32 PERNIKAHAN
Reno yang merancang bangunannya, sedangkan Reva menulis daftar semua kebutuhan. Dito, Vivian, dan Andre juga ikut membantu. Bukan hanya mereka, tante Hartini dan ibu kos juga ikut andil. Tante Hartini menghubungi teman-teman lamanya semasa tinggal di rumah yatim. Mengerjakan semua ini, entah mengapa perasaanku campur aduk.“Kita bisa membuat beberapa kegiatan, untuk melatih kemandirian mereka. Misalnya setiap hari Minggu kita bikin kegiatan membuat kue, nanti hasilnya bisa dijual. Bercocok tanam, kerajinan tangan dan yang lainnya. Masalah tenaga pengajar enggak usah khawatir, teman-teman kampus kita siap bantu. Masing-masing dari mereka bisa ngajarin keahlian mereka. Misalnya, gw bisa ngajarin melukis. Nah karena Reva suka banget sama fashion, dia bisa ngajarin merancang baju, tinggal cari orang yang bisa ngejahit. Pokoknya lo tenang aja Ran, semua udah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya,” kata Dito.Aku tersenyum penuh rasa terima k33 INGIN MEMULAI HIDUP BARU Om Hendro dan tante Ajeng sepertinya masih keberatan, tapi akhirnya mereka setuju juga. Aku memasukkan bajuku ke dalam koper. “Lo pergi karena patah hati?” “Ren, lo pernah nanya pertanyaan yang sama juga kan dulu. Kenapa harus diulang lagi, sih? Gw bosan menjawab pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama juga. Sebagai mantan teman kerja dan senior, seharusnya lo ngedukung gw.” “Gw bukannya enggak ngedukung, tapi ....” “Dah enggak usah tapi-tapian.” “Kan bentar lagi juga gw mau nikah.” “Oya, selamat ya. Entar gw datang deh. Gw doakan semoga dia bahagia.” “Kok cuma dia, gw enggak?” “Ya lo sih udah pasti bahagia lah, kan lo yang mau. Justru dia yang gw cemaskan.” “Ya bahagia juga, lah. Kata orang-orang, gw baik, ganteng, lucu, hmmm ... apa lagi yang belum, ya?” “Tapi kurang waras!” “Coba deh, hati dan pikiran lo
34 TENTANG ISI HATI "Terus waktu seperti diputar ke belakang lagi, saat gw mendengar percakapan itu. Tuhan enggak mungkin ngasih perasaan sayang seperti itu ke adik gw sendiri, dan ternyata memang bukan perasaan gw yang salah.” Reno terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kembali. “Awalnya gw merasa penasaran kenapa lo selalu duduk sendiri di kantin sekolah atau di perpustakaan. Lo enggak pernah memperhatikan siapa orang-orang yang ada di sekitar lo, seolah mereka tiang listrik yang bergerak, yang kalau lo dekat-dekat bakalan kesetrum. Berkali-kali kita berpapasan, tetapi lo enggak pernah mandang gw sekali pun. Lo enggak pernah tersenyum atau pun marah. Tetapi saat ada Dito, lo selalu tersenyum dan merasa senang, tapi karena dia juga lo kecewa dan patah hati. Gw pengen bikin lo tersenyum tapi ujung-ujungnya kita selalu berantem. Lo sering mandangin hujan dari kamar lo, seolah lo lagi curhat sama hujan itu. Tadinya, gw kira ayah menyuruh gw ngekos di sit
35 SESEORANG ITU DIA Awalnya aku merasa kagum, namun tidak pernah kutunjukan. Orang yang selama berbulan-bulan kulihat turun bersamaku di pemberhentian terakhir. Seolah dia menjagaku di keheningan malam dan aku merasa aman dan nyaman dengan itu. Orang yang akhirnya menjadi rekan kerjaku di kafe, dan ternyata dia juga satu kampus denganku. Meskipun kami sering bertengkar di kafe dan bersikap tidak peduli satu sama lain di kampus, namun aku tidak pernah benar-benar membencinya. Entah apa penyebabnya, aku juga tidak tahu. Saat pertama kali ke rumah om Hendro dan bertemu dengannya, seperti ada petir yang menyambarku. Aku merasa kecewa, aku terjebak mimpi buruk dan tidak bisa keluar. Kenapa orang yang aku kagumi harus menjadi saudara yang kubenci. Aku tutupi perasaanku rapat-rapat, dan rasa kagum itu harus aku kubur dalam-dalam. Saat tahu kami tidak bersaudara, ada perasaan lega dan senang. Aku bisa kembali mengaguminya sebagai seorang teman, d
36 KEBAHAGIAAN DI LAUT BIRU Reno menggenggam tanganku dengan erat, seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Ren ....” “Sstttt ... sudah tenang saja, kita akan menikah dan kamu tidak boleh pergi lagi tanpa aku.” Ck, percaya diri sekali dia. Entah kenapa aku memang tidak dapat menghilangkan rasa tidak percaya diriku mengenai hubungan dengan laki-laki. “Yang harus kamu pikirkan itu mengenai konsep pernikahan kita nanti. Kamu pasti mau menikah di pantai, kan. Tenang saja, selama ini aku sudah menyiapkan semuanya, kamu tinggal memilihnya saja.” “Yang paling penting itu restu, Ren.” “Ya pasti direstuin lah, Yang!” Yang? Maksudnya, Sayang? Aku menahan senyum, tapi Reno menyadarinya. “Kok kamu senyum-senyum sendiri gitu, sih? Sudah gak sabar ya, nikah sama aku?” Tuh kan, sekarang jadi aku kamu, biasanya juga gue elo. “Dih, percaya diri
37 BONUS CHAPTER Aku membesuk Reva yang baru saja melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. “Siapa namanya, Rev?” tanyaku sambil menggendong bayi tampan itu. “Arkana Albian Abizar.” “A semua?” “Hahaha, Albian nama keluargaku, kan. Abizar nama keluarga Dito. Maklumlah lah Ran, aku kan anak satu-satunya, jadi kedua orang tuaku ingin nama Albian tetap dipakai.” “Halo baby Arkana, jadi anak yang soleh ya dan sehat selalu, membanggakan kedua orang tua kamu.” Reno mengusap perutku yang sudah membuncit. Saat ini aku juga sudah mengandung lima bulan. Keluarga Reno sangat bahagia saat pertama kali mengetahui soal kehamilanku. Reno menjadi suami yang siaga. Setiap malam dia selalu menemaniku yang susah tidur dan yang terkadang ingin ini itu. Pagi harinya dia akan membuatkan susu hamil untukku. Banyak hal yang sudah Reno lakukan, bukan hanya saat aku hamil saja. Aku benar-benar ber
1 PERJALANANBis yang kutumpangi ini terus berjalan dan tahu ke mana arah tujuannya. Aku berada di dalam bis ini, tetapi tidak tahu ke mana tujuan bis ini, tidak tahu di mana pemberhentian terakhir bis ini. Yang kutahu hanyalah aku ingin pergi jauh. Aku benci pada diriku sendiri. Aku terus berjalan, tetapi tidak ada satu tempat pun yang menerimaku dengan layak. Aku merasa seolah dunia memusuhiku.Di jalan yang kupikir rata, mulus tanpa lubang maupun batu, ternyata aku masih tersandung. Tidak ada yang dapat dijadikan pegangan, dan sekali lagi aku terjatuh!Mata yang terus melihat ke arah jendela yang berdebu tebal ini seolah menunjukkan bahwa pikiranku sedang melayang jauh. Satu persatu penumpang turun dari bis, dan aku pun ikut turun. Ternyata terminal Kampung Melayu. Aku membeli minuman dingin dan gorengan (yang kuyakin sangat berdebu karena tidak ditutup), sekedar untuk mencari alasan agar bisa tetap berada di sini lebih lama. Rambutku yang sudah b
2 SUNYIAku sering bertanya apakah hal-hal yang telah aku lakukan itu suatu kebodohan atau apakah memang takdir?Sebenarnya takdir itu seperti apa? Aku merindukan banyak hal. Namun hal yang kurindukan itu tidak pernah terjadi di masa laluku. Aku hanya mengkhayalkan hal-hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi.Hal itu bukanlah bagian dari masa laluku, masa kini, bahkan masa depanku. Aku mengharapkan sesuatu yang lebih sempurna dari kehidupanku saat ini. Bagaimana aku dapat menghentikan semua ini?Aku bukanlah orang yang romantis, namun terkadang aku mengharapkan hal-hal yang romantis, sekedar memberikan warna lain dalam hidupku. Bukan berarti aku benar-benar menginginkannya. Memang dulu aku pernah mendapatkan coklat dari seseorang, puisi dari seseorang yang tidak menuliskan namanya, antar jemput dari orang yang lain lagi, surat cinta (yang menakutkan), kalung, ada juga yang membawakanku makanan.Meskipun aku tidak pernah tahu siapa yang memberikan
3 PRIA MENYEBALKANHari-hariku yang semakin berlalu, semakin membuatku mengerti akan banyak hal. Ada banyak orang di dunia ini, tapi siapa yang akan menjadi bagian dalam hidupku? Aku tidak yakin dengan apa yang kulihat, dengan apa yang kudengar dan dengan apa yang kurasakan.Aku masih sering tidak yakin dengan apa yang telah terjadi, memang terjadi padaku. Aku berharap, ada yang menemaniku saat ini, dan semakin berlalunya waktu, kini kusadari rasa kesepian itu tak akan pernah hilang dariku, dan kini semakin menyakitkan hati.Menunggu itu tidak menyenangkan dan sangat melelahkan, juga menyakitkan. Aku seperti patah hati berulang-ulang tanpa tahu siapa yang kusukai. Aku mencari kebahagiaan semu, hanya dengan membayangkan. Aku menangisi masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan. Aku gagal memerankan karakterku. Aku mengharapkan peran lain, yang kupikir dan kurasa lebih sempurna.***“Ra, Lo tahu gak senior yang namanya Reno?&rdq
37 BONUS CHAPTER Aku membesuk Reva yang baru saja melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. “Siapa namanya, Rev?” tanyaku sambil menggendong bayi tampan itu. “Arkana Albian Abizar.” “A semua?” “Hahaha, Albian nama keluargaku, kan. Abizar nama keluarga Dito. Maklumlah lah Ran, aku kan anak satu-satunya, jadi kedua orang tuaku ingin nama Albian tetap dipakai.” “Halo baby Arkana, jadi anak yang soleh ya dan sehat selalu, membanggakan kedua orang tua kamu.” Reno mengusap perutku yang sudah membuncit. Saat ini aku juga sudah mengandung lima bulan. Keluarga Reno sangat bahagia saat pertama kali mengetahui soal kehamilanku. Reno menjadi suami yang siaga. Setiap malam dia selalu menemaniku yang susah tidur dan yang terkadang ingin ini itu. Pagi harinya dia akan membuatkan susu hamil untukku. Banyak hal yang sudah Reno lakukan, bukan hanya saat aku hamil saja. Aku benar-benar ber
36 KEBAHAGIAAN DI LAUT BIRU Reno menggenggam tanganku dengan erat, seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Ren ....” “Sstttt ... sudah tenang saja, kita akan menikah dan kamu tidak boleh pergi lagi tanpa aku.” Ck, percaya diri sekali dia. Entah kenapa aku memang tidak dapat menghilangkan rasa tidak percaya diriku mengenai hubungan dengan laki-laki. “Yang harus kamu pikirkan itu mengenai konsep pernikahan kita nanti. Kamu pasti mau menikah di pantai, kan. Tenang saja, selama ini aku sudah menyiapkan semuanya, kamu tinggal memilihnya saja.” “Yang paling penting itu restu, Ren.” “Ya pasti direstuin lah, Yang!” Yang? Maksudnya, Sayang? Aku menahan senyum, tapi Reno menyadarinya. “Kok kamu senyum-senyum sendiri gitu, sih? Sudah gak sabar ya, nikah sama aku?” Tuh kan, sekarang jadi aku kamu, biasanya juga gue elo. “Dih, percaya diri
35 SESEORANG ITU DIA Awalnya aku merasa kagum, namun tidak pernah kutunjukan. Orang yang selama berbulan-bulan kulihat turun bersamaku di pemberhentian terakhir. Seolah dia menjagaku di keheningan malam dan aku merasa aman dan nyaman dengan itu. Orang yang akhirnya menjadi rekan kerjaku di kafe, dan ternyata dia juga satu kampus denganku. Meskipun kami sering bertengkar di kafe dan bersikap tidak peduli satu sama lain di kampus, namun aku tidak pernah benar-benar membencinya. Entah apa penyebabnya, aku juga tidak tahu. Saat pertama kali ke rumah om Hendro dan bertemu dengannya, seperti ada petir yang menyambarku. Aku merasa kecewa, aku terjebak mimpi buruk dan tidak bisa keluar. Kenapa orang yang aku kagumi harus menjadi saudara yang kubenci. Aku tutupi perasaanku rapat-rapat, dan rasa kagum itu harus aku kubur dalam-dalam. Saat tahu kami tidak bersaudara, ada perasaan lega dan senang. Aku bisa kembali mengaguminya sebagai seorang teman, d
34 TENTANG ISI HATI "Terus waktu seperti diputar ke belakang lagi, saat gw mendengar percakapan itu. Tuhan enggak mungkin ngasih perasaan sayang seperti itu ke adik gw sendiri, dan ternyata memang bukan perasaan gw yang salah.” Reno terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kembali. “Awalnya gw merasa penasaran kenapa lo selalu duduk sendiri di kantin sekolah atau di perpustakaan. Lo enggak pernah memperhatikan siapa orang-orang yang ada di sekitar lo, seolah mereka tiang listrik yang bergerak, yang kalau lo dekat-dekat bakalan kesetrum. Berkali-kali kita berpapasan, tetapi lo enggak pernah mandang gw sekali pun. Lo enggak pernah tersenyum atau pun marah. Tetapi saat ada Dito, lo selalu tersenyum dan merasa senang, tapi karena dia juga lo kecewa dan patah hati. Gw pengen bikin lo tersenyum tapi ujung-ujungnya kita selalu berantem. Lo sering mandangin hujan dari kamar lo, seolah lo lagi curhat sama hujan itu. Tadinya, gw kira ayah menyuruh gw ngekos di sit
33 INGIN MEMULAI HIDUP BARU Om Hendro dan tante Ajeng sepertinya masih keberatan, tapi akhirnya mereka setuju juga. Aku memasukkan bajuku ke dalam koper. “Lo pergi karena patah hati?” “Ren, lo pernah nanya pertanyaan yang sama juga kan dulu. Kenapa harus diulang lagi, sih? Gw bosan menjawab pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama juga. Sebagai mantan teman kerja dan senior, seharusnya lo ngedukung gw.” “Gw bukannya enggak ngedukung, tapi ....” “Dah enggak usah tapi-tapian.” “Kan bentar lagi juga gw mau nikah.” “Oya, selamat ya. Entar gw datang deh. Gw doakan semoga dia bahagia.” “Kok cuma dia, gw enggak?” “Ya lo sih udah pasti bahagia lah, kan lo yang mau. Justru dia yang gw cemaskan.” “Ya bahagia juga, lah. Kata orang-orang, gw baik, ganteng, lucu, hmmm ... apa lagi yang belum, ya?” “Tapi kurang waras!” “Coba deh, hati dan pikiran lo
32 PERNIKAHAN Reno yang merancang bangunannya, sedangkan Reva menulis daftar semua kebutuhan. Dito, Vivian, dan Andre juga ikut membantu. Bukan hanya mereka, tante Hartini dan ibu kos juga ikut andil. Tante Hartini menghubungi teman-teman lamanya semasa tinggal di rumah yatim. Mengerjakan semua ini, entah mengapa perasaanku campur aduk. “Kita bisa membuat beberapa kegiatan, untuk melatih kemandirian mereka. Misalnya setiap hari Minggu kita bikin kegiatan membuat kue, nanti hasilnya bisa dijual. Bercocok tanam, kerajinan tangan dan yang lainnya. Masalah tenaga pengajar enggak usah khawatir, teman-teman kampus kita siap bantu. Masing-masing dari mereka bisa ngajarin keahlian mereka. Misalnya, gw bisa ngajarin melukis. Nah karena Reva suka banget sama fashion, dia bisa ngajarin merancang baju, tinggal cari orang yang bisa ngejahit. Pokoknya lo tenang aja Ran, semua udah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya,” kata Dito. Aku tersenyum penuh rasa terima k
31 DIA ADALAH AYAH TERBAIK Aku menuju kamarku dan mengambil buku tabungan dan ATM-nya, lalu kembali ke bawah. “Ini. Ini semua uang yang sudah Om kirimkan kepadanya untuk memenuhi kebutuhanku. Jumlahnya masih sama, tidak ada yang berkurang sedikit pun.” Aku menyerahkan buku tabungan dan ATM itu pada om Hendro. “Rana ... seharusnya ayah yang minta maaf. Ayah enggak ada maksud untuk menyembunyikan kebenarannya dari kamu. Ayah hanya takut, kalau kamu nanti tahu, kamu akan pergi karena merasa tidak berhak ada di rumah ini.” Aku langsung melihatnya. Dia masih menyebut dirinya ayah padaku, dan dia tidak ingin aku pergi kalau aku tahu dia bukan ayahku? Aku semakin merasa malu. Mengapa om Hendro begitu baik padaku? Dia membiarkan anak-anaknya berpikir kalau dia memiliki anak dari perempuan lain, hanya untuk menjagaku, yang bahkan tidak memiliki hubungan darah dengannya sedikit pun. Apakah orang lain akan melakukan ha
30 MAAFKAN AKU “Rana, ayah mau bicara. Ayo turun!” Aku dan Reno turun dan duduk di ruang keluarga. Aku melihat wajah mereka yang terlihat serius, apa yang akan dibicarakan adalah hal yang sangat penting? “Rana, ada hal serius yang ingin ayah bicarakan.” Om Hendro dan tante Ajeng berpandangan. Apa seperti yang aku pikirkan? “Ini menyangkut masa depan kamu. Begini, kamu kan sudah dewasa dan sudah cukup umur. Ayah bermaksud ingin menjodohkan kamu dengan seseorang, tapi ayah tidak akan memaksa, semua keputusan ada di tangan Kamu.” Nah loh, kok enggak seperti yang aku kira, meskipun agak menjurus dikit. Orang tua Reno berpandangan, menunggu reaksiku. Aku melihat Reno, dia juga kelihatan kaget. Berarti dia juga enggak tau apa-apa. “Iya, nanti aku pikirkan dulu.” Kami berbicara dengan santai, tentang pria yang akan dijodohkan denganku. Pria itu berumur 30 tahun, lulusan luar n
29 INGIN MELAMAR Aku menyiram tanaman. Aroma mawar membuat suasana di taman ini lebih menyenangkan. Aku baru memperhatikan kalau di taman belakang ini ada bunga kesukaan ibu. “Rana, rencana kamu hari ini apa?” tanya tante Ajeng. Reno dan yang lainnya sudah berkumpul dan duduk di pinggir taman. “Aku mau ke tempat Reva.” “Oya Rana, ayah mau kamu kerja di perusahaan ayah. Ayah sudah nyiapin posisi manajer untuk kamu,” kata om Hendro. “Tapi ....” “Tolong bantu ayah, ya. Reno juga kan sekarang sudah kerja di perusahaan. Kalau ada kalian berdua, pasti lebih baik.” Bagaimana nanti om Hendro akan memperkenalkan aku. Anaknya, kah? Keponakan? Atau hanya sebagai manajer biasa? Siang harinya aku bertemu dengan Reva. Dia memelukku. Aku membawakan oleh-oleh untuknya dan Dito. “Dito gimana kabarnya, Rev?” “Baik-baik aja. Pokoknya hari ini khusus untuk kita berdua. Lo ngin