dan menjelaskan semuanya. Apa yang selama ini sedang terjadi, dan maksud dari kata-katanya tadi. Dengan tanpa menolak, dia menyambut baik pertanyaanku. Rasa penasaran tentang bagaimana hubungan mereka sebenarnya. Beberapa bulan sebelum rencana pernikahan Ayah dan Ibu, Tante Retno dengan berani mengungkapkan perasaannya kepada Ayah. Perasaan yang selama itu dia jaga atas nama persahabatan. Namun dengan tetap menjaga perasaan, Ayah menolaknya dan mengatakan bahwa Ayah hanya menganggapnya sebagai sahabat.

Latest chapter

  • DIA AYAHKU   Part 111 ( Ending )

    Kami kembali ke rumah Paman setelah acara akad selesai. Meninggalkan Ayah untuk menjalani prosesi kekeluargaan yang sangat sederhana. Entah bagaimana cara Tante Retno meyakinkan orang tuanya, bahwa pilihannya secara logika yang tak masuk di akal. Benarkah ada cinta yang serupa itu? Ah, beruntungnya Ayahku. Buah dari kesabaran dan juga ketulusan hatinya selama ini. Hingga bertemu pula lah dia dengan wanita yang punya hati sehebat itu. .Aku merebahkan diri di atas ranjang, menumpahkan segala rasa yang sulit aku ungkapkan. Bahagia, sedih, kecewa, aku bahkan tak tahu harus menangisi perihal yang mana. Untuk kali kedua, Ibu dan Dara meninggalkan kami. Tidak ada alasan lagi bagiku untuk mencari-cari, karena itu adalah keinginan mereka sendiri. Kelak, Dara sendirilah yang akan mengemis dan mencari-cari Ayah sebagai satu-satunya wali untuk menikahkannya. Menemukan kami, bukanlah hal yang sulit. Teringat saat kami masih di kampung, setelah Nenek memberikan restu untukku dan juga Paman, A

  • DIA AYAHKU   Part 110

    Di kamar ini, aku menatap cermin untuk berhias diri. Ditemani Hana yang juga tampil menawan tanpa kacamata. Sebuah gaun brokat berwarna coklat muda menempel sempurna di tubuhku, dengan bawahan rok span batik berwarna senada. Hari ini, hari yang membuatku begitu gugup. Dimana kami akan menapaki kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Semua orang sudah bersiap-siap menunggu di luar. Menyambut hari bahagia di tempat yang sudah ditentukan. Aku melirik wajah Hana, rona bahagia juga terpancar di wajahnya. Hana menyentuh bahuku dengan perasaan yang entah bagaimana. Yang jelas, untuk saat ini aku tak mau mendengar kata-kata mutiara dari mulutnya, yang akan membuat maskaraku luntur karena air mata.Kami melangkah keluar dari kamar. Menuju para sanak saudara yang sudah berbaris rapi dengan corak baju yang serupa. Kupandangi sosok Ayah dengan kemeja putih lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana bahan, serta ikat pinggang. Dipakaikan juga oleh Nenek sebuah jas berwarna hitam, tentu saja

  • DIA AYAHKU   Part 109

    "Nenek bilang apa, Paman?" aku menemani Paman memancing di sungai yang agak jauh dari rumah. Bukan perkara tidak ada lauk, tapi ini kebiasaannya saat pulang kampung yang sulit untuk dihilangkan. Mungkin juga untuk menghindari pertemuan dengan Nenek seperti yang Unde katakan tadi. "Tidak tahu. Biarkan saja. Tidak usah dipikirkan," gerutunya. Wajahnya terlihat tidak sedang baik-baik saja. "Paman bertengkar?""Tidak.""Jangan bohong, aku melihat Paman menghindar saat Nenek lewat tadi.""Kau bicara apa?" dia menggoyang-goyangkan pancingannya. "Jangan lagi seperti itu. Paman bilang, sudah dewasa. Tidak baik mendiamkan Nenek terus-terusan. Kalau tahu begini, aku tidak akan bilang pada Paman yang sebenarnya," aku mengancam. "Kau marah?""Iya. Katanya mau bicara. Kalau hanya diam-diam begini, kapan selesainya?" "Wah, kau ini agresif sekali. Sudah tidak sabar, ya?" dia tersenyum nakal."Benar, aku ingin bebas melakukan apapun terhadap Paman. Kenapa? Apa aku terlihat seperti wanita nakal?

  • DIA AYAHKU   Part 108

    Selesai mandi dan makan malam, kami semua berkumpul di ruang tengah yang sangat luas. Sengaja di buat seperti itu karena kebanyakan sanak famili yang datang lebih suka duduk bersila, ketimbang di kursi. Suasana kekeluargaan akan lebih terjalin dengan akrab. Alena dan Raya duduk di sebelahku, merasa senang karena membawakan mereka oleh-oleh berupa tas slingbag dan masing-masing sepatu sneakers yang kami beli bersama Tante Retno. Kedua remaja yang kini duduk di bangku kelas dua SMP itu begitu sumringah, terlebih lagi Raya. Helm kuda poni yang kemarin sempat ku ambil kembali, kini khusus kubawakan untuknya. Tak ada lagi gunanya bagiku untuk menyimpan masa lalu. Kedua Undeku datang bersama keluarga dengan membawa makanan yang sangat banyak. Dibawakan juga buah manggis dari ladang. Sungguh kami benar-benar merasa disambut oleh keluarga ini. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari kaki Ayah, pekerjaan Ayah, dan juga menyangkut pautkan wanita yang kini duduk di seberang Ayah. Aku juga b

  • DIA AYAHKU   Part 107

    Paman melajukan mobil dengan sangat handal. Sesekali melirikku dari balik kaca spion sambil tersenyum. Aku membalas senyum manis itu, seolah-olah kami saling berbicara tanpa suara. Entah bagaimana dengan Tante Retno dan juga Ayah, apakah mereka juga melakukan hal yang sama atau tidak. Bukankah yang namanya jatuh cinta itu tidak pernah memandang dari segi usia? Semua orang bisa saja berbuat konyol dan hal-hal tidak masuk akal lainnya. Seperti kami ini misalnya. Nekat pulang kampung layaknya satu keluarga, padahal belum ada ikatan apa-apa. Perjalanan yang melelahkan membuat kami sesekali berhenti. Banyak tempat pemberhentian di tepi-tepi jalan, dengan pondok es kelapa muda sebagai pemikatnya. Kami lebih memilih makan siang di tempat seperti itu, ketimbang berhenti di rumah makan atau restoran. Hal ini juga demi menghormati pengorbanan Tante Retno yang sudah memasak dari jam empat subuh tadi. Demi apa akupun tak tahu, sampai melakukan hal semacam ini. "Demi rasa kekeluargaan, kita h

  • DIA AYAHKU   Part 106

    Aku tak tahu kisah apa yang kini telah kujalani. Bisa-bisanya aku menjalin hubungan akrab dengan Tante Retno, begitu aku berhasil membujuk Ayah untuk pergi ke acara reuni bersamanya. Tak jarang Tante Retno mengajakku untuk menemaninya menemui klien. Bertukar pikiran dengan gambar fashion yang kini sedang di kelolanya. Dia terlihat sangat baik dan ramah, juga tulus. Selalu mengunjungi Ayah dan membantuku memasak layaknya seorang Ibu. Pernah Paman menyinggung soal pernikahan di depan keduanya, Tante Retno terlihat malu-malu, sementara Ayah, seperti biasa terlihat datar dan tanpa ekspresi."Ada-ada saja kau, Harun. Menikah denganku sama saja mendaftarkan diri menjadi pembantu," tegas Ayah. "Apa yang bisa diharapkan lagi dariku ini.""Tapi, Bang. Itu... " Paman sedikit menggaruk rambutnya. "Ada apa?""Itu... ""Itu apa?""Maksudku..., masih bisa kan, membuat adik buat Sarah?" wajah polosnya begitu serius seperti tanpa dosa. Sementara wajah Tante Retno dan Ayah tampak tegang dan juga me

  • DIA AYAHKU   Part 105

    "Karena kau cantik," teriaknya dengan kuat. Dia terdengar seperti orang yang baru jatuh cinta. Aku tersenyum bahagia. "Paman juga pernah memuji Hana cantik, Paman juga pernah menyukainya?" aku kembali menggoda. "Kau bicara apa? Itu karena aku cemburu saat kau bilang sudah punya pacar. Kau puas?""Belum. Ayo puji aku lagi.""Kau baik.""Lagi?""Kau cerewet.""Eh...itu bukan pujian.""Katakan saja yang ingin kau dengar, nanti aku iya kan.""Ah.. Paman curang.""Kau galak.""Eh... Paman.... " Aku mencubit perutnya, lalu semakin mengeratkan pelukan hingga sampai ke depan kampus. .Sepulang kuliah kami berbelanja di swalayan itu lagi. Membeli keperluan bulanan dengan uang yang diberi Ayah pagi tadi. Kehidupanku kini berjalan hampir sempurna. Pergi kuliah, jalan-jalan, dan berbelanja dengan uang saku dari orang tua. Aku merasa seperti remaja lagi. Masa-masa muda yang hilang karena harus terbebani dengan pekerjaan. Tuhan sungguh adil, memberiku kesempatan menikmati yang juga gadis-gadis

  • DIA AYAHKU   Part 104

    Kami kembali duduk saling bersisian di ruang tamu. Paman duduk bersandar pada sandaran sofa, sementara kepalaku sudah tenggelam di dada bidangnya. Semua terjadi setelah aku menceritakan segala pertemuan dengan Unde dan Nenek tempo hari. Paman bersikeras untuk pergi, membawa serta hatiku yang telah dia curi. Bagaimana aku bisa hidup tanpa dia dan juga segala rasa cintanya padaku selama ini. Maka, kuputuskan untuk mengingkari janji, dan berterus terang tentang semuanya. Dalam tangis aku memeluk dan tak ingin melepaskannya, hingga keluarlah segala ocehan Nenek yang membuatku terpaksa berbohong dan memutuskan ikatan itu. Paman meradang, ingin langsung bicara dan mempertanyakan semuanya. Meminta Nenek untuk bertanggung jawab atas semua kekacauan yang sudah terjadi. Hampir dua minggu lamanya aku dan Paman terlibat perang dingin. Saling tak bisa mengungkapkan perasaan dan saling menyentuh satu sama lain. Saling menghindar, hingga hampir berpisah tuk selamanya. Kini semua telah terbuka.

  • DIA AYAHKU   Part 103

    Hari-hari terus saja berlalu, kini akupun ikut menghindarinya. Takut hal kemarin terulang kembali. Bukannya tak ingin, hanya takut melanggar janjiku pada Nenek. Ayah kini sering bepergian. Memanfaatkan fasilitas dan inventaris kantor milik Om Dimas. Mencoba peruntungannya kembali di dunia pekerjaan, melalui usaha yang baru dirintis oleh sahabatnya itu. Paman kembali merasakan amarah mendengar jawabanku malam itu. Meski saling menikmati, aku tetap tak mungkin melanjutkan hubungan ini, kecuali Nenek mati. Ya, sifat egoisku kembali membuat hatiku seperti batu yang tak lagi merasakan kasih sayang terhadap orang tua itu..Suara motor sudah terdengar, Paman mungkin tak akan suka jika aku berkeliaran di sekitarnya. Dia hanya akan berbicara pada Ayah di teras depan, tanpa harus aku ikut serta di dalamnya. Aku berselisih pandangan dengannya saat hendak keluar dari dapur. Kulihat dia masuk membawa bagpapper dengan ukuran besar dan mendekapnya di dada. Aku ingin menyapa, namun takut dia tak a

DMCA.com Protection Status