Aku pulang ke rumah setelah selesai bekerja dengan perasaan begitu marah pada Elena karena selama ini terus dipermainkan. Kemunculan Jessica membuatku seperti orang gila yang begitu bodohnya menjadi korban kebohongan istriku yang mempermainkanku seenaknya hanya demi agar aku tidak menceraikannya.“Elenaaaa!!!” aku berteriak penuh emosi. Dadaku seakan bergemuruh ingin sekali kumengumpat padanya saat ini.“Keluar kamu! Apa lagi kali ini? kamu mau merencakan apa lagi kali ini?!” aku terus berteriak seperti orang gila.Lantas, mataku tertuju pada secarik kertas yang teronggok diatas meja makan. Segera kuambil dan kubaca, aku merasakan hal ini serupa pada saat pertama kali Elena menghilang seolah sedang diculik.[Aku menculik istrimu, berikan uang 10 miliar itu! kalau kamu melapor polisi, istrimu akan mati!]Aku tertawa terbaha-bahak, benar-benar cara yang basi untuk menipuku lagi.“Kali ini aku tidak akan tertipu, Elena!” ucapku sambil meremas kertas itu dan membuangnya asal.“Kamu menden
“Apakah kamu tidak khawatir padanya?” tanya Raffi lagi.Aku menghembuskan napas jengah, “baiklah! Apa yang dia kirimkan padamu?”“Dia mengirim sesuatu dan bilang dia sudah berakhir. Seharusnya ini barang yang paling berharga baginya..”Aku tertawa mengejek, “uang?” tebakku.Raffi terdengar mendengkus kesal, “aku seharusnya tidak berharap padamu.”“Jangan bertele-tele, katakan intinya saja!” desakku. “Selain itu, siapa kamu sebenarnya? Atas dasar apa kamu berharap atau tidak berharap terhadapku? Apakah kamu juga guru lesku?” ujarku kesal.“Bastian! Kamu sudah gagal,” desisnya.“Gagal apanya? Halo..” ternyata dia mematikan telepon tanpa memberiku penjelasan yang akurat.Aku menggerutu kesal, kemana sekarang aku harus pergi, apa yang harus kulakukan? Berlarian menyelamatkan istri? Atau membiarkannya saja mati?Akhirnya aku memutuskan untuk pergi menemui Raffi ke Bar miliknya. Dengan napas tersengal, aku masuk ke dalam.“Aku sedang menunggumu,” ucap Raffi sambil tersenyum tipis.Aku mengh
“Dia seharusnya sejak awal sudah merasakan adanya bahaya. Dia bersedia menghadapi bahaya dan menghadapi kematian. Maka Bastian.. kamu juga harus melindungi istrimu!” pria di hadapanku berintonasi tegas sambil menunjukku dengan jarinya.Aku terdiam sambil berpikir, langkah apa yang akan kulakukan selanjutnya. Suasana hening sejenak, Raffi membiarkanku larut dalam lamunan. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menyelamatkan Elena. Aku benar tidak tega membiarkannya begini, lagi pula Elena banyak melakukan kebaikan untukku juga untuk keluargaku.“Aku akan pergi mencari Elena..” ujarku seraya berdiri dan bergegas keluar tanpa mempedulikan Raffi yang tampak bingung melihat sikapku.Aku mengirim pesan pada Melisa, karena aku tahu saat ini mereka masih bertahan menyekap Elena.[Tunjukkan padaku bahwa Elena baik-baik saja. Jika tidak ada jawaban dalam tiga menit, aku akan lapor polisi]Aku masih berdiri di tengah kota dengan perasaan bingung dan gelisah. Melisa membalas pesanku dengan mengirim
POV Author.Di kantor polisi.Detektif Toni membaca kembali novel yang menceritakan kisah mirip kasus Elena Bastian.“Jadi senior ngikutin novel ‘Istri’ itu?” Rian datang mengejutkan Toni yang sedang serius membaca.“Aku hanya memeriksa apakah ada pembaruan bab. Siapa tau bab barunya akan menyebutkan apakah sebenarnya selingkuhannya masih hidup atau tidak.”Rian hanya mengangguk sambil sibuk dengan komputernya.“Apakah itu kamu?” Toni tiba-tiba mengalihkan tatapan curiganya pada Rian.“Hah?” Rian terlihat bingung.“Bukannya kamu selalu menebak alur ceritanya?”“Wah.. ini fitnah. Setiap kali berspekulasi, kamu selalu mengguruo dan mengembalikan ke posisi awal. Aku tidak semoat untuk memikirkannya baik-baik.” Rian membela diri.“Ah benarkah? Kalau begitu, kali ini aku tidak akan melakukan apa pun, kamu yang menspekulasikannya. Siapa penulis ceritanya? Satu.. dua… tiga! Pergi!”Toni semakin kesal dengan juniornya yang terus protes.“Senior! Mari kita tangkap penulisnya itu!” Rian tiba-ti
Malam ini Jessica mendatangi restoran, membawa koper berisikan uang 10 milyar yang dia dambakan. Memasak pasta kesukaannya, lalu menyantap makanan itu seorang diri sambil tersenyum menatap koper berwarna pink berkali-kali.Dia merasa kemenangan berpihak padanya. Elena, wanita itu benar-benar menepati janji meskipun dia sempat ragu dan sangsi untuk mempercayainya bahwa uang dan restoran ini akan menjadi miliknya.“Jika kamu benar membatuku, aku akan sungguh-sungguh memberikanmu uang 10 miliar itu padamu.”Jessica terbayang kembali perjanjian antara dirinya dan Elena untuk melakukan kerja sama membuat sandiwara.“Kenapa kamu sampai melakukan hal seperti ini?” Jessica bertanya heran.“Aku hanya ingin bersama suamiku,” jawab Elena. “Meskipun hubungan kami sudah retak, tapi aku tidak akan menyerah. Aku yakin hubungan kami akan membaik.” Elena berujar dengan yakin.Tawa meremehkan terbit di wajah Jessica, “apakah hanya demi hal itu kamu melakukan kegilaan ini?” ucap Jessica tak percaya.“Da
“Katanya mereka berkenalan saat bekerja di bar anggur merah. Istrinya itu sangat menyukai anggur merah terutama merek Cinta Abadi.” Rozi bercerita sambil menunjukkan foto Raffi bersama wanita penjaga bar, yaitu mendiang istrinya.Saat Jessica tengah memperhatikan foto tersebut, Rozi mengetuk-ngetuk koper milik Jessica.“Bukankah kamu bilang tidak tertarik?” dengan cepat Jessica menggeser kopernya itu, dan mengalihkan pandangan dari foto ke Rozi dengan tatapan tajamnya.“Toko gue gak akan mengurus barang kotor dan haram seperti ini,”ujarnya.“Tapi aku rasa kamu hanya mengurus barang kotor,” balas Jessica meremehkan.“Sudah gue bilang enggak!” tegasnya.“Kamu tau, diantara barang kotor dalam toko ini, kita lah yang paling punya aroma kotor itu.” Jessica menyeringai. “Lalu, bagaimana istrinya Raffi itu meninggal?” sambung Jessica melanjutkan ke topik pembicaraan.“Karena sudah lama sakit,” jawab Rozi sambil menyilangkan kakinya ke kaki satunya.“Jadi istrinya meninggal karena sakit?”“Ya
"Pintunya tidak terkunci," gumam Toni saat masuk ke dalam restoran."Apakah ada orang di dalam?!" Toni berteriak sambil terus berjalan masuk ke dalam."Apa ini?" Rian melihat bercak darah di lantai."Cepat!" Toni berseru, berlari naik ke lantai dua."Apa yang terjadi?" Toni menemukan Jessica tergeletak bersimbah darah sambil memegang lengannya yang terluka."Apa yang terjadi?" Rian menghampiri Jessica."Sepuluh miliar sudah dirampas, penjahatnya adalah Andre, pria tetangga Bastian," jelas Jessica sambil meringis kesakitan."Andre? Cepat kejar!" perintah Toni pada juniornya."Sepuluh miliar... uang yang digunakan untuk penebusan kasus penculikan Elena?" desis Toni, matanya menyorot tajam pada Jessica.Wanita itu tak peduli, dia terus meringis sambil nenekan luka di lengannya."Aku pikir uang itu jatuh ke tangan siapa, ternyata kamu orangnya.." kembali Toni mendesis.Jessica tak berani membalas tatapan Toni. Dia terus menunduk."Aww.. sakit banget!" Pekik Jessica saat Toni memberikan sa
Elena memindai sekitar rumahnya. Matanya menyapu seluruh sudut, mengingat kenangan di tempat ini sebelum Melisa menjatuhkan korek apinya.'Sebenarnya kesalahannya mulai dari mana? Akhirnya, janji di depan A31 tetap tidak bisa ditepati. Aku berharap suamiku masih ingat dengan A31. Janji kita bersama A31, tidak terpenuhi.' Elena bergumam dalam hati.Hatinya hancur. Terutama ketika mengingat pertama kali menjalankan misi sandiwara penculikan, saat itu Bastian menelepon polisi setelah membaca pesan ancaman dari sang penculik A31.Bagaimana bisa dia langsung menelepon polisi dan tersenyum saat mengetahui jika hal itu dilakukan akan membuat nyawa Elena terancam. Kecewa dan marah Elena rasakan, namun tak bisa dilampiaskan pada Bastian. Dia memilih memaafkan karena dia membutuhkan seorang suami."Aku berharap suamiku tidak tersesat, dan segera melihat petunjuk yang kuberikan," ujar Elena saat bersembunyi di suatu tempat dan pura-pura diculik.A31 adalah petunjuk, namun Bastian sama sekali tid