Sakit …SAKIT!Fio melihatku, melambai, tersenyum. “Kakak.”Ah … ini hari yang panas.Tuan Randy kadang emang berengsek. Di cuaca macam neraka begini, kami mesti tetap kerja rodi. “Apa yang kamu lakuin di sini?” tanyaku beruasaha menghampiri Fio.Tapi, kok, ya …Fio kenapa makin jauh.Bukan.Jalan di antara kami makin memanjang.Kenapa?Ada apa?Sakit.Sakit!SAKIT …“Kakak.” Fio menangis dan tiba-tiba sekitar kami terbakar.Panas.Panas.Tapi, tenang. Aku mesti lebih tenang. Fio bakal jadi makin cemas kalau dia ngelihat aku gugup.Selalu begitu.Aku mesti jadi kakak yang baik.Orang yang bisa diandalin dia.Orang yang bisa diandalin Ibu. “Tenang, Kakak bakal ke sana.”Sakit.Sakit!SAKIT!Cahaya yang terlalu benderang lewat dari atas.Enggak.Bukan sekadar lewat.Apa pun asal cahaya itu, sepertiya itu makin dekat.Makin dekat dan kini menyentuh kami.Ada ledakan sinar yang membutakan.Dan begitu semuanya sirna, yang terpampang di depanku adalah kengerian.Sakit.Sakit …SAKIT!“Kaka
“Yakin ini datang dari Raja?”Dave mengangguk. “Enggak ada orang yang punya merpati sebagus ini selain Ibukota, Sir. Aku sih ingin ngecek sendiri isinya, tapi … apa boleh?”Aku tersenyum. “Menurutmu?”“Aku ngerti.” Dave beralih ke aktivitasnya lagi—mengurusi kandang dan mengajak bicara merpati.Aku suka dengan orang yan paham akan tugas dan batasannya.“Sir, boleh nanya?”“Apa itu setara dengan waktuku yang bakal kebuang dan seharusnya digunain untuk meyampaikan ini ke Pangeran?”“Pasti, Sir. Ini tentang masa depan pasukan. Masa depan negeri ini.”“Bicara dengan merpati tiap hari memberimu ilham, ya?”“Ilham? Bukan. Ini rumor yang beredar.” Dia melihat ke sana-kemari. “Rumor yang berbahaya, sebenernya.”“Kalau bahaya, mending kau simpan sendiri.” Begitu aku ingin beranjak, barulah Dave mengutarakan pertanyaan yang agaknya memancingku.“Apa benar Pangeran Devon ngebentuk faksinya sendiri untuk menggantikan Raja?”Itu … emang berbahaya. “Dari mana kau dengar rumor ini, tadi?”Dave menge
Percaya atau enggak, semua ini bener-bener di luar kendali.Aku juga ngira aku bakal mati kala itu.Emang pastinya bakal ada serangan.Di antara daerah lain, penjagaan kami hampir serapuh tahu. Bahkan cuma dengan dua puluh orang terlatih, kastil ini akan langsung jatuh.Tapi, ya … enggak secepat itu, setan.Mana, ketika mereka datang, mereka bawa satu pasukan penuh pula.Kira-kira jumlahnya ada sekitar dua belas ribu orang. Bersenjata lengkap. Armor mengilap. Bahkan ada artileri.Upaya yang sia-sia untuk menyerbu kastil enggak berharga.Padahal, kalau mereka minta aku nyerah baik-baik, bakal langsung kulakukan.api, orang-orang ini punya pemikiran aneh tentang musuhnya. Bahwa kami dianggap sebagai perwujudan setan yang mesti dibasmi, diperkosa, dibantai hingga musnah dan menjamin kemenangan.Maka, sembari menunggu mana pilihan paling pas yang bakal kudapat, aku mendapat kemuliaan untuk ngehuni penjara bawah tanah.Aku pernah ke sini sekali.Kala itu lebih ramai.Ada si Wilson tolol it
Dibanding nge-bait seorang komandan yang kaanya terbaik, ini lebih mirip kayak ngejahilin anak kecil.Sumpah.Si Pangeran Devon mulia tercinta kita ini kenapa polos sekali, sih, ya?Apa dia enggak ngerasa ada yang aneh tentang kepergian kami yang tiba-tiba?Well, ini taktik rahasianya: enggak ada rahasia sama sekali.Dengan dosis dopping buatanku yang dibuat sepuluh lebih kuat dibanding versi awal, dibantu juga dengan seorang healer yang jangkauan seranganya merata dan menyebar, Silas berhasil ‘nularin’ kekuatannya ke seluruh pasukan.Ngebuat kami hampir jadi sekecil kecoa, tapi dengan tenaga yang sama kuatnya dalam ukuran normal.Itu bukan perjuangan mudah.Aku hampir enggak bisa nahan ketawa ketika ngelihat orang-orang tolol ini bolak -balik mencari kami.Silas dan pasukannya juga mesti dengan berat hai nenggelamin semua kapal yang berlabuh sebagai pengalihan—saranku juga, pastinya.Ada satu orang yang kayaknya ngerasa agak aneh: si Taylor.Entah apakah dia punya semacam kemampuan c
“Kita akan bertolak setelah malam menjelang.”Dasar sekumpulan orang sinting.Ini penghinaan berat.Ini enggak bisa dimaafkan.Dipikirnya, sejak awal, untuk apa kami ikut serta dalam pertempuran yang tak jelas arahnya ini.Kami bahkan tak menghendaki adanya perang.Alicia menegaskan hal itu.Dia bahkan udah di istana sekarang, dekat di sisi Raja, menjelaskan betapa menyesalnya dia udah membiarkan kami jatuh dalam pengaruh setan.Kami enggak pernah berniat untuk mengkhianati Raja. Cuma menegakkan kebenaran.Livingsworth bersedia untuk ngewujudin itu.Tapi, tiba-tiba aja, karena mendapa bisikan dari kapten pasukannya yang punya muasal antah-berantah, tiba-tiba dia melihat klaim putraku itu konyol.Tiba-tiba aja, sang pangeran yang konon merupakan pengikut Raja paling setia, membelot dan mendeklarasikan dirinya sendiri.Pidato panjangnya tentang janji yang akan dia berikan ke Andromeda kerap dieulu-elukan.Sesumbar kalau dia bisa mengembalikan kejayaan kami.Sampai berjanji bakal memberi
Ketika mendengar langkah tergopoh-gopoh yang perlahan kemari, saya malah merasa enggak enak.Tuan Zack, begitu-begiu, merupakan orang berpendirian kuat dan keras kepala.Ketika dia telah memutuskan sesuatu, maka janjinya akan selalu ditepati. Enggak peduli berapa lama.Untungnya, bersamaan dengan sikap yang lumayan bikin kami kesulitan begiu, Yang Maha Tinggi mengaruniai beliau dengan sifat pemaaf dan berhati besar.Tapi, dalam dunia yang saling sikut dan kejam begini, saya khawatir itu cuma jadi bumerang.Dan begitu penjaga mulai memperlaukan saya lebih baik dan membebaskan saya keluar, saat itulah semuanya menjadi sangat tak beres.Count Yadava sendiri yang menyambut saya di depan pintu.Masih penuh senyum sopannya.“Raja sudah menunggu anda di ruang majelis.”“Kalau begitu izinkanlah saya membersihkan diri dulu.”“Raja bilang tak perlu membersihkan diri, Tuan. Ini … perkara mendesak.”Semendesak apa, kira-kira?Tapi, kalau itu perintah Raja, maka saya cuma bisa menurut.Ruang majeli
Setelah rasa sakit, timbul rasa gatal.Itu makin menjadi tiap kali aku berjalan.Makin menjadi tiap kali aku menemukan musuh—sekumpulan orang arogan dengan zirah lengkap dan bayonet megah tersampir di bahu.Petentang-petenteng di sepanjang jalan seakan dunia milik mereka.Dan biar kuperjelas saja: tidak.Tidak akan.Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.Aku tidak akan membiarkan mereka tenang.Aku tahu kalau semua ini salah. Melihatku seperti sekarang, Fio akan sedih. Bertanya-tanya, apa aku benar-benar sosok yang pernah dia kenal?Apa aku masih seorang Ralph?Aku juga tak ahu pasti jawabannya.Yang kurasakan tiap detik cuma gatal. Sakit. Ketidakpuasan. Dan amarah.Maka, sekali lagi pada malam itu. Ketika menemukan kawanan kecil perwira sombong yang sedang bermalam, aku mendatangi mereka.Mereka menunjukkan reaksi yang sama. Ketakutan, jijik, aneh.Biarkan begitu. Biarkan mereka merasa takut. Biarkan mereka merasa ngeri. Dan—kalau-kalau ada yang selamat—biarkan mereka dihantui.Itu y
Aku benci perayaan. Pesta pora tolol. Semua orang senang.Terakhir kali aku ikut pesta, kalau enggak salah sewaktu ulang tahun kantor.Tiba-tiba aja sikap semua orang berubah.Denger, aku bukannya korban perundugan atau apa, cuma pimpinan yang jaga wibawa aja. Jadi … wajar dong kalau di tempat kerja aku enggak punya satu pun teman.Aku pernah dengar orang bijak bilang kalau manusia benci apa yang enggak dia ketahui.Dan begitulah semua orang di kantorku. Cuma karena aku enggak terlalu murah senyum—dengar, ya, senyum itu emnag mahal; capek; dan baiknya disimpen untuk saat-saat penting aja.Enggak traktir mereka kalau ada sesuatu yang menyenangkan terjadi—lagian, ngapain?Atau nanya-nanya sokab kalau seseorang tiba-tiba absen atau ambil cuit—malah kalau alasannya enggak masuk akal, bakal kumarahi dan kutolak (enak aja, bilang aja kau mau malas-malasan, ‘kan, sialan).Dengar-dengar sih mereka juga buat grup media sosial yang enggak masukin aku dan sering gunjingin aku di sana.Tapi, har
Percaya atau enggak, semua ini bener-bener di luar kendali.Aku juga ngira aku bakal mati kala itu.Emang pastinya bakal ada serangan.Di antara daerah lain, penjagaan kami hampir serapuh tahu. Bahkan cuma dengan dua puluh orang terlatih, kastil ini akan langsung jatuh.Tapi, ya … enggak secepat itu, setan.Mana, ketika mereka datang, mereka bawa satu pasukan penuh pula.Kira-kira jumlahnya ada sekitar dua belas ribu orang. Bersenjata lengkap. Armor mengilap. Bahkan ada artileri.Upaya yang sia-sia untuk menyerbu kastil enggak berharga.Padahal, kalau mereka minta aku nyerah baik-baik, bakal langsung kulakukan.api, orang-orang ini punya pemikiran aneh tentang musuhnya. Bahwa kami dianggap sebagai perwujudan setan yang mesti dibasmi, diperkosa, dibantai hingga musnah dan menjamin kemenangan.Maka, sembari menunggu mana pilihan paling pas yang bakal kudapat, aku mendapat kemuliaan untuk ngehuni penjara bawah tanah.Aku pernah ke sini sekali.Kala itu lebih ramai.Ada si Wilson tolol it
Malam udah begitu larut ketika akhirya kami bertatap mukaDevon nampak jauh lebih murug dari sebelumnya.Dqan enggak mau repot-repot untuk membuak pembicaraan.Jadilah mesti aku yang mengeluarkan suara duluan. “Boleh aku tidur bersama? Untuk hari ini?”“Ada esuatu yang terjadi?”“Aku mimpi buruk.Setelah beragam pertimbangan bisu dan sesi tatap-tatapan memuakkan yang berasa terjadi setahun, Devon akhirnya ngangguIsi dalamnya gak jauh beda dengan bilik pribadi yang kusinggahi.Kasur raksasa berkelambu.Lemari mahoni yang tingginya satu setengah kali manusia dewasa. Tapestri dan pernak-pernik keemasan yang menghiasi segenap dinding.Hanya aja semuanya tersamarkan oleh benderang lampu yang begitu redup. Melebur dalam kerlap-kerlip yang justru menciptakan suasana yang lebih menenangkan dan damai.Kayaknya emang isi kamar itu mencerminkan kepribadian seseorang.“Perlu saya hidupkan lampunya?”Aku menggeleng pelanDevon ngangguk. Kaku.Atau cuma aku yang berpikir demikian?Dengar.Ini buka
Sejak awal ini konyol. Bilangnya udah enggak seperti dulu lagi, tapi apa yang kulakuin di sini? Terjebak dalam dunia khayal tempat seharusnya aku enggak berada. Aku lebih penasaran, seberapa lama samaran murahan ini bakal bertahan. Maksudku, cuma selembar kain hitam bertudung yang dari bagian bahu hingga lengannnya koyak-koyak, bukannya kami bakal langsung dicurigain. Lagi, si Jeanette tolol ini juga gak nyiapin aku alas kaki. Apa dia enggak mempertimbangkan semua ini? Kayaknya aku terlalu berharap banyak. Pada akhirnya, meski dijulukin pahlawan dan penjahat perang—tergantung dari mana kau dengernya—nih cewek masih remaja. Pribadi berpikiran sempit yang punya semangat sekonyol orang pengidap gangguan jiwa. Selain prajurit, aku nyaksiin demonstrasi. Kumpulan massa dari para rakyat jelata dengan proporsi tubuh abnormal yang mendengarkan ceramah orang-orang teler. Orang-orang teler yang mengatakan ‘kebenaran’. “Negeri ini udah dikutuk di hari pertama Pengkhianat itu diangkat
`“Itu gak mungkin.”Bard sepertinya yang paling mengerti. “Aku tau dia temanmu, tapi … orang-orang akan selalu berubah, hingga pada titikk yan gak bisa kau kenalin.”Banyak yang bilang itu kabar angin, tapi berdasarkan pengalmanku dari berbagai sisi, itu merupakan kebenaran yang cuma dilebih-lebihkanEntah di bagian mananya, tapi hanya ada satu simpulan: banyak orang mati di Ibukota.“Aku mau keluar cari angin dulu.”Yang lain menanggapi dalam bungkam.Mengerti apa yang kurasakan.Sejak hari itu, aku udah berjanji.Pada diri sendiri, bahwa mulai sekarang aku bakal nyiptain ‘perubahan’.Tapi, bukan seperti yang dikehendaki Brown dan kawanannya.Visi mereka terlalu liar, brutal, dan tak manusiawi.Oh, tentu aku dengar soal mereka juga.Tentang gaung revolusi yang diserukan seluruh penjuru negeri.Mereka bahkan berani bawa-bawa nama Dia Yang Menguasai Langit dan Bumi. Menyebut kampaye kekerasan itu sebagai Perang Suci.Itu keterlaluan. Itu mesti kuhentikan.Tapi, tidak secara langsung.Be
Malam udah begitu larut ketika akhirya kami bertatap mukaDevon nampak jauh lebih murug dari sebelumnya.Dqan enggak mau repot-repot untuk membuak pembicaraan.Jadilah mesti aku yang mengeluarkan suara duluan. “Boleh aku tidur bersama? Untuk hari ini?”“Ada esuatu yang terjadi?”“Aku mimpi buruk.Setelah beragam pertimbangan bisu dan sesi tatap-tatapan memuakkan yang berasa terjadi setahun, Devon akhirnya ngangguIsi dalamnya gak jauh beda dengan bilik pribadi yang kusinggahi.Kasur raksasa berkelambu.Lemari mahoni yang tingginya satu setengah kali manusia dewasa. Tapestri dan pernak-pernik keemasan yang menghiasi segenap dinding.Hanya aja semuanya tersamarkan oleh benderang lampu yang begitu redup. Melebur dalam kerlap-kerlip yang justru menciptakan suasana yang lebih menenangkan dan damai.Kayaknya emang isi kamar itu mencerminkan kepribadian seseorang.“Perlu saya hidupkan lampunya?”Aku menggeleng pelanDevon ngangguk. Kaku.Atau cuma aku yang berpikir demikian?Dengar.Ini bukan
“Nyamankan dirimu sendiri, Rachel. Enggak usah terlalu tegang begitu. Aku enggak bakal nyakitin kamu atau gimana, kok. Gimana pun, kita ini temen lama, bukan?”Ya? Kalau begitu, biarkan kudaratkan satu pukulan paling kuat yang kubisa ke wajah bodohmu itu.Mungkin, setelahnya, aku jadi enggak terlalu gugup lagi.Karena gimana ya …Belum ada tiga hari sejak kedatangan bajingan-bajingan asing ini, dan mereka udah memperlakukan istana bak rumah sendiri.Kamar-kamar tamu ditempati sembarangan.Barak dan persenjataan dikuasai.Tentara-tentara yang tersisa dilucuti—alasannya sih untuk ngehindari kekerasan yang enggak perlu.Itu dalih tolol—atau mungkin enggak?Entahlah.Karena, terlepas dari info ini valid atau enggak, jumlah pasukannya enggak kurang dari 15 ribu.Membanjiri kota dengan intimdasi dan todongan yang dibalut dengan begitu manis hingga nampak seperti persembahan yang menarik.Apa salah satu di antara mereka ada yang punya kemampuan memgendalikan pikiran, ya?Makudku, mengubah per
Itu konsep yang asing: ketakutan.Apa aku pernah takut sebelumnya?Ah, ya.Nostalgia lain.Masa lalu lain.Emangnya aku semacam pecundang yang nganggur ya?Aku gak punya waktu untuk melanglangbuana ke perkara yang bahkan enggak penting.Lagian, ketakutan itu respons yang sealami rasa lapar.Bahkan orang paling berani pun bisa gentar ketika di ambang kematian.Tapi, apa yang bikini ini jadi berbeda?TOK! TOK! TOK!Aku menyahut, hamper sepelan lirihan. “Masuk.”Meski tanpa berbalik ke belakang, aku bisa menyadari tatapan iba George yang mencolok. “Ini kekejian yang enggak bisa dimaafkan. Bisa-bisanya mereka … oh, demi Yang Maha Penyaya—““Kamu dapetin anak itu?” Aku lagi enggak ingin dengar nama-Nya di saat kayak begini.Entah itu yang mereka sembah atau apa pun yang pernah menemuiku di masa lalu.Namun, George justru bungkam.Apa dia pergi diam-diiam, ya?Cih, orang-orang ini.Emang, ya. Kau diamkan sekali dan mereka pikir kau itu figur lemah yang bisa dikuasai.Ketika berbalik, aku me
Orang-orang Willvile bakal digantung, dan aku enggak ngerasain apa-apa.Dengar.Gini-gini, aku masih punya empatI. Kesenstifian hati. Dan rasa manusiawi.Tapi, apa pula yang bisa dikasihani dari para bajingan barbar itu?Enggak dulu maupun sekarang, kerjanya selalu menyusahkan.Lebih-lebih si Evelyn sialan itu yang masih bisa memasang senyum meski udah di atas dudukan. Bahkan ketika lehernyadipasang jerat dan algojo ambil ancang-ancang.Cuma bangsawan yang diberi hak untuk ngasih tahu pesan terakhirnya—seperti yang kubilang sebelum-sebelum ini: persetan sama rakyat jelataDan binatang-binatang itu punya hak yang lebih rendah lagiDigantung adalah hukuman yang terlalu ringan.Ya … meskipun ngelihat mereka menggelayut sambil menggelepar-gelepar di udara mata, melotot, dan mulut mengap-mengap karena kehilangan napas secara pelan-pelan itu lumayan muasin; tapi kebiadaban mereka belum diganjar sepenuhnya.Andai aja regulasi negeri fiktif sialan ini lebih simpel, udah kuberi mereka hukuman
“Lagi?”Percuma saja, dari sudut pandang mereka, apa pun yang kukatakan bakal menjadi geraman yang membuat bulu kuduk merinding.Bahkan meski aku tak punya niat membunuh—dan tak pernah demikian.Itu semua bukan untuk tujuan keji seperti itu.Hari itu aku kehilangan segalanya.Kebahagiaan. Harapan. Tujuan.Dan itu membuatku bertanya-tanya, untuk apa?Apakah ini pantas?Apakah aku seberdosa itu?Namun, bak belaian paling lembut, gemulai, dan menentramkan; sebentuk suara agung menyahut dari langit.Memberi pencerahan paling absud sekaligus paling masuk akal.Dewa mengambil, dewa juga memberi.Ibu, Fio, Janine, dan semua orang adalah harga mahal yang tak sepadan dengan nyawaku—awalnya, pemikiran bodoh kayak begitu entah kenapa terlintas.Tapi, kekekalan ini merupakan berkah niscaya yang datang bukan untuk disia-siakan.Neraka kosong dan para iblis ada di sini. Aku adalah titisan yang dikirim untuk membasmi mereka.Memusnahkan kekejian. Membumihanguskan kejahatan. Meluluhlantakkan segala w